Anda di halaman 1dari 30

INEZ TALITHA

1102013134
SKENARIO 2 BLOK PANCA INDERA
TELINGA SAKIT
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Telinga
1.1. Makroskopis

1. Telinga luar
Telinga luar terdiri atas:
Auricular (daun telinga)
Auricular mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpilkan getaran
udara. Auricular terdiri atas lempeng tulang rawan elastic tipis yang ditutupi kulit.
Auricular mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh n.
facialis.

Meatus acusticus externus

Adalah tabung berkelok yang menghubungkan auricular dengan membrane


timpani. Tabung ini berfungsi menghantarkan gelombang suara dari auricular ke
membrane timpani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 1 inci (2,5 cm).
Rangka 1/3 bagian luar meatus adalah cartilage elastic dan 2/3 bagian dalam
adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh kulit dan
1/3 bagian luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan glandula ceruminosa.
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari nervus auricular
temporalis dan ramus auricularis nervus vagus. Aliran limfe menuju nodi parotidei
superfisialis, mastoidei dan cervicales superfisialis.
Membrana timpani

2. Telinga tengah
Adalah ruang berisi udara didalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi
oleh membrane mucosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang
berfungsi meneruskan getaran membrane timpani ke perilympha telinga dalam.
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior,
dinding lateral dan dinding medial.
Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang disebut tegmen timpani yang
merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan
cavum timpani dari meniges dan lobus temporalis otak di dalam fossa crania
media.
Lantai dibentuk oleh lempeng tipis tulang. Lempeng ini memisahkan cavum
timpani dari bulbus superior vena jugularis interna.
Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang
memisahkan cavum timpani dari arteri carotis interna. Pada bagian atas dinding
anterior terdapat muara dari dua buah saluran.
Dibagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum. Dibawah ini
terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil disebut pyramis. Dari
puncak pyramis ini dibetuk tendo muskulus stapedius.
Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membrane timpani. Dinding
medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dala. Bagian terbesar dari dinding
terdapat penonjolan bulat (promontorium) yang disebabkan oleh lengkung
pertama cochlea yang ada dibawahnya.
Ossicula Auditus
a. Malleus
Adalah pendengaran terbesar dan terdiri dari caput, collum dan processus longum/
manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis.
b. Incus
Mempunyai corpus yang besar dan 2 crus yaitu crus longum, yang berjalan ke
bawah di belakang dan sejajar dengan manubrium mallei; dan crus breve,

menonjol ke belakang dan dilekatkan pada dinding posterior cavum timpani oleh
sebuah ligamentum.
c. Stapes
Mempunyai caput, collum, 2 lengan dan sebuah basis.

Otot-otot Ossicula
a. Muskulus Tensor Tympani
- Origo = cartilago tuba auditiva dan dinding tulang salurannya sendiri.
- Insertio = pada manubrium mallei.
- Persarafan = sebuah cabang dari nervus yang menuju M. pterygoideus medialis
(cabang dari divisi mandibularis nervus trigeminus).
- Fungsi = secara refeleks meredam getaran malleus dengan lebih menegangkan
membrane tympani.
b. Muskulus Stapedius
- Origo = dnding dalam pyramis yang berongga.
- Insertio = pada bagian belakang collum stapedis.
- Persarafan = nervus fasialis yang terletak dibelakang pyramis.
- Fungsi = secara reflex meredam getaran stapes dengan menaikkan collumnya.
Tuba Auditiva
Terbentang dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan dan medial sampai
nasopharing. 1/3 bagian posterior adalah tulang dan 2/3 bagian anterior adalah
cartilage. Tuba berhubungan dengan nasopharing dengan bejalan melalui pinggir atas
M. constrictor pharinges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di
dalam cavum tympani dngan nasopharing.
Antrum Mastoideum
Terletak dibelakang cavum tympani di dalam pars petrosa ossis temporalis dan
berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus.
- Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi aditus ad antrum.
- Dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan cerebellum.
- Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus.
- Dinding medial berhubungan dengan canalis semisirkularis posterior.
- Dinding superior berhubungan dengan meninges pada f ossa crania media dan
lobus temporalis cerebri.

Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae


mastodeae.

Cellulae Mastoideae
Adalah suatu seri rongga yang saling berhubungan di dalam processus mastoideus,
yang diatas berhubungan dengan antrum dan cavum tympani. Rongga ini dilapisi oleh
membrane mucosa.
Nervus fasialis
Pada dinding medial telinga tengah membesar membentuk ganglion geniculatum.
Cabang-cabang penting pars intrapetrosa nervus fasialis yaitu nervus petrosus major,
saraf ke M. stapedius dan chorda tympani.
Nervus Tympanicus
Berasal dari nervus glossopharingeus dan berjalan melalui dasar cavum tympani dan
pada permukaan promontorium. Lalu bercabang-cabang membentuk plexus
tympanicus (mempersarafi lapisan cavum tympani dan mempercabangkan nervus
petrosus minor).
3. Telinga dalam
Labyrinthus Osseus
Terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Vestibulum
Merupakan bagian tengah labyrinthus osseus, terletak posterior terhadap cochlea
dan anterior terhadap canalis semisirkularis. Di dalam vestibulum terdapat
sacculus dan utriculus labyrintus membranaceus.
2. Canalis semisirkularis
Ketiga canalis semisirkularis superior, posterior dan lateral bermuara ke bagian
posterior vestibulum. Didalam canalis terdapat ductus semisirkularis.
3. Cochlea
Berbentuk seperti rumah siput dan bermuara ke dalam bagian anterior vestibulum.
Umumnya terdiri dari 1 pilar sentral, modiolus cochlea dan modiolus ini
dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak 2 putaran. Modiolus
mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus acusticus internus.

