Disusun oleh :
KELOMPOK 4 Kelas AJ2
1. Rendra Pramudya Atmoko
NIM.131511123014
2. Kartika Nuraini
NIM.131511123008
NIM.131511123018
NIM.131511123024
5. Eko Oktalfianto
NIM.131511123046
6. Latifatulmuna
NIM.131511123048
NIM.131511123080
8. Gunawan
NIM.131511123078
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I Pendahuluan..............................................................................................................
Latar Belakang........................................................................................................
Tujuan.....................................................................................................................
BAB II Tinjauan Teori
.....................................................................................................
Frambosia
.......................................................................................
Definisi
Etiologi
.......................................................................................
Patofisiologi
.......................................................................................
Cara Penularan
.......................................................................................
Manifestasi klinis .......................................................................................
Penatalaksanaan
.......................................................................................
Asuhan
.......................................................................................
Keperawatan
Morbus Hansen
Definisi
.......................................................................................
Etiologi
.......................................................................................
Manifestasi klinis .......................................................................................
Patofisiologi
.......................................................................................
Pemeriksaan
.......................................................................................
penunjang
Penatalaksanaan
.......................................................................................
Discharge
.......................................................................................
Planning
Asuhan
.......................................................................................
Keperawatan
Selulitis
Definisi
.......................................................................................
Etiologi
.......................................................................................
Patofisiologi
.......................................................................................
Manifestasi klinik .......................................................................................
Penatalaksanaan
.......................................................................................
Pencegahan
.......................................................................................
Tindak lanjut
.......................................................................................
Komplikasi
.......................................................................................
Asuhan
.......................................................................................
Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
........................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
Ii
1
1
2
3
3
3
3
6
6
7
7
12
12
13
14
15
16
17
17
20
20
22
24
24
25
25
26
26
30
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Frambosia
2.1.1 Definisi
minggu setelah infeksi, papul berkembang di daerah infeksi dan memecah belah
membentuk ulcer yang bersih dan keras (chancre).
Inflamasi ditandai dengan limfosit dan plasma sel yang membuat ruang
berupa maculapapular merah di seluruh tubuh, termasuk tangan, kaki dan papul
yang lembab, pucat (condylomas) di daerah anogenital, axila dan mulut.
(Djuanda, et al., 2007) Lesi primer dan sekunder ini sangat infeksius karena
mengandung banyak spirocheta. Lesi yang infeksius mungkin akan kambuh
dalam waktu 35 tahun. Infeksi sifilis tetap subklinis dan pasien akan melewati
tahap primer dan sekunder tanpa gejala atau tanda-tanda berkembangnya lesi
tersier. Pada pasien dengan infeksi laten penyakit akan berkembang ketahap
tersier ditandai dengan perkembangan lesi granulommatous (gummas) pada kulit,
tulang dan hati; lesi cardiovaskuler (aortitis, aortic aneurysm, aortic value
insuffiency). lesi tertier treponema jarang ditemua dan respon jaringan yang
meningkat ditandai dengan adanya hypersensitivitas organisme.
Treponema yang menahun dan atau laten terkadang infeksi dimata atau
Penularan Daerah
langsung
Penularan tidak langsung
tropis, sosio ekonomi rendah, usia < 15 th, laki>perempuan
sistem saraf pusat (Noordhoek, et al, 1990; Bahmer, et al, 1990) Pada subspecies
,,
perteneu infeksi terjadi akibat adanya kontak berulang antar individu dalam
waktu tertentu sehingga memudahkan treponema untuk berkembang biak, infeksi
Hubungan
sekstreponemaTreponema
Benda / serangga
bakteri
ssp.parteneuPallidum
berbentuk spirochetes
tersebut ada dijaringan
Lesi terbuka
(jarang
terjadi)
epidermis mudah menular di jaringan kulit lecet atau trauma
terbuka. Klasifikasi
Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi pertama (primary stage)
Pada luka melalui
jaringan
membran
selaput lendir
genetalia
berbentuk
bekasepidermis/masuk
untuk berkembangnya
bakteri frambusia;
secondary
stage terjadi
lesi infeksi bakteri treponema pada kulit; latent stage bakteri relaps atau gejala
hampir tidak ada; tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan,
(Smith, 2006 ; Greenwood, et al, 1994 ; Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al., 2005),
Spirocheta berkembang
dalam (-,secara
2012). lokal menyebar ke nodul getah bening dan aliran darah
FRAMBEUSIA
Papula membentuk korimbiformis
Stadium awal
B5 (Bowel)
B6(Bone
&skin)
= bising usus (+), tidak ada asites, mual (-) muntah (-)
= gatal-gatal, nyeri tulang dan sendi, terdapat
benjolan-benjolan pada kulit.
