Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN
Masalah peradilan di Indonesia telah ada sejak negara ini

didirikan. Berbagai perubahan politik yang terjadi di Indonesia


tetap menyisakan persoalan peradilan. Peradilan merupakan salah
satu lembaga yang paling kontroversial. Korupsi peradilan (yang
dikenal juga dengan istilah mafia pengadilan) telah menjadi
masalah besar yang menyebabkan buruknya kinerja lembaga
peradilan. Banyak pihak mengamini bahwa dalam memutus
perkara hakim cenderung menguntungkan pihak yang dapat
menguntungkan dirinya dengan memberikan sejumlah uang atau
dengan penyuapan. Hal ini tidak hanya terjadi di pengadilan negeri,
tetapi juga terjadi di pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.
Dewasa ini, peradilan menjadi sorotan publik. Ditambah
setelah mencuatnya beberapa skandal penyuapan diantaranya lain
kasus Syarifudin Umar1. Berbagai skandal tersebut jelas mencoreng
kredibilitas lembaga penegak hukum di negeri ini dan menghapus
kepercayaan masyarakat terhadap institusi ini. Kasus-kasus di atas
hanyalah contoh kecil yang menunjukkan bahwa lembaga peradilan
kita masih rentan terhadap korupsi.
Dalam situasi seperti ini, sulit untuk berharap bahwa terdapat
putusan pengadilan yang progresif dan memberikan rasa keadilan.
Suatu perkara tidak diputus berdasarkan hukum an sich, namun
juga berdasarkan kepentingan para pihak yng terlibat. Inilah yang
menyebabkan maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam
1 Syarifudin Umar adalah hakim yang tertangkap tangan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap dalam proses
kepailitan perusahaan garmen, PT Skycamping Indonesia (SCI Syarifuddin
Umar) pada tahun 2011.
1

lingkup peradilan. Selain itu, sangat jarang para hakim menentang


setiap kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan rakyat.
Keputusan pengadilan hanya mengikuti agenda pembangunan
pemerintah.
Permasalahan

yang

dihadapi

pengadilan

seperti

mafia

peradilan dan intervensi politik, telah melumpuhkan lembaga


peradilan. Gerakan reformasi total pada tahun 1998, yang juga
diikuti oleh reformasi konstitusi (1999-2002) telah memberikan
harapan baru bagi reformasi peradilan. Gerakan reformasi ini
merupakan bagian dari gerakan demokratisasi di Indonesia. Salah
satu agenda utama dalam gerakan reformasi adalah mereformasi
peradilan.

Amandemen

UUD

1945

telah

dilakukan

untuk

mereformasi seluruh sistem pemerintahan Indonesia termasuk


sistem kekuasaan kehakiman. Amandemen ini merupakan upaya
nyata untuk memperkuat kekuasaan peradilan, independensi dan
akuntabilitasnya.
Selain memperkuat independensi peradilan, hal lain yang tak
luput

dari

amandemen

UUD

1945

adalah

memperkenalkan

lembaga baru, yaitu Komisi Yudisial. Pengenalan lembaga baru ini


dimaksudkan untuk melengkapi program reformasi hukum dan
peradilan. Lembaga baru ini bertujuan untuk menjawab tuntutan
masyarakat untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi pada
peradilan melalui lembaga independen dan akuntabel.

II.

PEMBAHASAN

Pengertian KY-RI

Komisi Yudisial Republik Indonesia atau cukup disebut Komisi


Yudisial (disingkat KY RI atau KY) adalah lembaga negara yang
dibentuk

berdasarkan Undang-Undang

Indonesia

Tahun

1945 yang

Dasar

Negara

berwenang

Republik

mengusulkan

pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam


rangka

menjaga

dan

menegakkan

kehormatan,

keluhuran

martabat, serta perilaku hakim2.


