Anda di halaman 1dari 21

BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH JAKARTA

Nama

: Sashia Laras

NIM

: 030.11.268

Pembimbing : dr. Elhamida Gusti, Sp.PD.

I.

II.

IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Status
Pekerjaan
Agama
Tanggal Masuk
No. RM
Lama Perawatan

: Tn. A
: 33 tahun
: Laki-laki
: Jl. Cipinang Latihan
: Belum menikah
: Buruh
: Islam
: 3 Juni 2015
: 981832
: 4 hari

ANAMNESIS
Telah dilakukan auto-anamnesis dengan pasien pada hari Senin pukul
15.00 WIB, tanggal 5 Juni 2015 di ruang 509.
Keluhan Utama
Pasien mengeluh adanya benjolan di leher sejak 2 bulan SMRS.
Keluhan Tambahan
Batuk kering, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sariawan,
BAB berdarah.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSBA dengan keluhan adanya benjolan di leher kiri dan
kanan sejak 2 bulan SMRS. Pasien menyangkal adanya rasa nyeri dan

kemerahan pada benjolan tersebut. Pasien merasa hangat di daerah sekitar


benjolan. Tidak terdapat nyeri menelan atau perubahan suara. Pasien
mengeluh batuk kering tanpa dahak sejak 2 hari yang lalu dan sariawan
yang hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu. Pasien menyangkal adanya
demam, sesak, nyeri dada, keringat malam, mual maupun muntah. Pasien
mengatakan adanya nyeri di ulu hati, BAB berdarah. Pasieng mengatakan
BB menurun 10 kg dalam 2 bulan terakhir (69 kg menjadi 59 kg) Pasien
mengaku memiliki riwayat BAB berdarah sejak lama, awalnya pada tahun
2011 lalu sembuh dan muncul kembali 2 bulan yang lalu namun sekarang
sudah tidak dikeluhkan. BAB berlendir seperti jelly dan berwarna merah
darah dengan frekuensi 1-2 kali sehari, namun tidak selalu setiap hari.
Pasien mengatakan tidak pernah berobat ke dokter untuk keluhan BAB
darah tersebut, pasien hanya mengkonsumsi obat dari warung atau apotek
yang dibeli oleh pasien sendiri.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku memiliki riwayat BAB berdarah sejak lama, awalnya
pada tahun 2011 lalu sembuh dan muncul kembali 2 bulan yang lalu. BAB
berlendir seperti jelly dan berwarna merah darah. Pasien mengatakan tidak
pernah berobat ke dokter untuk keluhan BAB darah tersebut, pasien hanya
mengkonsumsi obat dari warung atau apotek yang dibeli oleh pasien
sendiri. Pasien menyangkal adanya riwayat DM dan hipertensi.

Riwayat Kebiasaan
Pasien merokok sejak 20 tahun yang lalu. Pasien merokok 1-2 bungkus
sehari. Pasien juga memiliki riwayat minum alkohol namun tidak rutin
atau sering. Pasien memiliki tattoo di kaki kanan nya sejak kelas 1 SMA.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya keluarga yang tinggal satu rumah maupun
lingkungan sosial sekitar yang memiliki keluhan yang sama sepertinya.
Pasien menyangkal adanya keluarga yang memiiki riwayat DM, hipertensi,
maupun keganasan.

Riwayat Pengobatan
Pasien menyangkal pernah berobat sebelumnya ke dokter atas keluhan
yang dirasakan sekarang.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya alergi terhadap obat maupun makanan.
Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal di rumah yang padat penduduk dan agak kumuh. Ventilasi
dan pencahayaan di rumah baik.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit
: Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos mentis
TTV
: TD 100/60 mmHg
RR 20x/menit
HR 80x/menit
S 37,6C
BB

: 59 kg

TB

: 167 cm

BMI

: 21,1

Kesan gizi

: Normal

Status Generalis
Kulit
Warna kulit kuning langsat, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit
baik, tampak hiperpigmentasi pada ekstremitas tangan dan kaki.
Kepala
Normocephali, rambut hitam dan tampak uban, distribusi merata, tidak
mudah dicabut, wajah simetris, deformitas (-).
Mata
: Ptosis (-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+).


