Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
(PKK),
pemberian tetes mata profilaksis, pemberian vitamin K1 dan imunisasi HBo. Langkah
APN pada tahun 2007 tidak mengalami perubahan, namun pada tahun 2008 langkah
APN dilakukan perubahan dari 60 langkah menjadi 58 langkah (JNPK-KR, 2008).
Menurut JNPK-KR (2013), asuhan persalinan normal memiliki tujuan yaitu
mengupayakan kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi
bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta
dengan intervensi yang minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan
tetap terjaga pada tingkat yang optimal.
Rohani, dkk. (2011) menyatakan bahwa tujuan asuhan persalinan adalah
memberikan asuhan yang memadai selama proses persalinan berlangsung, dalam
10
11
upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman dengan memperhatikan
aspek sayang ibu dan sayang bayi.
Menurut Astuti (2012), dalam asuhan persalinan normal mengalami
pergeseran paradigma dari menunggu terjadinya dan menangani komplikasi, menjadi
pencegahan komplikasi. Beberapa contoh yang menunjukkan adanya pergeseran
paradigma tersebut adalah:
1. Mencegah perdarahan pascapersalinan yang disebabkan oleh atonia uteri (tidak
adanya kontraksi uterus)
a. Pencegahan perdarahan pascapersalinan dilakukan pada tahap paling dini
b. Setiap pertolongan persalinan harus menerapkan upaya pencegahan perdarahan
pascapersalinan
diantaranya:
manipulasi
minimal
proses
persalinan,
12
13
c. Tehnik meneran dan bernafas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi
Bila terjadi asfiksia maka dilakukan:
a. Menjaga suhu tubuh bayi tetap hangat
b. Menempatkan bayi dalam posisi yang tepat
c. Penghisapan lendir secara benar
d. Memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernafasan buatan (bila perlu)
Kajian kinerja petugas pelaksana pertolongan persalinan di jenjang pelayanan
dasar yang dilakukan oleh Depkes RI bekerjasama dengan POGI (Perkumpulan
Obstetri Ginekologi Indonesia), IBI, JNPK-KR dengan bantuan teknis dari JHPIEGO
dan PRIME menunjukkan adanya kesenjangan kinerja yang dapat mempengaruhi
kualitas pelayanan bagi ibu hamil dan bersalin. Temuan ini berlanjut menjadi
kerjasama untuk merancang pelatihan klinik yang diharapkan mampu untuk
memperbaiki kinerja penolong persalinan. Dalam meningkatkan kemampuan
pelaksanaan asuhan persalinan normal bidan terlebih dahulu diharapkan memiliki
pengetahuan dan juga sikap yang baik (JNPK-KR, 2013).
Menurut APN (JNPK-KR 2013), tindakan pencegahan komplikasi yang
dilakukan selama proses persalinana adalah:
a. Secara konsisten dan sistematis menggunakan praktik pencegahan infeksi seperti
cuci tangan, penggunaan sarung tangan, menjaga sanitasi lingkungan yang sesuai
bagi proses persalinan, kebutuhan bayi dan proses dekontaminasi serta sterilisasi
peralatan bekas pakai.
14
15
dini gejala dan tanda bahaya komplikasi pasca persalinan/bayi baru lahir dan
mengambil tindakan yang sesuai .
i. Mengajarkan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali gejala dan tanda bahaya
pada masa nifas pada ibu dan bayi baru lahir.
j.
Tahapan asuhan persalinan normal terdiri dari 58 langkah (JNPK-KR 2013) adalah:
I. Mengenali gejala dan tanda kala dua
1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan Kala Dua
a. Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran (desakan janin)
b. Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vaginanya.
c. Perineum tampak menonjol
d. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka
II. Menyiapkan pertolongan persalinan
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong
persalinan dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk bayi
asfiksia persiapkan: tempat datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan
kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
a. Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi.
Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus
set steril atau DTT.
b. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih
16
3. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku. Mencuci kedua tangan
dengan sabun dan air bersih yg mengalir dan mengeringkan tangan dengan
handuk satu kali pakai/handuk pribadi yang bersih.
4. Memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk semua
pemeriksaan dalam.
5. Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik dengan memakai sarung tangan
DTT atau steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).
III. Memastikan pembukaan lengkap & keadaan janin baik.
6. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke
belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.
a. Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan
dengan seksama dari arah depan ke belakang
b. Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
c. Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam
dalam larutan klorin 0,5% ).
7. Lakukan pemeriksaan dalam
sudah
lengkap.
a. Bila selaput ketuban belum pecah, dan pembukaan
lakukan amniotomi.
17
yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan dan
rendam dalam keadaan terbalik di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
9. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit).
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil
penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
IV. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran
11. Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
serta bantu ibu berada dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya.
a. Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) serta
dokumentasikan semua temuan yang ada.
b. Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaiman peran mereka untuk
mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran. (Bila ada rasa ingin
meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau
posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
18
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk
meneran :
a. Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif.
b. Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran
apabila caranya tidak sesuai.
c. Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi
berbaring terlentang dalam waktu yang lama).
d. Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.
e. Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu. Berikan
asupan cairan per-oral (minum) yang cukup.
f. Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.
g. Segera rujuk jika bayi belum atau tidak segera lahir setelah 2 jam meneran
pada primigravida atau setelah 1 jam meneran pada multigravida.
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman,
jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
V. Persiapan pertolongan kelahiran bayi
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi
telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat & bahan.
18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19
lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan
kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan
membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernafas
cepat dan dangkal.
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat & ambil tindakan yang sesuai jika
hal itu terjadi dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi :
a. Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala
bayi.
b. Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat, dan
potong diantara dua klem tersebut.
21. Tunggu kepala bayi melakukan paksi luar secara spontan
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental, anjurkan
ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah
dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian
gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk
menelusuri & memegang lengan dan siku sebelah atas.
20
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung,
bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara
kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya)
VII. Penanganan bayi baru lahir
25. Lakukan penilaian (selintas)
a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan ?
b. Apakah bayi bergerak dengan aktif ?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau mengap-mengap lakukan langkah
resusitasi (lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir).
26. Keringkan tubuh bayi
a. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali
bagian tangan tanpa membersihkan verniks.
b. Ganti handuk basah dengan handuk atau kain yang kering. Biarkan bayi di atas
perut ibu.
27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil
tunggal).
28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit IM
(intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikkan oksitosin).
21
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari
pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali
pusat 2 cm bagian distal dari klem pertama.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi),
lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem.
b. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian
melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci
pada sisi lainnya.
c. Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.
32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi.
Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi
menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala berada diantara payudara ibu
dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.
VIII. Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga
34. Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.
35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis untuk
mendeteksi, sedangkan tangan lain memegang tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan
yang lain mendorong uterus ke arah belakang atas (dorso-kranial) secara hatihati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik,
22
hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya
dan ulangi prosedur di atas.
a. Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu atau anggota keluarga untuk
melakukan stimulasi puting susu.
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta
ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan
kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial).
a. Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 510 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
b. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :
1) Berikan dosis ulangan oksitosin 10 unit IM.
2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh.
3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
4) Ulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.
5) Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi
perdarahan, segera lakukan plasenta manual.
38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan.
Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin, kemudian lahirkan
dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
23
a. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem
DTT untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
39. Segera setelah plasenta & selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan
telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan
lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
IX.Menilai perdarahan
40. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi pastikan selaput ketuban
lengkap & utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan
bila laserasi menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan
perdarahan aktif, segera lakukan penjahitan.
X. Melakukan prosedur pasca persalinan
42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan per
vaginam.
43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
a. Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam
waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15
menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara.
b. Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil
menyusu.
24
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata
antibiotik profilaksis dan vitamin K1 1 mg intramuskular di paha kiri
anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di
paha kanan anterolateral.
a. Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.
Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di
dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi & mencegah perdarahan pervaginam
a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka lakukan asuhan yang sesuai
untuk menangani antonia uteri.
47. Ajarkan ibu / keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksa nadi ibu & keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam
pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
a. Memeriksa temperatur tubuh ibu setiap jam selama 2 jam pertama pasca
persalinan.
b. Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
25
50. Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60
kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 37,5 0C).
