Anda di halaman 1dari 12

TREND ISSUE NEONATAL

2.1.2 Pengertian Issue


Pengertian issue menjurus pada adanya masalah dalam suatu organisasi yang membutuhkan
penanganan. Cara menangani issue tersebut yang pada akhirnya memunculkan teori dan proses.
Berikut adalah trend dan issue neonatal:
1.

Lotus Birth

Lotus Birth, atau tali pusat yang tidak dipotong, adalah praktek meninggalkan tali pusat yang
tidak diklem dan lahir secara utuh, yang menghasilkan pengkleman internal alami dalam 10-20
menit pasca persalinan. Tali pusat kemudian kering dan akhirnya lepas dari umbilicus. Pelepasan
tersebut umumnya terjadi 3-10 hari setelah lahir.
Lotus birth, atau nonseverance umbilical, adalah praktek meninggalkan tali pusar terpasang
dengan baik ke bayi dan plasenta , tanpa pemegang atau memutuskan, dan memungkinkan tali
pusat mempunyai waktu untuk melepaskan diri dari bayi secara alami.(http://wikipedia.org)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan pentingnya penyatuan atau penggabungan
pendekatan untuk asuhan ibu dan bayi, dan menyatakan dengan jelas (dalam Panduan Praktis
Asuhan Persalinan Normal:, Geneva, Swiss, 1997) "Penundaan Pengkleman (atau tidak sama
sekali diklem) adalah cara fisiologis dalam perawatan tali pusat, dan pengkleman tali pusat
secara dini merupakan intervensi yang masih memerlukan pembuktian lebih lanjut .
Lotus Birth jarang dilakukan di rumah sakit tetapi umumnya dilakukan di klinik dan rumah
bersalin, sehingga proses bonding attachment antara ibu dan bayi dapat dilakukan, hal ini
tentunya bermanfaat bagi ibu dan bayi yang baru lahir .
Sementara penolong persalinan segera melakukan penilaian Apgar dan hal lain yang diperlukan
oleh bayi seperti suction atau rangsang taktil, sedangkan prosedur yang lebih lanjut ditunda
terlebih dahulu sampai satu jam setelah melahirkan. Tali pusat bayi dipegang dengan tangan ibu,
atau dipegang oleh ayah atau asisten penolong persalinan selama penjahitan ibu.
Karena adanya praktek budaya yang berbeda maka proses pengawetan plasenta dilakukan dalam
berbagai cara yang berbeda. Beberapa orang lebih memilih untuk menyimpan plasenta sehingga
dapat menguburkannya dengan anak di akhir kehidupan anak tersebut. Sedangkan yang lainnya
membiarkan plasenta sampai mengerut dan mengering secara alami dan kemudian dikuburkan.
Salah satu contohnya adalah Orang-orang Igbo di Nigeria, mereka menguburkan plasenta setelah
lahir dan sering menanam pohon diatas kuburan plasenta tersebut.

Pada Lotus Birth, kelebihan cairan yang dikeluarkan plasenta disimpan dalam mangkuk atau
waskom terbuka atau dibungkus kain, lalu didekatkan dengan bayi. Kain yang digunakan untuk
menutupi plasenta atau wadah yang digunakan harus memungkinkan terjadinya pertukaran
udara, sehingga plasenta mendapatkan udara dan mulai mengering serta tidak berbau busuk.
Garam laut sering digunakan untuk mempercepat proses pengeringan plasenta. Kadang-kadang
minyak esensial, seperti lavender, atau bubuk tumbuh-tumbuhan seperti goldenseal, neem,
bersama dengan lavender juga digunakan untuk tambahan antibacterial.
Apabila tindakan pengeringan plasenta tidak diterapkan dengan baik plasenta akan memiliki bau
yang berbeda, bau tersebut dapat diatasi dengan penanaman plasenta secara langsung atau
didinginkan setelah minggu pertama pasca persalinan.
Berikut ini adalah beberapa alasan ibu untuk memilih Lotus Birth :
a.
Tidak ada keinginan ibu untuk memisahkan plasenta dari bayi dengan cara memotong tali
pusat.
b.
Supaya proses transisi bayi terjadi secara lembut dan damai, yang memungkinkan penolong
persalinan untuk memotong tali pusat pada waktu yang tepat.
c.

