Anda di halaman 1dari 9

PEMBAHASAN

5.1.Surat Teguran
Sebagaimana diketahui bahwa yang menjadi dasar penagihan pajak adalah
adanya Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan
pembetulan, serta Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding, yang menyebabkan
jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Setelah dalam jangka waktu satu bulan
sejak tanggal diterbitkannya surat ketetapan sebagaimana dimaksud tersebut WP tetap
tidak melunasinya, maka fiskus akan melakukan tindakan penagihan aktif dengan nama
surat teguran yang dimaksudkan untuk memperingatkan WP untuk melunasi hutangnya.
Penerbitan surat teguran merupakan tindakan awal dari pelaksanaan penagihan
pajak dan harus dilakukan sebelum dilanjutkan dengan penerbitan SP (Surat Paksa).
Jika SP terbit sebelum adanya surat teguran atau surat lain yag sejenis maka SP itu
secara yuridis dianggap tidak ada.
Dalam hukum perdata, istilah surat paksa bisa disamakan dengan somasi, yaitu
surat yang bersifat memberi peringatan kepada pihak lain agar melakukan sesuatu yang
diinginkan oleh pemberi somasi. Surat teguran cenderung persuasif, sehingga kekuatan
hukumnya lemah. Sering kali WP tidak tahu dan juga tidak pernah menerima ketetapan
pajak yang menyebutkan bahwa yang bersangkutan memiliki utang pajak, karena itu
perlu dilakukan teguran dengan maksud apabila orang yang ditegur tidak mengindahkan
surat teguran yang dimaksud, maka akan dilakukan tindakan represif.
5.2.Surat Paksa
Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan
utang pajak. Surat paksa merupakan dokumen hukum yang amat penting dalam proses
penagihan pajak. Oleh karena tanpa surat paksa tidak mungkin dilakukan tindakan
berikutnya yaitu berupa penyitaan maupun pelelangan. Dalam Pasal 8UU PPSP,
disebutkan surat paksa diterbitkan apabila:

Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh
tempo pembayaran dan telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau

surat lain yang sejenis;


Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus;

Penanggung pajak tidak mematuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam


keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Di dalam surat paksa terdapat kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN


KETUHANAN YANG MAHA ESA. Kata-kata ini menunjukkan bahwa surat paksa
memiliki kekuatan eksektorial dan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). WP tidak bisa
menolak surat paksa, kecuali diketahui ada hal-hal yang bersifat formal tidak dipenuhi,
yaitu sebagai berikut :

Surat paksa diberitahukan atau disampaikan bukan oleh petugas jurusita pajak

yang disumpah.
Surat paksa yang diterbitkan dikirim melalui kantor pos.
Surat paksa tidak ditandatangani oleh pejabat yang berwenang menerbitkan surat

paksa.
Batas waktu yang diberikan kepada WP untuk berpikir dan mengambil tindakan
dalam pelunasan utang pajaknya adalah 2 (dua) kali 24 jam sejak surat paksa
diterbitkan.
5.3.Penyitaan
Penyitaan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh jurusita pajak untuk
menguasai barang penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang
pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyitaan adalah tindak
lanjut setelah dikeluarkannya SP dan dengan batas waktu 2 x 24 jam. Pda prinsipnya
tujuan penyitaan adalah untuk memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari
penanggung pajak. Oleh karena itu, penyitaan dapat dilaksanakan terhadap barang milik
penanggung pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau
tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang
dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu. Penyitaan dapat dilakukan baik pada
barang bergerak maupun barang tidak bergerak.
Sekalipun penyitaan dapat dilakukan pada barang tidak bergerak, namun pada
dasarnya penyitaan haruslah dilakukan dengan mendahulukan pada barang bergerak.
Jika barang yang disita berada di luar wilayah kerja pejabat kantor pajak yang
menerbitkan SP, maka sesuai pasal 20 UU Penagihan menegaskan bahwa pejabat

