PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum
terletak di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting
dan struktur vital. Proses penting yang melibatkan mediastinum mencakup
emfisema, infeksi, perdarahan serta banyak jenis kista dan tumor primer.
Kelainan sistemik seperti karsinoma metastatic dan banyak penyakit
granulomatosa juga bisa terlibat dalam mediastinum. Lesi terutama berasal
dari esophagus, trakea, jantung dan pembuluh darah besar biasanya
berhubungan dengan susunan organik spesifik yang terlibat daripada
mediastinum.1
Data frekuensi tumor mediasinum di Indonesia antara lain didapat
dari SMF Bedah Toraks RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo
Surabaya. Pada tahun1970 - 1990 di RS Persahabatan dilakukan operasi
terhadap 137 kasus, jenis tumor yang ditemukan adalah 32,2% teratoma,
24% timoma, 8% tumor syaraf, 4,3% limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo
menjelaskan lokasi tumor pada mediastinum anterior 67% kasus,
mediastinum medial 29% dan mediastinum posterior 25,5%. Dari
kepustakaan luar negeri diketahui bahwa jenis yang banyak ditemukan
pada tumor mediastinum anterior adalah limfoma, timoma dan germ cell
tumor. Dari tumor mediastinal yang memberikan gejala, setengahnya
adalah maligna. Sebagian besar tumor yang asimptomatik adalah benigna.2
Diagnosis yang lebih dini dan lebih tepat dari proses mediastinum
telah dimungkinkan dengan peningkatan penggunaan rontgen dada,
tomografi komputerisasi, teknik sidik radioisotope dan MRI, serta telah
memperbaiki keberhasilan dalam mengobati lesi mediastinum. Bersama
dengan kemajuan dalam teknik diagnostik ini, kemajuan dalam anestesi,
kemoterapi, immunoterapi, dan terapi radiasi telah meningkatkan
kelangsungan hidup serta memperbaiki kualitas hidup. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI MEDIASTINUM
Bagian tengah cavitas thoracis, yakni ruang antara kedua kantong
pleura, dikenal sebagai mediastinum. Struktur dalam mediastinum diliputi
oleh jaringan ikat, pembuluh darah dan limfe. Jarangnya jaringan ikat, dan
elastisitas paru-paru dan pleura parietalis memungkinkan mediastinum
menyesuaikan diri kepada perubahan gerak dan volume dalam cavitas
thoracis.
dengan
jantung
dan
Trachea
N. laryngeus recurrens sinister
Oesophagus
Ductus thoracicus
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 DEFINISI
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum
yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan
arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan
ikat, kelenjar getah bening dan salurannya.2
Sempitnya rongga mediastinum dan adanya organ vital di dalamnya
menyebabkan beberapa persoalan yang terjadi karena tumor mediastinum:
1. Desakan pada organ sekitarnya. Dalam hal ini sekalipun tumor itu jinak
dapat menimbulkan gejala gejala serius akibat desakan ini.
2. Tidak mudah untuk mendapatkan hasil patologi anatomi yang pasti, karena
susah mengambil jaringan untuk pemeriksaan.