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yg terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban,
lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga
untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.
55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian
dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan
kala IV.
2.2 Persalinan
Pengertian persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan
lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai
26
dengan perubahan serviks secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010). Rohani, dkk. (2011), menyatakan bahwa
persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup
bulan dan dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain
dengan batuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam
kehidupan. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan
keluarga. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun
ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong
keluar atau melalui jalan lahir (Sumarah, dkk, 2009).
2.2.1 Kala Satu Persalinan
Menurut Rohani, dkk. (2011), inpartu ditandai dengan keluarnya lendir
bercampur darah (bloody show) melalui vagina, penipisan dan pembukaan serviks
dan kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2
kali dalam 10 menit).
JNPK-KR (2013), menyatakan bahwa kala satu persalinan dimulai sejak
terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya)
hingga serviks membuka dengan lengkap (10 cm).
Tanda dan gejala inpartu adalah adanya penipisan dan pembukaan serviks,
terjadi kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2
kali dalam 10 menit) serta keluarnya cairan lendir bercampur darah (show) melauli
vagina (JNPK-KR, 2008).
27
28
Persalinan
dan
kelahiran
bayi
baik
di
rumah,
di
tempat
bidan
29
dari
pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi
(JNPK-KR, 2013). Kala dua persalinan dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm)
sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam
pada multigravida (Saifuddin, 2008).
1. Gejala dan tanda kala dua persalinan adalah :
a. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan vagina.
c. Perineum tampak menonjol.
d. Vulva vagina dan sfingter ani membuka.
e. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah (JNPK-KR, 2013).
30
31
pantau denyut jantung janin setiap 5-10 menit. Lakukan stimulasi puting susu
untuk memperkuat kontraksi.
b. Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit pada multipara dan 120 menit pada
primigravida, rujuk ibu segera.
5. Pencegahan robekan perineum
Robekan spontan pada vagina dan perineum dapat terjadi saat kepala baru
dilahirkan. Kejadian robekan akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan
tidak terkendali. Bimbing ibu untuk meneran dan beristirahat atau bernafas dengan
cepat pada waktu kepala baru dilahirkan.
Menurut JNPK-KR (2008), yang mengutip pendapat Enkin dan wooley,
sebelumnya episiotomi dinjurkan secara rutin yang tujuannya adalah untuk mencegah
robekan berlebihan pada perineum terutama pada ibu primigravida, membuat tepi
luka rata sehingga mudah dilakukan penjahitan, mencegah penyulit atau tahanan pada
kepala dan infeksi, tetapi hal tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti ilmiah.
Hal ini tidak boleh diartikan bahwa episiotomi tidak diperbolehkan, tetapi
karena indikasi tertentu maka harus dilakukan episiotomi pada saat kelahiran bayi
bila didapatkan:
a. Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan.
b. Penyulit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu, ekstraksi vakum).
c. Jaringan parut pada perineum dan vagina yang memperlambat kemajuan
persalinan.
32
6. Melahirkan kepala
Saat kepala bayi membuka (5-6 cm), letakkan kain yang bersih dan kering
yang dilipat 1/3 di bawah bokong ibu dan siapkan handuk bersih di atas perut ibu
(untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir). Lindungi perineum dengan satu
tangan di bawah dengan kain bersih dan kering, ibu jari pada salah sisi perineum dan
4 jari tangan pada sisi yang lain, sedangkan tangan yang lain pada belakang kepala
bayi.
Tekan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar
secara bertahap melewati introitus dan perineum. Setelah kepala bayi lahir, minta ibu
untuk berhenti meneran dan bernafas cepat. Periksa leher bayi apakah terlilit oleh tali
pusat. Jika ada lilitan di leher bayi cukup longgar maka lepaskan lilitan tersebut
dengan melewati kepala bayi. Jika lilitan tali pusat sangat erat maka jepit tali pusat
dengan klem pada 2 tempat dengan jarak 3 cm, kemudian dipotong.
7. Melahirkan bahu
a. Setelah memeriksa tali pusat, tunggu kontraksi berikut sehingga putaran paksi
luar secara spontan.
b. Letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi.
