220120140001
220120140015
220120140037
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecemasan merupakan gejala normal pada manusia dan dikatakan
patologis apabila gejalanya menetap dalam kurun waktu tertentu serta
mengganggu ketentraman individu dan aktifitas. Kecemasan timbul akibat
adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi
dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut
untuk mampu beradaptasi.
Kapasitas untuk menjadi cemas merupakan media untuk bertahan
hidup, akan tetapi tingkat kecemasan yang berlangsung terlalu berat akan
sangat tidak sejalan dengan kehidupan. Menurut Stuart (2012) terdapat
beberapa tingkatan dalam anxiety diantaranya: anxiety ringan, anxiety
sedang, anxiety berat dan tingkat panik.
Kecemasan hampir dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan
tersebut ditandai dengan adanya rasa ketakutan, gelisah, takut, waswas, tidak
tenteram, tidak menyenangkan dan samar-samar, seringkali disertai dengan
gejala otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, kekakuan pada
dada dan gangguan pada lambung yang ringan, tetapi bagi beberapa orang
kecemasan dapat keluar kendali sampai mengacaukan kecemasan adalah
panic disorder (2,3-2,7%). Biasanya penderita menghindari tempat-tempat
dan situasi-situasi yang dirasa akan memunculkan gejala-gejala tersebut.
Diperkirakan 20% dari populasi dunia menderita kecemasan dan
sebanyak 47,7% remaja sering merasa cemas. Beberapa penelitian
mengatakan tingkat prevalensi seumur hidup untuk gangguan generalized
anxiety disorder (4,1-6,6%). Sedangkan penelitian menurut Yates (2007) rasio
perempuan dibandingkan laki-laki untuk gangguan kecemasan seumur hidup
adalah 3:2, meski belum didapat hasil yang pasti di Indonesia prevalensi
gangguan kecemasan diperkirakan berkisar antara 9%-12% populasi umum.
Beberapa
aspek
dapat
membuat
seorang
individu
mengalami
orang
normal,
gangguan
tidur
yang
berkepanjangan
akan
dapat
masalah
kesehatan
lain.
Pada
praktek
sehari-hari,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Ansietas
Ansietas/kecemasan memiliki nilai yang positif. Menurut Stuart dan
Laraia (2005) aspek positif dari individu berkembang dengan adanya
konfrontasi, gerk maju perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan.
Tetapi pada keadaan lanjut perasaan cemas dapat mengganggu kehidupan
seseorang.
Menurut Stuart (2012) kecemasan merupakan kekhawatiran yang tidak
jelas dan menyebar, berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini tidak memiliki patokan objek yang spesifik. Kecemasan
dapat dirasakan secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal.
Suliswati (2005) sendiri mengatakan kecemasan merupakan respon individu
terhadap keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk
hidup dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara menurut Kaplan
dan
Saddock
(1998)
mengatakan
kecemasan merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai
gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari susunan saraf
autonomik (SSA). Kecemasan biasanya disertai dengan keluhan-keluhan fisik
tertentu seperti jantung berdebar, mual, sakit di dada, nafas berat, sakit perut
atau sakit kepala. Hal ini wajar karena secara fisik, tubuh mempersiapkan
organisme untuk menghadapi ancaman.
2.2 Tingkatan Ansietas
Menurut Stuart dan Sundeen (2012), tingkat ansietas sbb :
a. Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari
dan
menyebabkan
seseorang
menjadi
waspada
dan
Terjadi
peningkatan
aktivitas
motorik,
menurunnya
Biologis
1
Biokimia
Biokimia dan neurofisiologis berpengaruh pada etiologi dari
kelainan-kelainan.
Genetik
Kelainan kecemasan paling sering ditemukan dalam populasi umum.
Hal ini telah memperlihatkan bahwa kelainan ini lebih umum antara
hubungan kerabat seseorang dengan kelainan secara biologis
generasi pertama daripada populasi umu. (DSM-III)
Psikososial
1
Psikodinamika
Teori ini menganggap predisposisi untuk kelainan kecemasan
saat tugas-tugas yang diberikan untuk tahap perkembangan awal
belum terpecahkan. Dalam berespon stres, perilaku dihubungkan
dengan penampilan tahap dini, seperti regresi pada seseorang, atau
terfiksasi dalam tahap perkembangan awal.
