1102013134
SKENARIO 2 BLOK PANCA INDERA
TELINGA SAKIT
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Telinga
1.1. Makroskopis
1. Telinga luar
Telinga luar terdiri atas:
Auricular (daun telinga)
Auricular mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpilkan getaran
udara. Auricular terdiri atas lempeng tulang rawan elastic tipis yang ditutupi kulit.
Auricular mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh n.
facialis.
2. Telinga tengah
Adalah ruang berisi udara didalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi
oleh membrane mucosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang
berfungsi meneruskan getaran membrane timpani ke perilympha telinga dalam.
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior,
dinding lateral dan dinding medial.
Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang disebut tegmen timpani yang
merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan
cavum timpani dari meniges dan lobus temporalis otak di dalam fossa crania
media.
Lantai dibentuk oleh lempeng tipis tulang. Lempeng ini memisahkan cavum
timpani dari bulbus superior vena jugularis interna.
Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang
memisahkan cavum timpani dari arteri carotis interna. Pada bagian atas dinding
anterior terdapat muara dari dua buah saluran.
Dibagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum. Dibawah ini
terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil disebut pyramis. Dari
puncak pyramis ini dibetuk tendo muskulus stapedius.
Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membrane timpani. Dinding
medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dala. Bagian terbesar dari dinding
terdapat penonjolan bulat (promontorium) yang disebabkan oleh lengkung
pertama cochlea yang ada dibawahnya.
Ossicula Auditus
a. Malleus
Adalah pendengaran terbesar dan terdiri dari caput, collum dan processus longum/
manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis.
b. Incus
Mempunyai corpus yang besar dan 2 crus yaitu crus longum, yang berjalan ke
bawah di belakang dan sejajar dengan manubrium mallei; dan crus breve,
menonjol ke belakang dan dilekatkan pada dinding posterior cavum timpani oleh
sebuah ligamentum.
c. Stapes
Mempunyai caput, collum, 2 lengan dan sebuah basis.
Otot-otot Ossicula
a. Muskulus Tensor Tympani
- Origo = cartilago tuba auditiva dan dinding tulang salurannya sendiri.
- Insertio = pada manubrium mallei.
- Persarafan = sebuah cabang dari nervus yang menuju M. pterygoideus medialis
(cabang dari divisi mandibularis nervus trigeminus).
- Fungsi = secara refeleks meredam getaran malleus dengan lebih menegangkan
membrane tympani.
b. Muskulus Stapedius
- Origo = dnding dalam pyramis yang berongga.
- Insertio = pada bagian belakang collum stapedis.
- Persarafan = nervus fasialis yang terletak dibelakang pyramis.
- Fungsi = secara reflex meredam getaran stapes dengan menaikkan collumnya.
Tuba Auditiva
Terbentang dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan dan medial sampai
nasopharing. 1/3 bagian posterior adalah tulang dan 2/3 bagian anterior adalah
cartilage. Tuba berhubungan dengan nasopharing dengan bejalan melalui pinggir atas
M. constrictor pharinges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di
dalam cavum tympani dngan nasopharing.
Antrum Mastoideum
Terletak dibelakang cavum tympani di dalam pars petrosa ossis temporalis dan
berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus.
- Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi aditus ad antrum.
- Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum.
- Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus.
- Dinding medial berhubungan dengan canalis semisirkularis posterior.
- Dinding superior berhubungan dengan meninges pada f ossa crania media dan
lobus temporalis cerebri.
Cellulae Mastoideae
Adalah suatu seri rongga yang saling berhubungan di dalam processus mastoideus,
yang diatas berhubungan dengan antrum dan cavum tympani. Rongga ini dilapisi oleh
membrane mucosa.
Nervus fasialis
Pada dinding medial telinga tengah membesar membentuk ganglion geniculatum.
Cabang-cabang penting pars intrapetrosa nervus fasialis yaitu nervus petrosus major,
saraf ke M. stapedius dan chorda tympani.
Nervus Tympanicus
Berasal dari nervus glossopharingeus dan berjalan melalui dasar cavum tympani dan
pada permukaan promontorium. Lalu bercabang-cabang membentuk plexus
tympanicus (mempersarafi lapisan cavum tympani dan mempercabangkan nervus
petrosus minor).