3. Sering timbul persoalan untuk mencari tumor primer.
4. Pada tumor mediastinum yang ganas biasanya, prognoses tidak baik dan
tumor mediastinum yang jinak yang tidak ditangani secara baik sering
menimbulkan keadaan gawat.4
3.2 EPIDEMIOLOGI
Ada beda frekuensi relative kelainan dalam rongga mediastinum pada
anak anak dan dewasa. Pada dewasa, sekitar 65% lesi di temukan di anterior,
25% di posterior, dan 10% di mediastinum medium. Pada anak anak hanya
sekitar 25% lesi ditemukan di anterior dan sebagian besar (65%) di
mediastinum posterior. Lesi yang paling umum ditemukan pada dewasa
adalah jinak (75%), sedangkan hamper separuhnya pada anak anak adalah
maligna.5
Data frekuensi tumor mediasinum di Indonesia antara lain didapat dari
SMF Nedah Toraks RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo
Surabaya. Pada tahun1970 - 1990 di RS Persahabatan dilakukan operasi
terhadap 137 kasus, jenis tumor yang ditemukan adalah 32,2% teratoma, 24%
lokasi
tumor
pada
mediastinum
anterior
67%
kasus,
7. Tidak diketahui.
Tumor yang timbul dengan sebab yang belum diketahui. Sampai sekarang
antigen permukaan pada kebanyakan tumor hanya dapat ditemukan
dengan bantuan serum allogenic atau xenogeniec.5
3.4 Patofisiologi
Sebagaimana bentuk kanker/karsinoma lain, penyebab dari timbulnya
karsinoma jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga
berbagai faktor predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan
manifestasi tumbuhnya jaringan/sel-sel kanker pada jaringan mediastinum.9
Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu
yang relatif singkat maupun timbul dalam suatu proses yang memakan waktu
bertahun-tahun untuk menimbulkan manifestasi klinik. 9
Dengan semakin meningkatnya volume massa
sel-sel
yang
Tipe kortikal
Timik karsinoma
Low Grade
High Grade
2 Timik Karsinoid dan Oat Cell Carsinoma
Tabel 1. Klasifikasi histology timoma
Stage I
Stage II
Stage III
beta-HCG
dan
alfa-fetoprotein
lebih
dari
500
maturitas :
Grade 0 atau mature (jinak)
Grade 1 atau immature (masih
cenderung jinak)
Grade 2 atau immature (cenderung
ganas)
Grade 3 atau Frankly Malignant
(ganas)
konsistensinya :
Teratoma Solid (berisi jaringan /
struktur kompleks )
Teratoma Cystic (berisi cairan/ gel,
seperti cerebrospinal fluid, sebum,
atau lemak)
Teratoma campuran
a. Batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi
pada trakea dan/atau bronkus utama.
b. Disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagussindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor
mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak.
c. Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat,
paralisis diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus.
d. Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada
penekanan sistem syaraf.2
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi,
ukuran dan keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke
organ sekitarnya. Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau
dikaitkan dengan beberapa keadaan klinis lain, misalnya:2
-
Foto toraks. Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi
tumor, anterior, medial atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran
tumor yang besar sulit ditentukan lokasi yang pasti. Adanya struktur
berupa lesi kistik, kalsifikasi, lemak dan vaskuler dapat dinilai dengan
lebih akurat dibandingkan film polos
Tumor mediastinum anterior (tiga T-tiroid, timus, teratodermoid)
- Tiroid retrosternal: massa berbatas tegas dan mungkin berlobul.
Perluasan ke mediastinum terjadi dalam berbagai derajat hingga
-
mencapai karina
Tumor timus: bersifat jinak/ganas
Temuan khas radiologi pada
12
2.
13
3.
jenis
tumor
khas
pada
didapatkan tumor (massa) berbatas jelas yang ireguler yang kadangkadang menekan jantung dan pembuluh darah. Tumor ini pada masa
kanak-kanak didapat dalam bentuk hiperplasia atau kista.
14
5.
aneurisma aorta.
Ekokardiografi. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi
6.
7.
8.
Nuklir.
Meski
jarang
dilakukan,
pemeriksaan-
Prosedur Endoskopi
3.7.3
berbahaya
biopsi transtorakal atau transthoracal biopsy (TTB) dilakukan bila
massa dapat dicapai dengan jarum yang ditusukkan di dinding dada
16
dan lokasi tumor tidak dekat pembuluh darah atau tidak ada kecurigaan
aneurisma. Untuk tumor yang kecil (<3cm), memiliki banyak
pembuluh darah dan dekat organ yang berisiko dapat dilakukan TTB
dengan tuntunan flouroskopi atau USG atau CT Scan.
2. Pemeriksaan histology2
Bila BJH tidak berhasil menetapkan jenis histologis, perlu dilakukan
prosedur di bawah ini:
- Biopsi KGB yang teraba di leher atau supraklavikula. Bila tidak ada
KGB yang teraba, dapat dilakukan pengangkatan jaringan KGB yang
-
didapat.
Biopsi eksisional pada massa tumor yang besar
Torakoskopi diagnostic
Video-assisted thoracic surgery (VATS), dilakukan untuk tumor di
semua lokasi, terutama tumor di bagian posterior.