Merupakan suatu penghormatan terhadap bayi dan plasenta.

d.
100% menjamin bahwa bayi mendapatkan volume darah optimal dan spesifik yang
diperlukan bagi bayi.
e.
Mendorong ibu untuk menenangkan diri pada minggu pertama postpartum sebagai masa
pemulihan sehingga bayi mendapat perhatian penuh.
f.
Mengurangi kematian bayi karena pengunjung yang ingin bertemu bayi. Sebagian besar
pengunjung akan lebih memilih untuk menunggu hingga plasenta telah lepas.
g.

Alasan rohani atau emosional.

h.

Tradisi budaya yang harus dilakukan.

i.

Tidak khawatir tentang bagaimana mengklem, memotong atau mengikat tali pusat.

j.
Kemungkinan menurunkan risiko infeksi (Lotus Birth memastikan sistem tertutup antara
plasenta, tali pusat, dan bayi sehingga tidak ada luka terbuka)
k.
Kemungkinan menurunkan waktu penyembuhan luka pada perut (adanya luka
membutuhkan waktu untuk penyembuhan.sedangkan jika tidak ada luka, waktu penyembuhan
akan minimal)
Hanya karena tali pusat telah berhenti berdenyut tidak berarti tali pusat menjadi tidak berguna
lagi. Ada yang masih mengalir ke dalam darah bayi. Setelah mencapai volume darah optimal

pada bayi, sisa dari jaringan akan menutup secara aktif. Penutupan semua jaringan TIDAK
terjadi ketika tali pusat tampak berhenti berdenyut. Tali pusat dapat terus berdenyut sekitar 2
hingga 3 jam.
Manfaat dilakukannya Lotus Birth diantaranya :
a.
Tali pusat dibiarkan terus berdenyut sehingga memungkinkan terjadinya perpanjangan
aliran darah ibu ke janin.
b.
Oksigen vital yang melalui tali pusat dapat sampai ke bayi sebelum bayi benar-benar dapat
mulai bernafas sendiri.
c.

Lotus Birth juga memungkinkan bayi cepat untuk menangis segera setelah lahir.

d.
Bayi tetap berada dekat ibu setelah kelahiran sehingga memungkinkan terjadinya waktu
yang lebih lama untuk bounding attachment.
e.
Dr Sarah Buckley mengatakan: "bayi akan menerima tambahan 50-100ml darah yang
dikenal sebagai transfusi placenta. Darah transfuse ini mengandung zat besi, sel darah merah,
keeping darah dan bahan gizi lain, yang akan bermanfaat bagi bayi sampai tahun pertama."
Hilangnya 30 mL darah ke bayi baru lahir adalah setara dengan hilangnya 600 mL darah untuk
orang dewasa. Asuhan persalinan umum dengan pemotongan tali pusat sebelum berhenti
berdenyut memungkinkan bayi baru lahir kehilangan 60 mL darah, yang setara dengan 1200mL
darah orang dewasa.
Waktu penyembuhan pusar apabila dilakukan pemotongan tali pusat dengan tidak dapat terlihat
dalam table sebagai berikut :
No.

Waktu Tali Pusat Terpotong

Waktu Penyembuhan segera


1

Segera

9 hari atau 216 jam


2

Ketika berhenti berdenyut

7 Hari
3

Nanti

2-3 hari

2.