Sejarah Pembentukan Komisi Yudisial
Berawal pada tahun 1968 muncul ide pembentukan Majelis
Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH) yang berfungsi untuk
memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan akhir
mengenai saran-saran dan atau usul-usul yang berkenaan dengan
pengangkatan, promosi, pindahan rumah, pemberhentian dan
tindakan/hukuman jabatan para hakim. Namun ide tersebut tidak
berhasil dimasukkan dalam undang-undang tentang Kekuasaan
Kehakiman.
Baru kemudian tahun 1998 muncul kembali dan menjadi
wacana yang semakin kuat dan solid sejak adanya desakan
penyatuan

atap

bagi

hakim,

yang

tentunya

memerlukan

pengawasan eksternal dari lembaga yang mandiri agar cita-cita


untuk mewujudkan peradilan yang jujur, bersih, transparan dan
profesional dapat tercapai.
Seiring dengan tuntutan reformasi peradilan, pada Sidang
Tahunan MPR tahun 2001 yang membahas amandemen ketiga
2 Wikipedia,
https://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Yudisial_Republik_Indonesia, diakses
tanggal 17 Februari 2016 pukul 20.23
3

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,


disepakati beberapa perubahan dan penambahan pasal yang
berkenaan dengan kekuasaan kehakiman, termasuk di dalamnya
Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim. Berdasarkan pada amandemen ketiga itulah dibentuk
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang
disahkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2004.
Setelah melalui seleksi yang ketat, terpilih 7 (tujuh) orang
yang ditetapkan sebagai anggota Komisi Yudisial periode 20052010 melalui Keputusan Presiden tanggal 2 Juli 2005. Dan
selanjutnya pada tanggal 2 Agustus 2005, ketujuh anggota Komisi
Yudisial mengucapkan sumpah dihadapan Presiden, sebagai awal
memulai masa tugasnya.
Dasar Hukum
Dasar hukum Komisi Yudisial diatur dalam Undang-Undang
Negara Republik Indonesia yaitu3:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 24 A ayat 3: Calon hakim agung diusulkan Komisi
Yudisial

kepada

mendapatkan

Dewan

persetujuan

Perwakilan
dan

Rakyat

selanjutnya

untuk

ditetapkan

sebagai hakim agung oleh Presiden.


Pasal 24 B:
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
3 Wikipedia, Ibid
4

wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan


kehormatan, keluhuran martabat,sertaperilakuhakim.
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan
dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas
dan kepribadian yang tidak tercela.
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan Dewan PerwakilanRakyat.
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial
diatur dengan undang-undang.
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi
Yudisial.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Hakim.
5. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum.
6. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama.
7. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi
Yudisial.
Tujuan Pembentukan Komisi Yudisial

Dibentuknya Komisi Yudisial sebagai lembaga eksternal untuk


mencapai sebuah tujuan yakni4:
1. Mendukung terwujudnya kekuasaan kehakiman yang mandiri
untuk menegakkan hukum dan keadilan.
2. Meningkatkan integritas, kapasitas, dan profesionalitas hakim
sesuai dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam
menjalankan kewenangan dan tugasnya.
Wewenang dan Tugas
Wewenang:
Menurut ketentuan Bab III pasal 13 Undang-Undang No. 22
Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai
wewenang5:
1. Mengusulkan pengakatan Hakim Agung kepada DPR
2. Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta
menjaga perilaku hakim
3. Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim
(KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung
4. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau
Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)
Tugas:

4 Komisi Yudisial, http://www.komisiyudisial.go.id/statis-22-tujuan-ky.html,


diakses tanggal 17 Februari 2016 pukul 20.23

5 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara


Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm.161.
6

Sesuai pasal 14 Undang-Undang No. 22 Tahun 2004, dalam


melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 13
huruf a, Komisi Yudisial mempunyai tugas6:
1.
2.
3.
4.

Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung


Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung
Menetapkan calon Hakim Agung dan
Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR

Anggota Komisi Yudisial


Komisi Yudisial terdiri atas pimpinan dan anggota. Pimpinan
terdiri atas seorang ketua dan wakil ketua yang merangkap
anggota. Komisi ini mempunyai tujuh orang anggota yang diberi
status sebagai pejabat negara. Anggota Komisi Yudisial memegang
jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali
untuk satu kali masa jabatan.
Anggota Komisi Yudisial 2015 - 20207:
1.
2.
3.
4.
5.

