Anda di halaman 1dari 15

19

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


A. Mayonnaise
1. Hasil pengamatan
Tabel 1.1 Uji Organoleptik Mayonnise
Parameter
Hasil Praktikum
Kontrol
Rasa
Asam Campur Asin
Sangat Asin
Tekstur
Kental Cair
Terlalu Kental
Aroma
Amis Asam Buah
Amis
Warna
Kuning
Putih Pekat
Kekenyalan
Agak Encer
Kental
Penerimaan secara
Cukup
Baik
keseluruhan
Sumber : Laporan Sementara Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak
2015.
Tabel 1.2 Uji Hedronik
Parameter

T01

T02

T03

T04

T05

Rasa
7 7 7 6
5
6
7
6
4
4
Tekstur
7 7 7 7
6
5
6
7
5
8
Aroma
6 7 7 6
7
6
7
6
5
6
Warna
7 7 6 8
7
8
7
8
7
6
Kekenyalan
7 7 6 6
5
7
6
7
5
7
Penerimaan secara
7 8 7 6
7
6
7
7
6
6
Keseluruhan
Rata-Rata
7
7
6
7
6
Sumber : Laporan Sementara Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak
2015.
Keterangan
1 = Amat Sangat Tidak Suka
2 = Sangat Tidak Suka
3 = Tidak Suka
4 = Agak Tidak Suka
5 = Netral
6 = Agak Suka
7 = Suka
8 = Sangat Suka
9 = Amat Sangat Suka
2. Pembahasan

20

Gambar 2.1 Mayonnaise Komersial

Gambar 2.2 Mayonnaise Hasil


Praktikum

Menurut Dedes (2013) bahwa pembuatan mayonnaise pada


dasarnya adalah pencampuran minyak nabati, cuka, gula, garam, lada,
mustard dan kuning telur sebagai pengemulsi yang akan membentuk sistem
emulsi. Bahan emulsi sangat diperlukan untuk mempertahankan stabilitas
sistem emulsi setelah pengocokan sehingga antara minyak nabati dan bahanbahan lain tidak terpisah. Pengemulsian yang tidak baik dan tidak ada dalam
imbangan yang tepat dengan minyak nabati menyebabkan emulsi yang
diperoleh tidak stabil, oleh karena itu perlu diketahui imbangan yang tepat
dengan minyak nabati dan kuning telur. Hal tersebut sesuai dengan apa yang
dilakukan pada praktikum pembuatan mayonnaise ini. Mayonnaise dibuat
dengan mencampurkan kuning telur, minyak nabati (corn oil), mustard,
gula, garam dan lada. Langkah yang dilakukan selanjutnya yaitu mengocok
semua campuran bahan-bahan tersebut

kemudian menutupnya dengan

aluminium foil, setelah itu adonan mayonnaise di ikubasi pada suhu ruang
selama 24 jam.
Rasa yang asam dan aroma mayonnaise hasil praktikum yang sangat
menyengat juga dapat disebabkan oleh penambahan mustard yang terlalu
banyak.Mustard

ini juga dapat yang dapat menurunkan pH. Tekstur

mayonnaise hasil praktikum yang kurang lembut di bandingkan dengan


mayonnaise komersil. Hasil ini kemungkinan disebabkan karena pada saat
mengocok adonan mayonnaise yangkurang lama sehingga teksturnya
kurang maksimal.