Labyrinthus Membranaceus
Terletak didalam labyrinthus osseus dan berisi endolympha dan dikelilingi oleh
perilympha. Labyrinthus ini terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat didalam
vestibulum osseus; 3 ductus semisirkularis, yang teletak didalam canalis
semisirkularis osseus; dan ductus cochlearis, yang terletak didalam cochlea.
1. Utriculus
Adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada dan dihubungkan
tidak langsung dengan sacculus dn ductus endolymphaticus oleh ductus
utriculosaccularis.
2. Sacculus
Berbentuk bulat dan berhubungan dengan uticulus. Ductus endolymphaticus
setelah bergabung dengan ductus utriculosaccularis akan berakhir didalam
kantung buntu kecil yaitu saccus endolymphaticus.
3. Ductus Semisirkularis
Diameternya lebih kecil dari canalisnya. Ketiganya tersusun tegak lurus satu
dengan lainnya.
4. Ductus Cochlearis
Berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan dengan sacculus
melalui ductus reunions.

Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang
berasal dari a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang
merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.
Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula
sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian
dari utrikulus dan sakulus.

2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis


posterior, bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri
spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir
pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna
mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi
putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus
inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai
utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus
Persarafan
N.Vestibulokohlearis (N.akustikus) yang dibentuk oleh bagian kohlear dan
vestibular, didalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi lateral akar N.Fasialis
dan masuk batang otak antara pons dan medula. Sel-sel sensoris vestibularis
dipersarafi oleh N.Kohlearis dengan ganglion vestibularis (scarpa) terletak didasar
dari meatus akustikus internus. Sel-sel sensoris pendengaran dipersarafi N.Kohlearis
dengan ganglion spiralis corti terletak di modiolus.
1.2. Mikroskopis
a. Daun Telinga
- Kerangka terdiri dari tulang rawan
elastis dan bentuk tak teratur.
- Perikondrium mengandung banyak
serat elastis.
- Kulit yang menutupi tulang rawan
tipis.
- Jaringan subkutan tipis.
- Didalam kulit terdapat rambut halus,
kelenjar sebasea, kelenjar keringat
sedikit dan jaringan lemak pada lobules
auricular.

b. Meatus Acusticus Externus

Berupa berupa saluran 25 cm, arah


medioinferior.
Bagian luar kerangka dinding terdiri dari
tulang rawan elastin.
Bagian dalam berkerangka os temporal.
Dilapisi kulit tipis, tanpa subkutis dan
berhubungan erat dengan perichondrium/
periosteum yang ada dibawahnya.
- Kulit mengandung folikel rambut,
kelenjar sebasea dan modifikasi
kelenjar keringat yang dikenal sebagai
kelenjar serumen. Sekret kelenjar
sebacea bersama sekret kelenjar
serumen
merupakan
komponen
penyusun
serumen.
Serumen
merupakan materi bewarna coklat seperti lilin dengan rasa pahit dan
berfungsi sebagai pelindung.

c. Membran Tympani
- Bentuk oval, semi transparan.
- Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung:
1. Lapisan luar, mengandung serat-serat kolagen tersusun radial.
2. Lapisan dalam, mengandung serat-serat kolagen tersusun sirkular.
- Serat elastin terutama dibagian sentral dan perifer.
- Permukaan luat diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat.
- Permukaan dalam dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan
lamina propia yang tipis.
d. Cavum Tympani
- Berisi udara
- Posterior, berhubungan dengan ruang-ruang dalam processus mastoideus.
- Anterior, berhubungan dengan tuba faringotympani.
- Lateral, dibatasi oleh membrane tympani.
- Medial, dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang.
- Cavum tympani, tulang-tulang pendengaran, nervus dan musculi dilapisi
mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia tipis.
- Epitel cavum tympani sekitar muara tuba faringotympani terdiri dari selapis
cuboid/ silindris dengan silia.
e. Tuba Faringotympani
- Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical.
- Mucosa membentuk rugae terdiri dari epitel selapis/ bertingkat silindris dengan
silis dan lamina propia tipis.
- Sepanjang mucosa terdapat limfosit
f. Telinga Dalam/ Labyrinth
Telinga dalam adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars petrosum
tulang temporalis. Telinga tengah di bentuk oleh labirin tulang (labirin oseosa)
6