3. Telinga dalam
Labyrinthus Osseus
Terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Vestibulum
Merupakan bagian tengah labyrinthus osseus, terletak posterior terhadap cochlea
dan anterior terhadap canalis semisirkularis. Di dalam vestibulum terdapat
sacculus dan utriculus labyrintus membranaceus.
2. Canalis semisirkularis
Ketiga canalis semisirkularis superior, posterior dan lateral bermuara ke bagian
posterior vestibulum. Didalam canalis terdapat ductus semisirkularis.
3. Cochlea
Berbentuk seperti rumah siput dan bermuara ke dalam bagian anterior vestibulum.
Umumnya terdiri dari 1 pilar sentral, modiolus cochlea dan modiolus ini
dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak 2 putaran. Modiolus
mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus acusticus internus.
Labyrinthus Membranaceus
Terletak didalam labyrinthus osseus dan berisi endolympha dan dikelilingi oleh
perilympha. Labyrinthus ini terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat didalam
vestibulum osseus; 3 ductus semisirkularis, yang teletak didalam canalis
semisirkularis osseus; dan ductus cochlearis, yang terletak didalam cochlea.
1. Utriculus
Adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada dan dihubungkan
tidak langsung dengan sacculus dn ductus endolymphaticus oleh ductus
utriculosaccularis.
2. Sacculus
Berbentuk bulat dan berhubungan dengan uticulus. Ductus endolymphaticus
setelah bergabung dengan ductus utriculosaccularis akan berakhir didalam
kantung buntu kecil yaitu saccus endolymphaticus.
3. Ductus Semisirkularis
Diameternya lebih kecil dari canalisnya. Ketiganya tersusun tegak lurus satu
dengan lainnya.
4. Ductus Cochlearis
Berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan dengan sacculus
melalui ductus reunions.
Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang
berasal dari a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang
merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.
Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula
sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian
dari utrikulus dan sakulus.
c. Membran Tympani
- Bentuk oval, semi transparan.
- Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung:
1. Lapisan luar, mengandung serat-serat kolagen tersusun radial.
2. Lapisan dalam, mengandung serat-serat kolagen tersusun sirkular.
- Serat elastin terutama dibagian sentral dan perifer.
- Permukaan luat diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat.
- Permukaan dalam dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan
lamina propia yang tipis.
d. Cavum Tympani
- Berisi udara
- Posterior, berhubungan dengan ruang-ruang dalam processus mastoideus.
- Anterior, berhubungan dengan tuba faringotympani.
- Lateral, dibatasi oleh membrane tympani.
- Medial, dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang.
- Cavum tympani, tulang-tulang pendengaran, nervus dan musculi dilapisi
mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia tipis.
- Epitel cavum tympani sekitar muara tuba faringotympani terdiri dari selapis
cuboid/ silindris dengan silia.
e. Tuba Faringotympani
- Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical.
- Mucosa membentuk rugae terdiri dari epitel selapis/ bertingkat silindris dengan
silis dan lamina propia tipis.
- Sepanjang mucosa terdapat limfosit
f. Telinga Dalam/ Labyrinth
Telinga dalam adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum
tulang temporalis. Telinga tengah di bentuk oleh labirin tulang (labirin oseosa)
6
KOKLEA
Koklea tulang berjalan spiral dengan 23/4 putaran sekiitar modiolus yang juga
merupakan tempat keluarnya lamina spiralis. Dari lamina spiralis menjulur ke
dinding luar koklea suatu membran basilaris. Pada tempat perlekatan membran
basilaris ke dinding luar koklea terdapat penebalan periosteum yang dikenal
sebagai ligamentum spiralis. Di samping itu juga terdapat membran vestibularis
9
10
11
GANGLION SPIRALIS
Ganglion spiralis merupakan neuron bipolar dengan akson yang bermielin
dan berjalan bersama membentuk nervus akustikus. Dendrit yang bermielin
berjalan dalam saluran-saluran dalam tulang yang mengitari ganglion, kehilangan
mielinnya dan berakhir dengan memasuki organ Corti untuk selanjutnya berada di
antara sel rambut. Bagian vestibular N VIII memberi persarafan bagian lain
labirin. Ganglionnya terletak dalam meatus akustikus internus tulang temporal dan
aksonnya berjalan bersama dengan akson dari yang berasal dari ganglion spiralis.