Nyeri:
P : nyeri muncul ketika anggota badan digunakan
untuk bergerak
Q : nyeri seperti di tusuk-tusuk
R : nyeri terlokalisir di area lesi
S : skala nyeri 5-7
T : hilang timbul
b. Diagnosa
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi.
2) Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik
3) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit
4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan struktur tubuh.
c. Intervensi
1) Diagnosa 1: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya
lesi.
NOC:
Integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa; keutuhan
struktur dan fungsi fisiologis normal kulit dan membrane
mukosa
Penyembuhan luka: primer; tingkat regenerasi sel dan jaringan
setelah penutupan yang disengaja
Penyembuhan luka: sekunder; tingkat regenerasi sel dan jaringan
pada luka terbuka
Tujuan dan criteria evaluasi
- Menunjukkan integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa,
serta penyembuhan luka primer dan sekunder,
- Pasien akan menunjukkan rutinitas perawatan kulit atau
perawatan luka yang optimal
- drainase purulen atau bau luka minimal
- nekrosis, selumur, lubang, perluasan luka kejaringan di bawah
kulit, atau pembentukan saluran sinus berkurang atau tidak ada
- eritema kulit dan eritema disekitar luka minimal
NIC:
Perawatan luka : inspeksi luka pada setiap mengganti balutan
Kaji luka terhadap karakteristik tersebut
Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein,
mineral, kalori dan vitamin
Lakukan perawatan luka atau kulit secara rutin seperti:
Menjaga kebersihan
Melakukan perawatan pada kulit
4) Diagnosa 4 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan
struktur tubuh.
NOC
Body image
Self esteem
Kriteria hasil :
- Body image positive
- Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
- Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
- Mempertahankan interaksi social
NIC
Body image enhancement
- Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
- Monitor frekuensi mengkritik dirinya
- Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis
penyakit
- Dorong klien mengungkapkan perasaannya
- Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
Lampiran
2.2.2
2.2.3
yang disebut facies leomina (muka singa), dan mati rasa karena kerusakan
syaraf tepi. Gejalanya memang tidak selalu tampak. Justru sebaiknya
waspada jika ada anggota keluarga menderita luka tak kunjung sembuh
dalam jangka waktu lama. Jika bila luka ditekan dengan jari tidak terasa
sakit. Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena
deformitas atau cacat tubuh. Namun pada tahap awal kusta, gejala yang
timbul dapat hanya berupa kelainan warna kulit. Kelainan kulit yang
dijumpai dapat berupa perubahan warna seperti hipopigmentasi (warna kulit
menjadi lebih gelap) dan eritematosa (kemerahan pada kulit). Gejala-gejala
umum pada kusta / lepra, reaksi panas dari derajat yang rendah sampai
dengan menggigil, anoreksia, nausea, kadang-kadang disertai vomitus,
cephalgia, kadang disertai dengan iritasi, orchitis dan pleuritis, kadangkadang disertai dengan nephrosia, nefritis, dan hepatospleenomegali,
neuritis. Kelompok yang beresiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal
di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang
kurang memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk dan adanya
penyertaan penyakit lain seperti HIV yang menekan sistem imun. (Pusat
Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2015).
Menurut (Nurarif, 2015) manifestasi klinis dari Morbus Hansen
diantaranya :
a. Makula Hipopigmentasi
b. Hiperpigmentasi
c. Eritematosa
d. Gejala kerusakan saraf (sensorik, motorik, autonom)
e. Kerusakan jaringan (kulit, mukosa traktus respiraorius atas, tulangtulang jari dan wajah
f. Kulit kering dan alopesia.