21

Uji organoleptik pada mayonnaise hasil praktikum nilai kesukaannya


lebih rendah dibandingkan dengan mayonnaise control. Rasa pada
mayonnaise praktikum lebih asam, hal ini dikarenakan penambahan Cider
vinegar dengan jumlah yang relatif banyak, yaitu sebanyak 90 ml. Rasa
mayonnaise lebih asin dan lebih amis dari mayonnaise kontrol, hal ini
dikarenakan proses pengocokan yolk tidak merata hingga mengembang.
Takaran bahan pada pembuatan mayonnaise dapat mempengaruhi warna,
bau, rasa dan aroma. Hal ini berarti mayonnaise yang dihasilkan belum
memenuhi standar.
B. Telur Asin
1. Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Uji Organoleptik Hasil Praktikum pada Telur Asin
Parameter
Komersil
Hasil Praktikum
Rasa
Asin Gurih
Asin
Tekstur
Empuk
Empuk
Aroma
Amis Asin
Amis Asin
Warna
Putih Bersih
Putih Butek
Kekenyalan
Kenyal
Kenyal
Penerimaan secara keseluruhan
Baik
Kurang Baik
Sumber : Laporan Sementara Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak
2015
Tabel 2.2 Uji Hedronik Hasil Praktikum pada Telur Asin
Parameter
T01
T02
T03
T04
T05
Rasa
7 8 6 6 8 9 5 4 6 4
Tekstur
5 6 5 4 8 8 6 4 5 4
Aroma
7 6 4 5 7 8 5 6 6 5
Warna
4 6 6 4 8 7 6 6 5 7
Kekenyalan
7 7 6 6 8 8 5 6 6 7
Penerimaan secara keseluruhan 6 6 6 6 8 8 6 6 6 6
Rata-rata
6
5
8
5
5
Sumber : Laporan Sementara Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil
Ternak 2015
Keterangan
1 = Amat Sangat Tidak Suka
2 = Sangat Tidak Suka
3 = Tidak Suka
4 = Agak Tidak Suka
5 = Netral

22

6 = Agak Suka
8 = Suka
8 = Sangat Suka
9

= Amat Sangat Suka

2. Pembahasan

Gambar 2.1 Telur Asin Komersial

Gambar 2.2 Telur Asin Hasil


Praktikum

Menurut Suprapti (2002) bahwa telur asin merupakan telur yang


diawetkan dengan cara diasinkan dengan garam (NaCl). Telur itik sangat
lazim diasinkan karena penetrasi garam ke dalam telur pada telur itik lebih
mudah. Prinsip dari pengasinan telur yaitu pemberian garam dapur ke dalam
isi telur yang masih mentah. Tujuan utama dari pengasinan telur adalah
untuk mendapatkan telur asin yang mempunyai cita rasa yang khas, disukai
konsumen dan mempunyai daya awet. Hal ini disebabkan karena NaCl yang
masuk ke dalam telur akan menjadikan telur lebih awet, serta NaCl tersebut
akan memberikan cita rasa asin pada telur.
Praktikum pembuatan telur asin menggunakan cara pemeraman dalam
batu bata yang di campur dengan garam. Pemeraman dilakukan dengan cara
di masukkan dalam toples dan diperam selama 14 hari. Pemeraman setelah
14 hari telur di ambil dan di bersihkan. Telur yang sudah di bersihkan
selanjutnya di rebus kurang lebih setengah jam.
Hasil praktikum menunjukkan bahwa uji organoleptik telur asin
komersial dan telur asin hasil pasil praktikum berbeda. Telur asin komersil
menunjukkan

warna putih

butek

sedangkan telur

hasil praktikm

menunjukkan warna putih bersih. Aroma telur asin komersil amis asin
sedangkan telur asin hasil praktikum menunjukkan amis asin yang lebih

23

menyengat. Telur asin komersil dan hasil praktikum menunjukkan tekstur


yang sama. Rasa telur asin komersil lebih asin daripada telur asin hasil
praktikum. Penerimaan secara kesuluruhan telur asin komersil kurang baik
sedangkan telur asin hasil praktikum lebih baik dari pada telr asin komersil.
Hasil praktikum uji hedronik telur asin hasil praktukum menunjukkan nilai
yang berbed beda, perolehan keseluruhan pada telur asin T01 mempunyai
nilai rata-rata keseluruhan 6,25. Telur asin T02 menunjukkan nilai rata-rata
keseluruhan 5,33. Nilai rata-rata tertinggi diperoleh telur asin T03 dengan
nilai rata-rata keseluruhan 8. Nilai rata-rata terendah diperoleh telur asin
T04 dengan nilai rata-rata keseluruhan 5,25. Telur asin T05 memunjukkan
nilai rata-rata keseluruhan 5,58.
Hasil praktikum dapat di simpulkan uji organoleptik telur asin
komersial dan telur asin hasil praktikum berbeda. Uji hedronik pada telur
asin hasil praktikum menunjukkan nilai rata-rata keseluruhan dengan
kisaran angka 5-6 dengan nilai tertinggi 8 dan nilai terendah 5,25.
Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor misalnya perbandingan
komposisi garam dan batu bata yang digunakan, kualitas telur yang di
gunakan. Perbedaan ini juga dapat disebabkan oleh tebal tipisnya adonan
yang di gunakan yang dibalutkan ke telur.

