LAPORAN KASUS
Nama
: Sashia Laras
NIM
: 030.11.268
I.
II.
IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Status
Pekerjaan
Agama
Tanggal Masuk
No. RM
Lama Perawatan
: Tn. A
: 33 tahun
: Laki-laki
: Jl. Cipinang Latihan
: Belum menikah
: Buruh
: Islam
: 3 Juni 2015
: 981832
: 4 hari
ANAMNESIS
Telah dilakukan auto-anamnesis dengan pasien pada hari Senin pukul
15.00 WIB, tanggal 5 Juni 2015 di ruang 509.
Keluhan Utama
Pasien mengeluh adanya benjolan di leher sejak 2 bulan SMRS.
Keluhan Tambahan
Batuk kering, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sariawan,
BAB berdarah.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSBA dengan keluhan adanya benjolan di leher kiri dan
kanan sejak 2 bulan SMRS. Pasien menyangkal adanya rasa nyeri dan
Riwayat Kebiasaan
Pasien merokok sejak 20 tahun yang lalu. Pasien merokok 1-2 bungkus
sehari. Pasien juga memiliki riwayat minum alkohol namun tidak rutin
atau sering. Pasien memiliki tattoo di kaki kanan nya sejak kelas 1 SMA.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya keluarga yang tinggal satu rumah maupun
lingkungan sosial sekitar yang memiliki keluhan yang sama sepertinya.
Pasien menyangkal adanya keluarga yang memiiki riwayat DM, hipertensi,
maupun keganasan.
Riwayat Pengobatan
Pasien menyangkal pernah berobat sebelumnya ke dokter atas keluhan
yang dirasakan sekarang.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya alergi terhadap obat maupun makanan.
Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal di rumah yang padat penduduk dan agak kumuh. Ventilasi
dan pencahayaan di rumah baik.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit
: Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos mentis
TTV
: TD 100/60 mmHg
RR 20x/menit
HR 80x/menit
S 37,6C
BB
: 59 kg
TB
: 167 cm
BMI
: 21,1
Kesan gizi
: Normal
Status Generalis
Kulit
Warna kulit kuning langsat, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit
baik, tampak hiperpigmentasi pada ekstremitas tangan dan kaki.
Kepala
Normocephali, rambut hitam dan tampak uban, distribusi merata, tidak
mudah dicabut, wajah simetris, deformitas (-).
Mata
: Ptosis (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
agak
berbenjol-benjol,
batas
difus,
tidak
dapat
Auskultasi :
Jantung : Bunyi jantung I & II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, tidak tampak efloresensi yang bermakna,
smiling umbilicus (-), distensi (-), vena kolateral (-), pulsasi abnormal (-).
Auskultasi : BU + 4x per menit
Perkusi
: timpani di seluruh regio abdomen
Palpasi
: teraba keras pada kuadran tengah atas, hepar dan lien
tidak terapa, defense muscular (-), massa (-), ballotement (-), terdapat
nyeri tekan pada epigastrium, umbilikal, hipokondrik kiri dan lumbar
kiri.
Ekstremitas
Inspeksi : tidak tampak deformitas, edema (-/-), sianosis (-/-), tampak
hiperpigmentasi pada kaki dan tangan.
Palpasi
: akral hangat (+/+), nyeri tekan (-/-)
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hari 1
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
LED
MCV
MCH
MCHC
RDW
6.7 ribu/L
3.6 juta/L
9.6 g/dL
29 %
268 ribu/L
100 mm/jam
79.4 fL
26.6 pg
33.5 g/dL
17.2 %
Basofil
Eosinofil
Netrofil Batang
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit
1%
1%
0%
81 %
10 %
7%
SGOT
SGPT
33 mU/dl
13 mU/dl
<33
<50
GDS CITO
119 mg/dL
<110
Ureum
Kreatinin
27 md/dL
0.80 mg/dL
17-49 mg/dL
<1.2 mg/dL
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)
132 mmol/L
3.7 mmol/L
100 mmol/L
Anti HIV
Screening/Rapid
Reaktif
Non Reaktif
Reaktif
Reaktif
Reaktif
Non Reaktif
Non Reaktif
Non Reaktif
Hari 3
Test
Metode I
Metode II
Metode III
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
135 155
3.6 5.5
98 - 109
CD 4 Absolut
75 Cell/uL
410 1590
RINGKASAN
Seorang pasien laki-laki, 33 tahun, datang dengan keluhan adanya
benjolan di leher kanan dan kiri sejak 2 bulan SMRS, benjolan dirasakan
hangat oleh pasien, namun tidak terdapat nyeri maupun kemerahan. Pasien
mengeluh batuk kering sejak 2 hari SMRS dan sariawan yang hilang
timbul sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengatakan adanya nyeri di ulu
hati, BB menurun 10 kg dalam 2 bulan terakhir dan memiliki riwayat BAB
berdarah. Riwayat BAB berdarah ini dikeluhkan sejak tahun 2011, dan
muncul kembali sekitar 2 bulan yang lalu, namun sekarang keluhan
tersebut sudah tidak dikeluhkan. BAB berlendir seperti jelly dan berwarna
merah darah dengan frekuensi 1-2 kali sehari, namun tidak selalu setiap
hari. Pasien mengatakan belum pernah berobat ke dokter untuk keluhan
BAB darah sebelumnya, pasien hanya mengkonsumsi obat-obatan yang
dibeli di warung atau apotek.
