Oleh:
Fila Apriliawati
G99142114
Pembimbing
dr. RTH. Supraptomo, Sp.An
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
Tiga penyebab utama kematian ibu dalam bidang obstetri adalah: pendarahan
45%, infeksi 15%, dan preeklampsia 13%. Sisanya terbagi atas partus macet, abortus
yang tidak aman, dan penyebab tidak langsung lainnya. Dalam perjalanannya, berkat
kemajuan dalam bidang anestesia, teknik operasi, pemberian cairan infus dan
transfusi, dan peranan antibiotik yang semakin meningkat, maka penyebab kematian
ibu karena pendarahan dan infeksi dapat diturunkan secara nyata. Sebaliknya pada
penderita preeklampsia, karena ketidaktahuan dan sering terlambat mencari
pertolongan setelah gejala klinis berkembang menjadi preeklampsia berat dengan
segala komplikasinya, angka kematian ibu bersalin belum dapat diturunkan.
Pada ibu hamil dikatakan terjadi preeklampsia apabila dijumpai tekanan darah
140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu disertai dengan proteinuria 300
mg/24 jam atau pemeriksaan dengan dipstick 1+. Dalam pengelolaan klinis,
preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan, preeklampsia berat, impending
eklampsia, dan eklampsia. Disebut impending eklampsia apabila pada penderita
ditemukan keluhan seperti nyeri epigastrium, nyeri kepala frontal, skotoma, dan
pandangan kabur (gangguan susunan syaraf pusat), gangguan fungsi hepar dengan
meningkatnya alanine atau aspartate amino transferase, tanda-tanda hemolisis dan
mikroangiopatik, trombositopenia < 100.000/mm3, dan munculnya komplikasi
sindroma HELLP.
Impending eklampsia merupakan masalah yang serius dalam kehamilan karena
komplikasi-komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin.
Komplikasi pada ibu antara lain gagal ginjal akibat nekrosis tubuler akut, nekrosis
kortikal akut, gagal jantung, edema paru, trombositopenia, DIC, dan cerebrovascular
accident. Sedangkan komplikasi pada janin antara lain prematuritas ekstrem,
intrauterine growth retardation (IUGR), abruptio plasenta, dan asfiksia perinatal.
Oleh karena itu dibutuhkan penanganan secara cepat dan tepat apabila dijumpai kasus
kehamilan dengan impending eklampsia.
Salah satu cara untuk mempercepat penanganan dan meningkatkan keselamatan
ibu dan bayi pada pasien dengan impending eklampsia adalah dengan dilakukan
pembedahan caesar. Mengingat besarnya risiko yang dihadapi maka operasi caesar
merupakan alternatif pilihan terbaik bagi pasien. Teknik anestesi yang dapat
digunakan untuk section caesaria adalah anestesi spinal, anestesi epidural dan anestesi
2
umum. Pemilihan jenis anestesi yang akan digunakan disesuaikan dengan masingmasing kondisi pasien. Selain itu perlu dipertimbangkan indikasi dan kontraindikasi
yang ada pada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PRE EKLAMPSIA DAN IMPENDING EKLAMPSIA
Preeklampsia adalah kelainan multisystem spesifik pada kehamilan yang
ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20
minggu. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria
15
mmHg.
b. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan
jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
c. Oedem umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1
kg per minggu.
d. Proteinuria kuantitatif 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada urin
kateter atau mid stream.
2. Preeklampsia berat
Definisi: preeklamsi dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5
gram/24 jam.
Dibagi menjadi:
a. Preeklamsia berat dengan impending eklampsia
b. Preeklamsia berat tanpa impending eklampsia (Angsar, 2003).
Pre eklampsia digolongkan berat bila terdapat satu atau lebih gejala:
a. Tekanan sistole 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg
atau lebih dan tidak turun walaupun sudah menjalani perawatan di RS dan
tirah baring
b. Proteinuria 5 gr atau lebih per jumlah urin selama 24 jam atau +4 dipstik
c. Oliguria, air kencing kurang dari 500 cc dalam 24 jam.
d. Kenaikan kreatinin serum
4
untuk
terjadi
vasodilatasi,
sehingga
aliran
darah
dilindungi oleh sintesis prostasiklin pada sel endotel pembuluh darah. Pada
kejadian preeklampsia, pembuluh darah kehilangan daya refrakternya,
sehingga lebih peka terhadap agen vasopressor. Oleh karenanya pembuluh
darah menjadi lebih mudah terjadi vasokonstriksi, yang dapat menyebabkan
hipoksia dan stress oksidatif (Cunningham et al., 2010).
antara jaringan
d.