Minta ibu meneran sambil menekan kepala ke arah bawah dan lateral tubuh bayi
hingga bahu depan melewati simfisis.
c. Setelah bahu depan lahir gerakan kepala ke atas dan leteral tubuh bayi sehingga
bahu bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan.
33
34
35
36
37
2. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah kondisi miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini
terjadi maka darah yang keluar dari bekas melekat plasenta menjadi tidak terkendali.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan postpartum dini sebesar
50%, dan merupakan alasan paling sering untuk dilakukan histerektomi peripartum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan (Maizar, 2011).
Menurut pendapat JNPK-KR (2013), dapat disimpulkan bahwa patofisiologi
terjadinya atonia uteri yaitu pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus
sebanyak 500-800 ml/menit. Jika uterus tidak berkontraksi atau kontraksi tidak
terkoordinasi segera setelah plasenta keluar, maka miometrium tidak dapat menjepit
anyaman pembuluh darah di tempat implantasi plasenta sehingga perdarahan tidak
terkendali. Bila uterus tidak berkontraksi maka ibu bisa kehilangan darah 350-500
ml/menit.
Berdasarkan patofisiogis ini maka penerapan manajemen aktif kala tiga harus
sesuai standar. Penerapan manajemen aktif kala tiga merupakan cara terbaik dan
sangat penting untuk mengurangi kematian ibu (JNPK-KR, 2008).
2.2.5 Kala Empat Persalinan
Menurut Sumarah, dkk (2009), kala IV adalah dimulai dari saat lahirnya
plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Setyorini (2013), menyatakan bahwa
kala empat merupakan masa 1-2 jam setelah melahirkan. Ibu masih tetap harus ada di
38
dalam kamar bersalin dan tidak boleh dipindahkan ke ruang nifas agar dapat diawasi
dengan baik.
1. Asuhan dan pemantauan pada kala empat
a. Memperkirakan kehilangan darah
Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah ibu bersalin secara
tepat. Penilaian kehilangan darah sukar dilakukan karena darah seringkali
bercampur dengan cairan atau urin dan mungkin terserap handuk, kain atau sarung.
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume darah
yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat
menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi dua botol, ibu telah
kehilangan satu liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol ibu kehilangan
250 ml darah. Cara tidak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah
melalui pemeriksaan tekanan darah (JNPK-KR, 2013).
b. Memeriksa perdarahan dari perineum
Penyebab perdarahan dari laserasi atau robekan perineum dan vagina.
Klasifikasi laserasi berdasarkan luasnya robekan:
1) Derajat satu
Terjadi robekan pada mukosa, komisura posterior dan kulit perineum.
2) Derajat dua
Robekan terjadi pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum dan
otot perineum.
39
3) Derajat tiga
Terjadi robekan pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum dan otot sfingter ani
4) Derajat empat
Terjadi robekan pada mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot
perineum dan otot sfingter ani dan dinding depan rectum.
Tujuan menjahit laserasi adalah menyatukan kembali jaringan tubuh dan
mencegah kehilangan darah. Penjahitan laserasi tingkat 1 dan 2 pada perineum,
jahitan pertama kurang lebih 1 cm dari ujung laserasi bagian atas dalam vagina
dengan menggunakan jahitan jelujur hingga mencapai bagian bawah laserasi.
Arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan menggunakan jahitan jelujur untuk
menutup lapisan subtikuler.
2.2.6 Pencegahan Infeksi
Menurut Hidayat dan Sujiyatini (2010), tujuan pencegahan infeksi adalah
untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga
kesehatan lainnya, sehingga mengurangi infeksi karena bakteri, virus dan jamur.
Pencegahan infeksi juga bertujuan untuk menurunkan risiko penularan
penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan pengobatannya,
seperti Hepatitis dan HIV/AIDS.