Cord Blood (Bank Darah Tali Pusat)

Mungkin sebagian dari Anda pernah mendengar atau bahkan mungkin pernah juga
melakukannya. Dengan perkembangan dunia medis saat ini yang cukup pesat dan semakin
berkembang, tentunya lebih memberikan manfaat dan hasil terbaik untuk kesehatan semua
orang.
Darah tali pusat (umbilical cord blood ) bisa digunakan untuk terapi, karena mengandung stem
cell (sel induk) yang mampu memproduksi sel-sel darah baru seperti sel darah merah, sel darah
putih, dan keping darah. Stem cell juga mampu memperbaiki sistem kekebalan tubuh sampai
menggantikan jaringan yang rusak. Stem cell merupakan sel yang belum terspesialisasi, namun
mempunyai kemampuan berkembang biak tanpa batas menjadi sel jenis lain. Kemampuan
tersebut, memungkinkan stem cell memperbaiki kerusakan tubuh dengan menyediakan sel-sel
baru untuk memperbaiki kelainan tersebut.
Sebenarnya, stem cell bisa dibagi menjadi dua jenis yaitu stem cell embrionik (embryonic stem
cell) dan stem cell dewasa ( haemopoietic stem cell). Darah tali pusat termasuk stem cell dewasa.
Selain dari darah tali pusat, stem cell dewasa bisa didapat dari sumsum tulang dan darah tepi.
Hanya saja, pengambilan stem cell dari darah tali pusat lebih disukai, karena berisiko lebih kecil
dan tidak menyakiti penderita. Selain itu, stem cell dari darah tali pusat mempunyai kemampuan
proliferasi (pertumbuhan dan pertambahan sel) yang tinggi. Tingkat kecocokan pencangkokan

stem cell darah tali pusat juga lebih baik dibandingkan dengan stem cell yang berasal dari
sumsum tulang.
Pengambilan stem cell embrionik dilakukan dengan mengambil stem cell yang berasal dari
embrio (jabang bayi) yang sudah meninggal dunia, kebanyakan dari hasil aborsi. Cara ini sudah
tidak dilakukan lagi, karena banyak menimbulkan kontroversial karena alasan etika.
Pencangkokan darah tali pusat pertama kali dilakukan pada anak penderita anemia fanconi di
Paris 1988. Kelainan itu berupa penyakit keturunan yang menyerang sumsum tulang belakang,
sehingga menyebabkan penurunan produksi semua jenis sel darah. Dengan pencangkokan stem
cell ke tulang belakang, produksi sel-sel darah dapat normal kembali. Keberhasilan
pencangkokan itu memberi peluang baru dalam pemanfaatan darah tali pusat yang sebelumnya
tidak diketahui.
Sebelum bank darah tali pusat ini hadir di Indonesia, kebanyakan masyarakat Indonesia
menyimpan darah tali pusatnya di Singapura dan Malaysia. Di tahun 2006, sudah ada sekitar 100
orang Indonesia yang menyimpan tali pusatnya di Cordlife Singapura. Dengan adanya bank
penyimpanan tali pusat di dalam negeri, masyarakat Indonesia tidak perlu lagi mengirimkannya
ke luar negeri. Biaya yang dikeluarkan pun menjadi lebih murah.
Bank penyimpanan darah tali pusat pertama di Indonesia diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI
periode 2004-2009, Siti Fadilah Supari pada tanggal 14 Oktober 2006. Bank ini beroperasi di
Indonesia atas kerja sama PT. Kalbe Farma dan PT. CordLife, perusahaan Singapura yang
bergerak di penyimpanan darah tali pusat. Bank ini berdiri karena permintaan masyarakat
Indonesia untuk menyimpan darah tali pusat bayinya semakin banyak.
Menurut National Marrow Donor Program (NMDP) USA, sampai saat ini stem cell yang
terkandung di darah tali pusat, sudah bisa mengobati 72 penyakit seperti kanker, kerusakan pada
sumsum tulang belakang, kelainan pada darah, dan penyakit yang berhubungan dengan
metabolisme tubuh. Selain itu, metode ini sedang diteliti kemampuannya untuk mengobati
penyakit jantung, cedera pada tulang belakang, stroke, lever, dan diabetes. Selain itu darah tali
pusat digunakan untuk mengobati berbagai kelainan darah seperti thalasemia, kelainan
metabolisme turunan, defisiensi kekebalan tubuh, jantung, dan saraf.
Selain itu, yang memanfaatkan stem cell tersebut tidak hanya pemiliknya, tetapi juga bisa
digunakan oleh saudara kandung dan orang tua, asalkan mempunyai kecocokan dalam struktur
gen dan golongan darah tingkat kecocokan darah tali pusat akan berbeda untuk setiap anggota
keluarga. Darah tali pusat seorang bayi, memiliki tingkat kecocokan 50%-75% jika digunakan
oleh saudara kandungnya. Sementara tingkat kecocokannya hanya 25%-50% jika digunakan oleh
orang tuanya
Metode pengobatan ini dilakukan dengan mentransplantasikan stem cell ke organ yang rusak.
Sesuai sifatnya, stem cell akan berkembang menjadi sel baru sehingga bisa memperbaiki