4. Diagnosis
Diagnosis gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan.
Hipertensi gestasional
o
Preeklamsia
Kriteria minimum
Trombosit <100.000/mm3
Eklampsia
Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita
dengan preklamsi
Proteinuria awitan baru > 300 mg/24 jam pada wanita pengidap
hipertensi tetapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu
10
Hipertensi kronik
Nyeri epigastrik
Gangguan penglihatan
Terdapat IUGR
Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau 110 mmHg untuk tekanan darah
diastolik (minimal diperiksa dua kali dengan selang waktu 6 jam)
Laboratorium :
-
Trombositopenia (<100.000/mm3)
11
5.
6.
Differential Diagnosis
a. Hipertensi gestasional
b. Hipertensi kronik
Penanganan
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya
kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta
kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat (Angsar,
2003).
Pada preeklamsia berat, penundaan merupakan tindakan yang salah. Karena
preeklamsia sendiri bisa membunuh janin.
PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna dan Neurologi, dan
kemudian ditentukan jenis perawatan/tindakannya. Perawatannya dapat
meliputi :
Perawatan
a.
aktif,
yang
berarti
lipid
akibat
preeklampsia
menghambat
pembentukan
14
koagulasi).
Kurangnya
jumlah
prostasiklin
juga
ikut
15
7. SECTIO CAESARIA
16
a. Definisi
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut
juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)
1. Indikasi SC :
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea adalah
a.
b.
c.
d.
e.
17
2. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan
rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi
akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
18
Kekurangan :
- Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
- Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
- Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka
bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan
pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
- Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang
-kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen
bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
- Penjahitan luka lebih mudah
- Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum
- Perdarahan kurang
- Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil
Kekurangan :
20
paru - paru
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah
sectio caesarea klasik.
6. Prognosis
21
<
2/1000.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
morbiditas
Pemeriksaan elektrolit
22
faal,
biokimiawi,
dan
psikiatris.
Angka
mortalitas 2%.
24
ASA II
ASA III
ASA IV
ASA V
kardiovaskular,
ginjal,
gastrointestinal,
hematologi,
riwayat
pemakaian
sebelumnya,
obat
riwayat
anestesi
penggunaan
sebelumnya,
obat
tertentu
riwayat
yang
27
28
a. Bupivakain
Bupivakain (Decain, Marcain) adalah derivat butil yang 3 kali
lebih kuat dan bersifat long acting (5-8 jam). Obat ini terutama digunakan
untuk anestesi daerah luas (larutan 0,25%-0,5%) dikombinasi dengan
adrenalin 1:200.000. derajat relaksasinya terhadap otot tergantung
terhadap kadarnya. Presentase pengikatannya sebesar 82-96%. Melalui Ndealkilasi zat ini dimetabolisasi menjadi pipekoloksilidin (PPX).
Ekskresinya melalui kemih 5% dalam keadaan utuh , sebagian kecil
sebagai PPX, dan sisanya metabolit-metabolit lain. Plasma t1/2 1,55,5jam. Untuk kehamilan, sama dengan mepivakain dapat digunakan
selama kehamilan dengan kadar 2,5-5 mg/ml. Dari semua anestetika
lokal, bupivakain adalah yang paling sedikit melintasi plasenta.
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37oC adalah
1,003-1,008. Anestesi lokal dengan berat jenis yang sama dengan CSS
disebut isobarik sedangkan yang lebih berat dari CSS adalah hiperbarik.
Anestesi lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik yang
diperoleh dengan mencampur anestesi lokal dengan dekstrosa.
29
Anestesi Lokal
Berat Jenis
Bupivakain (Decain)
0,5% dalam air
1,005
0,5% dalam dekstrosa 8,25%
1,027
( Morgan, 2006)
Sifat
Dosis
Isobarik
Hiperbarik
b. Fentanyl
Merupakan opioid agonis sintetis yang sering digunakan untuk
premedikasi. Keuntungan penggunaan obat ini adalah memudahkan
induksi, mengurangi kebutuhan obat anestesi, menghasilkan analgesia pra
dan pasca bedah, memudahkan melakukan pemberian pernafasan buatan.
Fentanyl dapat menyebabkan bradikardi sehingga memicu
penurunan tekanan darah dan cardiac output. Fentanyl juga memiliki efek
vasodilatasi perifer, sehingga dapat menyebabkan hipotensi orthostatik.
Hal ini akan lebih berat lagi bila digunakan pada pasien dengan
hipovolemia, juga dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan di
medulla yang dapat ditunjukkan dengan respon turunnya CO 2. Mual dan
muntah menunjukkan adanya stimulasi narkotik pada pusat muntah di
medulla. Posisi tidur dapat mengurangi efek tersebut.