Telinga
: Normotia, nyeri tarik atau nyeri lepas (-/-), liang

telinga lapang (+/+), serumen (-/-).


Hidung
: Deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-), kavum

nasal tampak lapang (+/+).


Mulut
: Sianosis (-), bibir tidak kering, mukosa mulut tidak
kering, tidak tampak lesi maupun kandidiasis oral, oral hygiene baik,

uvula di tengah, tidak hiperemis, arkus faring tidak hiperemis dan


tidak tampak detritus, tonsil T1/T1.
Leher
Inspeksi : Tampak kelenjar getah bening (KGB) membesar pada
leher kiri dan kanan, tidak tampak kemerahan. Kelenjar tiroid tidak
membesar atau terdapat benjolan.
Palpasi
: KGB kanan dan kiri teraba membesar, teraba 2 benjolan
di kanan dan 1 benjolan di kiri dengan bentuk bulat sebesar 2 cm,
permukaan

agak

berbenjol-benjol,

batas

difus,

tidak

dapat

digerakkan, tidak nyeri, teraba hangat. Kelenjar tiroid tidak teraba


membesar.
JVP
: 5+2 cmH20.
Toraks
Inspeksi : tidak tampak efloresensi yang bermakna seperti spider navy,
gerak pernapasan simetris dan tidak tampak pergerakkan nafas yang
tertinggal, tulang iga tidak terlalu vertikal maupun horizontal, tulang iga
tidak melebar, tidak tampak retraksi otot pernapasan.
Palpasi
: Vocal fremitus simetris kiri dan kanan dada, ictus cordis
setinggi ICS 5, 1 cm dari garis midclavicula kiri.
Perkusi
: Didapatkan perkusi sonor pada kedua lapang paru.
Batas paru dengan hepar : setinggi ICS 6 dengan peranjakan 2 jari.
Batas paru dengan jantung kanan : setinggi ICS 3 5 linea sternalis

kanan dengan suara redup.


Batas paru dengan jantung kiri : setinggi ICS 5, 1 cm linea

midclavicula kiri dengan suara redup.


Batas atas jantung : setinggi ICS 3 linea parasternal kiri dengan suara
redup.

Auskultasi :
Jantung : Bunyi jantung I & II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, tidak tampak efloresensi yang bermakna,
smiling umbilicus (-), distensi (-), vena kolateral (-), pulsasi abnormal (-).
Auskultasi : BU + 4x per menit
Perkusi
: timpani di seluruh regio abdomen
Palpasi
: teraba keras pada kuadran tengah atas, hepar dan lien
tidak terapa, defense muscular (-), massa (-), ballotement (-), terdapat
nyeri tekan pada epigastrium, umbilikal, hipokondrik kiri dan lumbar
kiri.

Ekstremitas
Inspeksi : tidak tampak deformitas, edema (-/-), sianosis (-/-), tampak
hiperpigmentasi pada kaki dan tangan.
Palpasi
: akral hangat (+/+), nyeri tekan (-/-)
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hari 1
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
LED
MCV
MCH
MCHC
RDW

6.7 ribu/L
3.6 juta/L
9.6 g/dL
29 %
268 ribu/L
100 mm/jam
79.4 fL
26.6 pg
33.5 g/dL
17.2 %

Basofil
Eosinofil
Netrofil Batang
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit

1%
1%
0%
81 %
10 %
7%

SGOT
SGPT

33 mU/dl
13 mU/dl

<33
<50

GDS CITO

119 mg/dL

<110

Ureum
Kreatinin

27 md/dL
0.80 mg/dL

17-49 mg/dL
<1.2 mg/dL

Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)

132 mmol/L
3.7 mmol/L
100 mmol/L

Anti HIV
Screening/Rapid

Reaktif

Non Reaktif

Reaktif
Reaktif
Reaktif

Non Reaktif
Non Reaktif
Non Reaktif

Hari 3

Test
Metode I
Metode II
Metode III

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

3.8 10.6 ribu/L


4.4 5.9 juta/L
13.2 17.3 g/dL
40 52 %
150 440 ribu/L
0-15 mm/jam
80 100 fL
26 34 pg
32 36 g/dL
<14 %
0-1%
2-4%
3-5%
50-70 %
25 40 %
28%

135 155
3.6 5.5
98 - 109

CD 4 Absolut

75 Cell/uL

410 1590

Hari 1, Foto Thorax


Kesan : Bronchopneumonia dd/ proses spesifik ( TB Milier )
V.