jaringan yang sudah rusak tersebut. Banyaknya stem cell yang ditransplantasi, disesuaikan
dengan berat badan penderita. Setiap kilogram berat badan dibutuhkan sekitar 15 juta - 20 juta
stem cell. Kelebihan terapi dengan stem cell adalah mengurangi risiko penolakan oleh tubuh dan
menurunkan risiko penularan waktu terjadi pencangkokan.

3.

Dampak Bedong Bayi

Tradisi membedong tidak hanya ada di masyarakat Indonesia atau Asia, tapi juga di seluruh
dunia termasuk Amerika Selatan, Eropa, Timur Tengah dan Rusia. Hanya saja tradisi ini sempat
meluntur di Eropa di abad ke-20 karena dianggap tidak alami. Namun 10 tahun belakangan ini
tradisi tersebut kembali popular di Belanda karena dianggap dapat mengurangi tangis dan
mengatasi kurang tidur pada bayi.
Pernahkah Anda melihat anak berjalan pincang, kaki terlihat lebih pendek pada satu sisi ? jika
melihat hal itu kemungkinan penyebabnya adalah terjadinya dislokasi (lepas sendi) panggul atau
gangguan pertumbuhan sendi panggul developmental dysplasia of the hip (DDH), yang
merupakan varian lebih ringan dari dislokasi sendi panggul. Kelainan ini dapat terjadi karena
komponen sendi panggul yang terdiri dari kepala tulang paha (femur) dan bagian dari tulang
panggul, yaitu mangkuk asetabulum tidak berada pada posisi normal sehingga pertumbuhan
keduanya terganggu.
Sejatinya pertumbuhan kedua komponen ini saling mempengaruhi, bahkan boleh dibilang
keduanya tumbuh bersama-sama seprti kue yang mengembanng di dalam oven mengikuti
cetakannya, apabila posisinya berubah maka pertumbuhan masing-masing menjadi independent
tidak saling mempengaruhi sehingga bentuk kepala tulang paha dan asetabulum menjadi
abnormal (dysplasia) dan tidak cocok satu sama lain (dyskongruen) kepala tulang paha yang
seharusnya bulat menjadi oval dan rata, sedangkan mangkuk asetabulum yang seharusnya
memiliki kecekungan yang dalam menjadi dangkal atau bahkan mendatar. Akhirnya menjadi
gangguan sendi, panjang kaki berbeda antara yang normal antara sisi yang dyplasia dan berujung
pada cara jalan yang tidak normal. Angka kejadian DDH bervariasi tergantung pada lokasi
dimuka bumi ini. Menarik untuk melihat bahwa insiden DDH ditemukan jauh lebih tinggi pada
daerah dingin yang dekat dengan kutub, insiden juga jauh lebih tinggi pada bayi-bayi yang
dilahirkan pada musim dingin. Hal ini diyakini berhubungan dengan kebiasaan mengguanakan
pakaian hangat berlapis-lapis dan relatif ketat pada bayi tersebut. Walaupun di Indonesia berada
di daerah tropis yang hangat, tetapi tetap ada kebiasaan menggunakan pakaian yang hangat dan
relatif ketat yang disebut bedong. Yang lebih disebabkan kebiasaan dan kepercayaan. Alasannya
klasik agar tubuh anak dapat tumbuh lurus dan membuatnya nyaman.
Mengapa tidak boleh di bedong ?

