Anda di halaman 1dari 130

PERBANDINGAN KEADAAN JARINGAN PERIODONSIUM PADA ANAK

PENGGUNA SPACE MAINTAINER CEKAT DAN LEPASAN DI KLINIK


IKGA RSGMP UNIVERSITAS HASANUDDIN

SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat
mencapai gelar sarjana Kedokteran Gigi

OLEH :
MUH. TEGAR JAYA
J111 12 104

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
MAKASSAR
2015

PERBANDINGAN KEADAAN JARINGAN PERIODONSIUM PADA ANAK


PENGGUNA SPACE MAINTAINER CEKAT DAN LEPASAN DI KLINIK
IKGA RSGMP UNIVERSITAS HASANUDDIN

SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat
mencapai gelar sarjana Kedokteran Gigi

OLEH :
MUH. TEGAR JAYA
J111 12 104

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
MAKASSAR
2015

ii

iii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa mahasiswa yang tercantum namanya di bawah ini :
Nama

: Muh. Tegar Jaya

Nim

: J111 12 104

Judul skripsi : Perbandingan

Keadaan

Jaringan

Periodonsium

Pada

Anak

Pengguna Space Maintainer Cekat dan Lepasan di Klinik Ilmu


Kedokteran Gigi Anak RSGMP Universitas Hasanuddin
Menyatakan bahwa judul skripsi yang diajukan adalah judul baru dan tidak terdapat
di perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.

Makassar, 30 Oktober 2015


Staf Perpustakaan FKG-UH

Amiruddin, S.Sos
NIP.19661121199011 003

iv

Perbandingan Keadaan Jaringan Periodonsium Pada Anak Pengguna Space


Maintainer Cekat dan Lepasan di Klinik Ilmu Kedokteran Gigi Anak
RSGMP Universitas Hasanuddin
ABSTRAK

Latar belakang. Jaringan periodonsium merupakan sistem fungsional jaringan yang


mendukung gigi dan terdiri dari gingiva, tulang alveolar, ligamentum periodontal,
dan sementum. Keadaan jaringan periodonsium sangat bervariasi, dipengaruhi oleh
morfologi gigi, fungsi, maupun usia. Salah satu faktor penting yang dapat merusak
keadaan jaringan periodonsium adalah deposit makanan yang menumpuk dan
melekat pada permukaan gigi. Deposit makanan bisa terjadi karena pemakaian alat
fungsional di dalam mulut seperti alat space maintainer. Berdasarkan hal tersebut
dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan keadaan jaringan periodonsium
antara pengguna space maintainer cekat dan lepasan di Klinik Ilmu Kedokteran Gigi
Anak RSGMP Universitas Hasanuddin.
Alat dan metode. Penelitian observasional analitik dilakukan di Klinik Pedodonsi
RSGMP Universitas Hasanuddin dengan total sampel sebanyak 27 orang, terdiri dari
15 orang pengguna space maintainer lepasan dan 12 orang pengguna space
maintainer cekat. Pemeriksaan dilakukan menggunakan probe periodontal WHO dan
tingkat keparahan jaringan periodonsium dihitung berdasarkan indeks gingival Loe
and Silness serta uji statistik Mann Whitney U Test.
Hasil. Dari total sampel sebanyak 27 orang. Terlihat nilai GI pengguna space
maintainer cekat mencapai 1.75 sedangkan space maintainer lepasan hanya 1.13,
terdapat selisih 0.617. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan jaringan periodonsium
space maintainer cekat lebih buruk dari pengguna space maintainer lepasan. Selain
itu rentang nilai 95% convidence interval (CI) sebesar 0.095-1.138, rentang nilai
positif menunjukkan bahwa nilai gingival indeks pengguna space maintainer cekat
lebih besar dibanding pengguna lepasan. Adapun hasil uji statistik Mann Whitney U
Test diperoleh nilai p: 0.041 (p<0.05).
Kesimpulan. Terdapat perbedaan kondisi jaringan periodonsium yang signifikan
antara pengguna space maintainer cekat dan lepasan berdasarkan nilai gingival
indeks.
Kata kunci : Jaringan periodonsium, Space maintainer cekat, Space maintainer
lepasan, Klinik Ilmu Kedokteran Gigi Anak RSGMP Universitas Hasanuddin