RINGKASAN
Seorang pasien laki-laki, 33 tahun, datang dengan keluhan adanya
benjolan di leher kanan dan kiri sejak 2 bulan SMRS, benjolan dirasakan
hangat oleh pasien, namun tidak terdapat nyeri maupun kemerahan. Pasien
mengeluh batuk kering sejak 2 hari SMRS dan sariawan yang hilang
timbul sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengatakan adanya nyeri di ulu
hati, BB menurun 10 kg dalam 2 bulan terakhir dan memiliki riwayat BAB
berdarah. Riwayat BAB berdarah ini dikeluhkan sejak tahun 2011, dan
muncul kembali sekitar 2 bulan yang lalu, namun sekarang keluhan
tersebut sudah tidak dikeluhkan. BAB berlendir seperti jelly dan berwarna
merah darah dengan frekuensi 1-2 kali sehari, namun tidak selalu setiap
hari. Pasien mengatakan belum pernah berobat ke dokter untuk keluhan
BAB darah sebelumnya, pasien hanya mengkonsumsi obat-obatan yang
dibeli di warung atau apotek.
DAFTAR MASALAH
1. HIV
2. TB milier
3. Limfadenopati colli dd/ TB
4. Hiponatremia
DIAGNOSA KERJA
HIV
Limfadenitis TB
TB Milier

VI.

PENATALAKSANAAN
Hiponatremia
RL /8 jam
HIV
ARV (rawat jalan setelah 1 bulan OAT)

B Complex 1x1
Cotrimoxazole 2x2
Limfadenitis TB & TB Milier

VII.

Inj. Ceftriaxone 1x2 gr


Inj. Rantin 2x1
Inj. Ondancentron 2x1
Ambroxol syr 3x1
Rifampicin 1x300
Isoniazid 1x300
Pirazinamid 1x750
Etambutol 1x750
Inj. Streptomicin 1x750 mg

PROGNOSIS
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam

: ad malam
: dubia ad malam
: dubia ad malam

Follow Up Harian
Hari 1
S

- Nyeri

perut

(+)
- Pusing (+)
- Batuk kering
2 hari
- Benjolan

di

leher 2bulan

A
CM
Limfadenitis
TD 100/60 mmHg
TB
HR 80x/mnt

HIV
RR 20x/mnt

Hiponatremia
S 37.6C
Mata: pupil isokor, CA -/-,

SI -/- THT: dbn


- Leher: pembesaran KGB
bilateral, KGB kanan dan
kiri

teraba

membesar,

teraba 2 benjolan di kanan


dan 1 benjolan di kiri
dengan

bentuk

sebesar

bulat
cm,

permukaan

agak

berbenjol-benjol,

batas

difus,

dapat

tidak

digerakkan, tidak nyeri,


teraba hangat.
- Jantung: S1S2
murmur
(-), gallop (-)

reguler,

RL/12 jam
Ceftriaxone

1x2 gr
Ambroxol syr
3x1

- Paru: SN ves +/+,


rh-/-, wh-/- Abd: teraba keras pada
kuadran tengah atas, hepar
dan

lien

defense

tidak

terapa,

muscular

(-),

massa (-), ballotement (-),


terdapat nyeri tekan pada
epigastrium,

umbilikal,

hipokondrik

kiri

lumbar kiri.
- Ekst: oedem

dan

-/- akral

hangat, CRT < 2 dtk.