Dendrit-dendritnya berjalan ke ketiga kanalikulus semisirkularis dan ke makula
sakuli dan ultrikuli.
Telinga luar menangkap gelombang bunyi yang akan diubah menjadi
getaran-getaran oleh membran timpani. Getaran-getaran ini kemudian diteruskan
oleh rangkaian tulang tulang pendengaran dalam telinga tengah ke perilimf dalam
vestibulum, menimbulkan gelombang tekanan dalam perilimf dengan pergerakan
cairan dalam skala vestibuli dan skala timpani. Membran timpani kedua pada
tingkap bundar (fenestra rotundum) bergerak bebas sebagai katup pengaman
dalam pergerakan cairan ini, yang juga agak menggerakan duktus koklearis
dengan membran basilarisnya. Pergerakan ini kemudian menyebabkan tenaga
penggunting terjadi antara stereosilia sel-sel rambut dengan membran tektoria,
sehingga terjadi stimulasi sel-sel rambut. Tampaknya membran basilaris pada basis
koklea peka terhadap bunyi berfrekuensi tinggi , sedangkan bunyi berfrekuensi
rendah lebih diterima pada bagian lain duktus koklearis.
12
Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang sari kanan atau kiri ditentukan
berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang terletak lebih
dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang tersebut mencapai telinga
satunya. Kedua, sura terdengar kurang kuat sewaktu mencapai telinga yang terletak lebih
jauh, krena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial mengganggu
perambatan gelombang suara.
Pintu masuk ke kanalis telinga (saluran telinga) dijaga oleh rambut-rambut halus. Kulit
yang melapisi saluran telinga mengandung kelenjar-kelenjar keringat termodifikasi yang
menghasilkan serumen (kotoran telinga), suatu sekersi lengket yang menangkap partikelpartikel asing yang halus. Rambut halus dan serumen tersebut membantu mencegah
partikel-partikel dari udara masuk ke bagian dalam saluran telinga, tempat mereka dapat
menumpuk atau mencederai membrana timpani dan menggangu pendengaran.
Membrani timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar
sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi
dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut
menekuk keluar masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.
Tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus setara agar membrana dapat
bergerak bebas sewaktu gelombang suara mengenainya. Bagian luar gendang telinga
terpajan ke tekanna atmosfer yang mencapainya melalui saluran telinga. Bagian dalam
gendang telinga yang berhadapan dengan rongga telinga tengah juga terpajan ke tekanan
atmosfer melalui tuba eustachius (auditoria) yang menghubungkan telinga tengah ke
faring. Tuba eustakius dalam keadaan normal tertutup, tetapi dapat dibuat terbuka dengan
gerakan menguap, mengunyah, atau menelan. Pembukaan tersebut memeungkinkan
tekanan udara di dalam telinga tengah menyamakan diri dengan tekanan atmosfer,
sehingga tekanan di kedua sisi membran setara.
Selama perubahan tekanan eksternal yang berlangsung cepat (contohnya sewaktu pesawat
lepas landas), kedua gendang telinga menonjol ke luar dan menimbulkan nyeri karena
tekanan di luar telinga berubah sedangkan tekanan di telinga tengah tidak berubah.
Membuka tuba eustakius dengan menguap memungkinkan tekanan di kedua sisi
membrana timpani seimbang, sehingga menghilangkan distorsi tekanan dan gendang
telinga kembali ke posisinya semula. Infeksi yang berasal dari tenggorokan kadangkadang menyebar melalui tuba eustakius ke telinga tenagah. Penimbunan cairan yang
terjadi di telinga tengah tidak saja menimbulkan nyeri tetapi juga menganggu hantaran
suara melintasi telinga tengah.