Sediaan
Dosis
: 0,05 ug/kgBB
Pemberian
a. Keuntungan:
1) Respirasi spontan.
2) Lebih murah.
3) Sedikit resiko muntah yang dapat menyebabkan aspirasi paru pada
pasien dengan perut penuh.
4) Tidak memerlukan intubasi.
30
a. Hipotensi berat
Akibat Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah
dengan pemberian cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500 ml sebelum
tindakan.
b. Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
sampai T-2.
c. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf phrenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas.
d. Hematom
e. Cedera saraf
f. Mual-muntah
g. Blok spinal tinggi atau spinal total
7. Penatalaksanaan
a. Pemberian oksigen
Apabila terjadi hipoventilasi baik oleh obatobat narkotik, anestesi
umum maupun lokal, maka akan mudah terjadi hipoksemia yang berat.
Faktor-faktor yang menyebabkan hal ini, yaitu :
1) Turunnya kemampuan paru-paru untuk menyimpan O2
2) Naiknya konsumsi oksigen
31
3) Airway closure
4) Turunnya cardiac output pada posisi supine
Pemberian oksigen terhadap pasien sangat bermanfaat karena:
1) Memperbaiki keadaan asam-basa bayi yang dilahirkan
2) Dapat memperbaiki pasien dan bayi pada saat episode hipotensi
3) Sebagai preoksigenasi kalau anestesi umum diperlukan.
b. Terapi cairan
Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk mencukupi kebutuhan cairan,
elektrolit dan darah yang hilang selama operasi. Selain itu juga untuk
tindakan emergency pemberian obat.
Pemberian cairan operasi dibagi :
1) Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga
seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain.
Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml/ kgBB/
jam. Bila terjadi dehidrasi ringan 2% BB, sedang 5% BB, berat 7%
BB. Setiap kenaikan suhu 1 0Celcius kebutuhan cairan bertambah 10
15 %.
2) Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan
cairan pada dewasa untuk operasi :
Ringan = 4 ml / kgBB / jam
Sedang = 6 ml / kgBB / jam
Berat = 8 ml / kg BB / jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, dimana perdarahan kurang
dari 10% EBV maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid
32
beberapa
ligamen,
sampai
akhirnya
menembus
duramater-
34
d. Spinal tinggi, mulai garis sejajar papilla mammae, disini termasuk daerah
thoraks segmen Th4-Th12, lumbal dan sakral.
e. Spinal tertinggi, akan memblok pusat motor dan vasomotor yang lebih
tinggi.
3. Indikasi anestesi spinal pada sectio caesaria
Biasanya anestesi spinal dilakukan untuk pembedahan pada daerah yang
diinervasi oleh cabang Th.4 (papila mammae kebawah).
4. Kontraindikasi absolut anestesi spinal
a. Pasien menolak
b. Infeksi pada tempat suntikan
c. Hipovolemia berat, syok
d. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
e. Tekanan intrakranial meninggi
5. Kontraindikasi relatif anestesi spinal pada sectio caesaria
a. Infeksi sistemik (sepsis, bakterimia)
b. Kelainan psikis
c. Bedah lama
d. Penyakit jantung
e. Hipovolemia ringan
f. Nyeri punggung kronis
6. Obat anestesi spinal pada sectio caesaria
Obat anestetik yang sering digunakan: Lidocain 1-5 %, Bupivacain 0,25-0,75
%.
7. Mekanisme kerja
Anestesi spinal dihasilkan oleh injeksi larutan anestesi lokal ke dalam
ruang subarakhnoid lumbal. Larutan anestesi lokal dimasukkan ke dalam
cairan serebrospinal lumbal, bekerja pada lapisan superfisial dari korda
spinalis, tetapi tempat kerja yang utama adalah serabut preganglionik karena
mereka meninggalkan korda spinal pada rami anterior. Karena serabut sistem
saraf simpatis preganglionik terblokade dengan konsentrasi anestesi lokal
yang tidak memadai untuk mempengaruhi serabut sensoris dan motoris,
tingkat denervasi sistem saraf simpatis selama anestesi spinal meluas kira35
kira sekitar dua segmen spinal sefalad dari tingkat anestesi sensoris. Untuk
alasan yang sama, tingkat anestesi motorik rata-rata dua segmen dibawah
anestesi sensorik.