Leu/Eri/Hb/Ht/Tro
6.7/3.6/9.6/29/268
Bas/Eos/NB/NS/Lim/Mon
1 / 1 / 0 / 81 / 10 / 7
GDS CITO : 119
SGOT/SGPT
33 / 13
Ur / Cr
27 / 0.80
LED: 100
Na / K / Cl
132/3.7/100
Anti HIV : reaktif

Hari 2
S

Batuk kering CM
Limfadenitis

TD
100/70
mmHg
hingga tidak
TB
HR 84 x /mnt

HIV
bisa tidur
RR 18 x /mnt
Hiponatremia
Nyeri perut S 37.1C
Mata: pupil isokor, CA -/-,
(+)
Benjolan di
SI -/leher kanan Leher: pembesaran KGB
dan kiri

bilateral, KGB kanan dan


kiri teraba membesar, teraba
2 benjolan di kanan dan 1
benjolan di

kiri

dengan

bentuk bulat sebesar 2 cm,


permukaan agak berbenjolbenjol, batas difus, tidak
dapat

digerakkan,

tidak

P
RL/12 jam
Ceftriaxone 1x2
gr
Streptomicin
1x750
Rantin 2x1
Ondancentron 2x1
Ambroxol syr 3x1
Cotrimoxazole
2x2
Rifampicin 1x300
Isoniazid 1x300
Pirazinamid
1x750
Etambutol 1x750

nyeri, teraba hangat.


Jantung: S1S2 reguler,
murmur
(-), gallop (-)
Paru: SN ves +/+,
rh-/-, wh-/ Abd: teraba keras

pada

kuadran tengah atas, hepar


dan

lien

tidak

terapa,

defense muscular (-), massa


(-), ballotement (-), terdapat
nyeri

tekan

pada

epigastrium, umbilikal.
Ekst: oedem -/- akral
hangat, CRT < 2 dtk.

Hari 3
S

Benjolan di CM
Limfadenitis TB

TD
100/60
mmHg
HIV
leher

HR
60
x/mnt
Hiponatremia
Nyeri perut
RR 20 x/mnt
(+)
S 36.8C
Sulit tidur
Mata: pupil isokor, CA
-/-, SI -/ Leher:

pembesaran

KGB bilateral, KGB


kanan dan kiri teraba
membesar,

teraba

benjolan di kanan dan 1


benjolan di kiri dengan
bentuk bulat sebesar
2 cm, permukaan agak
berbenjol-benjol, batas
difus,

tidak

dapat

digerakkan, tidak nyeri,


teraba hangat.
Jantung: S1S2 reguler,
murmur
(-), gallop (-)
Paru: SN ves +/+,
rh-/-, wh-/ Abd: teraba keras pada
kuadran tengah atas,

P
Acc Rawat Jalan
Rifampicin 1x300
Isoniazid 1x300
Pirazindamid 1x750
Etambutol 1x750
Streptomicin 1x750
Rantin 2x1
Ondancentron 2x1
B complex 1x1
ARV (setelah OAT
jalan 1 bulan)

hepar dan lien tidak


terapa,

defense

muscular (-), massa (-),


ballotement
terdapat

nyeri

(-),
tekan

pada epigastrium.
Ekst: oedem -/- akral
hangat, CRT < 2 dtk.
CD 4 : 75

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

DEFINISI

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired


immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus HIV diklasifikasikan ke dalam
golongan lentivirus atau retroviridae. Genom virus ini adalah RNA, yang
mereplikasi dengan menggunakan enzim reverse transcriptase untuk
menginfeksi sel mamalia.
Virus ini akan membunuh limfosit T helper (CD4), yang menyebabkan
hilangnya imunitas yang diperantarai sel. Selain limfosit T helper, sel-sel
lain yang mempunyai protein CD4 pada permukaannya seperti makrofag
dan monosit juga dapat diinfeksi oleh virus ini. Maka berkurangnya nilai
CD4 dalam tubuh manusia yang mengindikasikan berkurangnya sel-sel
darah putih yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh manusia,
sehingga ini meningkatkan probabilitas seseorang untuk mendapat infeksi
oportunistik.
II.