24

C. Chicken Nugget
1. Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Uji Organoleptik Hasil Praktikum pada Chicken Nugget
Parameter
Hasil Praktikum
Komersial
Rasa
Gurih
Gurih
Tekstur
Epuk
Keras
Aroma
Daging
Terasi
Warna
Coklat Keemaan Kuning Kecoklatan
Keempukan
Empuk
Keras
Penerimaan secara keseluruhan
Suka
Suka
Sumber : Laporan Sementara Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil
Ternak 2015
Tabel 3.2 Uji Hedronik Hasil Praktikum pada Chicken Nugget
Parameter
T01
T02
T03
T04
T05
Rasa
7 7 7 6 5 6 7 6 4 4
Tekstur
7 7 7 7 6 5 6 7 5 8
Aroma
6 7 7 6 7 6 7 6 5 6
Warna
7 7 6 8 7 8 7 8 7 6
Kekenyalan
7 8 6 6 5 7 6 7 5 7
Penerimaan secara keseluruhan 7 7 7 6 7 6 7 7 6 6
Rata-rata
7
7
6
6
6
Sumber : Laporan Sementara Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil
Ternak 2015
Keterangan
1 = Amat Sangat Tidak Suka
2 = Sangat Tidak Suka
3 = Tidak Suka
4 = Agak Tidak Suka
5 = Netral
6 = Agak Suka
7= Suka
8= Sangat Suka
9= Amat Sangat Suka

2. Pembahasan

25

Gambar 1.1 Bahan-bahan


chicken nuggets
Pembuatan chicken nuggets

Gambar 1.2 chicken nuggets


pada umumnya hanya menggunakan

daging dari bagian dada. Daging dari bagian ini banyak disukai konsumen
karena kandungan lemaknya rendah, serabut dagingnya seragam dan
warnanya yang terang. Tingginya biaya produksi yang pada akhirnya akan
menyebabkan tingginya harga jual produk chicken nuggets. Perlu
diupayakan alternatif pembuatan chicken nuggets dengan tanpa mengurangi
nilai gizi maupun daya terima konsumen dengan cara pembuatan chicken
nuggets dari berbagai bagian karkas broiler, sehingga bisa menekan biaya
produksi yang pada akhirnya akan lebih bisa diterima konsumen karena
harganya yang terjangkau.
Menurut De Man (2003) bahwa penambahan putih telur yang
meningkat akan meningkatkan elastisitas nugget. Semakin besar kadar
protein nuggets dengan adanya penambahan putih telur yang semakin
besar ,semakin tinggi nilai elastisitas yang dihasilkan. Putih telur yang
ditambahkan mengikat bahan-bahan lain.Ikatan antara partikel yang lebih
kuat pada sistem gel akan membentuk ikatan matrik yang kuat dan lebih
elastis. Elastisitas diartikan sebagai laju bahan yang dideformasikan kembali
ke kondisi awal setelah gaya yang mendeformasi ditiadakan.
Praktikum chicken nuggets yang telah dilakukakan menunjukkan
keberhasilan. Chicken nuggets hasil praktikum tidak kalah dengan chicken
nuggets komersial terbukti dengan penilaian dari responden yang
memberikan nilai tidak berbeda jauh. Hal ini disebabkan karena tingkat
selera konsumen. Kesamaan selera pada konsumen dapat menyebabkan

