Beauveria bassiana
Latar Belakang
Sebagai bagian dari komponen teknologi modern, keberadaan pestisida
juga hadir bersamaan dengan lahirnya gerakan intensifikasi pertanian. Di satu
sisi penggunaan pestisida telah berjasa meningkatkan produksi, namun
demikian dalam
sejarah penggunaanya
hama
dan
Hal ini
akan menuntut
sumber daya
pertanian. Untuk
Terpadu (PHT). PHT adalah suatu cara pendekatan atau cara berfikir/ falsafah
pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi
ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang bertanggung jawab
(Untung,1993). Salah satu strategi PHT adalah penerapan
Pengendalian
fluktuasi akibat
pengaruh faktor
potensinya tidak optimal dan jauh tertinggal daripada populasi OPT nya. Oleh
karena itu untuk meningkatkan peran musuh
agens
hayati
dalam
jumlah
yang
cukup
dengan
pengendali
hayati.
dilakukan penelitian
Coleoptera, suku
terutama
jenis
Robusta dan
tanaman
kopi
yang
rendah .
Kumbang betina yang akan
dengan
diameter lebih kurang 1mm pada buah kopi yang dimulai pada
buah
untuk
meletakkan telur dalam lubang gerekan atau pada rongga dari keping
yang telah
sebuah
digerek. Pembuatan
lubang
jantan
dan
pada
jarang
betina
mampu
menghasilkan
(Kalshoven,1981 ).Telur telur tersebut akan menetas dalam waktu 5-6 hari.
Telur H.hampei berbentuk bulat lonjong atau memanjang, tidak berwarna
atau transparan dan diletakkan bergerombol dalam lubang
gerekan ( Le
Pelley, 1968 ). Telur menetas menjadi larva yang berwarna putih, gemuk
2
agak
larva berkisar antara 10-21 hari, kemudian mengalami masa istirahat selama
2 hari . Stadia pupa belangsung antara 4- 9 hari ( Le Pelley, 1968). Kumbang
H .hampei
mengadakan perkawinan
dan berukuran
lebih kurang
1,5 mm
biak, tetapi
hanya
digerek
untuk
mendapatkan
pakan
menjadi
kuning
kemerahan
yang
bijinya
telah mengeras
mengakibatkan
adalah jenis
fungi
yang
tergolong
dalam
klas
B.bassiana
memiliki
stephanoderis (Baly )
stephanoderis Bally.
beberapa
Petch, Botrytis
Bassiana
Balsamo
Botrytis
dan berwarna
putih di dalam tubuh serangga yang terbunuh terdiri dari banyak sel,
dengan diameter 4 um, sedang di luar tubuh serangga diameternya lebih
kecil yaitu 2 um . Hifa fertil
melingkar
terdapat
(verticilate ) dan
pada
biasanya
Konidia menempel pada ujung dan sisi konidiofar atau cabang cabangnya.
Konidia bersel satu , bentuknya oval agak bulat (globose ) sampai dengan
bulat telur (obovate ), hialin dengan diameter 2-3 um. Konidiofor berbentuk
zig zag dan
berkelompok, sedangkan
miselium
di bawahnya
terinfeksi
mati. Tubuh
putih pada permukaannya. Warna putih tersebut merupakan hifa jamur dan
konidianya. Jamur mengadakan penetrasi kedalam tubuh serangga melalui
kulit pada bagian di antara kapsul kepala dan dada (thorax ) serta diantara
ruas-ruas tubuh. Mekanisme
spora pada
penetrasinya
mengeluarkan enzim
memasuki
pembuluh
darah
dalam
waktu
1 -2
hari. Aktivitas
B.bassiana
lambat
juga menghasilkan
dan akhirnya
beberapa
terhenti.
toksin
seperti
menyebabkan
terjadinya
kenaikan
peredaran
jaringan
menyebabkan kerusakan
pH
darah,
secara mekanis seperti saluran pencernaan, otot, sistem saraf, dan sistem
pernafasan. Akibat
dari keseluruhan
proses
diatas
berakhir
dengan
perbayakan
yang
relatif memberi hasil yang lebih baik dalam kecepatan tumbuh, jumlah
dan viabilitas spora jamur sehingga media jagung
sebagai
bagus
ini
disebabkan
karena
pertumbuhan
jagung
jamur.
Kandungan gizi dari jagung antara lain air, protein ( 10 %), minyak /lemak
(4% ), karbohidrat (70,7 %),dan vitamin .Sedangkan
komposisi
kimia
jagung :air (15,5% ) ,Nitrogen ( 0,75 % ) ,Abu (4,37 % ) ,K2 O (1,64 % ),Na2O
(0,05 % ) dan CaO (0,49 %) sehingga
jamur
jamur
cocok
digunakan
sebagai
media
untuk
bekatul meliputi bahan organik (76,60 % ),Nitrogen (1,51 -3,6 % ),P2O3 (2,75 4,87 % ).Disamping itu didalam bekatul juga mengandung vitamin V3,Vit 6, B
15, inositol , fitat ,asam ferulat, gama oryzanol, fitosterol, asam lemak jenuh
dan serat; beberapa
senyawa
dalam pembentukan
berbagai hormon
steroid dan
adrenalin .