DIAGNOSIS BANDING
17
18
PENATALAKSANAAN 5,10
3.9
Hb > 10 gr%
Leukosit > 4.000/dl
Trombosit > 100.000/dl
Tampilan (performance status) >70 Karnofsky
Jika digunakan obat antikanker yang bersifat radiosensitaizer maka
radio kemoterapi dapat diberikan secara berbarengan (konkuren). Jika
keadaan tidak mengizinkan, maka kombinasi radiasi dan kemoterapi
diberikan secara bergantian (alternating: radiasi diberikan di antara siklus
kemoterapi) atau sekuensial (kemoterapi > 2 siklus, lalu dilanjutkan
dengan radiasi, atau radiasi lalu dilanjutkan dengan kemoterapi). Selama
pemberian kemoterapi atau radiasi perlu diawasi terjadinya melosupresi
dan efek samping obat atau toksisiti akibat tindakan lainnya. 10
Tumor Timus
Klasifikasi histologis
20
Karsinoma timik
Derajat rendah (Low grade)
Derajat tinggi (High grade)
Stage II
Stage III
Stage II
Stage III
21
22
Seminoma
Nonseminoma
1
Karsinoma embrional
1 Koriokarsinoma
2 Yolk sac carcinoma
Teratoma
1
2
1
2
3
Jinak (benign)
Ganas (malignant)
Dengan unsur sel germinal
Dengan unsur nongerminal
Imatur
Penatalaksanaan seminoma
Seminoma adalah tumor yang sensitif terhadap radiasi dan
kemoterapi. Tidak ada indikasi bedah untuk tumor jenis ini.
Kemoterapi diberikan setelah radiasi selesai tetapi respons terapi akan
lebihbaik dengan cara kombinasi radio-kemoterapi. Bila ada
kegawatan napas, radiasi diberikan secara cito, dilanjutkan dengan
kemoterapi sisplatin based. 10
23
Tumor Neurogenik
1
Klasifikasi Histologik
Berasal dari saraf tepi (peripheral nerves)
1 Neurofibroma
2 Neurilemoma (Schwannoma)
3 Neurosarkoma
Berasal dari ganglion simpatik (symphatetic ganglia)
1 Ganglioneuroma
2 Ganglioneuroblastoma
3 Neuroblastoma
Berasal dari jaringan paraganglionik
1 Fakreomasitoma
2 Kemodektoma (paraganglioma)
Penatalaksanaan untuk semua tumor neurogenik
Adalah pembedahan, kecuali neuroblastoma.Tumor ini radisensitif
sehingga pemberian kombinasi radio kemoterapi akan memberikan
24
3.10
KOMPLIKASI
Komplikasi dari kelainan mediastinum
merefleksikan patologi
sel-sel
bersebelahan,
dengan
menyebabkan
sindrom
PROGNOSIS
Prognosis tumor mediastinum jinak cukup baik, terutama jika
tanpa gejala. Berbeda variasi prognosisnya pada pasien dengan tumor
mediastinum ganas, dimana hasil diagnosis spesifik, derajat keparahan
penyakit dan keadaan spesifik pasien yang lain (komorbid) akan
25
26
1. Sabiston, D.C., Jr, M.D. 2004. Buku Ajar Bedah : Essentials Of Surgery
Bagian 2. Jakarta : EGC.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Tumor Mediastinum:
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
3. Rasad, Sjahrir. 2010. Radiologi diagnostic Edisi kedua. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI.
4. Reksoprodjo, Soelarto. 2000. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Ilmu
Bedah FKUI/Binarupa Aksara.
5. Aru W.Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
2009. Jakarta: Interna Publishing.
6. Seymour, I., Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6.
Jakarta : EGC.
7. Sjamsuhidrajat R, I W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Strollo DC. Primary mediastinal tumors. Part I. Tumor anterior
mediastinum.
Chest
1997.
Available
from
http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Okto09JRI/Penatalaksanaan%20tumor
%20mediastinum_6_.pdf. Accessed on March, 28th, 2016.
9. Price, Sylvia A.Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Jakarta:ECG
10. Elisna Syahruddin dkk. Penatalaksanaan Tumor Mediastinum Ganas.
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia RS Persahabatan, Jakarta
27