A Comparison of Periodontium Tissue Condition Between Fixed Space


Maintainer Users and Removable Space Maintainer Users in Clinic Pedodonsia
RSGMP Universitas Hasanuddin
ABSTRACT
Background. Periodontium tissue is a functional tissue system that support tooth and
consist of its tooth, alveolar bones, ligamentum, periodontal and cementum.
Condition of periodontium tissue is highly varied. Its affected by tooth morphology,
function, and age. One of the important factor that may broke the condition of
periodontium tissue is food deposit that accumulated and adhered at tooth surface.
Food deposit may occur because usage of functional tools inside the mouth such as
space maintainer. Based on these data, research planing to do to know the difference
of periodontium tissue condition between fixed space maintainer users and
removable space maintainer users in Clinic Pedodonsia RSGMP Universitas
Hasanuddin
Materials and methods. Analytical observational research did ini clinic Pedodonsia
RSGMP Universitas Hasanuddin with 27 persons total sample divide into 15 person
removable space maintainer users and 12 fixed space maintainer user. Examination
using probe periodontal WHO and the damage level count of periodontal tissue
based on index of gingival Loe and Silness and the result of statistic test using Mann
Whitney U Test statistic
Result. With the 27 total sample. Result of gingival indeks (GI) value from fixed
space maintainers users is 1.75 whereas removable space maintainer nis 1.13 with
0.617 difference both. The data shows the condition of periodontium tissue by fixed
space maintainer users is worse than removable space maintainer users. The interval
of 95% value of confidence interval (CI) is 0.095-1.138. The positive interval value
shows that gingival index value of fixed space maintainers is higher than removable
space maintainer users. The result of statistic test Mann Whitney U test acquired p
value : 0.041 (p<0.05).
Conclusion. There was significant difference periodontium tissue condition between
fixed space maintainer users and removable space maintainer users based on
gingival indeks value.
Key words : Periodontium tissue, Fixed space maintainer, Removable space
maintainer, Clinic Pedodonsia RSGMP Universitas Hasanuddin

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil alamiin, Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena
berkat rahmat, hidayah, ridho, dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Perbandingan Keadaan Jaringan Periodonsium pada Anak
Pengguna Space Maintainer Cekat dan Lepasan di Klinik Ilmu Kedokteran Gigi
Anak RSGMP Universitas Hasanuddin sebagai syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana kedokteran gigi. Tak lupa pula shalawat dan salam penulis haturkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari zaman zahiliyah
menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, bimbingan,
dukungan, serta doa dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan tulus
hati penulis ucapkan rasa terimakasih kepada :
1. drg. Nurhaedah H. Galib, Sp.KGA, sebagai dosen pembimbing skripsi yang
senantiasa meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta ilmunya kepada penulis,
serta selalu memberikan pesan- pesan moral yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan penulis kedepannya, terutama dalam menjadi dokter gigi
profesional seperti beliau. Terima kasih atas bantuannya, semoga Allah
senantiasa memberikan keselamatan dan rahmat-Nya kepada dokter serta
keluarganya, Aamin.
2. Dr. drg. Bahruddin Thalib, M.Kes, Sp.Pros, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin

vii

3. Dr. drg, Marhamah, M.Kes, selaku penasehat akademik yang senantiasa


mendidik dan membimbing penulis selama pendidikan dijenjang preklinik
4. Kedua orangtua serta keluarga besar penulis, yang selalu memberi semangat
serta motivasi agar menyelesaikan skripsi dengan sebaik- baiknya
5. Seluruh staf pegawai, perawat, serta co-ass bagian IKGA yang selalu
membantu penulis dalam mengambil data, mencari sampel pasien, serta tak
hentinya memberikan motivasi kepada penulis
6. Staf akademik serta pegawai perpustakaan FKG Unhas, yang selalu
membantu menyediakan sarana dan fasilitas dalam pembuatan skripsi
7. Teman- teman Mastikasi 2012, yang telah menjadi keluarga selama awal
pendidikan di FKG Unhas dan tak henti- hentinya memberi semangat serta
bantuan selama jalannya penelitian, juga teman- teman skripsi bagian IKGA
yang sudah berjuang bersama dari awal jalannya pembuatan skripsi ini.