Perbedaan Pausabasilar dan Multibasilar
Kusta
Tuberkuloid
/
Morbus Hansen
Pausabasilar (PB) , TT dan
BT
Lesi kulit (makula datar, - 1-5 lesi
papula yang meninggi, - Hipopigmentasi / eritema
nodus)
- Distribusi tidak simetris
- Hilangnya sensasi yang jelas
- Hanya satu cabang saraf
Kerusakan
saraf
(menyebabkan hilangnya
sensasi / kelemahan otot
yang dipersyarafi oleh
saraf yang terkena).
Kusta
Lepromatosa
/
Multibasilar (MB), tipe BB,
BL dan LL
> 5 lesi
Distribusi lebih simetris
Hilangnya sensasi kurang
jelas
Banyak cabang saraf
2.2.4
Patofisiologi
Cara Mycobacterium leprae masuk ke tubuh belum diketahui pasti,
dari beberapa penelitian paling sering melalui kulit yang lecet dan melalui
mukosa nasal. Setelah Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh,
perkembangan penyakit kusta bergantung pada kondisi seseorang. Respon
tubuh setelah masa tunas dilampaui, tergantung pada kondisi sistem
imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas
seluler baik, penyakit berkembang kearah tuberkuloid dan bila rendah,
berkembang ke arah lepromatosa. Mycobacterium leprae berpredileksi di
daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.
Mycobacterium leprae (Parasis Obligat Intraseluler) terutama yang
terdapat pada sel macrofag di sekitar pembuluh darah superior pada dermis
atau sel Schwann jaringan saraf, bila masuk ke dalam tubuh, maka tubuh
bereaksi dengan mengeluarkan macrofag untuk memfagosit.
Pada tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imun seluler sehingga
macrofag tidak mampu menghancurkan kuman yang dapat membelah diri
dengan bebas merusak jaringan. Sedangkan pada tipe TT fase system imun
selulernya tinggi, sehingga macrofag dapat menghancurkan kuman setelah
kuman difagositosis. Sel epitel yang tidak bergerak aktif kemudian bersatu
membentuk sel dahtian longhans. Bila tidak segera diatasi terjadi reaksi
berlebihan yang menyebabkan masa epitel menimbulkan kerusakan pada
saraf dan jaringan sekitar.
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi
karena respons imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding
dengan tingkat reaksi seluler daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu
penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologis.
WOC
MK :
Kerusakan
integritas
kulit
Hipopigmentasi
Mikrobacterium Leprae
M. Tuberkuloid
MORBUS
HANSEN
MK: Resiko
trauma
Sensabilitas
Neuritis
Kelumpuhan otot
Gangguan aktivitas
Hambatan
mobilitas fisik
2.2.5
Pemeriksaan Penunjang
a. Tes sensibilitas pada kulit yang mengalami kelainan
b. Laboratorium : basil tahan asam. Diagnosis pasti apabila adanya mati
rasa dan kuman tahan asam pada penyakit kulit yang (+) (positi).
c. Pengobatan kusta/lepra lamanya pengobatan tergantung dari berbagai
jenis kusta lepromatus pengobatan minimal 10 tahun, obat yang
diberikan Dapsone (DSS) (dosis 2 x seminggu).
d. Pemeriksaan bakterioskopik (slit skin smear)
Sediaan diperoleh dari kerokan kulit yang diwarnai dengan pewarnaan
ziehl-neelsen. Untuk pemeriksaan rutin, diambil sediaan dari 4-6 tempat yang
lesinya paling aktif. Dua tempat wajib untuk pengambilan sediaan adalah
cuping telinga kiri dan kanan, sementara 2-4 sediaan lainnya diperoleh dari
lesi yang paling aktif. Irisan yang dibuat harus sampai di lapisan dermis,
melampaui subepidermal clear zone yang mengandung sel virchow.