1. Prinsip-prinsip pencegahan infeksi
Menurut JNPK-KR (2013), Pencegahan Infeksi yang efektif didasarkan pada
prinsip-prinsip berikut :
40
a. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat
menularkan penyakit karena infeksi dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala)
b. Setiap orang dianggap beresiko terkena penyakit.
c. Permukaan benda yang akan dan telah bersentuhan dengan permukaan kulit
yang tidak utuh, lecet selaput mukosa atau darah harus dianggap terkontaminasi,
setelah digunakan harus diproses secara benar.
d. Jika ragu dengan peralatan atau benda lainnya yang telah diproses dengan baik
maka semua itu harus dianggap terkontaminasi.
e. Risiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi hingga
sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi
secara benar dan konsisten.
Tindakan-tindakan pencegahan infeksi termasuk hal-hal berikut:
a. Cuci tangan
Cuci tangan adalah prosedur paling penting dari pencegahan penyebaran
infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir.
Mikroorganisme tumbuh dan berkembang di lingkungan yang lembab dan air tidak
mengalir, maka perlu pedoman pada saat mencuci tangan yaitu:
1) Bila menggunakan sabun padat, gunakan potongan-potongan kecil dan
tempatkan dalam wadah berlubang agar air tidak menggenangi sabun.
2) Jangan mencuci tangan dengan mencelupkan ke dalam wadah berisi air
meskipun sudah diberi antiseptik (seperti dettol atau savlon).
41
sampah
terkontaminasi.
c. Menggunakan teknik aseptik
Tehnik aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru
lahir dan penolong persalinan. Teknik aseptik meliputi aspek:
1) Memakai perlengkapan pelindung diri.
Perlengkapan pelindung pribadi seperti kaca mata pelindung, masker
wajah, sepatu boot atau sepatu tertutup dan celemek plastik, untuk mencegah
petugas terpapar mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara menghalangi
dari percikan cairan tubuh, darah atau cidera.
2) Antisepsis.
Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan
cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh atau
42
kulit. Larutan antiseptik berikut bisa diterima adalah: alkohol 60-90% : etil
isopropyl atau metel spiritus, savlon, hibiserub, dettol, iodine 1-3% dan betadine.
3) Menjaga tingkat sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi.
Disinfeksi adalah tindakan untuk mendekontaminasi peralatan atau
instrument yang digunakan dalam prosedur bedah. Larutan disinfektan berikut
bisa diterima adalah: klorin pemutih 0,5% untuk dekontaminasi permukaan dan
peralatan, klorin pemutih 0,1% untuk DTT kimiawi dan gluturaldehida 2% untuk
dekontaminasi dan DTT.
d. Memproses alat bekas pakai
Tehnik memproses peralatan dan benda-benda lain bekas pakai yang
direkomendasikan dalam upaya pencegahan infeksi terdiri dari tiga tahapan yaitu:
1) Dekontaminasi.
Dekontaminasi
adalah
langkah
penting
untuk
menangani
peralatan
43
tidak
dicatat
dianggap
Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan klinik karena
memungkinkan penolong persalinan untuk terus menerus memperhatikan asuhan
yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiran bayi.
44
45
a. Kemajuan persalinan
1) Pembukaan serviks
2) Turunnya bagian terendah dan kepala janin
3) Kontraksi uterus
b. Kondisi janin
1) Denyut jantung janin
2) Warna dan volume air ketuban
3) Moulase kepala janin
c. Kondisi ibu
a) Tekanan darah, nadi dan suhu badan
b) Volume urine
c) Obat dan cairan
2. Cara mencatat temuan pada partograf
Observasi dimulai sejak ibu datang, apabila ibu datang masih dalam fase
laten, maka hasil observasi ditulis dilembar observasi bukan pada partograf.
Partograf dipakai setelah ibu masuk fase aktif yang meliputi :
a. Identifikasi ibu
Lengkapi bagian awal atau bagian atas lembar partograf secara teliti.
Partograf diisi pada saat mulai asuhan persalinan yang meliputi nama, umur,
gravida, para, abortus, nama rekam medis/nomor klinik , tanggal dan waktu mulai
dirawat, waktu pecahnya selaput ketuban.
46
b. kondisi janin
Kolom lajur dan skala angka pada partograf bagian atas adalah untuk
pencatatan.