Posisi aman agar kepala femur tidak keluar dari mangkuk asetabulum adalah paha dibuka lebar.
Sebenarnya bayi akan mengambil posisi sendiri apabiala ia tidak dibedong secara ketat,
sedangkan bila anak dibedong maka sendi panggul menjadi lurus dan paha merapat. Hal itu
membuat kepala tulang paha mudah keluar dari mangkuk asetabulum maka atas sebab itulah
pembedongan ketat pada bayi sudah ditinggalkan karna terbukti dapat menimbulkan masalah
pada sendi panggul. Pada sebagian besar negara maju bahkan sudah dilakukan program skrining
nasional untuk deteksi dini DDH karena biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani DDH
ini jauh lebih murah dibandingkan stadium lanjut apabila tidak ditangani dini pada saat pasien
mencapai usia produktif DDH akan menurunkan kualitas hidup secara signifikan karena
mobilitas pasien akan sangat terganggu. Pada usia tua pasien akan mengalami proses degeneratif/
pengapuran leih awal sehingga sering membutuhkan tindakan operasi penggatian sendi.
Diagnosis Penyakit
Pada bayi baru lahir yang mengalami DDH akan terlihat tanda-tanda sebagai berikut :
a.

Lipatan paha yang tidak simetris

b.

Perbedaan panjang kaki

c.

Terbatasnya ruang lingkup sendi panggul pada arah abduksi ( membuka paha)

Kelainan tersebut dapat dikonfirmasikan pada pemeriksaan yang lebih spesifik oleh dokter dan
pemeriksaan USG atau foto rongent tergantung pada usia sang anak. Pada anak yang berusia
lebih tua hanya terlihat tungkai yang lebih pendek dan cara berjalan yang tidak normal.
Penatalaksanaan dan Pengobatan DDH
Penatalaksanaan DDH tergantung pada usia dan derajat dysplasia yang terjadi. Semakin muda
usianya, semakin mudah terapinya. Semakin kecil kemungkinan dilakukan tindakan operatif, dan
hasilnya jauh lebih optimal. Karena masalah pada DDH adalah mekanis, maka terapinya tidak
dapat dilakukan hanya dengan pemerian obat-obatan, harus dilakukan manipulasi secara
mekanis. Pada usia sebelum merangkak, penatalaksanaanya adalah dengan memakai falic
harness. Apabila bayi sudah mampu merangkak maka terapi terapi dengan falic harness menjadi
tidak efektif. Terapinya adalah dengan melakukan reposisi tertutup (mengembalikan posisi
kepala tulang femur kedalam mangkuk asetabulum dalam bius umum tanpa melakukan sayatan).
Selanjutnya dipasangkan gip untuk mempertahankan posisinya untuk mengetahui apakah sendi
panggul sudah aman atau belum dilakukan evaluasi dengan arthrogram (foto rongent dengan
kontras). Apabila dari arthrogram diketahui reposisi tertutup gagal maka dilakukan reposisi
terbuka (reposisi dengan sayatan atau operasi) untuk menggemblikan posisi sendi panggul,
selnjutnya di pertahankan atau imobilotas gips dalam kurung waktu tertentu.

Jika derajat dsyplasianya tinggi, terjadi perubahan siknifikan. Pada bentuk kepala tulang femur
atau mangkuk asetabulum sehingga perlu dilakukan tindakan rekontruksi tulang. Tujuannya agar
kepala tulang femur dapat masuk kembali ke mangkuk asetabulum, sehingga posisinya stabil dan
kisaran gerak sendi menjadi optimal.

4.