M. leprae tergolong basil tahan asam yang akan tampak berwarna merah
saat pemeriksaan mikroskopik. Perlu dihitung indeks bakteri (IB) dan indeks
morfologi (IM) dari pemeriksaan ini. Indeks bakteri merupakan jumlah
keseluruhan basil tahan asam yang ditemukan dari pemeriksaan mikroskopis,
nilainya bergradasi dari 0 hingga 6+. Sedangkan indeks morfologi merupakan
persentase bentuk basil yang solid dibandingkan dengan jumlah keseluruhan
basil (solid + nonsolid).1,3,4
e. Pemeriksaan Histopatologik
Pada tipe tuberkuloid, gambaran histopatologik yang dapat ditemukan adalah
tuberkel (massa epiteloud yang berlebihan dikelilingi oleh sel limfosit),
kuman hanya sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Sedangkan pada tipe
lepromatosa terdapat sel-sel virchow yang mengandung banyak kuman di
subepidermal clear zone.1,4
f.
Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan, biasanya diindikasikan untuk
membantu diagnosis kusta pada kasus yang meragukan atau kusta subklinis
2.2.6
(lesi di kulit tidak ada). Uji yang dapat dilakukan antara lain:
Uji MLPA
Uji ELISA
M. leprae dipstick test
M. leprae flow test (Nurarif, 2015)
Penatalaksanaan
Tujuan utama program pemberantasan morbus hansen adalah
menyembuhkan pasien kusta ( lepra) dan mencegah timbulnya cacat serta
memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang
menular kepada orang laik untuk menurunkan insiden penyakit. Regimen
pengobatan morbus hansen di Indonesia yaitu Multi Drug Therapy (MDT)
dengan kombinasi obat medikamentosa utama yang terdiri Rifampisin,
Klofamizin (Lamprene) dan DDS (Dapson / 4,4-diamino-difenil-sulfon).
Program MDT ini betujuan untuk mengatasi resistensi Dapson yang
semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka
putus obat, mengefektifkan waktu pengobatan dan mengeliminasi
persistensi kuman kusta dalam jaringan. Regimen pengobatan MDT di
indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang direkomendasikan oleh
WHO. Regimen tersebut adalah sebagai berikut :
a. Penderita Pauci Baciler (PB)
1) Penderita Pauci Baciler (PB) lesi satu
2.2.7
Klofazimin
50 mg/hari dan 300
mg/bulan diawasi
50 mg selang sehari
dan 150 mg/bulan
diawasi
Pengobatan MDT untuk morbus hansen tipe MB dilakukan dalam
24 dosis yang diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan.
Setelah selesai minum 24 dosis maka dinyatakan RFT meskipun
secara klinisnya lesi masih aktif dan pemeriksaan bakteri BTA
positif. Pengobatan MB diberikan untuk dosis yang diselesaikan
dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT. (Nurarif,
2015).
Disharge Planning
a. Biasakan hidup bersih dan cuci tangan sebelum melakukan aktivitas
dan sesudah aktivitas
b. Makan makanan yang bergizi seimbang
c. Hindari penularan melalui penggunaan handuk pisau cukur secara
bersamaan
d. Kenali dan kendalikan stress emosional yang dapat memicu terjadinya
masalah kulit
e. Menghilangkan sumber penularan yaitu dengan mengobati semua
penderita
(Nurarif, 2015).
2.2.8
Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Mencakup nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan
agama
2) Keluhan utama
Klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya
lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf)
kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan)
dan adanya komplikasi pada organ tubuh dan gangguan perabaan
( mati rasa pada daerah yang lesi ).
3) Riwayat penyakit sebelumnya
Biasanya klien pernah menderita penyakit atau masalah dengan kulit
misalnya: penyakit panu.kurap. dan perawatan kulit yang tidak
terjaga atau dengan kata lain personal higine klien yang kurang baik
4) Riwayat Keluarga
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang
disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang masa
inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga
yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular
5) Riwayat lingkungan
Tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat
tidur yang kurang memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang
buruk dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang
menekan sistem imun.
6) Pemeriksaan fisik
B1
= nafas teratur, suara nafas vesikuler, tidak terdapat
(Breathing)
bunyi nafas tambahan wheezing (-) ronchi (-).
Ekspansi dada simetris. Tidak ada penggunaan otot
nafas tambahan.