1) Denyut jantung janin
DJJ dinilai setiap 30 menit ( lebih sering jika ada tanda-tanda gawat
janin). Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis tebal angka
180 dan 100, nilai normal sekitar 120 s/d 160. Apabila ditemukan DJJ
dibawah 120 atau diatas 160, maka penolong harus waspada..
2) Warna air ketuban
Warna air ketuban dinilai setiap kali melakukan periksa dalam dan jika
selaput ketuban pecah. Semua temuan dicatat dalam kotak bawah lajur DJJ.
Gunakan lambang-lambang berikut ini:
U : Selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
J
47
48
menunjukkan 30 menit.
c) Kontraksi uterus/his
Bagian bawah lajur waktu pada partograf terdapat lima kotak dengan
tulisan kontraksi tiap 10 menit di sebelah luar kolom. Setiap kotak untuk
satu kali kontraksi. Jumlah kotak yang di isi ke arah atas menunjukkan
frekuensi kontraksi dalam 10 menit. Setiap 30 menit, periksa dan
dokumentasikan frekuensi kontraksi yang datang dalam 10 menit dan lamanya
kontraksi dalam satuan detik.
Nyatakan lamanya kontraksi dengan:
Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk kontraksi yang lamanya
kurang dari 20 detik.
///
Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk kontraksi yang lamanya 2040 detik.
Isi penuh kotak yang sesuai untuk kontraksi yang lamanya lebih
dari 40 detik.
49
d. Kondisi Ibu
Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf terdapat
kotak untuk mencatat kondisi dan kenyamanan ibu selama persalinan.
1) Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh ibu
a) Nadi ibu dinilai dan dicatat setiap 30 menit selama fase persalinan, dengan
memberi tanda titik (.) pada kolom waktu yang sesuai.
b) Temperatur tubuh ibu dinilai dan dicatat pada kolom waktu yang sesuai.
2) Volume urine, protein dan aseton
Produksi urin ibu diukur dan dicatat jumlahnya, minimal setiap 2 jam (setiap
kali ibu berkemih).
50
51
2.2.8 Rujukan
Menurut JNPK-KR (2013), bahwa rujukan dalam kondisi optimal dan tepat
waktu ke fasilitas rujukan atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap,
diharapkan mampu menyelamatkan jiwa ibu dan bayi baru lahir. Meskipun sebagian
besar ibu akan mengalami persalinan normal. Sekitar 10-15% ibu bersalin
diantaranya akan mengalami masalah selama proses persalinan dan kelahiran bayi
sehingga perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan. Kesiapan untuk merujuk ibu
dan atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu (jika
penyulit terjadi) menjadi syarat bagi upaya penyelamatan. Setiap penolong persalinan
harus mengetahui lokasi fasilitas rujukan yang mampu menangani kasus
kegawatdaruratan obstetrik dan bayi baru lahir.
2.3 Bidan
Definisi bidan telah disempurnakan dalam pertemuan dewan di Cobe pada
tahun 1990 oleh ICM (International confederation of midwives) yang kemudian
disahkan oleh FIGO (1991) dan WHO (1992). Secara lengkap pengertian bidan
adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan bidan yang diakui oleh negara
serta memperoleh kualifikasi dan diberi ijin untuk menjalankan praktek kebidanan di
negeri itu. Bidan harus mampu memberikan supervise atau kunjungan berkala,
asuhan kebidanan dan nasehat yang dibutuhkan perempuan selama masa hamil,
persalinan dan pasca persalinan (IBI, 2004).
52
Pengertian bidan menurut ICM yang ke 27 pada bulan Juli tahun 2005, telah
mendapat pengakuan dari WHO dan FIGO (Federation of International Gynecologist
Obstetrition) bahwa bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program
pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta
memenuhi kualifikasi untuk di daftar (register) dan atau memiliki izin yang sah
(lisensi) untuk melakukan praktek bidan (Wahyuningsih, 2009).
Menurut Kepmenkes, no 369/2007 tentang Standar Profesi Bidan, pengertian
bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui
pemerintah dan organisasi profesi di wilayah negara RI serta memiliki kompetensi
kualifikasi untuk registrasi, sertifikasi atau secara syah mendapat lisensi untuk
menjalankan praktik kebidanan (IBI dan AIPKIND, 2011).