yang di dalamnya terdapat labirin membranasea. Labirin tulang berisi cairan


perilimf sedangkan labirin membranasea berisi cairan endolimf.
Labirin tulang terdiri atas 3 komponen yaitu kanalis semisirkularis, vestibulum,
dan koklea tulang. Labirin tulang ini di sebelah luar berbatasan dengan
endosteum, sedangkan di bagian dalam dipisahkan dari labirin membranasea yang
terdapat di dalam labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan endolimf.
Vestibulum merupakan bagian tengah labirin tulang, yang berhubungan
dengan rongga timpani melalui suatu membran yang dikenal sebagai tingkap oval
(fenestra ovale). Ke dalam vestibulum bermuara 3 buah kanalis semisirkularis
yaitu kanalis semisirkularis anterior, posterior dan lateral yang masing-masing
saling tegak lurus. Setiap saluran semisirkularis mempunyai pelebaran atau
ampula. Walaupun ada 3 saluran tetapi muaranya hanya lima dan bukan enam,
karena ujung posterior saluran posterior yang tidak berampula menyatu dengan
ujung medial saluran anterior yang tidak berampula dan bermuara ke dalam bagian
medial vestibulum oleh krus kommune.Ke arah anterior rongga vestibulum
berhubungan dengan koklea tulang dan tingkap bulat (fenestra rotundum).
Koklea merupakan tabung berpilin mirip rumah siput. Bentuk
keseluruhannya mirip kerucut dengan dua tiga-perempat putaran. Sumbu koklea
tulang di sebut mediolus. Tonjolan tulang yang terjulur dari modiolus membentuk
rabung spiral dengan suatu tumpukan tulang yang disebut lamina spiralis. Lamina
spiralis ini terdapat pembuluh darah dan ganglion spiralis, yang merupakan
bagian koklear nervus akustikus.
LABIRIN MEMBRANASEA
Labirin membransea terletak di dalam labirin tulang, merupakan suatu sistem
saluran yang saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf. Labirin
ini dipisahkan dari labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan perilimf.
Pada beberapa tempat terdapat lembaran-lembaran jaringan ikat yang mengandung
pembuluh darah melintasi ruang perilimf untuk menggantung labirin membranasea.
Labirin membranasea terdiri atas:
1. Kanalis semisirkularis membranasea
2. Ultrikulus
3. Sakulus
4. Duktus endolimfatikus merupakan saluran penghubung duktus ultrikularis
dan duktus sakularis.
5. Sakus endolimfatikus merupakan ujung buntu duktus endolimfatikus
6. Duktus reuniens, saluran kecil penghubung antara sakulus dengan duktus
koklearis
7. Duktus koklearis mengandung organ Corti yang merupakan organ
pendengaran.
Terdapat badan-badan akhir saraf sensorik dalam ampula kanalis semisirkularis
pada bangunan yang dikenal sebagai krista ampularis). Pada ultrikulus dan
sakulus juga terdapat badan-badan akhir saraf yang terdapat pada bangunan yang
dikenal sebagai makula sakuli dan ultrikuli yang berfungsi sebagai indera statik
dan kinetik.

SAKULUS DAN ULTRIKULUS


Dinding sakulus dan ultrikulus dibentuk oleh lapisan jaringan ikat tebal yang
mengandung pembuluh darah, sedangkan lapisan dalamnya dilapisi epitel selapis
gepeng sampai selapis kuboid rendah. Pada sakulus dan ultrikulus terdapat
reseptor sensorik yang disebut makula sakuli dan makula ultrikuli. Makula
sakuli terletak paling banyak pada dinding sehingga berfungsi untuk mendeteksi
percepatan vertikal lurus sementara makula ultrikuli terletak kebanyakan di
lantai /dasar sehingga berfungsi untuk mendeteksi percepatan horizontal lurus.
Makula disusun oleh 2 jenis sel neuroepitel (disebut sel rambut) yaitu tipe I
dan II serta yang duduk di lamina basal. Serat-serat saraf dari bagian vestibular
nervus vestibulo-akustikus (N.VIII) akan menerima impuls saraf dari sel-sel
neuroepitel ini.
Sel rambut I berbentuk seperti kerucut dengan bagian dasar yang membulat
berisi inti dan leher yang pendek. Sel ini dikelilingi suatu jala terdiri atas badan
akhir saraf dengan beberapa serat saraf eferen, mungkin bersifat penghambat/
inhibitorik. Sel rambut tipe II berbentuk silindris dengan badan akhir saraf aferen
maupun eferen menempel pada bagian bawahnya. Kedua sel ini mengandung
stereosilia pada apikal, sedangkan pada bagian tepi stereosilia terdapat kinosilia.
Sel penyokong (sustentakular) merupakan sel berbentuk silindris tinggi, terletak
pada lamina basal dan mempunyai mikrovili pada permukaan apikal dengan
beberapa granul sekretoris.
Pada permukaan makula terdapat suatu lapisan gelatin dengan ketebalan 22
mikrometer yang dikenal sebagai membran otolitik. Membran ini mengandung
banyak badan-badan kristal yang kecil yang disebut otokonia atau otolit yang
mengandung kalsium karbonat dan suatu protein. Mikrovili pada sel penyokong
dan stereosilia serta kinosilia sel rambut terbenam dalam membran otolitik.
Perubahan posisi kepala mengakibatkan perubahan dalam tekanan atau
tegangan dalam membran otolitik dengan akibat terjadi rangsangan pada sel
rambut. Rangsangan ini diterima oleh badan akhir saraf yang terletak di
antara sel-sel rambut.
KANALIS SEMISIRKULARIS
Kanalis semisirkularis membranasea mempunyai penampang yang oval.
Pada permukaan luarnya terdapat suatu ruang perilimf yang lebar dilalui oleh
trabekula.
Pada setiap kanalis semisirkularis ditemukan sebuah krista ampularis,
yaitu badan akhir saraf sensorik yang terdapat di dalam ampula (bagian yang
melebar) dari kanalis semisirkularis. Tiap krista ampularis di bentuk oleh sel-sel
penyokong dan dua tipe sel rambut yang serupa dengan sel rambut pada makula.
Mikrovili, stereosilia dan kinosilianya terbenam dalam suatu massa gelatinosa
yang disebut kupula serupa dengan membran otolitik tetapi tanpa otokonia.
Dalam krista ampularis, sel-sel rambutnya di rangsang oleh gerakan
endolimf akibat percepatan sudut kepala. Gerakan endolimf ini mengakibatkan
tergeraknya stereosilia dan kinosilia. Dalam makula sel-sel rambut juga
8

terangsang tetapi perubahan posisi kepala dalam ruang mengakibatkan suatu


peningkatan atau penurunan tekanan pada sel-sel rambut oleh membran otolitik.