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar memebrana timpani ke cairan di telinga
dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang
dapat beregrak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga
tengah. Tulang pertama maleus melekat ke membrana timpani, dan tulang terakhir stapes
melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana
timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut
juga bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari
membrana timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang
dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan
frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula.
14
Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menggerakan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaiatan dengan sistem osikuler
yang memperkuat tekanan gelombang suara daru udara untuk menggetarkan cairan di
koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas
permukaan jendela oval, terjadi peningktan tekanan ketika gaya yang bekerja di membrana
timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan= gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit
tulang-tulang pendnegaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua
mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar
20 kali lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan
tambahan ini cukup untuk menyebabkan peregrakan cairan koklea.
Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebgai respons terhadap
suara keras (> 70 dB), menyebabkan membrana timpani menegang dan pergerakan tulangtulang di telinga tengah dibatasi. Pengurangan pergerakan struktur-struktur telinga tengah
ini menghilangkan transmisi gelombang suara keras ke telinga dalam untuk melindungi
perangkat sensorik yang sangat peka dari kerusakan. Namun, respons refleks ini relatif
lambat, timbul plaing sedikit 40 mdet setelah pajanan suatu sura keras. Dengan demekian,
refleks ini hanya memberikan perlindungan terhadap suara keras yang berkepankangan,
bukan terhadap suara keras yang timbul mendadak, misalnya suara ledakan.
Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya
gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan
dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke
dalam:
1. Perubahan posisi jendela bundar
2. Defleksi membran basilaris.
Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen
atas, kemudian mengelilingi helikotrema, dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang
tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar ke dalam rongga telinga tengah
untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes beregerak mundur dan
menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah
berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan
timbulnya persepsi suara, tetapi hanay menghamburkan tekanan.
Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil jalan
pintas. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana
vestibular yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana
basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela
bundar menonjol ke luar masuk bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa
transmisi gelombang tekanan melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini
bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar secara sinkron dengan gelombang tekanan.
Karena organ corti menumpang pada membrana basilaris, sel-sel rambut juga bergerak
naik turun sewaktu membrana basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor
terbeanam di dalam membrana tektorial yang kaku dan stasioner, rambut-rambut tersebut
akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser
posisinya terhadap membrana tektorial.
15
Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan sluran-saluran ion
gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini
menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian.
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi
dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius(koklearis).
Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergerak ke atas) meningkatkan
kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di
serat-serta aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika selsel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu
membrana basilaris bergerak ke bawah).
Dengan demikian, telinga mengubha gelombang suara di udara menjadi gerakan-gerakan
berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan maju mundur rambutrambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut tersebut menyebabkan
pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran di sel reseptor, yang menimbulkan
perubahan potensial berjenjang di reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan
pembentykan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara
diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi
suara.
16
3.2. Etiologi
Bakteri
Streptococcus
pneumoniae
(hingga 40 %)
Haemophillus influenza (2530%) terutama pada anak
dibawah 5 tahun
Streptococcus haemolyticus
Staphylococcus aureus
Streptococcus anhemolyticus
Moraxellla cararrhalis (1020%)
Eschericia coli
Proteus vulgaris
Pseudomonas aeruginosa
Virus
Respiratory
syncytial
virus (RSV)
Mononucleos
is
Campak
Lain-lain
Chlamydia
Mycoplasma
17
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor
genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu
formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis
kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas,
disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain.
Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens
OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi
tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau
status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak
laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native
American, Inuit, dan Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi
dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga
berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas,
status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong
terjadinya OMA pada anak-anak. ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh
karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak menderita OMA.
Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang lebih
signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang
sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga
meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah
terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita
penyakit telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat
infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus.