Metode Kangguru

Kangaroo Mother Care (KMC) atau Perawatan Metode Kanguru (PMK) merupakan perawatan
untuk bayi berat lahir rendah atau lahiran prematur dengan melakukan kontak langsung antara
kulit bayi dengan kulit ibu atau skin-to-skin contact, dimana ibu menggunakan suhu tubuhnya
untuk menghangatkan bayi. Metode perawatan ini juga terbukti mempermudah pemberian ASI
sehingga meningkatkan lama dan pemberian ASI.
Penelitian memperlihatkan PMK bermanfaat dalam menurunkan secara bermakna jumlah
neonatus atau bayi baru lahir yang meninggal, menghindari bayi berat lahir rendah dari
kedinginan (hipotermia), menstabilkan bayi, mengurangi terjadinya infeksi, meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan bayi, meningkatkan pemberian ASI, dan meningkatkan ikatan
(bonding) antara ibu dan bayi.

Manfaat PMK dalam menurunkan angka kematian neonatal (AKN)


Terdapat tiga penelitian dengan metodologi pengujian terkontrol secara acak yang
membandingkan PMK dengan perawatan konvensional (menggunakan inkubator). Data
Cochrane menunjukkan bahwa jumlah kematian bayi yang dilakukan PMK lebih sedikit
dibandingkan bayi yang dirawat dalam inkubator. Penelitian di Addis Abeba memperlihatkan
jumlah bayi yang meninggal pada kelompok PMK sebesar 22,5 % sedangkan pada kelompok
non PMK sebesar 38% (p<0,05). Dari kepustakaan di atas jelaslah terlihat bahwa PMK
bermanfaat dalam mencegah kematian neonatal. Hal ini dapat dijelaskan lebih lanjut dalam
beberapa manfaat PMK lain di bawah ini.
Manfaat PMK dalam menstabilkan suhu, pernafasan dan denyut jantung bayi Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa PMK dapat menstabilkan suhu, laju pernapasan, dan laju denyut jantung
bayi lebih cepat dari bayi yang dirawat dalam inkubator. Bayi pada PMK merasa nyaman dan
hangat dalam dekapan ibu sehingga tanda vital dapat lebih cepat stabil. Penelitian oleh Yanuarso
di RSCM memperlihatkan bahwa dengan menggunakan metode kanguru, BBLR akan lebih cepat
mencapai kestabilan suhu tubuh dibanding BBLR tanpa PMK (120 menit vs. 180 menit)
Manfaat PMK dalam mengurangi infeksi