KOKLEA
Koklea tulang berjalan spiral dengan 23/4 putaran sekiitar modiolus yang juga
merupakan tempat keluarnya lamina spiralis. Dari lamina spiralis menjulur ke
dinding luar koklea suatu membran basilaris. Pada tempat perlekatan membran
basilaris ke dinding luar koklea terdapat penebalan periosteum yang dikenal
sebagai ligamentum spiralis. Di samping itu juga terdapat membran vestibularis
9

(Reissner) yang membentang sepanjang koklea dari lamina spiralis ke dinding


luar. Kedua membran ini akan membagi saluran koklea tulang menjadi tiga
bagian yaitu
1. Ruangan atas (skala vestibuli)
2. Ruangan tengah (duktus koklearis)
3. Ruang bawah (skala timpani).
Antara skala vestibuli dengan duktus koklearis dipisahkan oleh membran
vestibularis (Reissner). Antara duktus koklearis dengan skala timpani dipisahkan
oleh membran basilaris. Skala vesibularis dan skala timpani mengandung perilimf
dan di dindingnya terdiri atas jaringan ikat yang dilapisi oleh selapis sel gepeng
yaitu sel mesenkim, yang menyatu dengan periosteum disebelah luarnya. Skala
vestibularis berhubungan dengan ruang perilimf vestibularis dan akan mencapai
permukaan dalam fenestra ovalis. Skala timpani menjulur ke lateral fenestra
rotundum yang memisahkannya dengan ruang timpani. Pada apeks koklea skala
vestibuli dan timpani akan bertemu melalui suatu saluran sempit yang disebut
helikotrema.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakulus melalui duktus reuniens
tetapi berakhir buntu dekat helikotrema pada sekum kupulare.
Pada pertemuan antara lamina spiralis tulang dengan modiolus terdapat
ganglion spiralis yang sebagian diliputi tulang. Dari ganglion keluar berkasberkas serat saraf yang menembus tulang lamina spiralis untuk mencapai organ
Corti. Periosteum di atas lamina spiralis menebal dan menonjol ke dalam duktus
koklearis sebagai limbus spiralis. Pada bagian bawahnya menyatu dengan
membran basilaris.
Membran basilaris yang merupakan landasan organ Corti dibentuk oleh
serat-serat kolagen. Permukaan bawah yang menghadap ke skala timpani diliputi
oleh jaringan ikat fibrosa yang mengandung pembuluh darah dan sel mesotel.
Membran vestibularis merupakan suatu lembaran jaringan ikat tipis yang
diliputi oleh epitel selapis gepeng pada bagian yang menghadap skala vestibuli.

10

DUKTUS KOKLEARIS (SKALA MEDIA)


Epitel yang melapisi duktus koklearis beragam jenisnya tergantung pada
lokasinya, diatas membran vestibularis epitelnya gepeng dan mungkin
mengandung pigmen, di atas limbus epitelnya lebih tinggi dan tak beraturan. Di
lateral epitelnya selapis silindris rendah dan di bawahnya mengandung jaringan
ikat yang banyak mengandung kapiler. Daerah ini disebut stria vaskularis dan
diduga tempat sekresi endolimf.
ORGAN CORTI
Organ Corti terdiri atas sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel-sel yang
terdapat di organ Corti adalah
1. Sel tiang dalam merupakan sel berbentuk kerucut yang ramping dengan bagian
basal yang lebar mengandung inti, berdiri di atas membran basilaris serta bagian
leher yang sempit dan agak melebar di bagian apeks.
2. Sel tiang luar mempunyai bentuk yang serupa dengan sel tiang dalam hanya
lebih panjang. Di antara sel tiang dalam dan luar terdapat terowongan dalam
(Terowongan Corti)
3. Sel falangs luar merupakan sel berbentuk silindris yang melekat pada
membrana basilaris. Bagian puncaknya berbentuk mangkuk untuk menopang
bagaian basal sel rambut luar yang mengandung serat-serat saraf aferen dan
eferen pada bagian basalnya yang melintas di antara sel-sel falangs dalam untuk
menuju ke sel-sel rambut luar. Sel-sel falangs luar dan sel rambut luar terdapat
dalam suatu ruang yaitu terowongan Nuel. Ruang ini akan berhubungan dengan
terowongan dalam.
4. Sel falangs dalam terletak berdampingan dengan sel tiang dalam. Seperti sel
falangs luar sel ini juga menyanggah sel rambut dalam.
5. Sel batas membatasi sisi dalam organ corti
6. Sel Hansen membatasi sisi luar organ Corti. Sel ini berbentuk silindris terletak
antara sel falangs luar dengan sel-sel Claudius yang berbentuk kuboid. Sel-sel
Claudius terletak di atas sel-sel Boettcher yang berbentuk kuboid rendah.
Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu membran yaitu membrana
tektoria yang merupakan suatu lembaran pita materi gelatinosa. Dalam keadaan
hidup membran ini menyandar di atas stereosilia sel-sel rambut.

11

GANGLION SPIRALIS
Ganglion spiralis merupakan neuron bipolar dengan akson yang bermielin
dan berjalan bersama membentuk nervus akustikus. Dendrit yang bermielin
berjalan dalam saluran-saluran dalam tulang yang mengitari ganglion, kehilangan
mielinnya dan berakhir dengan memasuki organ Corti untuk selanjutnya berada di
antara sel rambut. Bagian vestibular N VIII memberi persarafan bagian lain
labirin. Ganglionnya terletak dalam meatus akustikus internus tulang temporal dan
aksonnya berjalan bersama dengan akson dari yang berasal dari ganglion spiralis.
Dendrit-dendritnya berjalan ke ketiga kanalikulus semisirkularis dan ke makula
sakuli dan ultrikuli.
Telinga luar menangkap gelombang bunyi yang akan diubah menjadi
getaran-getaran oleh membran timpani. Getaran-getaran ini kemudian diteruskan
oleh rangkaian tulang tulang pendengaran dalam telinga tengah ke perilimf dalam
vestibulum, menimbulkan gelombang tekanan dalam perilimf dengan pergerakan
cairan dalam skala vestibuli dan skala timpani. Membran timpani kedua pada
tingkap bundar (fenestra rotundum) bergerak bebas sebagai katup pengaman
dalam pergerakan cairan ini, yang juga agak menggerakan duktus koklearis
dengan membran basilarisnya. Pergerakan ini kemudian menyebabkan tenaga
penggunting terjadi antara stereosilia sel-sel rambut dengan membran tektoria,
sehingga terjadi stimulasi sel-sel rambut. Tampaknya membran basilaris pada basis
koklea peka terhadap bunyi berfrekuensi tinggi , sedangkan bunyi berfrekuensi
rendah lebih diterima pada bagian lain duktus koklearis.