Makassar, 30 Oktober 2015


Muh. Tegar Jaya

viii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iii
PERNYATAAN ........................................................................................................ iv
ABSTRAK .................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang ................................................................................................... 1
1.2. Rumusan masalah .............................................................................................. 4
1.3. Tujuan penelitian ............................................................................................... 5
1.5. Manfaat penelitian ............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tumbuh kembang kraniofasial ........................................................................ 6
2.1.1. Pertumbuhan dan perkembangan cranium vault ................................................ 7
2.1.2. Pertumbuhan dan perkembangan basis cranium ................................................ 8
2.2.

Pertumbuhan dan perkembangan rahang ....................................................... 9

2.2.1. Maksila ......................................................................................................... 10


2.2.2. Mandibula ..................................................................................................... 11
2.3. Tahap erupsi gigi ........................................................................................... 12
2.4. Kelainan erupsi gigi ...................................................................................... 14

ix

2.4.1. Erupsi prematur ............................................................................................ 15


2.4.2. Erupsi yang lambat ....................................................................................... 16
2.5. Waktu erupsi serta lebar mesio distal gigi .................................................... 17
2.6. Penyebab tanggalnya gigi desidui diusia dini ............................................... 19
2.7. Dampak tanggal dini gigi desidui.................................................................. 19
2.8

Pengukuran dimensi ruang ........................................................................... 21

2.8.1 Metode Moyers ............................................................................................. 22


2.8.2 Metode Nance ............................................................................................... 22
2.8.3 Metode Huckaba ........................................................................................... 23
2.8.4 Metode Johnson dan Tanaka ........................................................................ 24
2.9. Space maintainer ........................................................................................... 25
2.9.1. Indikasi dan kontra indikasi penggunaan space maintainer ......................... 25
2.9.2. Keuntungan dan kerugian penggunaan space maintainer ............................. 27
2.9.3. Syarat- syarat space maintainer .................................................................... 29
2.9.4. Jenis- jenis space maintainer ........................................................................ 30
2.9.4.1. Space maintainer cekat ............................................................................. 31
2.9.4.2. Space maintainer lepasan.......................................................................... 40
2.10. Perawatan gigi anak selama penggunaan space maintainer ......................... 42
2.11. Jaringan periodonsium ................................................................................. 43
2.11.1. Gingiva ....................................................................................................... 43
2.11.2. Sementum ................................................................................................... 47
2.11.3. Ligamentum periodontal............................................................................. 48
2.11.4. Tulang alveolar ........................................................................................... 49
2.12. Gambaran klinis gingiva normal .................................................................. 50

2.13. Gambaran mikroskopik gingiva ................................................................... 52


2.14. Klasifikasi penyakit jaringan periodonsium pada anak ................................ 54
2.15. Etiologi penyakit periodonsium ................................................................... 58
2.15.1. Faktor lokal penyakit periodonsium ........................................................... 59
2.15.2. Faktor sistemik penyakit periodonsium ...................................................... 62
2.16. Pengaruh alat fungsional terhadap kesehatan gingiva .................................. 64
2.17. Indeks pengukuran ....................................................................................... 65
2.17.1. Indeks Gingiva ............................................................................................ 65
2.17.2. Papilla Bleeding Index................................................................................ 67
2.17.3. Periodontal Disease Index .......................................................................... 67
2.18. Penanganan penyakit periodontal pada anak ............................................... 69
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN ..................................................... 73
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Jenis penelitian ................................................................................................ 74
4.2. Desain penelitian ............................................................................................. 74
4.3. Tempat dan waktu penelitian .......................................................................... 74
4.3.1. Tempat penelitian ......................................................................................... 74
4.3.2. Waktu penelitian ........................................................................................... 74
4.4. Variabel Penelitian .......................................................................................... 74
4.5. Definisi operasional variabel ........................................................................... 75
4.6. Populasi dan sampel penelitian ....................................................................... 76
4.7. Kriteria sampel ................................................................................................ 76
4.7.1. Kriteria inklusi .............................................................................................. 76
4.7.2. Kriteria eksklusi .......................................................................................... 77
4.8. Metode pengambilan sampel ........................................................................... 77