DAFTAR MASALAH
1. HIV
2. TB milier
3. Limfadenopati colli dd/ TB
4. Hiponatremia
DIAGNOSA KERJA
HIV
Limfadenitis TB
TB Milier
VI.
PENATALAKSANAAN
Hiponatremia
RL /8 jam
HIV
ARV (rawat jalan setelah 1 bulan OAT)
B Complex 1x1
Cotrimoxazole 2x2
Limfadenitis TB & TB Milier
VII.
PROGNOSIS
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
: ad malam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
Follow Up Harian
Hari 1
S
- Nyeri
perut
(+)
- Pusing (+)
- Batuk kering
2 hari
- Benjolan
di
leher 2bulan
A
CM
Limfadenitis
TD 100/60 mmHg
TB
HR 80x/mnt
HIV
RR 20x/mnt
Hiponatremia
S 37.6C
Mata: pupil isokor, CA -/-,
teraba
membesar,
bentuk
sebesar
bulat
cm,
permukaan
agak
berbenjol-benjol,
batas
difus,
dapat
tidak
reguler,
RL/12 jam
Ceftriaxone
1x2 gr
Ambroxol syr
3x1
lien
defense
tidak
terapa,
muscular
(-),
umbilikal,
hipokondrik
kiri
lumbar kiri.
- Ekst: oedem
dan
-/- akral
Hari 2
S
Batuk kering CM
Limfadenitis
TD
100/70
mmHg
hingga tidak
TB
HR 84 x /mnt
HIV
bisa tidur
RR 18 x /mnt
Hiponatremia
Nyeri perut S 37.1C
Mata: pupil isokor, CA -/-,
(+)
Benjolan di
SI -/leher kanan Leher: pembesaran KGB
dan kiri
kiri
dengan
digerakkan,
tidak
P
RL/12 jam
Ceftriaxone 1x2
gr
Streptomicin
1x750
Rantin 2x1
Ondancentron 2x1
Ambroxol syr 3x1
Cotrimoxazole
2x2
Rifampicin 1x300
Isoniazid 1x300
Pirazinamid
1x750
Etambutol 1x750
pada
lien
tidak
terapa,
tekan
pada
epigastrium, umbilikal.
Ekst: oedem -/- akral
hangat, CRT < 2 dtk.
Hari 3
S
Benjolan di CM
Limfadenitis TB
TD
100/60
mmHg
HIV
leher
HR
60
x/mnt
Hiponatremia
Nyeri perut
RR 20 x/mnt
(+)
S 36.8C
Sulit tidur
Mata: pupil isokor, CA
-/-, SI -/ Leher:
pembesaran
teraba
tidak
dapat
P
Acc Rawat Jalan
Rifampicin 1x300
Isoniazid 1x300
Pirazindamid 1x750
Etambutol 1x750
Streptomicin 1x750
Rantin 2x1
Ondancentron 2x1
B complex 1x1
ARV (setelah OAT
jalan 1 bulan)
defense
nyeri
(-),
tekan
pada epigastrium.
Ekst: oedem -/- akral
hangat, CRT < 2 dtk.