tersebut harus meminta bantuan kepada kepala kantor pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan terhadap objek sita yang dimaksud.
Menurut Pasal 15 UU No. 19 Tahun 1997, tidak semua barang WP dapat disita
sebagai jaminan atas utang pajak, yaitu: Pakaian dan tempat tidur beserta
perlengkapannya yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi
tanggungannya; Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta
peralatan memasak yang ada di rumah; Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat
dinas; Buku-buku yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak dan
alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan dan keilmuan; Peralatan
dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha
sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp.20.000.00,00; Peralatan
penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi
tanggungannya. Barang yang telah disita dapat dicabut apabila terjadi salah satu dari
tiga hal seperti berikut:
1. Penanggung pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan
pajak.
2. Ada putusan pengadilan atau ada putusan badan peradilan pajak.
3. Ada ketentuan lain yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan atau
Keputusan Kepala Daerah.
5.4.Pelelangan
Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum yang dipimpin oleh
pejabat lelang dengan cara penawaran harga secara terbuka /lisan dan/atau
tertutup/tertulis yang didahului dengan pengumuman lelang. Pelelangan merupakan
tindakan hukum penagihan berikutnya untuk melunasi utang pajak WP. Dasar hukum
lelang di Indonesia adalah Vendu Reglement dan Vendu Instructie. Pelaksanaan lelang
dalam rangka eksekusi pajak adalah upaya hukum terakhir dalam rangka mencairkan
tunggakan pajak sebagaimana diatur dalam pasal 25 UU Penagihan Pajak.
Tidak semua objek yang telah disita oleh jurusita pajak dapat dilakukan lelang, Pasal 2
Peraturan Pemerintah No. 136 Tahun 2000 dengan tegas menyebutkan objek sita yang
dikecualikan dalam lelang, yaitu berupa:

Uang tunai;

Surat-surat berharga berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran,


obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada

perusahaan lain;
Barang yang mudah rusak atau cepat busuk.
Cara pelunasan utang pajak dan biaya penagihan pajak dapat dilakukan dengan
cara berikut:
1. Terhadap uang tunai dilakukan penyetoran ke kas negara atau kas daerah.
2. Atas deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu, dipindahbukukan ke rekening kas negara
atau kas daerah atas permintaan pejabat kepada bank yang bersangkutan.
3. Atas obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang diperdagangkan di bursa
efek dijual di bursa efek atas permintaan pejabat.
4. Atas obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang tidak diperdagangkan di
bursa efek dijual di bursa segera dijual oleh pejabat.
5. Terhadap piutang dibuatkan berita acara persetujuan tentang pengalihan hak
menagih dari penanggung pajak kepada pejabat.
6. Atas penyertaan modal pada perusahaan lain dibuatkan akta persetujuan
pengalihan hak menjual dari penanggung pajak kepada pejabat.
Lelang eksekusi pajak penyelenggaraannya dilakukan melalui Kantor Lelang
Negara (KLN), mempunyai kekhususan lain, yaitu bahwa tindakan lelang tetap dapat
dilaksanakan meskipun tidak ada dokumen-dokumen bukti kepemilikan sepanjang
dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita sisebutkan bahwa dokumen tidak dapat disita dan
adanya pernyataan tertulis dari pejabat selaku pemohon lelang bahwa memang
dokumennya tidak dapat disita. Setelah lelang dilaksanakan, secara hukum hak
penanggung pajak atas barang yang dilelang berpindah kepada pembeli dan kepada
pembeli diberikan dokumen risalah lelang yang memuat keterangan tentang barang
sitaan telah terjual. Risalah lelang ini merupakan bukti autentik sebagai dasar
pendaftaran dan pengalihan hak, yang akan memberikan perlindungan hukum terhadap
hak pembeli lelang.

5.5.Hak Mendahulu Pajak

Apabila Wajib Pajak/ Penanggung Pajak pada saat yang sama di samping
mempunyai utang-utang pribadi (perdata), juga mempunyai utang terhadap Negara
(fiskus), di mana harta kekayaan dari Wajib Pajak / Penanggung Pajak tidak mencukupi
untuk melunasi semua utang-utangnya, maka negara memiliki hak mendahului atas
tagihan pajak tersebut sesuai dengan bunyi Pasal 21 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000
tentang KUP sebagai berikut :