EPIDEMIOLOGI
Menurut Centre for Disease Control (CDC), peningkatan kasus
HIV/AIDS menjadi dua kali lipat dari tahun 2003 hingga 2004. HIV/AIDS
paling banyak ditransmisi melalui kontak seksual yaitu sebanyak 13441
kasus dan diikuti oleh penggunaan narkotika suntik sebanyak 9242 kasus
(Depkes RI, 2010). Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional pada tahun 2008, sebanyak 63 % remaja Indonesia sudah
melakukan hubungan seksual di luar nikah. Sifat ingin tahu yang sangat
besar pada remaja menyebabkan mereka mencoba segala sesuatu yang
menurut mereka menarik sehingga menyebabkan mereka tergolong ke
dalam sub-populasi berperilaku risiko tinggi.
Di seluruh dunia, penderita yang hidup dengan HIV didapatkan
sebanyak 35 juta penduduk pada tahun 2013, dengan 2.1 juta penduduk
nya baru saja terinfeksi oleh HIV. Sub-Saharan Afrika merupakan daerah
dengan penduduk terbanyak terinfeksi HIV, yaitu sebanyak 24.7 juta
penduduk di tahun 2013, yang berarti hampir 70% penderita HIV di
seluruh dunia terdapat di Sub-Saharan Afrika.

III.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Penularan HIV dapat terjadi melalui cairan tubuh manusia seperti
darah, ASI, semen dan cairan vagina. Penularan tidak dapat terjadi melalui
kontak umum sehari-hari seperti berjabat tangan, ciuman, berpelukan,
maupun berbagi makanan maupun minuman.
Perilaku dan kondisi yang dapat menjadi faktor resiko terinfeksi HIV
adalah:
Hubungan seksual tanpa alat pengaman
Tertular dari penyakit menular seksual seperti sifilis, herpes, klamidia,
gonorrea, vaginosis bakterial saat berhubungan seksual
Pemakaian obat-obatan terlarang melalui jarum suntik

Menerima transfusi darah, tattoo, tindakan medis, tindikan yang tidak


steril dan tidak aman.
Vertikal dari ibu ke janin/bayi lewat infeksi intra-partum, perinatal,
atau air susu ibu.
IV.

PATOGENESIS
Pada tahun 1983, penyebab AIDS ditemukan yaitu human T-cell
lymphotropic virus-type III/lymphadenopathy-associated virus (HTLVIII/LAV) dan kemudian namanya ditukarkan kepada human
immunodeficiency virus (HIV) (CDC, 2006). Virus ini termasuk dalam
retrovirus anggota subfamili lentivirinae. HIV mempunyai nukleoid yang
berbentuk silindris yang dikelilingi oleh glikoprotein spesifik virus. Selain
tiga gen khas retrovirus yaitu gag, pol dan env yang berperan pada protein
struktural, genom RNA mempunyai enam gen. Dimana gen tat dan rev
berperan dalam replikasi dan empat gen lain yaitu nef, vif, vpr, dan vpu
adalah gen aksesori yang tidak berperan dalam replikasi.
Gen gag memberikan kode untuk protein p24. Gen pol memberikan
kode untuk beberapa protein, seperti reverse transcriptase yang berperan
dalam mensintesa DNA dengan menggunakan genom RNA sebagai
template, intergrase yang mengintergratasikan DNA virus kepada DNA
selular, dan protease yang membelah protein prekusor virus. Selain itu, gen
env memberikan kode untuk protein gp160 yaitu protein prekusor yang
dibelah membentuk glikoprotein gp120 dan gp41. Gen tat berfungsi dalam
transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi
transkripsional dari gen virus lainnya. Manakala gen rev berperan dalam
mengawal pengeluaran mRNA dari nukleus ke sitoplasma. Protein tat dan
nef akan menekan sintesa protein MHC kelas I, yang mengurangkan
kemampuan sel T sitotoksik untuk membunuh sel-sel yang telah diinfeksi
oleh HIV. Gen vif meningkatkan infektifitas HIV dengan menghambat
apolipoprotein B RNA-editing enzyme (APOBEC3G). Enzim ini
menyebabkan hipermutasi dalam DNA retrovirus, dimana ia
mendeaminasi sitosin yang ada pada mRNA dan DNA retrovirus. Maka,
ini menginaktivasi molekul lalu menggurangkan infektifitas.
Setelah virus masuk ke dalam tubuh maka target utamanya adalah
limfosit CD4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul
permukaan CD4 yaitu gp120. Setelah itu HIV gp120 akan berinteraksi
dengan protein kedua pada permukaan sel, yaitu reseptor kemokin seperti
CXCR4 dan CCR5. Virion gp41 protein membantu fusi antara selubung
virus dan membran sel, dan virus masuk ke dalam sel. Masuk HIV
kedalam CD4-positive cells memerlukan reseptor kemokin. Kemudian Tcell-tropic strains HIV akan berikatan dengan CXCR4 dan macrophagetropic stains berikatan dengan CCR5. Setelah proses uncoating, virus
RNA-dependent DNA polymerase akan mentranskripsi genom RNA
kepada DNA yang akan berintegrasi dengan sel DNA manusia. Integrasi
ini dimediasi oleh virus-encoded endonuclease (integrase). mRNA virus
ditranskripsi dari DNA proviral oleh RNA polimerase sel tubuh manusia