3.3. Epidemiologi
Sekitar 70% anak dibawah 3 tahun mengalami minimal satu kali episode otitis media
(OM). Dilaporkan bahwa kasus OM pada neonatus hingga anak usia 7 tahun dengan
puncak insidensi pada usia 2 tahun.60-80% bayi memiliki paling sedikit satu episode
OMA, dan 90% terjadi pada usia 2-3 tahun. Di Amerika Serikat angka kejadian
tertinggi dari OMA terjadi pada usia 6-24 bulan, frekwensi OMA terjadi pada masa
anak-anak, remaja dan dewasa, biasanya anak laki-laki lebih sedikit dibandingkan
dengan anak perempuan. Secara langsung atau tidak langsung kerugian akibat OMA
untuk biaya pengobatan dan waktu yang hilang untuk sekolah dan bekerja mendekati
angka tiga milyar pada tahun 1995.
3.4. Klasifikasi
Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis
media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis.
Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa,
otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva.
Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau
sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore,
apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga
dijumpai efusi telinga tengah. Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga
tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas
yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani,
dan otore.
18
Otitis Media
Supuratif subakut
(3-12 minggu)
Otitis Media
Supuratif Kronik
(>12 minggu)
Otitis Media
Spesifik Lainnya
1. Otitis Media
Serosa Akut
(barotrauma/aeroti
tis)
2. Otitis Media
Rekuren
Otitis Media
Tuberculosis
Otitis Media
Sifilitika
19
Otitis Media Serosa
Kronik
Otitis Media
Adhesiva
20
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
21
dan membengkak atau bulging. Menurut Dagan (2003) dalam Titisari (2005), skor OMA
adalah seperti berikut:
Tabel 2.1.
Skor OMA
Skor
Suhu (C)
Gelisah
Tarik telinga
Kemerahan
pada
membran
timpani
Bengkak
pada
membran
timpani
(bulging)
<38,0
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
38,0- 38,5
Ringan
Ringan
Ringan
Ringan
38,6- 39,0
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
>39,0
Berat
Berat
Berat
Berat,
termasuk
otore
Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3, berarti
OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.
Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu
lebih atau sama dengan 39C oral atau 39,5C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak
hebat dan demam kurang dari 39C oral atau 39,5C rektal.
3.7. Diagnosis dan Diagosis Banding
Kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:
1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut,
seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak
ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang
membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema
pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan
aktivitas normal.
Keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat.
Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah,
mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore
yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga
tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan
kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria
tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0C, dan
disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.
23
1.
1.
2.
Diagnosis Banding
Otitis media externa : infeksi pada telinga luar.
Etiologi : terpapar bakteri/jamur.
Manifestasi : sama seperti OMA dan OMK (gatal, nyeri, keluar cairan busuk dan ditemukan
spora hitam seperti rambut.
Otitis media serousa : terdapat cairan di dalam telinga tengah tanpa tanda dan gejala infeksi.
Otitis media kronik
3.8. Tatalaksana
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan
pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan
pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan
pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan
ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba
Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum
lokal dan sistemik.
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali
tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat
tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12
tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas
24
12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian
antibiotik.
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan
analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika
terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik
diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan
eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi
dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari
yang terbagi dalam 3 dosis.
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat
hilang dan tidak terjadi ruptur.
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara
berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3
sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10
hari.
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret
tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret
mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat
dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi
mastoiditis.
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik.
Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam
dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang
segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif
seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten
terhadap antibiotik meningkat. Yang dapat diobservasi dan yang harus segera
diterapi dengan antibiotik sebagai berikut.
Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut,
terdapat efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah.
Gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39C dalam 24
jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam
25
39C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia
enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau
diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan
pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa
observasi.
Amoksisilin merupakan first-line terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari
sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap
Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat
diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilinklavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis,
termasuk Streptococcus penumoniae. Pneumococcal 7-valent conjugate vaccine
dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media.
Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren,
seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi
drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posteriorinferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu
dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringostomi pada
anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis
nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi
merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua
kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau
timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan
terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.
2. Timpanosintesis
Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal
supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis
adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi
baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah, pipa timpanostomi dapat
menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan
pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian
prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi
dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi
tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan
OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan
adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.
3.9. Komplikasi
26
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses
subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi
tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik. Komplikasi OMA terbagi
kepada komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut,
paresis nervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan
intracranial (abses otak, tromboflebitis).