8. Komplikasi anestesi spinal pada sectio caesaria
a. Hipotensi
b. Brakikardi
c. Sakit kepala spinal (pasca pungsi)
d. Menggigil
e. Mual-muntah
f. Total spinal
g. Sequelae neurologic
h. Penurunan tekanan intrakranial
i. Meningitis
j. Retensi urin
(Morgan, 2006; Glosten, 2006 ; Latief, 2002)
36
BAB III
LAPORAN KASUS
I. ANAMNESIS
A. Identitas Penderita
Nama
Umur
Alamat
Pekerjaan
Tanggal masuk
Tanggal pemeriksaan
No RM
: Ny. SW
: 36 tahun
: Ngrangkah RT/RW 9/02 Guli, Nogosari,
Boyolali
: Ibu rumah tangga
: 05/03/2016
: 05/03/2016
: 013318xx
B. Data Dasar
1. Keluhan Utama
Tensi tinggi
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang G3P2A0, 36 tahun, umur kehamilan 36 minggu datang
sendiri dengan keluhan tensi tinggi sudah sejak 1 minggu ini dan
hasil kotrol di bidan proteinuri +2. Pasien merasa hamil 8 bulan lebih,
gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur belum
37
dirasakan, air kawah belum dirasakan keluar, lendir darah (-). Pasien
merasakan kepala bagian depan nyeri, mengeluhkan mual, dan
pandangan kabur. Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi
sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa
Riwayat tekanan darah tinggi
Riwayat diabetes melitus
Riwayat sakit jantung
Riwayat alergi
Riwayat asma
Riwayat abortus
Riwayat operasi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Merokok
Minuman beralkohol
Ketergantungan obat
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Airway
Exposure
B. Secondary Survey
Status gizi
:
Berat badan
: 60 kg
Tinggi badan
: 160 cm
BMI
Kulit
Kepala
Mata
Telinga
ikterik(-)
: bentuk mesocephal, rambut warna hitam
: konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-),
: sekret (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus
Hidung
Mulut
Leher
Abdomen
(-)
: nafas cuping hidung (-), sekret (-)
: sianosis (-), mukosa basah (+), papil lidah atrofi (-)
stomatitis (-)
: trakhea di tengah, simetris, massa/ pembesaran
limfonodi (-)
: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, distensi
gravida, bising usus (+) normal, timpani, supel, hepar
dan lien tidak teraba, teraba janin tunggal, intrauterin,
39
:
akral dingin
-
oedem
- -
+ +
PEMERIKSAAN
HASIL
SATUAN
RUJUKAN
Hb
7.6
g/dl
12.0 - 15.6
Hct
26
33 45
AL
10.9
Ribu/ul
4.5 - 11.0
AT
184
Ribu/ul
150 450
AE
3.89
Juta/ul
4.10 5.10
PT
13.1
Detik
10.0 15.0
APTT
27.4
Detik
20.0 40.0
INR
1.6
GDS
88
mg/dl
60-140
SGOT
53
u/l
<31
SGPT
24
u/l
<34
Albumin
3.0
g/dl
3.5 5.2
LDH
691
u/l
140-300
HbsAg
Non reactive
Non reactive
Protein kualitatif
Positif (+4)
Negatif
Natrium Darah
136
mmol/L
136-145
Kalium Darah
3.8
mmol/L
3.3 5.1
40
Klorida Darah
IV.
110
mmol/L
98 106
DIAGNOSIS ANESTESI
Wanita 36 tahun, G3P2A0 hamil aterm dengan impending eklampsia,
partial HELLP sydrome hamil preterm 36 minggu belum dalam persalinan
dengan anemia pro SCTP-E plan Regional Anestesi Sub Arachnoid Block
(RASAB) dengan status fisik ASA II-E
V.
POTENSIAL PROBLEM
Eklampsia
Perdarahan
Nyeri Post Op
Atonia uteri
Disability
Exposure
B. Secondary survey
Kulit
: turgor menurun (-), lembab (+), ikterik(-)
Mata
: konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)
41
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Abdomen
teraba,
teraba
janin
tunggal,
intrauterin,
Ekstremitas
- - -
- + +
Heart
SpO2
darah
Rate
(%)
12.15
150/90
95
100
12.25
145/90
93
100
Mulai anestesi
Waktu
Keterangan
42
12.30
132/80
88
100
12.45
140/80
93
100
13.00
140/85
90
100
13.15
140/87
90
100
43
BAB IV
PEMBAHASAN
Prinsip tatalaksana dari impending eklampsia adalah penanganan aktif
yaitu terminasi kehamilan se-aterm mungkin, kecuali apabila ditemukan penyulit
dapat dilakukan terminasi tanpa memandang usia kehamilan. Kemudian pada
pasien dilakukan terminasi kehamilan dengan sectio caesaria emergensi atas
indikasi maternal. Indikasi maternal adalah untuk mencegah timbulnya
komplikasi eklampsia. Usia kehamilan pada kasus ini adalah kehamilan preterm.