Berbagai penelitian juga telah memperlihatkan manfaat PMK dalam mengurangi kejadian infeksi
pada BBLR selama perawatan. Pada PMK, bayi terpapar oleh kuman komensal yang ada pada
tubuh ibunya sehingga ia memiliki kekebalan tubuh untuk kuman tersebut. Rao dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa jumlah BBLR yang mengalami sepsis sebesar 3,9% pada
kelompok PMK dan 14,8% pada kelompok kontrol (p=0,008). Sedangkan Agudelo dalam
tulisannya menyebutkan manfaat PMK dalam menurunkan infeksi nosokomial pada usia koreksi
41 minggu (RR 0,49, 95% CI 0,25 0,93). Manfaat lainnya dengan berkurangnya infeksi pada
bayi adalah bayi dapat dipulangkan lebih cepat sehingga masa perawatan lebih singkat, dan biaya
yang dikeluarkan lebih sedikit.
Manfaat PMK dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi
Manfaat PMK lainnya adalah meningkatkan berat badan, panjang badan dan lingkar kepala bayi.
Penelitian menunjukkan bahwa kenaikkan berat badan, panjang badan dan lingkar kepala BBLR
yang menjalani PMK lebih tinggi secara bermakna dibandingkan BBLR yang mendapat
perawatan dengan metode konvensional. Subedi memperlihatkan bahwa kenaikan berat badan
BBLR dapat mencapai 30 g/hari, sedangkan Gupta menunjukkan kenaikan berat badan yang
mirip yaitu 29 g/hari. Feldman dalam penelitiannya memperlihatkan bahwa BBLR yang
dilakukan PMK memiliki nilai perkembangan yang lebih baik secara bermakna dibandingkan
BBLR dengan metode konvensional.
Manfaat PMK dalam meningkatkan keberhasilan pemberian ASI
Pada berbagai penelitian terlihat bahwa PMK sangat erat kaitannya dengan pemberian ASI. Pada
PMK, ASI dapat selalu tersedia dan sangat mudah diperoleh. Hal ini dapat dijelaskan karena bayi
dengan PMK, terlebih pada PMK kontinu, selalu berada di dekat payudara ibu, menempel dan
terjadi kontak kulit ke kulit, sehingga bayi dapat menyusu setiap kali ia inginkan. Selain itu, ibu
dapat dengan mudah merasakan tanda-tanda bahwa bayinya mulai lapar seperti adanya gerakangerakan pada mulut bayi, munculnya hisapan-hisapan kecil serta adanya gerakan bayi untuk
mencari puting susu ibunya. Ibu dapat menilai kesiapan menyusu bayinya dengan memasukkan
jari bersih ke dalam mulut bayi dan menilai isapan mulut bayi. Berikan ASI saat bayi sudah
terjaga dari tidurnya. Bila telah terbiasa melakukan PMK, ibu dapat dengan mudah memberikan
ASI tanpa harus mengeluarkan bayi dari baju kangurunya.
Bayi yang mendapat PMK memperoleh ASI lebih lama dibandingkan bayi yang mendapat
perawatan dengan metode konvensional. Perawatan metode kanguru juga meningkatkan ikatan
(bonding) ibu dan bayi serta ayah dan bayi secara bermakna. Posisi bayi yang mendapat PMK
memudahkan ibu untuk memberikan ASI secara langsung kepada bayinya. Selain itu, rangsangan
dari sang bayi dapat meningkatkan produksi ASI ibu, sehingga ibu akan lebih sering memberikan
air susunya sesuai dengan kebutuhan bayi.
Pada PMK, pemberian ASI dapat dilakukan dengan menyusui bayi langsung ke payudara ibu,
atau dapat pula dengan memberikan ASI perah menggunakan cangkir (cup feeding) dan dengan

selang (orogastric tube). Pemberian ASI pada bayi yang dilakukan PMK umumnya akan
diteruskan di rumah saat dipulangkan, dan lama pemberian ASI lebih panjang. PMK juga
meningkatkan volume ASI yang dihasilkan oleh ibu.
Persiapan pemberian ASI pada PMK
Bila bayi prematur atau BBLR pada awalnya tidak memungkinkan untuk mendapat minum
melalui mulut (asupan per oral), maka berikan melalui infus terlebih dahulu. Bayi dapat dirawat
dalam inkubator. Segera setelah bayi menunjukkan tanda kesiapan menyusu yang ditandai
dengan menggerakkan lidah dan mulut serta keinginan menghisap (menghisap jari atau kulit
ibu), maka bantulah ibu untuk menyusui bayinya, pada saat ini dapat dimulai PMK intermiten.
Ibu dibantu untuk duduk dengan nyaman di kursi dengan bayi dalam posisi kontak kulit ke kulit
(Gambar 1). Akan menolong bila ibu memerah sedikit ASI sebelum memulai menyusui untuk
melunakkan daerah puting susu dan memudahkan bayi untuk menempel. Walaupun bayi PMK
umumnya BBLR atau prematur dimana bayi belum dapat menghisap dengan baik danlama,
tetaplah menganjurkan ibu untuk mencoba menyusui terlebih dulu, bila tidak berhasil dapat
menggunakan metode minum yang lain.
Bayi dengan usia kehamilan antara 30 32 minggu, pemberian minum biasanya masih
memerlukan penggunaan pipa orogastrik (Gambar 2). Ibu dapat memberikan ASI perah secara
teratur melalui pipa orogastrik. Ibu dapat melatih bayi menghisap dengan membiarkan jari
tangan ibu yang bersih berada dalam mulut bayi, saat bayi diberi ASI melalui pipa orogastrik.
Selain itu, dapat dicoba pemberian melalui gelas kecil (cup feeding) satu atau dua kali sehari
terlebih dulu.
Pemberian ASI perah melalui pipa orogastrik dapat dilakukan dalam posisi kanguru. Pemberian
ASI perah dengan menggunakan gelas kecil dilakukan dengan mengeluarkan bayi dari posisi
kanguru, membungkus bayi agar terjaga kehangatannya. Setelah pemberian ASI perah selesai
dilakukan, bayi dapat diletakkan kembali dalam posisi kanguru. Bila memungkinkan, dapat
dicoba pemberian ASI yang diperah dari payudara ibu secara langsung ke dalam mulut bayi, cara
ini juga dapat dilakukan pada bayi dalam posisi kanguru. Posisikan bayi dalam posisi kanguru,
dekatkan mulut bayi keputing susu ibu, tunggu sampai bayi siap dan membuka mulut dan
matanya. Keluarkan beberapa tetes ASI, biarkan bayi mencium dan menjilat puting susu dan
membuka mulutnya, tunggu sampai ia menelan ASI. Kegiatan ini dapat diulangi kembali.
Bila bayi kecil sudah mulai menghisap dengan efektif, mungkin sesekali ia akan berhenti saat
menyusu dengan jeda yang agak lama. Hal ini dapat terjadi karena bayi kecil mudah lelah,
menghisap agak lemah pada awalnya, dan memerlukan waktu istirahat yang agak lama setelah
menghisap. Ibu dianjurkan untuk tidak menarik bayi dari puting susunya terlalu cepat. Biarkan
bayi menempel di dada ibu, dan biarkan ia menghisap kembali bila sudah siap. Umumnya bayi
kecil perlu menyusu lebih sering, setiap 2 hingga 3 jam. Pada awalnya, mungkin bayi tidak
bangun untuk minum sehingga harus dibangunkan terlebih dahulu agar ia mau minum.