dan ia ditranslasikan kepada beberapa bentuk poliprotein besar. Poliprotein


gag, pol, dan env dibelah oleh enzim protease. Poliprotein gag akan
membentuk inti protein (p24) dan protein matriks (p17). Manakala
poliprotein pol akan membentuk reverse transcriptase, integrase, dan
protease. Virus immatur ini mempunyai prekusor poliprotein yang
dibentuk di sitoplasma. Virus immatur dibelah dari sel membran oleh
enzim protease. Pembelahan ini membentuk virus yang matur dan
infeksius.
Sel T yang telah diinfeksi oleh HIV akan berada di kelenjar getah
bening sehingga mencapai ambang replikasi yang akan dicapai dalam 2-6
minggu. Seterusnya berlaku pengeluaran plasma viremia. Proses ini
dikatakan infeksi HIV primer. Virus akan mula menyebar ke seluruh
tubuh. Puncak viremia akan menurun secara spontan selepas 2-4 minggu
disebabkan respon imun primer terhadap HIV. Walaupun plasma viremia
ditekan setelah serokonversi, virus HIV masih terdapat dalam tubuh dan
genom HIV dapat ditemukan dalam sel T. Setelah puncak viremia
berkurang, sel CD4 akan kembali ke tingkat dasar, tetapi tetap lebih rendah
dari yang terlihat pada saat pre-infeksi ini tahap dikatakan infeksi HIV
kronik asimptomatik. Masa laten infeksi ini berlaku selama 10 tahun.
Penurunan CD4 pada tahap kronik asimptomatik, membuktikan bahwa
virus HIV membunuh sel CD4 melalui cara lisis (Weber, 2001).Kematian
sel yang telah diinfeksi oleh HIV juga disebabkan oleh limfosit CD8
sitotoksik. Efektivitas sel T sitotoksik ini terbatas karena protein virus
yaitu tat dan nef akan menggurangkan sintesa protein MHC kelas I.
Hipotesa lain yang menerangkan tentang kematian sel T helper adalah HIV
berfungsi sebagai superantigen. Ini akan mengaktivasikan sel T helper lain
dan sehingga sel yang diinfeksi oleh HIV mati. Infeksi sel limfosit dan
produksi HIV berlaku secara berterusan. Maka, apabila sel CD4 kurang
dari 200 x 109/l, ini menyebabkan imunosupresi yang menyebabkan
terjadinya infeksi oportunistik.
V.

MANIFESTASI KLINIS
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2
gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum
terjadi):
Gejala Mayor:
a) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.
b) Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
c) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan.
d) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
e) Demensia/ HIV ensefalopati.
Gejala Minor:
a) Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
b) Dermatitis generalisata.
c) Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang.

d)
e)
f)
g)
h)

VI.

Kandidias orofaringeal.
Herpes simpleks kronis progresif.
Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
Retinitis virus sitomegalo

STAGING

VII.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan HIV dilakukan dengan mendeteksi ada atau tidak adanya
antibodi HIV di dalam darah. Antibodi dibentuk oleh sistem imun tubuh
untuk melawan patogen yang masuk ke dalam tubuh. Kebanyakan pasien
dengan window period, umumnya 3-6 minggu, antibodi terhadap HIV
masih dalam pembentukan, sehingga tidak dapat terdeteksi pada
pemeriksaan.
Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein yang
menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini
yang dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6
minggu setelah infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu
selepas paparan akan memberi hasil tes yang negatif.
Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA
(enzyme- linked immunosorbent) adalah salah satu tes yang paling umum
dilakukan untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA
sensitif pada infeksi HIV kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi
segera setelah infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa
minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu jendela,
seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan infeksi.
Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi.
Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di
mana protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis,
dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien.
Jika terdapat antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus

terutama dengan protein gp41 dan p24. Kemudian ditambahkan antibodi


yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna
mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien yang telah
terinfeksi.
Tes OraQuick adalah tes lain yang menggunakan sampel darah untuk
mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20
menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi dengan tes Western blot.
Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus,
manakala polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes
ini dapat mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak
memproduksi antibodi terhadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi
proviral DNA. HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal RNA.
Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan untuk
konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western blot negatif; dalam
beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi dapat
dideteksi; jika hasil Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir
dimana antibodi ibunya merumitkan tes lain.
CD4 LEVELS IN RELATION
IMMUNOSUPPRESSION

TO

THE

Not significant immunosuppression

>500/mm3

Mild immunosuppression

350 499/mm3

Advanced immunosuppression

200349/mm3

Severe immunosuppression

<200/mm3

VIII.

SEVERITY

OF

TATALAKSANA

Tidak ada obat yang dapat sepenuhnya menyembuhkan HIV/AIDS.


Perkembangan penyakit dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan
sepenuhnya. Kombinasi yang tepat antara berbagai obat-obatan
antiretroviral dapat memperlambat kerusakan yang diakibatkan oleh HIV
pada sistem kekebalan tubuh dan menunda awal terjadinya AIDS (Komisi
Penanggulangan AIDS, 2010-2011).
Terdapat 5 golongan obat antiretroviral yang bekerja dengan cara yang
berbeda. Nucleoside/nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI)
adalah salah satu obat ARV yang bekerja dengan menganggu protein HIV
yang dikenali reverse transcriptase, yang diperlukan untuk replikasi virus.
Selain itu Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI),
yang menghambat replikasi dalam sel melalui meng-inhibisi protein
reverse transcriptase. Seterusnya Protease Inhibitors, yang menginhibisi
protease yang terlibat dalam proses replikasi virus HIV. Entry Inhibitors
menghambat pengikatan atau kemasukkan virus HIV ke dalam sel-sel

imun tubuh manusia. Integrase Inhibitors bekerja melalui menga nggu


integrase enzyme yang diperlukan sehingga virus HIV dapat insersi bahan
genetik ke dalam sel manusia.
Menurut rekomendasi WHO (2006), orang dewasa dan remaja dengan
HIV sebaiknya memulai terapi antiretroviral ketika:

Infeksi HIV Stadium IV menurut kriteria WHO, tanpa memandang


jumlah CD4.
Infeksi HIV Stadium III menurut kriteria WHO dengan jumlah
CD4 <350/mm3. Infeksi HIV Stadium I atau II menurut kriteria
WHO dengan jumlah CD4 <200/mm3.Apabila tes CD4 tidak
dapat dilaksanakan, maka terapi antiretroviral sebaiknya dimulai
ketika:

Infeksi HIV Stadium IV, tanpa memandang jumlah limfosit total.


Infeksi HIV Stadium III, tanpa memandang jumlah limfosit total.
Infeksi HIV Stadium II dengan jumlah limfosit total <1200/mm3c.
Anjuran pemilihan ARV lini pertama, berupa kombinasi 2 NRTI +
NRTI:
TDF + 3TC (atau FTC) + EFV: bila regimen ini
dikontraindikasikan, maka alternatifnya:
AZT + 3TC + EFV
AZT + 3TC + NVP
TDF + 3TC (atau FTC) + NVP

Zidovudin (AZT)
Didanosin (ddI)

Zalcitabin (ddC)
Stavudin (d4T)
Lamivudin (3TC)
Emtricitabin (FTC)
Tenofovir (TDF)
Nevirapin (NVP)
Efavirenz (EFV)

200mg/8jam atau
300mg 2x sehari
Buffered -> Butuh 2 tablet untuk mencapai buffering
adekuat terhadap asam lambung, harus diberikan
dalam keadaan lambung kosong
60 kg: 200 mg 2x/hari; <60 kg: 125 mg 2x/hari
Enteric coated
60 kg: 400 mg/hari; <60 kg: 250 mg/hari
0.75 mg 3x/hari
60 kg: 40 mg 2x/hari; <60 kg: 30 mg 2x/hari
150 mg 2x/hari, atau
300 mg/hari
200 mg/hari
300 mg 4x/hari
200 mg/hari selama 14 hari lalu 200 mg 2x/hari atau
400 mg extended release per hari
600 mg sebelum tidur