5
Interpersonal
Sullivan melengkapi respon kecemasan untuk kesukaran dalam
hubunan interpersonal yang berasal dari hubungan awal ibu (pemberi
perawatan utama)-anak. Anak tidak menerima secara mutlak
kebutuhannya akan kasih dan pemeliharaan. Usaha yang sia-sia
terhadap perolehan kasih ini menghasilkan suatu ego yang rentan
dan ketakutan dibantah oleh orang lain sepanjang kehidupan secara
terus-menerus.
Sosiokultural
Horney menyatakan bahwa kelainan kecemasan dipengaruhi
oleh suatu kontraindikasi yang banyak terjadi dalam masyarakat
yang mengkontribusi perasaan tidak aman atau ketidakberdayaan
Menurut Stuart dan Laraia (1998: 177-181) terdapat beberapa teori yang
dapat menjelaskan penyebab ansietas, diantaranya:
a.
b.
ada bahaya.
Pandangan Interpersonal, Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap
tidak
adanya
penerimaan
dan
penolakan
interpersonal.
Ansietas
berlebihan
d.
lebih
sering
menunjukkan
ansietas
dalam
kehidupan
selanjutnya.
Kajian Keluarga, Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam
keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara
e.
reseptor
khusus
untuk
PRESIPITASI
SUMBER KOPING
penelitian
berusaha melakukan
pengkajian mengenai
Disorder
7-item
(GAD-7)
terdiri
atas
tujuh
item
yang
mental health scale) dengan kriteria DSM-IV menunjukkan bahwa 71% anak
perempuan lebih sensitif terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang kesehatan
mental dan perasaan bahagia, di bandingkan dengan anak laki-laki (50%). Hal
ini juga berbeda pada tiap kondisi klien misalnya saat keadaan hamil. Menurut
Simpson et all., (2014) GAD-7 lebih dapat menggambarkan kondisi
kecemasan ibu hamil dibandingkan dengan pengukuran EPDS (edinburgh
postnatal depression scale).
2.5 Konsep Tidur fisiologis
Tidur adalah keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa
kegiatan yang merupakan urutan siklus berulang-ulang dan masing-masing
menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda. Sehingga tanpa
tidur yang cukup, kemampuan seseorang untuk
berkonsentrasi membuat
11
jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang
dewasa. Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
1. Tidur stadium satu
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini
didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak
gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5
menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri dari
gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan
amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle
dan kompleks K.
2. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot
masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran
EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang
sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K.
3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG
terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta
tampak gelombang sleep spindle.
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran
EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang
sleep spindle.
Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100
menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama
prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat
menjelang pagi atau bangun. Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola
mata yang cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan hampir
semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut nadi bertambah dan
pada laki-laki terjadi ereksi penis, tonus otot menunjukkan relaksasi yang
dalam. Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti
periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur.
Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium
1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur
12
REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak,
kemudian akan masuk ke periode awal tidur yang didahului oleh fase NREM
kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai
berikut: NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2: 45%; stadium 3: 12%;
stadium 4: 13%, dan REM: 25 %.
2.6 Peranan neurotransmiter
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistem ARAS
(Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat
orang tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut
akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh
aktifitas neurotransmiter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik,
kholonergik, histaminergik.
a Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam
amino trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah
serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan
mengantuk/tidur.
Bila
serotonin
dari
tryptopan
terhambat
13
dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi
pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine)
yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka
d
e
Internasional
15
konfusional.
Gangguan antara bangun-tidur
Gerak tiba-tiba, tidur berbicara, kram kaki, gangguan gerak
berirama.
Berhubungan dengan fase REM
Gangguan mimpi buruk, gangguan tingkah laku, gangguan sinus
arrest.
Parasomnia lain-lainnya
Bruxism (otot rahang mengeram), mengompol, sukar menelan,
dystonia parosismal.
3. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri
a Gangguan mental
Psikosis, anxietas, gangguan afektif, panik (nyeri hebat),
b
alkohol.