Drs. H. Maradaman Harahap, S.H., M.H


Dr. Farid Wajdi, S.H., M.hum.
Sukma Violetta, S.H., LL.M.
Dr. Joko Sasmito, S.H., M.H.
Dr. Sumartoyo, S.H., M.Hum.

Analisi Kasus Hakim Syarifudin Umar


Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang tidak
sederhana, bukan saja kompleksitas sistem hukum itu sendiri,
tetapi juga rumitnya jalinan hubungan antara sistem hukum
6 161 Ibid.
7 Komisi Yudisial, http://www.komisiyudisial.go.id/statis-79-profil-anggota2015-2020.html, diakses tanggal 17 Februari 2016 pukul 20.25
7

dengan

sistem

social,

masyarakat. Sebagai

politik,

ekonomi,

dan

proses,

penegakan

hukum

suatu

budaya
pada

hakikatnya merupakan variable yang mempunyai korelasi dan


interpendensi dengan factor-faktor yang lain. Ada beberapa factor
terkait yang menentukan proses penegakan hukm sebagaimana
diungkapkan

oleh

Lawrence

Friedman,

yaitu

komponen

substansi, struktur, dan cultural. Beberapa komponen tersebut


termasuk ruang lingkup bekerjanya hukum sebagai suatu sistem.
Kesemua

factor

tersebut

akan

sangat

menentukan

proses

penegakan hukum dalam masyarakat dan tidak dapat dinafikan


satu dengan yang lainnya. Kegagalan pada salah satu komponen
akan berimbas pada factor yang lainnya . Dalam komponen
tersebut hakim termasuk komponen Structur
Hakim dimana dan kapan saja diikat oleh aturan etik
disamping aturan hukum. Aturan etik adalah aturan mengenai
moral atau atau berkaitan dengan sikap moral. Filsafat etika adalah
filsafat tentang moral. Moral menyangkut nilai mengenai baik dan
buruk, layak dan tidak layak, pantas dan tidak pantas.
Berdasarkan uraian diatas perbuatan hakim Syarifudin Umar
yang menerima sejumlah uang sebesar Rp 250 juta dan mata uang
asing dari kurator pada kasus niaga yang dia tangani menunjukan
moralitas hakim tersebut sangat buruk dan bertentangan dengan
sifat air yang melukiskan sifat hakim yang harus jujur dan bersih
dan bertentangan dengan sikap haki, meliputi: berkelakuan baik
dan tidak
kepentingan

tercela,

tidak

pribadi,

menyalahgunakan wewenang untuk

tidak

melakukan

merendahkan martabat hakim.

perbuatan

yang

III.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas, dapat kita ambil kesimpulan

bahwa

keberadaan Komisi Yudisial dalam sistem pemerintahan

Indonesia sangat penting. Sebagai lembaga yang memilih calon


Hakim Agung, Komisi Yudisial memiliki peran penting untuk
memperkuat independensi peradilan. Dengan seleksi yang ketat
dan menerapkan sistem berbasis merit (meryt system), politisasi
pemilihan Hakim Agung dapat diminimalkan jika tidak dihilangkan.
Pemilihan hakim Mahkamah Agung yang jauh dari kepentingan
politik

tertentu,

akan

memperkuat

independensi

peradilan,

terutama ketika pengadilan harus berhadapan dengan kekuatan


lain (eksekutif dan legislatif). Independensi ini diharapkan dapat
membuat hakim tidak mudah dipengaruhi oleh pihak luar dalam
memutuskan suatu kasus.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2012. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Negara Pasca Reformasi. Jakarta :Sinar Grafika.
https://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Yudisial_Republik_Indonesia.
http://www.komisiyudisial.go.id.

10

Anda mungkin juga menyukai