Bidan bisa berpraktek di rumah sakit, klnik unit kesehatan, rumah perawat
atau tempat pelayanan lain. Demikian luas dan dalamnya profesi bidan, maka dapat
dikatakan bidan Indonesia adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui oleh pemerintah dan lulus ujian
dengan persyaratan yang berlaku. Jika melakukan praktek yang bersangkutan harus
memiliki kualifikasi agar mendapat lisensi untuk praktek (IBI, 2003).
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan keesehatan,
yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka tercapainya
keluarga yang berkualitas. Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan yang diberikan
oleh bidan sesuai dengan kewenangannya yang diberikannya dengan maksud
meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka tercapainya keluarga berkualitas,
bahagia dan sejahtera (IBI, 2003).
53
lain
yang
sesuai,
serta
melaksanakan
tindakan
kegawatdaruratan
(Wahyuningsih, 2009).
2.4 Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2010), yang mengutip pendapat Ensiklopedi Amerika,
perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organism terhadap lingkungannya.
Hal ini berarti bahwa prilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk
menimbulkan reaksi, yakni yang disebut ransangan. Rangsangan tertentu akan
menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Sedangkan kutipan pendapat Robert
Kwick (1974), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat
diamati dan bahkan dapat dipelajari.
54
Adopsi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya
tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Misalnya, bidan berusaha melakukan stimulasi puting susu terlebih dahulu jika pada
kala satu, kala dua atau kala tiga ibu kehilangan kontraksi uterus sesuai standar APN.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau
bulan yang lalu (recall). Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung, yaitu
dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan
memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan perilaku seseorang
menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui tiga tahap:
1. Perubahan Pengetahuan
Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu
terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya.
Bidan akan melakukan masase pada uterus dan penilaian kontraksi uterus kala empat
dengan teliti, jika bidan tahu apa tujuannya/dampak negatif jika tidak dilakukan. Dari
pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perihal yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
2. Perubahan Sikap
Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau
objek (masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui
55
stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus
atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator sikap kesehatan sejalan
dengan pengetahuan kesehatan.
3. Praktik atau Tindakan (Practice)
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya
diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau
disikapinya (dinilai baik) (Notoatmdjo, 2012).
Menurut Notoatmodjo (2010), yang mengutip pendapat Lawrence Green
(1980), perilaku dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama yaitu:
1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
motivasi dalam bekerja, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Dalam hal ini misalnya perilaku bidan dalam
melaksanakan asuhan persalinan normal, diperlukan pengetahuan, kesadaran dan
motivasi bidan tentang tujuan asuhan persalinan normal sehingga perilaku bidan
dalam asuhan persalinan normal menjadi lebih baik.
2. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat misalnya peralatan APN (peralatan untuk pencegahan
56
infeksi, alat partus, alat penanganan asfiksia, tabung O2, infuse set dan lain-lain).
Bidan yang menolong persalinan sesuai standar asuhan persalinan normal tidak hanya
karena tahu dan sadar tentang asuhan persalinan normal tapi juga memiliki fasilitas
sarana dan prasarana.
3. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma). Tokoh
agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk
juga disini undang-undang, peraturan,-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah
daerah, yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat masyarakat kadangkadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja
tetapi melainkan perilaku contoh (acuan) (Notoatmodjo, 2012).
Hasil penelitian Otto dkk (2012), dengan judul hubungan pelatihan APN
dengan pengetahuan dan keterampilan bidan desa dalam pertolongan persalinan di
Gorontalo. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pelatihan
APN dengan keterampilan bidan dengan nilai p sebesar 0,000 (p < 0,05), hal ini
berarti bahwa pelatihan APN mampu meningkatkan keterampilan bidan dalam APN.
57
58
3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi yang sebenarnya atau penggunaan hukum, rumus, metode dan prinsip.