CD 4 : 75
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
Menurut Centre for Disease Control (CDC), peningkatan kasus
HIV/AIDS menjadi dua kali lipat dari tahun 2003 hingga 2004. HIV/AIDS
paling banyak ditransmisi melalui kontak seksual yaitu sebanyak 13441
kasus dan diikuti oleh penggunaan narkotika suntik sebanyak 9242 kasus
(Depkes RI, 2010). Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional pada tahun 2008, sebanyak 63 % remaja Indonesia sudah
melakukan hubungan seksual di luar nikah. Sifat ingin tahu yang sangat
besar pada remaja menyebabkan mereka mencoba segala sesuatu yang
menurut mereka menarik sehingga menyebabkan mereka tergolong ke
dalam sub-populasi berperilaku risiko tinggi.
Di seluruh dunia, penderita yang hidup dengan HIV didapatkan
sebanyak 35 juta penduduk pada tahun 2013, dengan 2.1 juta penduduk
nya baru saja terinfeksi oleh HIV. Sub-Saharan Afrika merupakan daerah
dengan penduduk terbanyak terinfeksi HIV, yaitu sebanyak 24.7 juta
penduduk di tahun 2013, yang berarti hampir 70% penderita HIV di
seluruh dunia terdapat di Sub-Saharan Afrika.
III.
PATOGENESIS
Pada tahun 1983, penyebab AIDS ditemukan yaitu human T-cell
lymphotropic virus-type III/lymphadenopathy-associated virus (HTLVIII/LAV) dan kemudian namanya ditukarkan kepada human
immunodeficiency virus (HIV) (CDC, 2006). Virus ini termasuk dalam
retrovirus anggota subfamili lentivirinae. HIV mempunyai nukleoid yang
berbentuk silindris yang dikelilingi oleh glikoprotein spesifik virus. Selain
tiga gen khas retrovirus yaitu gag, pol dan env yang berperan pada protein
struktural, genom RNA mempunyai enam gen. Dimana gen tat dan rev
berperan dalam replikasi dan empat gen lain yaitu nef, vif, vpr, dan vpu
adalah gen aksesori yang tidak berperan dalam replikasi.
Gen gag memberikan kode untuk protein p24. Gen pol memberikan
kode untuk beberapa protein, seperti reverse transcriptase yang berperan
dalam mensintesa DNA dengan menggunakan genom RNA sebagai
template, intergrase yang mengintergratasikan DNA virus kepada DNA
selular, dan protease yang membelah protein prekusor virus. Selain itu, gen
env memberikan kode untuk protein gp160 yaitu protein prekusor yang
dibelah membentuk glikoprotein gp120 dan gp41. Gen tat berfungsi dalam
transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi
transkripsional dari gen virus lainnya. Manakala gen rev berperan dalam
mengawal pengeluaran mRNA dari nukleus ke sitoplasma. Protein tat dan
nef akan menekan sintesa protein MHC kelas I, yang mengurangkan
kemampuan sel T sitotoksik untuk membunuh sel-sel yang telah diinfeksi
oleh HIV. Gen vif meningkatkan infektifitas HIV dengan menghambat
apolipoprotein B RNA-editing enzyme (APOBEC3G). Enzim ini
menyebabkan hipermutasi dalam DNA retrovirus, dimana ia
mendeaminasi sitosin yang ada pada mRNA dan DNA retrovirus. Maka,
ini menginaktivasi molekul lalu menggurangkan infektifitas.
Setelah virus masuk ke dalam tubuh maka target utamanya adalah
limfosit CD4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul
permukaan CD4 yaitu gp120. Setelah itu HIV gp120 akan berinteraksi
dengan protein kedua pada permukaan sel, yaitu reseptor kemokin seperti
CXCR4 dan CCR5. Virion gp41 protein membantu fusi antara selubung
virus dan membran sel, dan virus masuk ke dalam sel. Masuk HIV
kedalam CD4-positive cells memerlukan reseptor kemokin. Kemudian Tcell-tropic strains HIV akan berikatan dengan CXCR4 dan macrophagetropic stains berikatan dengan CCR5. Setelah proses uncoating, virus
RNA-dependent DNA polymerase akan mentranskripsi genom RNA
kepada DNA yang akan berintegrasi dengan sel DNA manusia. Integrasi
ini dimediasi oleh virus-encoded endonuclease (integrase). mRNA virus
ditranskripsi dari DNA proviral oleh RNA polimerase sel tubuh manusia
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2
gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum
terjadi):
Gejala Mayor:
a) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.
b) Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
c) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan.
d) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
e) Demensia/ HIV ensefalopati.