B2 (blood)
= irama jantung regular, tidak ada pembesaran vena
jugularis, tekanan darah normal, suara jantung
S1/S2 tunggal, tidak terdengar bunyi jantung
tambahan murmur (-) capillary refill < 3detik
B3 (Brain)
= kesadaran cm, GCS E4V5M6
B4 (Bladder)
= produksi urine normal (1500 cc), warna urin
kuning
B5 (Bowel)
= bising usus (+), tidak ada asites, mual (-) muntah (-)
B6(Bone
= terdapat plak hipopigmentasi dan eritematosa pada
tepinya, multipel, berukuran numular, bentuk bulat dan
&skin)
oval, berbatas sirkumskrip, dan persebarannya diskret.
b. Diagnosa Keperawatan
1)
2)
3)
4)
c. Intervensi
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hipopigmentasi
Kriteria Hasil :
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperature, hidrasi, pigmentasi)
Lesi berkurang
Perfusi jaringan baik
NOC
Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Hemodyalis akses
NIC
- Anjurkan pasien unttuk menggunakan pakaian yang longgar
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali )
- Monitor status nutrisi pasien
- Oleskan lotion agar kulit tetap lembab
2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya proses penyakit
Kriteria Hasil :
Body image
Mampu mengidentifikasikan kekuatan personal
Mempertahankan interaksi sosial
NOC
Body image
Self esteem
NIC
Body image enhancement
- Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap
tubuhnya
- Monitor frekuensi mengkritik dirinya
- Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan, dan
prognosis penyakit
3) Resiko trauma berhubungan dengan penurunan sensibilitas
Kriteria Hasil :
Pasien terbebas dari trauma fisik
Lingkungan aman
Dapat mendeteksi resiko
NOC
Knowledge: personal safety
Tissue integrity: Skin and mucous membrane
NIC
Environmental management safety
- Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat pnyakit terdahulu
- Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
- Menyediakan tempat tidur nyaman dan bersih
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur otot dan
sendi
Kriteria Hasil :
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
NOC
Join Movement: Active
Self Care: ADLs
Mobility Level
NIC
Exercise therapy: ambulation
- Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
- Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencaca ambulasi
sesuai dengan kebutuhan
- Bantu klien unttuk melakukan mobilitas fisik
- Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
2.3 Selulitis
2.3.1 Definisi
Selulitis adalah penyebaran infeksi pada kulit yang meluas hingga
jaringan subkutan. Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang
jaringan subkutis, biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab
tersering Streptokokus betahemolitikus dan Stafilokokus aureus. Sellulitis
adalah peradangan pada jaringan kulit yang mana cenderung meluas ke
arah samping dan ke dalam.
2.3.2 Etiologi
Penyakit selulitis disebabkan oleh:
a. Infeksi bakteri dan jamur :
1) Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus
2) Pada bayi yang terkena penyakit ini disebabkan oleh Streptococcus
grup B
3) Infeksi dari jamur, tapi Infeksi yang diakibatkan jamur termasuk
jarang
4) Aeromonas Hydrophila.
5) S. Pneumoniae (Pneumococcus)
b. Penyebab lain :
1) Gigitan binatang, serangga, atau bahkan gigitan manusia.
2) Kulit kering
3) Eksim
4) Kulit yang terbakar atau melepuh
5) Diabetes
6) Obesitas atau kegemukan
7) Pembekakan yang kronis pada kaki
8) Penyalahgunaan obat-obat terlarang
9) Menurunnyaa daya tahan tubuh
10) Cacar air
11) Malnutrisi
12) Gagal ginjal
Beberapa faktor yang memperparah resiko dari perkembangan selulitis :
a. Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah
berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi
mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya
memprihatinkan.
b. Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah
terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan
infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru
transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.
c. Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi
sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes
mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial
membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri
penginfeksi.
d. Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan
masuk bakteri penginfeksi.
e. Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk
bagi bakteri penginfeksi.
f. Infeksi
jamur
kronis
pada
telapak
atau
jari
kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehinggan menambah
resiko bakteri penginfeksi masuk
g. Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid. & sengat serangga, hewan, atau
gigitan manusia
h. Penyalahgunaan obat dan alcohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi
berkembang
i. Malnutrisi
Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran,
mempermudah timbulnya penyakit ini.