Dapat juga dengan menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem
solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
.Misalnya mampu menjelaskan penerapan penanganan kasus atonia uteri atau
penanganan kasus penerapan manajemen aktif kala III.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu stuktur organisasi, dan masih
ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan ini dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesa (Synthesis)
Sintesis
merupakan
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
merencanakan, dapat meringkaskan dan dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah
materi atau objek. Penilaia ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri
59
atau kriteria yang telah ada. Misalnya dapat menilai kondisi janin normal atau gawat
janin.
Menurut Notoatmodjo (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah
1. Umur
Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan
pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umurumur tertentu atau menjelang
usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan
berkurang. Menurut Harlock (2002), umur dibagi 3 kelompok yaitu usia dewasa
muda (20-30 tahun), dewasa tengah (31 45 tahun) dan usia dewasa tua (46 60
tahun).
2. Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir
abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar dan
merupakan salah satu modal untuk berfikir dan mengolah berbagai informasi secara
terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa intelegensi dari seseorang akan
berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan.
3. Pendidikan
Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala
lingkungan dan sepanjang hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu.
Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar
60
masyarakat
mau
melakukan
tindakan-tindakan
(praktik)
untuk
memelihara
budaya
mempunyai
pengaruh
pada
pengetahuan
seseorang.
61
merupakan
salah
satu
faktor
yang mempengaruhi
62
63
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang bidan yang mengajak bidan
yang lain, untuk mengadakan pertemuan tentang kasus persalinan yang ditemukan di
lahan praktek dan mendiskusikan tentang tindakan penanganan sesuai APN. Hal ini
menunjukkan suatu bukti bahwa bidan tersebut telah memiliki sikap positif terhadap
APN.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya bidan berusaha menguasai APN
dan menerapkan pada ibu bersalin yang kadangkala tidak mau dilakukan tindakan tsb.
Menurut Azwar tahun 2009, faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah
1. Pengalaman Pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah
meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
2. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting
Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau
searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain
dimotivasi oleh keinginan untuk berafilasi dan keinginan untuk menghindari konflik
dengan orang yang dianggap penting tersebut.
64
3. Pengaruh Kebudayaan
Tanpa disadari
kita.
kebudayaan
telah
pemberitaan
surat
65
66
67
68
69
dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih
giat dalam bekerja.
6) Kemajuan (Advancement)
Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai
dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya
promosi ke jenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan
pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan
menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.
Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidakpuasan dalam bekerja
menurut Herzberg dalam Luthans (2003), dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara
lain :
1). Gaji
Tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada
tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem
kompensasi yang realistis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi
pegawai.
2). Keamanan dan Keselamatan Kerja
Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja.
3). Kondisi Kerja
Dengan kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh
peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam
bekerja sehari-hari.
70
71
72
73
74
keputusan yang aman dalam menolong persalinan. Bidan juga diharapkan memiliki
sikap dan motivasi yang baik tentang asuhan persalinan normal sehingga mampu
menganalisa dan mendeteksi setiap situasi yang mengancam keselamatan ibu dan
bayinya. Untuk mengenali situasi tersebut para bidan harus cerdas membaca situasi
klinik dan keadaan masyarakat setempat (JNPK-KR, 2012)
Menurut Notoatmodjo (2012), mengutip pendapat Lawrence Green (1980),
perilaku dapat dipengaruhi faktor Predisposisi (Predisposing factor) diantaranya oleh
faktor pengetahuan, sikap dan motivasi. Dalam hal ini termasuk perilaku bidan dalam
pelaksanaan APN juga dapat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan motivasi bidan
tentang APN. JNPK-KR (2013), menyatakan bahwa asuhan persalinan normal yang
terampil, tepat waktu dan aman, akan menghindarkan terjadinya penyulit sehingga
ibu dan bayi yang baru lahir akan menerima asuhan atau perawatan yang mereka
butuhkan.
75
Faktor predisposisi:
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Motivasi
d. Kepercayaan
e. Keyakinan
f. Nilai-nilai
Faktor pemungkin
a. Sarana
b. Prasarana
Perilaku
Faktor penguat
a. Dukungan petugas
kesehatan lain
b. Dukungan Toma
c. Dukungan Toga
76
Variabel Dependen
Faktor predisposisi
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Motivasi
Pelaksanaan Asuhan
Persalinan Normal