Tidak direkomendasikan menggunakan d4T sebagai regimen lini


pertama karena efek samping toksisitas metabolik yang berat. Terdapat

beberapa kombinasi ARV yang tidak dianjurkan, antara lain:


Mono atau dual terapi, karena cepat menimbulkan
resistensi.
d4T + ACT (bersifat antagonis)
d4T + ddI (toksisitas tumpang tindih)
3TC + FTC (bisa saling menggantikan, tetapi tidak boleh
digunakan secara bersamaan)
TDF + 3TC + ABC atau TDF + 3TC + ddI (meningkatkan
mutasi K65R dan sering terjadi kegagalan virologis)
TDF + ddI + NNRTI apapun (sering terjadi kegagalan
virologis secara dini)
Pencegahan infeksi oportunistik dengan kotrimoksasol.
Pencegahan dengan kotrimoksasol diberikan sebagai profilaksis primer
(untuk mencegah infeksi yang belum pernah dialami) maupun profilaksis
sekunder (untuk mencegah berulangnya suatu infeksi) Dosis anjuran yang
diberikan adalah 1x960mg/hari dosis tunggal. Terapi kotrimoksasol
dihentikan setelah 2 tahun penggunaan ARV.
Begitu memulai pengobatan HIV, harus digunakan untuk waktu
yang sangat lama. Dengan demikian dapat menunda kemungkinan efek
samping obat dan benar-benar memanfaatkan keampuhan efek awal
pengobatan terhadap HIV dalam tubuh manusia (ODHA Indonesia, 2007).
CLINICAL AND IMMUNOLOGICAL CRITERIA FOR INITIATING
ART IN ADULTS AND ADOLESCENTS
Clinical stage

ART

Treat.

Consider treatment: CD4, if available,


can guide the urgency with which ART
should be started.

1 or 2

Only if CD4 <200/mm3.

Summary comparison of WHO antiretroviral guidelines : immunological


criteria for initiating antiretroviral therapy 2010 and 2013

IX.

KOMPLIKASI
1. Tuberkulosis
2. Herpes simpleks
3. Varicela zooster
4. Meningitis
5. Pneumonia
6. Ensefalopati

X. PROGNOSIS
Pasien dengan HIV yang tidak di terapi memiliki prognosis yang
sangat buruk, dengan mortalitas >90%. Rerata survival period sejak
terinfeksi HIV ialah 8-10 tahun, meski terdapat beberapa kasus yang tidak
dapat bertahan dalam waktu kurang dari satu tahun. Apabila telah
terdiagnosa AIDS, survival period yang diperkirakan yaitu kurang dari 2
tahun pada pasien yang tidak di terapi.

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. HIV/AIDS. July 2014. Available at:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs360/en/ (Accessed on
July 19, 2015)
2. HIV Classification: CDC and WHO Staging Systems. Available at:
http://aidsetc.org/guide/hiv-classification-cdc-and-who-stagingsystems (Accessed on July 19, 2015)
3. Antiretroviral therapy for HIV infection in adults and adolescents:
recommendations for a public health approach. 2010 revision.
Geneva, World Health Organization, 2010.
4. Global update on HIV treatment: results, impact and opportunities.
WHO report with UNICEF and UNAIDS. Geneva, World Health
Organization, June 2013
5. Interim WHO clinical staging of HIV/AIDS and HIV/AIDS
definitions for surveillance. African Region, World Health
Organization, 2005.
6. Guidelines for national human immunodeficiency virus case
surveillance, including monitoring for human immunodeficiency
virus infection and acquired immunodeficiency syndrome. MMWR
Recomm Rep. 1999 Dec 10;48(RR-13):1-27, 29-31.
7. 1993 revised classification system for HIV infection and expanded
surveillance case definition for AIDS among adolescents and
adults. MMWR Recomm Rep. 1992 Dec 18;41(RR-17):1-19.

Anda mungkin juga menyukai