xi

4.9. Jumlah sampel ................................................................................................. 77


4.10. Prosedur penelitian ........................................................................................ 77
4.11. Alat ukur dan pengukuran ............................................................................. 78
4.12. Alat dan bahan penelitian .............................................................................. 80
4.13. Analisis data .................................................................................................. 81
4.13.1. Jenis data..................................................................................................... 81
4.13.2. Pengolahan data .......................................................................................... 81
4.13.3. Uji statistik. ................................................................................................. 81
BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................................. 82
BAB VI PEMBAHASAN.......................................................................................... 94
BAB VII PENUTUP
7.1. Kesimpulan.................................................................................................... 111
7.2. Saran .............................................................................................................. 112
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 114
LAMPIRAN

xii

DAFTAR GAMBAR

No

Teks

Halaman

2.1

Perkembangan kraniofasial

2.2

Erupsi gigi

14

2.3

Space maintainer band and loop

32

2.4

Space maintainer crown and loop

34

2.5

Distal shoe sapce maintainer

36

2.6

Lingual arch space maintainer

38

2.7

Palatal arch space maintainer

39

2.8

SM lepasan dengan gigi tiruan sebagian

41

2.9

SM lepasan dengan gigi tiruan penuh

41

2.10

Jaringan periodonsium

43

2.11

Gingiva normal

50

2.12

Hasil probing

66

xiii

DAFTAR TABEL

No

Teks

Halaman

2.1

Waktu erupsi dan lebar mesio distal gigi desidui

17

2.2

Waktu erupsi dan lebar mesio distal gigi permanen

18

5.1

Distribusi sampel berdasarkan karakteristiknya

83

5.2

Distribusi jenis kelamin, usia, jenis SM, dan lama

84

penggunaan SM berdasarkan jenis space maintainernya


5.3

Distribusi keluhan yang dialami sampel selama

85

penggunaan SM berdasarkan jenis space maintainernya


5.4

Distribusi perawatan kesehatan gigi dan mulut yang

87

dilakukan sampel selama pemakaian space maintainer


berdasarkan jenis space maintainernya
5.5

Distribusi keluhan yang dialami sampel selama

88

penggunaan SM berdasarkan kondisi jaringan gingivanya


5.6

Distribusi perawatan kesehatan gigi dan mulut yang

89

dilakukan sampel selama penggunaan space maintainer


berdasarkan kondisi peradangan jaringan gingiva
5.7

Distribusi rata- rata nilai gingival indeks berdasarkan jenis 91


kelamin, usia, dan lama penggunaan space maintainer

5.8

Perbedaan kondisi jaringan periodonsium berdasarkan

92

nilai gingival indeks antara pengguna space maintainer


cekat dan lepasan

xiv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Perkembangan oklusi dari gigi desidui menuju gigi permanen merupakan suatu
rangkaian kejadian yang dapat terjadi secara bertahap dan tepat waktu. Periode
pergantian dari gigi ini berpengaruh pada beberapa faktor seperti pada faktor
fungsional, estetik dan oklusi, namun apabila rangkaian ini terganggu maka akan
muncul beberapa masalah yang akan mempengaruhi perkembangan oklusi dan gigi
permanen. Ketika gangguan tersebut muncul, tindakan perbaikan yang diperlukan
yaitu memulihkan proses normal dari perkembangan oklusi.1