3.10. Prognosis
Pada komplikasi otitis media bisa menyebabkan kematian ketika tidak ditangani
dengan maksimal. Gejala sisa seringkali muncul pada pasien yang pernah
mengalami komplikasi intrakranial. Penanganan yang adekuat terhadap penyakit
primer juga sangat mempengaruhi prognosis pengobatan.
3.10. Pencegahan
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada
bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan
pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan
merokok, dan lain-lain
4. Memahami dan Menjelaskan menjaga Telinga dan Pendengaran Menurut
Pandangan Islam
Ketahuilah mata kita, Allah ciptakan untuk dapat melihat kebenaran. Telinga kita,
Allah ciptakan untuk dapat mendengarkan kebenaran. Dan akal kita, Allah ciptakan untuk
memikirkan dan memahami penjelasan dari apa yang kita lihat maupun kita dengar.
Apabila seseorang melihat kebenaran dengan matanya, mendengar kebenaran
dengan telinganya, kemudian ia tahu dan paham (dengan menggunakan akalnya) bahwa hal
tersebut adalah kebenaran, akan tetapi hatinya malah mendustakan. Maka pantas kita sebut
orang ini buta, tuli dan bodoh. Sekalipun matanya, telinganya dan akalnya berfungsi tapi
karena hatinya tidak membenarkan apa yang dipersaksikan mata, telinga dan akalnya, maka
sia-sialah fungsi dari ketiga hal tersebut.
Oleh karenanya, orang yang demikian lebih jelek dari pada binatang ternak. Benar,
binatang ternak punya mata, telinga, akal (yang sangat terbatas). Maka tidak salah jika
perbuatan mereka tidak dikontrol. Tapi manusia? mereka memiliki akal yang sempurna untuk
memikirkan, hati untuk memutuskan, mengapa tidak mempergunakannya?! benarlah
firmannya:
Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka* itu mendengar atau memahami.
mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya
(dari binatang ternak itu). (al-furqaan: 44)
*yaitu orang kafir secara khusus dan orang sesat secara umum, Mengapa?
Allah berfirman:
Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (kebenaran)
27
Dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (kebenaran, dan
tanda-tanda kekuasaan allah lainnya),:
Dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan
(kebenaran).
Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka itulah orangorang yang lalai. (al-araaf: 179)
dalam ayat lain allah berfirman:
Dan kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi
pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit juapun bagi mereka,
karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang
dahulu selalu mereka memperolok-olokkannya. (al-ahqaf: 26)
Allah berfirman:
Dan allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur. (an-nahl: 78)
Allah berfirman:
Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-nya dan dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur. (as sajdah: 9)
Allah berfirman:
katakanlah: Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati. (tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (al-mulk: 23)
Janganlah gunakan matamu dalam hal-hal yang baathil (seperti melihat aurat,
membaca buku yang penuh dengan kesesatan, kekufuran dan kebidahan), sehingga
menghalangimu untuk melihat kebenaran yang sedemikian terangnya.
Jangan gunakan juga telingamu dalam hal-hal yang baathil (seperti mendengarkan
ghibah, mendengarkan musik, mendengarkan ceramah-ceramah kesesatan, kekufuran,
kesyirikan maupun kebidahan). Sehingga menghalangimu untuk mendengarkan kebenaran
yang sedemikian jelasnya.
Jangan gunakan akalmu dalam perkara yang baathil, yang mana justru akan
menjadikannya tidak berfungsi lagi. Akan tetapi gunakanlah akalmu untuk memikirkan dan
memahami kebenaran. Janganlah engkau melebihkan akal dari kapasitasnya yaitu
mendahulukannya daripada syariat, sehingga engkau menjadikan akal sebagai hakim,
sehingga engkau lebih merasa puas dengan ketetapan akalmu, daripada ketetapan allah dan
rasulnya
28
Jangan pula jadikan hawa nafsumu menguasai hatimu, sehingga menjadikan hatimu
menolak kebenaran yang telah jelas bagimu, hingga menyebabkan dirimu pun binasa.
Beruntunglah mereka yang mempergunakan akal, telinga, mata dan hati mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta.
EGC.
Soepardi, Efiaty Arsyad et al. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok,
29