Berhubungan dengan kondisi kesehatan
Penyakit degeneratif (demensia, parkinson, multiple sklerosis),
epilepsi, status epilepsi, nyeri kepala, Huntington, post traumatik
16
head drop
Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat
jatuh tidur sehingga pasien dalam keadaan jaga, kemudian ke
17
18
dan berulang setiap 20-50 detik. Serangan apnea pada saat pasien tidak
mendengkur. Akibat hipoksia atau hipercapnea, menyebabkan respirasi
lebih aktif yang diaktifkan oleh formasi retikularis dan pusat respirasi
medula, dengan akibat pasien terjaga danrespirasi kembali normal
secara reflek. Baik pada sentral atau obstruksi apnea, pasien sering
terbangun berulangkali di malam hari, yang kadang-kadang sulit
kembali untuk jatuh tidur. Gangguan ini sering ditandai dengan nyeri
kepala atau tidak enak perasaan pada pagi hari. Pada anak-anak sering
berhubungan dengan gangguan kongenital saluran nafas, dysotonomi
syndrome, adenotonsilar hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi
saluran nafas septal defek, hipotiroid, atau bradikardi, gangguan
jantung, PPOK, hipertensi, stroke, GBS, arnord chiari malformation.
5. Paska trauma kepala
Sebagian besar pasien dengan paska trauma kepala sering
mengeluh gangguan tidur. Jarak waktu antara trauma kepala dengan
timbulnya keluhan gangguan tidur setelah 2-3 tahun kemudian. Pada
gambaran polysomnography tampak penurunan fase REM dan
peningkatan sejumlah fase jaga. Hal ini juga menunjukkan bahwa fase
koma (trauma kepala) sangat berperan dalam penentuan kelainan tidur.
Pada penelitian terakhir menunjukkan pasien tampak selalu mengantuk
berlebih sepanjang hari tanpa diikuti oleh fase onset REM. Penanganan
dengan proses program rehabilitasi seperti sleep hygine. Litium
karbonat dapat menurunkan angka frekwensi gangguan tidur akibat
trauma kepala.
b. Gangguan tidur irama sirkadian
Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu
gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang
dikehendaki,walaupun jumlah tidurnya tatap. Gangguan ini sangat
berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal. Bagian-bagian yang
berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan,plasma
darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadan normal fungsi
irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidurbangun, dimana
19
sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus
irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut
mengalami peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran
irama sirkadian antara onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang
irreguler (bringing irama sirkadian). Perubahan yang jelas secara organik
yang mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan
irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian:
1. Sementara (acut work shift, Jet lag)
2. Menetap (shift worker)
Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga
terjadi perubahan pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada
fase REM
Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah
sebagai berikut:
1. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh
waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini
sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial.
Orang-orang tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan
mengantuk pada siang hari (insomnia sekunder).
2. Tipe Jet lag ialah menangantuk dan terjaga pada waktu yang tidak
tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati
lebih dari satu zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan sleep
latensnya panjang dengan tidur yang terputus-putus.
3. Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada
orang tg secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan
mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama
dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya
berupa pola irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset
tidur fase REM.
4. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome). Tipe ini
sangat jarang, lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana
onset tidur pada pukul 6-8 malam dan terbangun antara pukul 1-3 pagi.
Walaupun pasien ini merasa cukup ubtuk waktu tidurnya. Gambaran
20
21
B. PARASOMNIA
Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian
episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara
bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan
tingkah laku danaksi motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan
angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak
berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan insidensi
pada usia dewasa (3%). Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia
yaitu: peminum alcohol, Kurang tidur (sleep deprivation) dan stress psikososial.
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium
transmisi antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan
perubahan system otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran
(konfuosius), dan diikuti aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi
pada stadium 3 dan 4.
1. Gangguan tidur berjalan (slepp walkin)/somnabulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk
adanya automatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuk apintu,
menutup pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara.