(1) Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang milik
Penanggung Pajak.
(2) Hak mendahulu dimaksud meliputi pokok pajak sanksi administrasi berupa bunga,
denda, kenaikan , dan biaya penagihan pajak.
(3) Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak-hak mendahulu lainnya,
kecuali tehadap:

a) biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk


melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak ;
b) biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;
c) biaya perkara, yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu
warisan.
Dari penjelasan diatas menyebutkan bahwa negara mempunyai hak preferen atas
barang-barang milik penanggung pajak yang akan dilelang di muka umum. Maksudnya
adalah memberi kesempatan kepada negara untuk dapat pembagian lebih dahulu dari
kreditur lain atas pelelangan barang milik penanggung pajak. Setelah utang pajak
dilunasi barulah diselesaikan pembayaran kepada kreditur lainnya.
5.6.Penagihan Seketika dan Sekaligus

Dalam pelaksanaan penagihan pajak, tidak sepenuhnya harus dilakukan melalui


surat paksa. Penagihan pajak dapat dilakukan dengan menerbitkan surat penagihan
seketika dan surat penagihan sekaligus. Yang dimaskud penagihan seketika adalah
peangihan secara langsung tanpa harus menunggu waktu jatuh tempo pembayaran.
Sedangkan yang dimaksud dengan penagiha sekaligus adalah penagihan yang meliputi
seluruh utang pajak dari semua jenis pajak dan tahun pajak. Penagihan seketika dan
sekaligus dilakukan apabila terjadi keadaan sebagai berikut :
a. Penanggung pajak meninggalkan Indonesia selama-lamanya atau berniat
untuk itu
b. Penanggung pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan
perusahaan atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia ataupun
memindahtangankan bergerak atau barang tidak bergerak yang dimilikinya
atau dikuasainya.
c. Pembubaran badan atau niat untuk membubarkanya, pernyataan pailit,
begitu pula dalam hal terjadi penyitaan atas barang bergerak atau barang
tidak bergerak milik penanggung pajak.
Sesuai dengan keadaan tersebut, maka bagi penanggung pajak yang beniat untuk
meninggakan Indonesia tanpa melunasi utang pajaknya dapat dilakukan tindakan
pencegahan. Hal ini dilakukan melalui kerjasama dengan pihak keimigrasian.
5.7.Pencegahan, Penyanderaan, dan Gugatan
Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung
pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan
tertentu sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dalam masalah perpajakan,
pencegahan dilakukan apabila penanggung pajak memenuhi ketentuan sebagai berikut :
Syarat kuantitatif, yaitu apabila penanggung pajak mempunyai utang pajak sekurangkurangnya seratus juta rupiah; Syarat kualitatif, yaiu syarat mengenai diragukanya
iktikad baik penanggung pajak yang bersangkutan dalam melunasi utang pajaknya.
Penyanderaan

adalah

pengekangan

untuk sementara

waktu

kebebasan

penanggung pajak dengan menempatkanya di tempat tertentu. Syarat dilakukanya


penyanderaan sam dengan syarat yang berlaku pada pencegahan, yaitu apabila utang
pajak yang ditanggung sekurang-kurangnya seratus juta rupiah dan penanggung pajak
diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajaknya. Jangka waktu penyanderaan

paling lama enam bulan dihitung dari sejak penanggung pajak ditempatkan pada tempat
penyanderaan. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang paling lama enam bulan.
Seperti halnya dengan pencegahan, penyanderaan tidak menyebabkan utang pajak
menjadi hapus. Pada prinsipnya penyanderaan adalah untuk menjaga agar penanggung
pajak tidak menyembunyikan harta kekuasaanya.
Selanjutnya masalah gugatan, yaitu merupakan suatu upaya hukum yang
dilaksanakan oleh wajib pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak yaituu surat paksa,
sita dan lelang dan terhadap kepemilikan barang sesuai dengan yang telah diatur dalam
undang-undang.
5.8.Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak
untuk mengangsur atau menunda kekurangan pembayaran pajak: Kekurangan
pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan, Pajak yang terutang berdasarkan SPPT PBB, Pajak yang terutang
berdasarkan Surat Ketetapan Pajak PBB, Pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan
Pajak PBB, Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah
Syarat Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan mengangsur atau
menunda utang pajak adalah karena kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar
kekuasaannya sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada
waktunya. Permohonan Wajib Pajak harus diajukan secara tertulis menggunakan surat
permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau surat permohonan penundaan
pembayaran pajak paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo
pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan, dan
memenuhi persyaratan sebagai berikut: surat permohonan ditandatangani oleh Wajib
Pajak; surat permohonan mencantumkan: jumlah utang pajak yang pembayarannya
dimohonkan untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran; atau jumlah utang
pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk ditunda dan jangka waktu penundaan;
Wajib Pajak harus tidak memiliki tunggakan PBB tahun-tahun sebelumnya dan
permohonan dimaksud juga harus dilampiri fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak

Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Tagihan Pajak PBB yang
dimohonkan pengangsuran atau penundaan.
5.9.Penghapusan Piutang Pajak
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.03/2002 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menter Keuangan No. 68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara
Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Piutang Pajak mengatur tentang
Piutang Pajak yang dapat dihapuskan. Dirjen Pajak memberikan kebijaksanaan dan
kepastian hukum bagi Wajib Pajak yang masih memiliki kewajiban pajak yang masih
terhutang namun dapat dihapuskan sebagaimana dalam ketentuan tersebut.
Piutang pajak yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
Wajib Pajak orang pribadi adalah piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin
ditagih lagi, disebabkan karena:
a. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak meninggal dunia dan tidak
mempunyai harta warisan atau kekayaan;
b. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan;
c. Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;
d. Dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah
dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan perundangundangan di bidang perpajakan; atau
e. Hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan
karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan
dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Piutang pajak yang dapat dihapuskan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
Wajib Pajak badan adalah piutang pajak yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih
lagi, disebabkan karena:
a. Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan Penanggung Pajak tidak
dapat ditemukan;
b. Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah daluwarsa;
c. Dokumen sebagai dasar penagihan pajak tidak ditemukan dan telah
dilakukan penelusuran secara optimal sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan di bidang perpajakan; atau

d. Hak negara untuk melakukan penagihan pajak tidak dapat dilaksanakan


karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan
dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.

Anda mungkin juga menyukai

  • Sia Sap 7
    Sia Sap 7
    Dokumen5 halaman
    Sia Sap 7
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • Sia Sap 1
    Sia Sap 1
    Dokumen17 halaman
    Sia Sap 1
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • Ak Bank LPD TB
    Ak Bank LPD TB
    Dokumen29 halaman
    Ak Bank LPD TB
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • TA Sap 5
    TA Sap 5
    Dokumen6 halaman
    TA Sap 5
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK Pajak 1
    RMK Pajak 1
    Dokumen18 halaman
    RMK Pajak 1
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • M 2&3
    M 2&3
    Dokumen5 halaman
    M 2&3
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK Pajak 6
    RMK Pajak 6
    Dokumen25 halaman
    RMK Pajak 6
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • SPM TB
    SPM TB
    Dokumen4 halaman
    SPM TB
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • Teori Akuntansi SAP 3
    Teori Akuntansi SAP 3
    Dokumen6 halaman
    Teori Akuntansi SAP 3
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • Teori AKuntansi SAP 2
    Teori AKuntansi SAP 2
    Dokumen5 halaman
    Teori AKuntansi SAP 2
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK 9
    RMK 9
    Dokumen11 halaman
    RMK 9
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK 8
    RMK 8
    Dokumen10 halaman
    RMK 8
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK Pajak 5
    RMK Pajak 5
    Dokumen36 halaman
    RMK Pajak 5
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK 10
    RMK 10
    Dokumen9 halaman
    RMK 10
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK Pajak 1
    RMK Pajak 1
    Dokumen18 halaman
    RMK Pajak 1
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK 7
    RMK 7
    Dokumen10 halaman
    RMK 7
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK 1
    RMK 1
    Dokumen7 halaman
    RMK 1
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK 6
    RMK 6
    Dokumen5 halaman
    RMK 6
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK 4
    RMK 4
    Dokumen7 halaman
    RMK 4
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK 2
    RMK 2
    Dokumen8 halaman
    RMK 2
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • RMK 3
    RMK 3
    Dokumen7 halaman
    RMK 3
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat
  • Agama Season 2
    Agama Season 2
    Dokumen21 halaman
    Agama Season 2
    Tebuana Agung Putra
    Belum ada peringkat