Gejala Minor:
a) Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
b) Dermatitis generalisata.
c) Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang.
d)
e)
f)
g)
h)
VI.
Kandidias orofaringeal.
Herpes simpleks kronis progresif.
Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
Retinitis virus sitomegalo
STAGING
VII.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan HIV dilakukan dengan mendeteksi ada atau tidak adanya
antibodi HIV di dalam darah. Antibodi dibentuk oleh sistem imun tubuh
untuk melawan patogen yang masuk ke dalam tubuh. Kebanyakan pasien
dengan window period, umumnya 3-6 minggu, antibodi terhadap HIV
masih dalam pembentukan, sehingga tidak dapat terdeteksi pada
pemeriksaan.
Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein yang
menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini
yang dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6
minggu setelah infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu
selepas paparan akan memberi hasil tes yang negatif.
Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA
(enzyme- linked immunosorbent) adalah salah satu tes yang paling umum
dilakukan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA
sensitif pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi
segera setelah infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa
minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu jendela,
seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan infeksi.
Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi.
Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di
mana protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis,
dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien.
Jika terdapat antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus
TO
THE
>500/mm3
Mild immunosuppression
350 499/mm3
Advanced immunosuppression
200349/mm3
Severe immunosuppression
<200/mm3
VIII.
SEVERITY
OF
TATALAKSANA
Zidovudin (AZT)
Didanosin (ddI)
Zalcitabin (ddC)
Stavudin (d4T)
Lamivudin (3TC)
Emtricitabin (FTC)
Tenofovir (TDF)
Nevirapin (NVP)
Efavirenz (EFV)
200mg/8jam atau
300mg 2x sehari
Buffered -> Butuh 2 tablet untuk mencapai buffering
adekuat terhadap asam lambung, harus diberikan
dalam keadaan lambung kosong
60 kg: 200 mg 2x/hari; <60 kg: 125 mg 2x/hari
Enteric coated
60 kg: 400 mg/hari; <60 kg: 250 mg/hari
0.75 mg 3x/hari
60 kg: 40 mg 2x/hari; <60 kg: 30 mg 2x/hari
150 mg 2x/hari, atau
300 mg/hari
200 mg/hari
300 mg 4x/hari
200 mg/hari selama 14 hari lalu 200 mg 2x/hari atau
400 mg extended release per hari
600 mg sebelum tidur
ART
Treat.
1 or 2
IX.
KOMPLIKASI
1. Tuberkulosis
2. Herpes simpleks
3. Varicela zooster
4. Meningitis
5. Pneumonia
6. Ensefalopati
X. PROGNOSIS
Pasien dengan HIV yang tidak di terapi memiliki prognosis yang
sangat buruk, dengan mortalitas >90%. Rerata survival period sejak
terinfeksi HIV ialah 8-10 tahun, meski terdapat beberapa kasus yang tidak
dapat bertahan dalam waktu kurang dari satu tahun. Apabila telah
terdiagnosa AIDS, survival period yang diperkirakan yaitu kurang dari 2
tahun pada pasien yang tidak di terapi.
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. HIV/AIDS. July 2014. Available at:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs360/en/ (Accessed on
July 19, 2015)
2. HIV Classification: CDC and WHO Staging Systems. Available at:
http://aidsetc.org/guide/hiv-classification-cdc-and-who-stagingsystems (Accessed on July 19, 2015)
3. Antiretroviral therapy for HIV infection in adults and adolescents:
recommendations for a public health approach. 2010 revision.
Geneva, World Health Organization, 2010.
4. Global update on HIV treatment: results, impact and opportunities.
WHO report with UNICEF and UNAIDS. Geneva, World Health
Organization, June 2013
5. Interim WHO clinical staging of HIV/AIDS and HIV/AIDS
definitions for surveillance. African Region, World Health
Organization, 2005.
6. Guidelines for national human immunodeficiency virus case
surveillance, including monitoring for human immunodeficiency
virus infection and acquired immunodeficiency syndrome. MMWR
Recomm Rep. 1999 Dec 10;48(RR-13):1-27, 29-31.
7. 1993 revised classification system for HIV infection and expanded
surveillance case definition for AIDS among adolescents and
adults. MMWR Recomm Rep. 1992 Dec 18;41(RR-17):1-19.