Tingkah laku berjalan dalam beberapa menit dan kembali tidur. Gambaran
tipikal gangguan tingkah laku ini didapat dengan gelombang tidur yang
rendah, berlangsung 1/3 bagian pertama malam selama tidur NREM pada
stadium 3 dan 4. Selama serangan, relatif tidak memberikan respon terhadap
usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan
susah payah. Pada gambaran EEG menunjukkan iram acampuran terutama
theta dengan gelombang rendah. Bahkan tidak didapatkan adanya gelombang
alpha.
2. Gangguan teror tidur (sleep teror)
Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan berdiri
ditempat tidur yang tampak seperti ketakutan dan bergerak-gerak. Serangan
ini terjadi sepertiga malam yang berlangsung selama tidur NREM pada
stadium 3 dan 4. Kadang-kadang penderita tetap terjaga dalam keadaan
terdisorientasi, atau sering diikuti tidur berjalan. Gambaran teror tidur mirip
22
23
3. Long term yaitu jika gangguan tidur menetap lebih dari 3 minggu.
Biasanya berhubungan dengan gangguan tidur primer, gangguan
psikiatri, gangguan kesehatan, gangguan psikologi.
b. Pada tahun 1990, American Sleep Disorders Association membuat
reklasifikasi untuk mencari kemungkinan penyebab gangguan tidur
menjadi 4 kelompok yaitu:
1. Dissomnia, misalnya: ganguan intrisik, gangguan ekstrisik, gangguan
irama sirkadian
2. Parasomnia, misalnya: Gangguan aurosal, gangguan bangun-tidur,
berhubungan fase REM
3. Gangguan
kesehatan/psikiatri,
misalnya:
gangguan
mental,
24
pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk transient insomnia, dan tidak
lebih dari 2 minggu untuk short term insomnia. Untuk long term insomnia
dapat dilakukan evaluasi kembali untuk mencari latar belakang penyebab
gangguan tidur yang sebenarnya. Bila penggunaan jangka panjang
sebaiknya
obat
tersebut
dihentikan
secara
berlahan-lahan
untuk
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Ansietas dapat terjadi pada setiap rentang kehidupan. Oleh karena itu,
seorang perawat jiwa sebelum memberikan intervensi sebaiknya memperhatikan
faktor etiologinya dan disesesuaikan dengan tahapan perkembangannya. Penyebab
kecemasan secara umum meliputi faktor biologis dan faktor psikososial. Selain
itu, sumberlain memaparkan penyebab kecemasan berdasarkan pandangan
psikoanalitik, pandangan interpersonal, pandangan perilaku, keluarga, dan kajian
26
biologis. Pada kasus gangguan jiwa dengan kasus kecemasan dapat memicu klien
mengalami perubahan persepsinya.
Selanjutnya, berkaitan dengan gangguan tidur, perawat juga harus cermat
memperhatikan faktor usia, kemudian kriteria apakah termasuk gangguan tidur
akut ataupun kronik. Setelah itu, perwat baru menentukan diagnosa berdasarkan
etiologinya. Di samping itu, perawat menentukan intervensi sesuai dengan
kebutuhan klien. Kasus gangguan tidur yang biasanya dijumpai di rumah sakit
jiwa diantaranya seorang individu dewasa dengan berbagai permasalahannya, baik
berkaitan dengan masalah fisik maupun problem hidup yang dialami selanjutnya
terlalu fokus memikirkannya. Selain itu, ditemukan juga pada klien usia remaja
biasanya akibat paparan alkohol dan ketergantungan terhadap obat yang
mempengaruhi sistem biokimia di dalam tubuhnya. Penanganan gangguan tidur
dengan konseling dan psikotherapi, sleep hygiene, pendekatan farmakologi, dan
pendekatan hubungan antara pasien dan dokter sebagai kolaborasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, R. D. (1989). Principle of neurology. 4th ed. p.302-319, New York:
McGraw Hill.
Asbury, M. (1990). Diseases of the nervous system clinical neurobiology.
Hospital Medicine Journal. p. 96-104.
Goodman & Gilmans. (1996). The Pharmacological basis of therapeutics. 9th
ed.Vol. 1, 1996: 361-398
Hughes, J. R. (1994). EEG in clinical practice. 2nd ed, p.55-104.
John, A. G. (1990). The diagnosis and management of insomnia. The NEJM, 239247.
27
28