1. Geografi
Secara geografis Kabupaten Magelang terletak diantara110 01 51 dan 110 27
08 Bujur Timur, 7 19 33 dan 7 42 13 Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten
Magelang merupakan salah satu wilayah rawan bencana geologi karena termasuk
dalam wilayah ring of fire
.
2. Topografi
Wilayah Kabupaten Magelang merupakan daerah dengan topografi
beragam. Daerah topografi datar memiliki luas
8.599
bergelombang seluas 44.784 ha, daerah yang curam 41.037 ha dan sangat curam
14.155 ha dengan ketinggian wilayah antara 0 3.065 m di atas permukaan laut,
ketinggian rata-rata 360 m di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Magelang
secara topografi merupakan dataran tinggi yang berbentuk menyerupai cawan
(cekungan) karena dikelilingi oleh 5 (lima) gunung yaitu Gunung Merapi,
Merbabu, Andong, Telomoyo, Sumbing, dan Pegunungan Menoreh.
3. Fisiografi dan Geomorfologi Regional
Menurut Van Bemmelen ( 1949, hal. 596), Pegunungan Kulon dilukiskan
sebagai dome besar dengan bagian puncak datar dan sayap-sayap curam, dikenal
sebagai Oblong Dome. Dome ini mempunyai arah utara timur laut selatan
barat daya, dan diameter pendek 15-20 Km, dengan arah barat laut-timur
tenggara.
Di bagian utara dan timur, komplek pegunungan ini dibatasi oleh lembah
Progo, dibagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai Jawa Tengah.
Sedangkan di bagian barat laut pegunungan ini berhubungan dengan deretan
Pegunungan Serayu. Inti dari dome ini terdiri dari 3 gunung api Andesit tua yang
sekarang telah tererosi cukup dalam, sehingga dibeberapa bagian bekas dapur
magmanya telah tersingkap. Gunung Gajah yang terletak di bagian tengah dome
tersebut, merupakan gunung api tertua yang menghasilkan Andesit hiperstein
augit basaltic. Gunung api yang kemudian terbentuk yaitu gunung api Ijo yang
terletak di bagian selatan. Kegiatan gunung api Ijo ini menghasilkan Andesit
piroksen basaltic, kemudian Andesit augit hornblende, sedang pada tahapterakhir
adalh intrusi Dasit pada bagian inti. Setelah kegiatan gunung Gajah berhenti dan
mengalami denudasi, di bagian utara mulai terbentuk gunung Menoreh, yang
merupakan gunung terakhir pada komplek pegunungan Kulon Progo. Kegiatan
gunung Menoreh mula-mula menghasilkan Andesit augit hornblend, kemudian
dihasilkan Dasit dan yang terakhir yaitu Andesit.
4. Stratigrafi Pegunungan Kulon Progo
Daerah penelitian yang merupakan bagian sebelah timur dari Pegunungan
Serayu Selatan, secara stratigrafis termasuk ke dalam stratigrafis Pegunungan
Kulon Progo. Unit stratigrafis yang paling tua di daerah Pegunungan Kulon Progo
dikenal dengan Formasi nanggula, kemudian secara tidak selaras diatasnya
diendapkan batuan-batuan dari Formasi Jonggaran dan Formasi Sentolo, yang
menurut Van Bemmmelen (1949, hal.598), kedua formasi terakhir ini mempunyai
umur yang sama, keduanya hanya berbeda faises.
1. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan merupakan formasi yang paling tua di daerah
pegunungan Kulon Progo. Singkapan batuan batuan penyusun dari Formasi
Naggulan dijumpai di sekitar desa Nanggulan, yang merupakn kaki sebelah timur
dari Pegunungan Kulon Progo.
Penyusun batuan dari formasi ini menurut Wartono Raharjo dkk (1977)
terdiri dari Batupasir dengan sisipan Lignit, Napal pasiran, Batulempung dengan
konkresi Limonit, sisipan Napa dan Batugamping, Batupasir dan Tuf serta kaya
akan fosil foraminifera dan Moluska. Diperkirakan ketebalan formasi ini adalah
30 meter.
Marks (1957, hal.101) menyebutkan bahwa formasi Nanggulan ini dibagai
menjadi 3 bagian secara strtigrafis dari bawah ke atas adalah sebagai berikut
a) Anggota ( Axinea Berds), marupakan bagian yang paling bawah dari
formasi ini. Ini terdiri dari Batupasir dengan interkalasi Lignit, kemudian
tertutup oleh batupasir Ketebalan anggota Axinea ini mencapai 40 m.
bersifat
gampingan. Anggota
Djokjakartae
ini
kaya
akan
kisaran umur Eosen Tengah hingga Oligosen Atas (hartono, 1969, vide Wartono
Rahardjo, dkk, 1977). Jika kisaran umur itu dipakai, maka Formasi Andesit Tua
diperkirakan berumur Oligosen Atas sampai Meiosen Bawah. Menurut
Purbaningsih (1974, vide wartono Rahardjo, dkk, 1977) umur Formasi Tua ini
adalah Oligosen.
3. Formasi Jonggrangan
Litologi dari Formasi Jonggrangan ini tersingkap baik di sekitar desa
Jonggrangan, suatu desa yang ketinggiannya di atas 700 meter dari muka air laut
dan disebut sebagai Plato Jonggrangan.
Bagian bawah dari formasi ini terdiri dari Konglomerat yang ditumpangi oleh
Napal tufan dan Batupasir gampingan dengan sisipan Lignit. Formasi
Jonggrangan ini terletak secara tidak selaras di atas Formasi Andesit Tua.
Ketebalan dari Formasi Jonggrangan ini mencapai sekitar 250 meter (van
Bemmelen, 1949, hal.598). Formasi Kulon Progo (Westopo Beds) ini diduga
berumur Miosen Tengah.
4. Formasi Sentolo
Litologi penyusun Formasi Sentolo ini di bagian bawah, terdiri dari
Aglomerat dan Napal, semakin ke atas berubah menjadi Batugamping berlapis
dengan fasies neritik. Batugamping koral dijumpai secara lokal, menunjukkan
umur yang sama dengan formasi Jonggrangan, tetapi di beberapa tempat umur
Formasi Sentolo adalah lebih muda (Harsono Pringgoprawiro, 1968, hal.9).
Dari uraian di atas terlihat stratigrafi daerah Pegunungan Kulon Progo,
baik itu perbedaan hubungan stratigrafis antara formasi, maupun perbedaan umur
dari masing-masing formasi. Ini disebabkan oleh adanya perbedaan data fosil
yang digunakan untuk penentuan umur, karena sebagian ahli mempergunakan
fosil Moluska dan Foraminifera besar sebagai dasar penelitian, sedangkan ahli lain
mempergunakan
Gambar Skema blok diagram dome pegunungan Kulon Progo, yang digambarkan
Van Bemmelen (1945, hal.596)
Pada kaki selatan gunung Menoreh dijumpai adanya sinklinal dan sebuah sesar
dengan arah barat-timur, yang memisahkan gunung Menoreh dengan gunung ijo
serta pada sekitar zona sesar.