12

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran


Proses pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah
getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah nertekanan tinggi karena
komporesi (pemampatan) molekul-molukel udara yang berselang-seling dengan daerahdaerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang ammapu
menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara.
Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air.
Namun, perjalan gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien, diperlukan
tekanan yang lebih besar untuk menimbulkan pergerakan cairan udara karena resistensi
terhadap perubahan cairan yang lebih besar.
Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan,
kepekakan, loudness, dan timbre (kualitas, warna nada).
o Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi
getaran , semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara
dengan frekuensi dari 20-20.000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap
frekuensi antara 1000 dan 4000 siklus per detik.
o Intensitas atau kepekakan (kekuatan) suatu suara bergantung pada amplitudo
gelombang suara, atau perbedaan tekanan anatar daerha pemampatan yang
bertekanan tinggi dan daerah penjarangan yang bertekanan tinggi. Dalam rentang
pendengaran, semakin besar amplitudo, semakin keras (pekak) suara. Kepekakan
dinyatan dalam desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandungkan
dengan suara teredam (terhalus) yang dapat terdengar ambang pendengaran-.
Karena hubungan yang bersifat logaritmik, setiap 10 dB menandakan peningkatan
kepekakan 10 kali lipat.
o Kualitas atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi
tambahan yang menimpa nada dasar.
Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara menjadi
getaran cairan di telinga dalam.
Reseptor-reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan
demikian, gelombang suara hantaran udara yang harus disalurkan ke arah dan dipindahkan
ke telinga dalam, dan dalam prosesnya melakuakan kompensai terhadap berkurangnya
energi suara terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari udara ke air.
Fungsi ini dilakukan oleh telinga liar dan telinga tengah.
Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius eksternus
(saluran telinga), dan memebran timpani (gendnag telinga). Pinna, suatu lempeng tulang
rawan terbungkus kulit, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke slauran
telinga luar. Karena bentuknya, daun telinga secra parsial menahan gelombang suara yang
mendekati telinga dari arah belakang, dan dengan demikian, membantu seseorang
membedakan apakah suara datang dari arah depan atau belakang.
13

Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang sari kanan atau kiri ditentukan
berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang terletak lebih
dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang tersebut mencapai telinga
satunya. Kedua, sura terdengar kurang kuat sewaktu mencapai telinga yang terletak lebih
jauh, krena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial mengganggu
perambatan gelombang suara.
Pintu masuk ke kanalis telinga (saluran telinga) dijaga oleh rambut-rambut halus. Kulit
yang melapisi saluran telinga mengandung kelenjar-kelenjar keringat termodifikasi yang
menghasilkan serumen (kotoran telinga), suatu sekersi lengket yang menangkap partikelpartikel asing yang halus. Rambut halus dan serumen tersebut membantu mencegah
partikel-partikel dari udara masuk ke bagian dalam saluran telinga, tempat mereka dapat
menumpuk atau mencederai membrana timpani dan menggangu pendengaran.
Membrani timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar
sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi
dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut
menekuk keluar masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.
Tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus setara agar membrana dapat
bergerak bebas sewaktu gelombang suara mengenainya. Bagian luar gendang telinga
terpajan ke tekanna atmosfer yang mencapainya melalui saluran telinga. Bagian dalam
gendang telinga yang berhadapan dengan rongga telinga tengah juga terpajan ke tekanan
atmosfer melalui tuba eustachius (auditoria) yang menghubungkan telinga tengah ke
faring. Tuba eustakius dalam keadaan normal tertutup, tetapi dapat dibuat terbuka dengan
gerakan menguap, mengunyah, atau menelan. Pembukaan tersebut memeungkinkan
tekanan udara di dalam telinga tengah menyamakan diri dengan tekanan atmosfer,
sehingga tekanan di kedua sisi membran setara.
Selama perubahan tekanan eksternal yang berlangsung cepat (contohnya sewaktu pesawat
lepas landas), kedua gendang telinga menonjol ke luar dan menimbulkan nyeri karena
tekanan di luar telinga berubah sedangkan tekanan di telinga tengah tidak berubah.
Membuka tuba eustakius dengan menguap memungkinkan tekanan di kedua sisi
membrana timpani seimbang, sehingga menghilangkan distorsi tekanan dan gendang
telinga kembali ke posisinya semula. Infeksi yang berasal dari tenggorokan kadangkadang menyebar melalui tuba eustakius ke telinga tenagah. Penimbunan cairan yang
terjadi di telinga tengah tidak saja menimbulkan nyeri tetapi juga menganggu hantaran
suara melintasi telinga tengah.
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar memebrana timpani ke cairan di telinga
dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang yang
dapat beregrak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi telinga
tengah. Tulang pertama maleus melekat ke membrana timpani, dan tulang terakhir stapes
melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika membrana
timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut
juga bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari
membrana timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang
dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan
frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula.