26

tingkat komsumsi dan pendapat yang berbeda. Kelemahan chicken nuggets


komersial adalah mengandung bahan-bahan pengawet. Berbeda dengan
chicken nuggets hasil praktikum tanpa pengawet.
D. Beef Sausage
1. Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Uji Organoleptik Hasil Praktikum pada Beef Sausage
Parameter
Hasil Praktikum
Komersial
Rasa
Gurih
Gurih
Tekstur
Kenyal
Keras
Aroma
Amis
Amis
Warna
Coklat
Merah
Keempukan
Empuk
Empuk
Penerimaan secara keseluruhan
Suka
Suka
Sumber : Laporan Sementara Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil
Ternak 2015
Tabel 4.2 Uji Hedronik Hasil Praktikum pada Beff Sausage
Parameter
T01
T02
T03
T04
T05
Rasa
7 7 7 6 5 6 7 6 4 4
Tekstur
6 7 5 6 6 5 6 7 5 8
Aroma
6 7 6 7 7 6 7 6 5 6
Warna
6 6 5 6 7 8 7 8 7 6
Kekenyalan
5 6 5 5 5 7 6 7 5 7
Penerimaan secara keseluruhan 7 6 6 6 7 6 7 7 5 6
Rata-rata
6
6
6
7
6
Sumber : Laporan Sementara Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil
Ternak 2015
Keterangan
1 = Amat Sangat Tidak Suka
2 = Sangat Tidak Suka
3 = Tidak Suka
4 = Agak Tidak Suka
5 = Netral
6 = Agak Suka
7= Suka
8 = Sangat Suka
9 = Amat Sangat Suka
2. Pembahasan

27

Gambar 2.1. Bahan


beef sausage

Gambar 2.2.

beef sausage

Menurut Rahyu (2008) bahwa sosis adalah contoh emulsi minyak


dalam air dimana lemak berfungsi sebagai fase diskontinu dan air sebagai
fase kontinu, sedangkan protein daging berfungsi sebagai pengemulsi.
Proses pembuatan sosis sangat dipengaruhi oleh kemampuan daging yang
dengan penambahan garam, air serta bahan pembantu seperti polifosfat dan
bahan lain yang berfungsi untuk membentuk emulsi dengan lemak yang
stabil. Kestabilan emulsi ini ditunjukkan dengan tidak terpisahnya lemak
dari sosis. Berdasarkan kehalusan emulsi daging, sosis dibedakan menjadi
sosis kasar dan sosis emulsi
Menurut Karmini (2004) proses pembuatan sosis kasar tahap
pengolahannya lebih singkat dan sederhana, yaitu menggiling daging
sampai halus kemudian mencampurkannya dengan lemak sampai merata
sedangkan pada proses pembuatan sosis emulsi, tahapan pencampuran
dikembangkan menjadi pencampuran, pencacahan dan pengemulsian
dengan menggunakan alat-alat khusus. Proses penggilingan bertujuan untuk
membentuk daging giling dan untuk mendistribusikan lemak. Butiranbutiran lemak yang ditambahkan pada tahap pencampuran diharapkan
terdistribusi dan merata.
Uji organoleptik beef sausage kontrol komersial berasa khas sosis
dengan bumbu yang pas, bertekstur halus lembut, beraroma khas sosis,
berwarna coklat muda, empuk, dan kenyal. Beef sausage hasil praktikum
tidak kalah dengan beef sausage kontrol komersial. Bedanya warna beef
sausage kontrol komersial sangat merah mencolok. Hal itu dikarenakan
beef sausage kontrol komersial menggunakan pewarna yang bisa
mengganggu kesehatan bila sampai dalam tubuh. Proses perbusan juga
dapat mempengaruhi warna sosis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effie
(2008) Pemasakan sosis bertujuan untuk menyatukan komponen adonan

28

sosis, memantapkan warna. Perebusan sosis juga bertujuan

untuk

menonaktifkan mikroba sehingga dapat memperpanjang masa simpan


sosis Beef sausage hasil praktikum disukai tetapi masih banya kekurangan,
karena beef sausage hasil praktikum terlalu asin. Menurut Wibowo (2006)
Penambahan garam pada produk daging olahan bertujuan untuk
meningkatkan cita rasa produk, melarutkan protein myosin, sebagai
pengawet dan meningkatkan daya mengikat air.
Praktikum pembuatan beef sausage yang dilakukan hasil yang
tidak jauh berbeda. Uji organoleptik yang dilakukan seperti pengukuran
parameter rasa, tekstur, aroma, warna, kesukaan, dan keempukan
menghasilkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan beef sausage
komersial. Perbedaan hanya sedikit yaitu terdapat pada warnanya dan rasa
beef sausage hasil praktikum yang sedikit lebih asin. Kelebihan beef
sausage hasil praktikum yaitu bebas dari pengawet dan pewarna yang bisa
mengganggu kesehatan.
E. Es Cream
1. Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Uji Overrun Hasil Praktikum Ice Cream
No Nama Sampel
W1(G)
W2(G)
Nilai Overrun
1
Ice Cream
63
54
0,14
Sumber : Laporan Sementara Praktikum Teknologi Pengelolahan Hasil
Ternak 2015.
Tabel 5.2 Uji Waktu Leleh Hasil Praktikum Ice Cream
No
Nama Sampel
Suhu (Menit)
Suhu (Menit)
1
5
10
13
Sumber : Laporan Sementara Praktikum Teknologi Pengelolahan Hasil
Ternak 2015.
Tabel 5.3 Uji Organoleptik Hasil Praktikum pada Ice Cream
Parameter
Hasil Praktikum
Komersial
Rasa
Tekstur
Aroma
Warna
Penerimaan secara keseluruhan