2.3.3 Patofisiologi
Selulitis terjadi jika bakteri masuk ke dalam kulit melalui kulit yang
terbuka. Dua bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi ini adalah
streptococcus dan staphylococcus. Lokasi paling sering terjadi adalah di
kaki, khususnya di kulit daerah tulang kering dan punggung kaki. Karena
cenderung menyebar melalui aliran limfatik dan aliran darah, jika tidak
segera diobati, selulitis dapat menjadi gawat. Pada orang tua, sellulitis
yang mengenai extremitas bawah dapat menimbulkan komplikasi sebagai
tromboflebitis. Pada penderita dengan edema menahun, sellulitis dapat
menyebar atau menjalar dengan cepat sekali sedangkan penyembuhannya
lambat. Daerah nekrotik yang mendapat superinfeksi bakteri gram negatif
akan mempersulit penyembuhan.
Faktor Lain:
Usia
Infeksi Bakteri:
Imuno Defisiansi
Adanya lesi
Streptococcus grup A
DM
Stafilcoccus aureus
Cacar & Ruam Saraf
Gigitan binatang
Eksim
Menyebar ke dalam lapisan kulit & jaringan subcutan
SELLULITIS
Oedema, kemerahan
Eritema lokal pada kulit yang mengalami lesi
Rangsang reseptor nyeri
MK: Nyeri Akut
Gejala Sistemik
Demam, menggigil
MK: Hipertermi
Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori
dan vitamin
Lakukan perawatan luka atau kulit secara rutin seperti:
pertahankan jaringan sekitar terbebas dari drainase dan kelembaban yang
berlebihan
gunakan satung tangan sekali pakai
ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka
sesuai program
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Penyakit kusta ialah sebuah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium leprae. Frambusia disebut juga patek atau puru,
disebabkan oleh Treponema pertenue. Selulitis adalah penyebaran infeksi pada
kulit yang meluas hingga jaringan subkutan. Selulitis adalah peradangan akut
terutama menyerang jaringan subkutis, biasanya didahului luka atau trauma
dengan penyebab tersering Streptokokus betahemolitikus dan Stafilokokus aureus.
Dari ketiga penyakit tersebut memiliki kesamaan prognosis yaitu bisa
masuk ke dalam tubuh melalui lesi yang ada. Diagnosis Keperawatan yang
muncul pada ketiga penyakit tersebut antara lain kerusakan integritas kulit dan
gangguan citra tubuh.
3.2. Saran
Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kesalahan dalam
penyusunan makalah ini, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40233/3/Chapter%20II.pdf
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-J%20Oftalmologi%20Vol%207%20no
%201%20(Heni%20Riyanto).pdf
https://xa.yimg.com/kq/groups/86529852/872367811/name/Preskas+michael+selulitis+
preseptal.pdf
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/sri.linuwih/material/pioderma.pdf
http://www.kalbemed.com/Portals/6/11_187Selulitis%20fasialis.pdf
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/10/pustaka_unpad_selulitis_fasialis.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/16/jtptunimus-gdl-s1-2008-lissafarid-757-1bab1.pdf
Sembuh spontan
Terjadi lesi kulit,
hipopigmentasi
(5%)
Nyeri
Kaki
lunglai
Hambatan
mobilitas
fisik
n.
peroneus
komunis
TT
B
T
B
B
Tangan
lunglai,
paralisis otot
tangan & jari
BL
LL
n.
trigeminus
Anaste
si
kornea
Epistaksi
s
Tulang
& sendi
n.
radialis,
n.
Ketidakefektifa
n bersihan jalan
nafas
Absorps
i,
mutilasi
, artritis
Lida
Mulut
menco
ng
Suar
a
para
Ulkus,
nodus
Kesulita
n
berbica
Ggn.
Komu
nikasi
verbal
n.
Ketidak seimbangan
nutrisi : kurang dari
keutuhan
Nyeri
di
lidah
Kesulita
n
menela
kelumpuha
n
mat
Iritis, Ggn
visus,
buta
nyeri
Ggn.
Mobilita
s fisik
Ggn.
Citra
tubuh
Resiko
cidera
kulit
Lesi,
eritema
-tosa,
laserasi