14

Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menggerakan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaiatan dengan sistem osikuler
yang memperkuat tekanan gelombang suara daru udara untuk menggetarkan cairan di
koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas
permukaan jendela oval, terjadi peningktan tekanan ketika gaya yang bekerja di membrana
timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan= gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit
tulang-tulang pendnegaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua
mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar
20 kali lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan
tambahan ini cukup untuk menyebabkan peregrakan cairan koklea.
Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebgai respons terhadap
suara keras (> 70 dB), menyebabkan membrana timpani menegang dan pergerakan tulangtulang di telinga tengah dibatasi. Pengurangan pergerakan struktur-struktur telinga tengah
ini menghilangkan transmisi gelombang suara keras ke telinga dalam untuk melindungi
perangkat sensorik yang sangat peka dari kerusakan. Namun, respons refleks ini relatif
lambat, timbul plaing sedikit 40 mdet setelah pajanan suatu sura keras. Dengan demekian,
refleks ini hanya memberikan perlindungan terhadap suara keras yang berkepankangan,
bukan terhadap suara keras yang timbul mendadak, misalnya suara ledakan.
Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf.
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan timbulnya
gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat ditekan, tekanan
dihamburkan melalui dua cara sewaktu stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke
dalam:
1. Perubahan posisi jendela bundar
2. Defleksi membran basilaris.
Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan di kompartemen
atas, kemudian mengelilingi helikotrema, dan ke kompartemen bawah, tempat gelombang
tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol ke luar ke dalam rongga telinga tengah
untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes beregerak mundur dan
menarik jendela oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah
berlawanan, mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan
timbulnya persepsi suara, tetapi hanay menghamburkan tekanan.
Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil jalan
pintas. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana
vestibular yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana
basilaris ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela
bundar menonjol ke luar masuk bergantian. Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa
transmisi gelombang tekanan melalui membrana basilaris menyebabkan membran ini
bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar secara sinkron dengan gelombang tekanan.
Karena organ corti menumpang pada membrana basilaris, sel-sel rambut juga bergerak
naik turun sewaktu membrana basilaris bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor
terbeanam di dalam membrana tektorial yang kaku dan stasioner, rambut-rambut tersebut
akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu membrana basilaris menggeser
posisinya terhadap membrana tektorial.

15

Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan sluran-saluran ion
gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini
menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian.
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps kimiawi
dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius(koklearis).
Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergerak ke atas) meningkatkan
kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan kecepatan potensial aksi di
serat-serta aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang ketika selsel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu
membrana basilaris bergerak ke bawah).
Dengan demikian, telinga mengubha gelombang suara di udara menjadi gerakan-gerakan
berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan maju mundur rambutrambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-rambut tersebut menyebabkan
pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran di sel reseptor, yang menimbulkan
perubahan potensial berjenjang di reseptor, sehingga mengakibatkan perubahan kecepatan
pembentykan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan cara ini, gelombang suara
diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi
suara.

Diskriminasi nada bergantung pada daerah membrana basilaris yang bergetar,


diksriminasi kepekakan suara bergantung pada amplitudo getaran.
Diskriminasi nada (yaitu, kemampuan membedakan berbagai frekuensi gelombang suara
yang datang) bergantung pada bentuk dan sifat membrana basilaris, yang menyempit dan
kaku di ujung helikotremanya.
Berbagai daerah di membrana basilaris secra alamiah bergetar secara maksimum pada
frekuensi yang berbeda, yaitu setiap frekuensi memperlihatkan getaran puncak di titik-titik
tertentu sepanjang membrana. Ujung sempit paling dekat jendela oval bergetar maksimum
pada nada-nada tinggi, sedangkan ujung lebar paling dekat dengan helikotrema bergetar
maksimum pada nada-nada rendah. Nada-nada antara berada di sepanjang membrana
basilaris dari frekuensi tinggi ke rendah.

16

Korteks pendengaran dipetakan berdasarkan nada


Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel rambut keluar dari
koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan korteks pendengaran
melibatkan beberapa sinaps di batang otak dan nukleus genikulatus medialis talamus.
Batang otak menggunakan masukan pendangaran untuk kewaspadaan. Talamus menyortir
dan memancarkan sinyal ke atas. Tidak seperti jalur penglihatan, sinyal pendengaran dari
kedua telinga disalurkan ke kedua lobus temporalis karena serat-sertanya bersilangan
secara parsial di batang otak. Karena itu, gangguan di jalur pendengaran tidak
mengganggu pendengaran di kedua telinga.
3. Memahami dan Menjelaskan Otitis Media
3.1. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
Otitis media akut ialah peradangan telinga tengah yang mengenai sebagian atau
seluruh periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.

3.2. Etiologi
Bakteri

Streptococcus
pneumoniae
(hingga 40 %)
Haemophillus influenza (2530%) terutama pada anak
dibawah 5 tahun
Streptococcus haemolyticus
Staphylococcus aureus
Streptococcus anhemolyticus
Moraxellla cararrhalis (1020%)
Eschericia coli
Proteus vulgaris
Pseudomonas aeruginosa