Manis Susu
Lembut
Susu
Coklat
Suka

Manis
Lembut
Susu
Coklat Keputihan
Suka

29

Sumber : Laporan Sementara Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil


Ternak 2015
Tabel 5.4 Uji Hedonik hasil Praktikum Ice Cream Tabel
Parameter
T01
T02
T03
T04
T05
Rasa
8 7 7 7 7 8 8 8 8 7
Tekstur
7 7 6 7 6 7 6 6 7 7
Aroma
8 6 8 7 7 6 7 7 8 6
Warna
7 7 7 6 7 8 6 7 6 7
Kekenyalan
6 8 6 5 5 6 7 6 7 7
Penerimaan secara keseluruhan 7 7 7 7 7 7 7 7 6 6
Rata-rata
7
7
7
6
7
Sumber : Laporan Sementara Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil
Ternak 2015
Keterangan :
1
2
3
4
5
6
7
8
9

=
=
=
=
=
=
=
=
=

Amat sangat tidak suka


Sangat tidak suka
Tidak suka
Agak tidak suka
Netral
Agak suka
Suka
Sangat suka
Amat sangat suka

2. Pembahasan

Gambar 5.1 Bahan Ice cream

Gambar 5.2 Ice cream

30

Ice cream dapat didefinisikan sebagai makanan beku yang dibuat dari
produk susu (dairy), dikombinasikan dengan pemberi rasa (flavor) dan
pemanis (sweetener). Ice cream adalah sejenis makanan semi padat yang
dibuat dengan cara pembekuan tepung ice cream atau campuran susu, lemak
hewani maupun nabati, gula dan dengan atau tanpa bahan makanan lain
yang diizinkan. Campuran bahan ice cream diaduk saat pendinginan guna
mencegah pembentukan kristal es. Penurunan temperature campuran ice
cream dapat dilakukan dengan cara mencelupkan campuran ke dalam
campuran es dan garam (Arbuckle, 2000).
Hasil praktikum pembuatan ice cream menunjukkan bahwa dari segi
rasa dan tekstur tidak beda jauh dengan ice crean komersial. Warna ice
cream hasil praktikum menunjukkan warna coklat sedangkan warna ice
cream komersil menunjukkan warna coklat keputihan. Aroma ice cream
hasil praktikum dan ice crean komersil sama yaitu beraroma susu. Nilai
penerimaan secara keseluruhan pembuatan es cream baik.
Ice cream hasil praktikum bila dibandingkan dengan ice cream
komersil teksturnya lebih lembut yang komersil, hal tersebut dikarenakan
pada saat memixer ice cream setelah didinginkan pada refrigerator dengan
suhu 50C selama 24 jam kurang halus. Ice cream yang di hasilkan pun
teksturnya tidak lembut. Rasa hampir lebih enak ice cream hasil praktikum
daripada ice cream komersil, bahkan ice cream hasil praktikum rasa susunya
lebih terasa. Penambahan ice cream berfungsi sebagai sember lemak pada
pembuatan ice cream yang befungsi untuk memberikan rasa creamy,
berperan

dalam

pembentukan

globula

lemak

dan

mempengaruhi

pembentukan kristal. Menurut Goff (2003) lemak sangat penting dalam


memberikan body ice cream yang baik dan meningkatkan karakteristik
kehalusan tekstur. Pembuatan ice cream ini tidak menggunakan pewarna,
warna kekuningan pada ice cream hasil praktikum disebabkan karena warna
susu dan kuning telur yang di kocok.
F. Yogurt
1. Hasil Pengamatan