Bayi prematur dengan usia kehamilan 34 hingga 36 minggu atau lebih, umumnya sudah dapat
menyusu langsung ke ibu. Namun sebaiknya, periksa terlebih dahulu refleks hisap bayi, bila
perlu, sesekali selingi pemberian ASI perah menggunakan gelas kecil. Pastikan bayi menghisap
dalam posisi dan pelekatan yang benar sehingga proses menyusu dapat berlangsung dengan
lancar.
1)

Cara memegang atau memposisikan bayi:

a.

Peluk kepala dan tubuh bayi dalam posisi lurus

b.

Arahkan muka bayi ke puting payudara ibu

c.

Ibu memeluk tubuh bayi, bayi merapat ke tubuh ibunya

d.

Peluklah seluruh tubuh bayi, tidak hanya bagian leher dan bahu

2)

Cara melekatkan bayi:

a.

Sentuhkan puting payudara ibu ke mulut bayi

b.

Tunggulah sampai bayi membuka lebar mulutnya

c.

Segerah arahkan puting dan payudara ibu ke dalam mulut bayi

3)

Tanda-tanda posisi dan pelekatan yang benar:

a.

Dagu bayi menempel ke dada ibu

b.

Mulut bayi terbuka lebar

c.

Bibir bawah bayi terposisi melipat ke luar

d.

Daerah areola payudara bagian atas lebih terlihat daripada areola payudara bagian bawah

e.

Bayi menghisap dengan lambat dan dalam, terkadang berhenti.

Untuk memantau kecukupan asupan ASI, timbang bayi sekali sehari hingga berat badan bayi
mulai meningkat, kemudian lanjutkan menimbang 2 kali seminggu, dan selanjutnya timbang
bayi sekali seminggu sampai usia bayi mencapai cukup bulan.
DAFTAR PUSTAKA

http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/perawatan-metode-kanguru-pmk-meningkatkanpemberian-asi.html. Diakses pada tanggal 04 Oktober 2014 jam 16:27 WIB

http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/perawatan-metode-kanguru-pmk-meningkatkanpemberian-asi.html. Diakses pada tanggal 01 Oktober 2014 jam 14.40 WIB

Anda mungkin juga menyukai