Dari hasil pemeliharaan yang dilakukan dengan menggunakan masingmasing media tersebut untuk menumbuhkan Beauveria bassiana dapat
diketahui kualitasnya dengan melakukan pengukuran menggunakan parameter
karakter agens hayati yang muncul. Karakter agens hayati tersebut meliputi
kemampuannya yang tinggi dalam menghasilkan
spora,
daya kecambah
kotak
Kontrol
6 ,39
6,86
7,18 a
7, 24
J1 B1
6 ,36
6,50
6,60c
6, 69
J1 B2
6 ,48
6,53
6,43d
6, 70
J2 B1
6 ,58
6,84
6,80b
6, 88
BNT 5 %
tn
tn
0,11
tn
perlakuan yang lain. Perbedaan yang nyata antara kontrol dengan perlakuan
yang lain baru terdapat pada pengamatan ke 3 (minggu ke 3 ). Data tersebut
menunjukkan walaupun pengamatan minggu ke 1 dan minggu ke 2 tidak
berbeda nyata tetapi rata-rata jumlah spora yang dihasilkan memperlihatkan
ada peningkatan dengan bertambahnya waktu pengamatan.
jumlah spora yang dihasilkan terkait dan dipengaruhi oleh bahan perbayakan
yang digunakan (Wiryadiputra,1991).
Jamur dalam pertumbuhannya
sebagai
sumber C, sumber N, vitamin dan ion anorganik dalam jumlah yang cukup.
Selain itu lingkungan mikro yang berupa suhu
bahwa dari kandungan jenis media menunjukkan bahwa media yang berasal
dari jagung dengan perbandingan yang lebih banyak akan menghasilkan ratarata jumlah spora yang lebih tinggi. Hal ini mengingat bahwa jagung
mangandung
karbohidrat 70,7%, air dan vitamin sehingga jagung dapat digunakan sebagai
media alternatif atau media buatan untuk pertumbuhan dan perbanyakan jamur
(Anonim,2001).
2.
rata daya kecambah spora dari berbagai perlakuan media tidak berbeda nyata
baik pada pengamatan minggu I sampai dengan minggu IV.
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan spora untuk berkecambah
sama pada jamur yang ditumbuhkan pada media jagung (sebagai kontrol )
dengan media campuran (J1,B1, J1,B2, J2B1 ) walaupun begitu dari jumlah rataratanya terlihat bahwa jamur yang ditumbuhkan pada media jagung dengan
perbandingan yang lebih besar menghasilkan daya kecambah lebih tinggi (K
dan J2 B1 ).
Tabel 2. Rata-rata Persentase Perkecambahan Spora Jamur B.bassiana pada
Berbagai Perlakuan Media Pertumbuhan Pada Pengamatan I sampai IV.
Pengamatan Ke
Perlakuan
Kontrol (K )
8,79
8,92
9,08
9,04
J1B1
8,21
8,25
8,41
8,85
J1B2
8,27
8,35
8,47
8,77
J2B2
8,58
8,60
8,89
8,96
BNT 5%
tn
tn
tn
tn
bahwa
jagung (K) tanpa campur bekatul menunjukkan yang terbaik. Hal ini sangat
wajar karena jagung mengandung nutrisi sumber karbon maupun jenis unsur
berbeda nyata
Jamur
B.bassiana
Pada
Berbagai
Perlakuan
Media
Pengamatan Ke
1
9,4
9,42
9,83
9,85
J1B1
9,44
9,43
9,47
9,52
J1B2
8,75
9,29
9,39
9,52
J2B2
9,33
9,49
9,66
9,66
BNT 5%
tn
tn
tn
tn
Kontrol (K)
patogenisitas yang lebih tinggi. Disamping itu daya bunuh /patogenisitas jamur
untuk menyebabkan sakit dan kematian serangga tidak hanya ditentukan oleh
kemampuan jamur itu sendiri dalam melakukan infeksi tetapi jumlah spora dan
kemampuan spora untuk berkecambah pada tubuh serangga saat terjadinya
kontak sangat menentukan. Selain faktor-faktor mikroklimat juga menentukan
seperti misalnya spora membutuhkan suhu 23o-25oC dan kelembaban 92 %.
perkecambahan spora
pada
perbedaan.
3. Media jagung dan bekatul dengan komposisi 1:1,
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius .Yogyakarta.148 hal.
-----------.2001.Teknik
Bercocok
Tanam
Jagung,Penerbit
Kanisius,Yogyakarta,hal .17.
Ingold, C, T, 1967, The Biology of Fungi. Secon Edition, Hutchinsor and Co
Ltd, London, 176p.
Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pests of Crop in Indonesia,. Revised aand
Translated by P.A. Van der Laany ,University
Amsterdam.PT. Ichtiar
Press.London,
New
York,
Sydney,
1970San
Francisco,p.441-464.
Untung,1993.
Konsep
Pengendalian
Hama
Terpadu,Andi
Offset,Yogyakarta,150 hal.
Penulis :
*Umiati, SP ( POPT Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)
** Asri Wuryanti, SP ( POPT Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)
10