31

Tabel 6.1 Uji Organoleptik Hasil Praktikum pada Ice Cream


Parameter
Hasil Praktikum
Komersial
Rasa
Tekstur
Aroma

Asam
Asam
Cair (encer)
Kental
Asam
Asam khas
Putih
Putih
Warna
kekuningan
pH
4
5
Penerimaan secara keseluruhan
Suka
Suka
Sumber : Laporan Sementara Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil
Ternak 2015.
Tabel 6.2 Uji Hedonik Hasil Praktikum Yogurt
Parameter
T01
T02
T03
T04
T05
Rasa
8 7 7 7 7 8 8 8 8 7
Tekstur
7 7 6 7 6 7 6 6 7 7
Aroma
8 6 8 7 7 6 7 7 8 6
Warna
7 7 7 6 7 8 6 7 6 7
Kekenyalan
6 8 6 5 5 6 7 6 7 7
Penerimaan secara keseluruhan 7 7 7 7 7 7 7 7 6 6
Rata-rata
7
7
7
7
7
Sumber : Laporan Sementara Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil
Ternak 2015

2. Pembahasan

Gambar 6.1 Yogurt Hasil Praktikum

Gambar 6.2 Yogurt Komersial

32

Praktikum teknologi pengolahan hasil ternak acara pembuatan yogurt,


yogurt merupakan bentuk pengolahan dan pengawetan pada susu yang
dilakukan dengan cara fermentasi dan ini sudah dilakukan sejak zaman
dahulu. Proses fermentasi ini membuat susu memiliki konsistensi berupa
pasta atau puding yang mempunyai cita rasa yang khas atau spesifik,
dikarenakan timbul nya senyawa senyawa yang mudah menguap. Proses
fermentasi pada pembuatan yogurt menggunakan bakteri fermentan
penghasil asam laktat, yang terdiri dari Lactobacillus bulgaricus, dan
Streptococcus thermophilus. Bakteri tersebut yang membuat susu menjadi
sebagai pembentuk asam, sehingga terbentuk yoghurt dengan aroma yang
khas. Asam yang terbentuk menyebabkan penggumpalan protein susu dan
membantu mengawetkan yoghurt. Bakteri asam laktat juga dapat menekan
pertumbuhan bakteri pembusuk susu, sehingga yoghurt lebih tahan lama
selama masa penyimpanan dibandingkan susu.
Berdasarkan hasil praktikum teknologi pengolahan hasil ternak
yoghurt yang dibuat (non komersial) dilakukan uji organoleptik meliputi
rasa, warna, bau, tekstur, dan penerimaan secara keseluruhan. Yoghurt hasil
praktikum (non komersial) menunjukkan bahwa yoghurt dari hasil
praktikum kurang disukai oleh orang karena banyak kekurangan dari hasil
praktikum ini yaitu rasa lebih tawar, warna yang kurang menarik, tekstur
terlalu cair, dan aroma kurang menyengat. Yoghurt kontrol (komersial)
lebih disukai oleh orang dikarenakan rasa yang lebih asam dan gurih, warna
lebih menarik, tekstur lebih menggumpal, dan aroma asam khas. Perbedaan
hasil tersebut didasarkan pada proses pembuatannya lebih steril dan alat
yang digunakan lebih canggih atau modern.
Menurut Ginting (2005), produk-produk olahan susu telah diketahui
memegang peranan penting dalam makanan manusia di berbagai negara.
Tingkat nutrisinya yang tinggi, produk olahan susu dapat dijadikan makanan
tambahan walau susu / olahannya hanya mewakili sekitar 10% konsumsi
total protein. Salah satu produk olahan susu adalah yoghurt. Yoghurt dapat
menurunkan kadar kolesterol darah, menjaga kesehatan lambung dan
mencegah penyakit kanker saluran pencernaan. Manfaat yang terakhir ini

33

dikarenakan yoghurt mengandung bakteri hidup sebagai probiotik dari


makanan yang menguntungkan bagi mikroflora dalam saluran pencernaan.
Selain itu mengkonsumsi yoghurt membolehkan seseorang yang menderita
kelainan Lactoce intolerence seolah mampu mengkonsumsi susu.

Anda mungkin juga menyukai