Pada tindakan-tindakan bedah sesar umumnya dipilih anestesi regional
sub arachnoid block/spinal karena mempunyai banyak keuntungan seperti
kesederhanaan teknik, onset yang cepat, resiko keracunan sistemik yang kecil,
blok anestesi yang baik, pencegahan perubahan fisiologi dan penanggulangannya
sudah diketahui dengan baik, analgesia dapat diandalkan, sterilitas dijamin,
pengaruh terhadap bayi sangat minimal, dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya aspirasi, dan ibu dapat kontak langsung dengan bayinya segera setelah
melahirkan. Tetapi anestesi spinal juga bukan tanpa risiko, risiko yang dapat
terjadi seperti mual dan muntah bisa terjadi pada anestesi spinal. Bradikardi,
disritmia atau bahkan cardiac arrest merupakan komplikasi yang bisa terjadi.
Ada beberapa permasalahan dari segi medik, antara lain:
44
metoclopramide. Pemberian obat anti mual dan muntah sangat diperlukan dalam
operasi sectio caesaria emergensi dimana merupakan usaha untuk mencegah
adanya aspirasi dari asam lambung. Namun, pada pasien ini tidak diberikan
premedikasi.
Induksi menggunakan Bupivacaine HCL merupakan anestesi lokal
golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan rasa sakit
atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok proses
konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel. Onset kerja lambat
jika dibandingkan dengan lidokain. Durasi kerja obat 8 jam. Setelah itu posisi
pasien dalam keadaan terlentang (supine). Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi
pasien duduk tegak dengan kepala menunduk hingga prossesus spinosus mudah
teraba. Dicari perpotongan garis yang menghubungkan kedua crista illiaca
dengan tulang punggung yaitu antara vertebra lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat
tusukan pada garis tengah. Kemudian disterilkan tempat tusukan dengan alkohol
dan betadin. Jarum spinal nomor 27-gauge ditusukkan dengan arah median,
barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih) kemudian dipasang spuit yang
berisi obat anestesi dan dimasukkan secara perlahan-lahan.
Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan
tekanan darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan
darah sebesar 20-30% atau sistol kurang dari 100 mmHg. Hipotensi merupakan
salah satu efek dari pemberian obat anestesi spinal, karena penurunan kerja
syaraf simpatis.Bila keadaan ini terjadi maka cairan intravena dicepatkan, bolus
ephedrin 5-15 mg secara intravena, dan pemberian oksigen. Pada pasien ini
terjadi hipotensi.
Sesaat setelah bayi lahir dan plasenta diklem diberikan oxytocin 10 IU (1
ampul), diberikan per drip. Pemberian oksitosin bertujuan untuk mencegah
perdarahan dengan merangsang kontraksi uterus secara ritmik atau untuk
mempertahankan tonus uterus post partum, dengan waktu partus 3-5 menit. Pada
pasien ini lahir bayi berjumlah 1. Bayi lahir berjenis kelamin perempuan, lahir
pada pukul 12.35 WIB, dengan BB 2700 gram, lahir hidup tanpa kelainan
47
BAB V
KESIMPULAN
Seorang wanita G3P2A0 36 tahun dengan impending eklampsia, partial
HELLP syndrome, hamil preterm, presentasi kepala, belum dalam persalinan pro
SCTP-E + MOW dengan status fisik ASA II E Plan RASAB. Dilakukan tindakan
sectio caesaria pada tanggal 6 Maret 2016 di kamar operasi IGD atas indikasi
impending eklampsia pada preeklampsia berat. Teknik anestesi dengan spinal anestesi
(subarachnoid blok) merupakan teknik anestesi sederhana dan cukup efektif. Anestesi
dengan menggunakan Bupivakain spinal 10 mg, dan untuk maintenance dengan
48
DAFTAR PUSTAKA
Ananth K, Bdolah Y, Vikas P, Sukhatme (2004). Angiogenic Imbalance in the
Patophysiology of Preeclampsia : Newer Insight. Semin Nephrol. 24: 548556. Elsevier Inc.
Angsar MD. 2003. Hipertensi Dalam Kehamilan. Bagian Obstetri Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Pp:
3-8
Angsar, MD (2005). Kuliah Dasar Hipertensi dalam Kehamilan (EPH-Gestosis).
Surabaya: Lab/UPF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/RSUD Dr. Sutomo.
Budiono W (2009). Pre eklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan.Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
49
50
51