Virus

Respiratory
syncytial
virus (RSV)
Mononucleos
is
Campak

Lain-lain

Chlamydia
Mycoplasma

17

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor
genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu
formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis
kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas,
disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain.
Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens
OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi
tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau
status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak
laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native
American, Inuit, dan Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi
dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga
berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas,
status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong
terjadinya OMA pada anak-anak. ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh
karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak menderita OMA.
Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA yang lebih
signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya riwayat kontak yang
sering dengan anak-anak lain seperti di pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga
meningkat. Anak dengan adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah
terkena OMA karena fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita
penyakit telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat
infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus.
3.3. Epidemiologi
Sekitar 70% anak dibawah 3 tahun mengalami minimal satu kali episode otitis media
(OM). Dilaporkan bahwa kasus OM pada neonatus hingga anak usia 7 tahun dengan
puncak insidensi pada usia 2 tahun.60-80% bayi memiliki paling sedikit satu episode
OMA, dan 90% terjadi pada usia 2-3 tahun. Di Amerika Serikat angka kejadian
tertinggi dari OMA terjadi pada usia 6-24 bulan, frekwensi OMA terjadi pada masa
anak-anak, remaja dan dewasa, biasanya anak laki-laki lebih sedikit dibandingkan
dengan anak perempuan. Secara langsung atau tidak langsung kerugian akibat OMA
untuk biaya pengobatan dan waktu yang hilang untuk sekolah dan bekerja mendekati
angka tiga milyar pada tahun 1995.
3.4. Klasifikasi
Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis
media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis.
Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa,
otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva.
Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau
sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore,
apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga
dijumpai efusi telinga tengah. Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga
tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas
yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani,
dan otore.

18

3.5. Patofisiologi dan Patogenesis


Patogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa
saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius
menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila
keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus
atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa
telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang
berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan
mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga
tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi.
Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi
serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba
patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan
mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba
Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri,
sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan
pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu
karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas
terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek
membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul
edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian
Otitis Media
besar pasien dengan otitis media dihubungkan
dengan riwayat fungsi abnormal dari
tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor
ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid
Otitis Media
.Otitis Media Supuratif
Nonsupuratif
(serosa/sekretorik/
musinosa/efusi)

1. Otitis Media Akut


(0-3 minggu)
2. Otitis Media
Rekuren

Otitis Media
Supuratif subakut
(3-12 minggu)

Otitis Media
Supuratif Kronik
(>12 minggu)

Otitis Media
Spesifik Lainnya

1. Otitis Media
Serosa Akut
(barotrauma/aeroti
tis)
2. Otitis Media
Rekuren

Otitis Media
Tuberculosis

Otitis Media Serosa


Subakut

Otitis Media
Sifilitika

19
Otitis Media Serosa
Kronik

Otitis Media
Adhesiva

3.6. Manifestasi Klinis


OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung
pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius,
stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi
dan stadium resolusi.

Membran Timpani Normal


1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi
membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga
tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi
malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi
pada tuba Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran
timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna
keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini
sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan
alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.
2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi
Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang
ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya
sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang
berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses
inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium
ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia,
telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi
gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena
terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar
antara dua belas jam sampai dengan satu hari.

20

Membran Timpani Hiperemis


3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah di
telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga
tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat
yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau
bulging ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit,
nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu
gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran
konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di
kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler
membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa
lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.
Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani
sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi
pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur,
lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin
tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.

Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen

4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
21

Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering


disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan
dapat tertidur nyenyak. Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret
atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis
media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih
satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media
supuratif kronik.

Membran Timpani Peforasi


5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan
berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal
hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang
dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun
tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan
virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media
supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap,
dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa.
Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami
perforasi membran timpani.
Gejala Klinis
Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang
sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, di samping suhu
tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak
yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan anak
kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5C (pada stadium
supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejangkejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur
membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur
tenang (Djaafar, 2007).
Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu penyakit.
Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur, keluhan orang tua pasien tentang anak
yang gelisah dan menarik telinga atau tugging, serta membran timpani yang kemerahan
22

dan membengkak atau bulging. Menurut Dagan (2003) dalam Titisari (2005), skor OMA
adalah seperti berikut:
Tabel 2.1.
Skor OMA
Skor

Suhu (C)

Gelisah

Tarik telinga

Kemerahan
pada
membran
timpani

Bengkak
pada
membran
timpani
(bulging)

<38,0

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

38,0- 38,5

Ringan

Ringan

Ringan

Ringan

38,6- 39,0

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

>39,0

Berat

Berat

Berat

Berat,
termasuk
otore

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3, berarti
OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.
Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia berat atau sedang, suhu
lebih atau sama dengan 39C oral atau 39,5C rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak
hebat dan demam kurang dari 39C oral atau 39,5C rektal.
3.7. Diagnosis dan Diagosis Banding
Kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:
1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut,
seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak
ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang
membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan
adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema
pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan
aktivitas normal.
Keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat.
Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah,
mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore
yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga
tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan
kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria
tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0C, dan
disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.

23

Perbedaan OMA dan Otitis Media dengan Efusi


OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai
OMA. Efusi telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada
pada OMA dan otitis media dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat
menimbulkan gangguan pendengaran dengan 0-50 decibels hearing loss.

1.

1.
2.

Diagnosis Banding
Otitis media externa : infeksi pada telinga luar.
Etiologi : terpapar bakteri/jamur.
Manifestasi : sama seperti OMA dan OMK (gatal, nyeri, keluar cairan busuk dan ditemukan
spora hitam seperti rambut.
Otitis media serousa : terdapat cairan di dalam telinga tengah tanpa tanda dan gejala infeksi.
Otitis media kronik

3.8. Tatalaksana
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan
pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan
pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan
pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan
ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba
Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum
lokal dan sistemik.
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali
tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat
tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12
tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas
24

12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian
antibiotik.
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan
analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika
terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis
terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik
diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan
eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi
dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari
yang terbagi dalam 3 dosis.
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat
hilang dan tidak terjadi ruptur.
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara
berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3
sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10
hari.
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret
tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret
mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat
dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi
mastoiditis.
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik.
Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam
dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang
segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif
seterusnya. Masalah yang muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten
terhadap antibiotik meningkat. Yang dapat diobservasi dan yang harus segera
diterapi dengan antibiotik sebagai berikut.

Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut,
terdapat efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah.
Gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39C dalam 24
jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam
25

39C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia
enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau
diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan
pemberian analgesia seperti asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa
observasi.
Amoksisilin merupakan first-line terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari
sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap
Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat
diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilinklavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis,
termasuk Streptococcus penumoniae. Pneumococcal 7-valent conjugate vaccine
dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media.
Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren,
seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi.
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi
drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posteriorinferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu
dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah. Indikasi miringostomi pada
anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis
nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi
merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan terhadap dua
kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah satu tindakan miringotomi atau
timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang respon kurang memuaskan
terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur.
2. Timpanosintesis
Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia lokal
supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis
adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi
baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah, pipa timpanostomi dapat
menurun morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan
pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian
prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi
dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi
tuba timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan
OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan
adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.
3.9. Komplikasi
26

Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses
subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi
tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik. Komplikasi OMA terbagi
kepada komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut,
paresis nervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan
intracranial (abses otak, tromboflebitis).
3.10. Prognosis
Pada komplikasi otitis media bisa menyebabkan kematian ketika tidak ditangani
dengan maksimal. Gejala sisa seringkali muncul pada pasien yang pernah
mengalami komplikasi intrakranial. Penanganan yang adekuat terhadap penyakit
primer juga sangat mempengaruhi prognosis pengobatan.
3.10. Pencegahan
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada
bayi dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan
pemberian ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan
merokok, dan lain-lain
4. Memahami dan Menjelaskan menjaga Telinga dan Pendengaran Menurut
Pandangan Islam
Ketahuilah mata kita, Allah ciptakan untuk dapat melihat kebenaran. Telinga kita,
Allah ciptakan untuk dapat mendengarkan kebenaran. Dan akal kita, Allah ciptakan untuk
memikirkan dan memahami penjelasan dari apa yang kita lihat maupun kita dengar.
Apabila seseorang melihat kebenaran dengan matanya, mendengar kebenaran
dengan telinganya, kemudian ia tahu dan paham (dengan menggunakan akalnya) bahwa hal
tersebut adalah kebenaran, akan tetapi hatinya malah mendustakan. Maka pantas kita sebut
orang ini buta, tuli dan bodoh. Sekalipun matanya, telinganya dan akalnya berfungsi tapi
karena hatinya tidak membenarkan apa yang dipersaksikan mata, telinga dan akalnya, maka
sia-sialah fungsi dari ketiga hal tersebut.
Oleh karenanya, orang yang demikian lebih jelek dari pada binatang ternak. Benar,
binatang ternak punya mata, telinga, akal (yang sangat terbatas). Maka tidak salah jika
perbuatan mereka tidak dikontrol. Tapi manusia? mereka memiliki akal yang sempurna untuk
memikirkan, hati untuk memutuskan, mengapa tidak mempergunakannya?! benarlah
firmannya:





Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka* itu mendengar atau memahami.
mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya
(dari binatang ternak itu). (al-furqaan: 44)
*yaitu orang kafir secara khusus dan orang sesat secara umum, Mengapa?
Allah berfirman:







Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (kebenaran)






27

Dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (kebenaran, dan
tanda-tanda kekuasaan allah lainnya),:







Dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan
(kebenaran).





Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka itulah orangorang yang lalai. (al-araaf: 179)
dalam ayat lain allah berfirman:





Dan kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi
pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit juapun bagi mereka,
karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang
dahulu selalu mereka memperolok-olokkannya. (al-ahqaf: 26)
Allah berfirman:


Dan allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur. (an-nahl: 78)
Allah berfirman:








Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-nya dan dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali
bersyukur. (as sajdah: 9)
Allah berfirman:










katakanlah: Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati. (tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (al-mulk: 23)
Janganlah gunakan matamu dalam hal-hal yang baathil (seperti melihat aurat,
membaca buku yang penuh dengan kesesatan, kekufuran dan kebidahan), sehingga
menghalangimu untuk melihat kebenaran yang sedemikian terangnya.
Jangan gunakan juga telingamu dalam hal-hal yang baathil (seperti mendengarkan
ghibah, mendengarkan musik, mendengarkan ceramah-ceramah kesesatan, kekufuran,
kesyirikan maupun kebidahan). Sehingga menghalangimu untuk mendengarkan kebenaran
yang sedemikian jelasnya.
Jangan gunakan akalmu dalam perkara yang baathil, yang mana justru akan
menjadikannya tidak berfungsi lagi. Akan tetapi gunakanlah akalmu untuk memikirkan dan
memahami kebenaran. Janganlah engkau melebihkan akal dari kapasitasnya yaitu
mendahulukannya daripada syariat, sehingga engkau menjadikan akal sebagai hakim,
sehingga engkau lebih merasa puas dengan ketetapan akalmu, daripada ketetapan allah dan
rasulnya

28

Jangan pula jadikan hawa nafsumu menguasai hatimu, sehingga menjadikan hatimu
menolak kebenaran yang telah jelas bagimu, hingga menyebabkan dirimu pun binasa.
Beruntunglah mereka yang mempergunakan akal, telinga, mata dan hati mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Eroschenko, Victor P. 2008. Di Fiores Atlas of Histology with Functional


Correlations 11th edition. Baltimore. Lippincott Williams & Wilkins.

Moore, Keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta. EGC

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta.
EGC.

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi 6.


Jakarta. EGC.

Soepardi, Efiaty Arsyad et al. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok,

Kepala & Leher Edisi 7. Jakarta. Badan Penerbit FKUI.

29

Anda mungkin juga menyukai