Periode gigi desidui merupakan periode yang penting dalam perkembangan
anak, apabila terjadi kerusakan pada gigi anak dan tidak dapat lagi dirawat secara
konservatif maka akan terjadi tanggalnya gigi desidui sebelum waktunya atau gigi
penggantinya belum erupsi (premature loss), akibatnya perkembangan lengkung gigi
anak akan menjadi kurang berkembang.2
Pada dasarnya lengkung gigi desidui dapat mengalami perubahan dalam ukuran
dimensi rata- rata, hal ini disebabkan oleh adanya pergeseran dari gigi- geligi rahang
atas yang dapat mengubah posisi gigi- geligi rahang bawah atau sebaliknya, dan pada
akhirnya dimensi lengkung gigi mengalami perubahan. Pada masa perkembangan,
gigi desidui akan terus mengalami perubahan dimensi ukuran panjang dan lebar
lengkung gigi sejalan dengan pertambahan umur dan erupsi gigi permanen.2

Perkembangan rahang anak dengan gigi- geligi yang lengkap tentu akan lebih
baik dibanding perkembangan rahang anak dengan beberapa gigi yang telah tanggal
sebelum waktunya. Anak dengan gigi yang tanggal sebelum waktunya sangat
berpotensi terhadap terjadinya gigi berjejal, kejadian ini sering terjadi pada periode
gigi bercampur yang disebabkan oleh tanggalnya gigi desidui yang terlalu cepat
sedangkan gigi penggantinya belum erupsi sehingga terjadi pergeseran gigi yang ada
dalam mulut dan menyebabkan ruang bagi gigi penggantinya tidak mencukupi.1
Hilangnya ruang untuk tempat tumbuhnya gigi permanen dapat diantisipasi
dengan menggunakan alat space maintainer yang fungsinya mempertahankan ruang
yang ada. Space maintainer ini umumnya terdiri dari dua jenis yaitu space
maintainer cekat dan lepasan. Dalam menentukan penggunaan kedua jenis space
maintainer, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu tahap perkembangan
gigi, jumlah gigi yang hilang, oklusi, lengkung rahang, usia pasien, kondisi
psikologis, dan tingkat kooperatif pasien. Beberapa tipe space maintainer yang
tersedia saat ini yaitu band and loop atau modifikasi crown and loop, distal shoe,
mandibular lingual arch, palatal arch, dan space maintainer lepasan.1
Perawatan dengan space maintainer selain memberikan dampak positif, piranti
ini juga memberikan dampak negatif. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
perawatan ortodontik seperti space maintainer mempunyai peranan penting terhadap
peningkatan dan perubahan jumlah mikroorganisme rongga mulut. Penelitian yang
dilakukan oleh Noranjo dkk, membuktikan bahwa dengan adanya piranti ortodontik
dan protesa akan memperbanyak jumlah kandida, tidak hanya di oklusal tetapi pada
semua sisi rongga mulut.3

Departement of Pathological Physiology, Faculty of Medicine, Masaryc


University, melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi terjadinya
kelainan periodontal pada pasien dengan manifestasi klinis dari plak yang
menyebabkan gingivitis dalam perawatan piranti ortodontik cekat. Dalam penelitian
ini, sebanyak 32 pasien yang dirawat dengan piranti ortodontik cekat yang terdiri dari
11 orang perempuan dan 21 pria dengan diagnosis yang menunjukkan gejala
gingivitis, dan sebanyak 80% dari pasien yang dirawat dengan piranti ortodontik
cekat mengalami gingivitis yang merupakan manifestasi klinis dari plak.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pasien dengan perawatan
piranti ortodontik cekat cenderung menunjukkan tanda- tanda gingivitis dan
pembesaran gingiva dengan pertambahan kedalaman poket.4
Gingivitis merupakan suatu peradangan yang terjadi pada gingiva, tingkat
keparahannya dapat terjadi mulai dari ringan, sedang, hingga berat. Gingivitis yang
tidak dirawat akan menjadi

periodontitis dan kemudian akan terbentuk poket

periodontal, terjadi resorpsi pada tulang alveolar, serta kerusakan pada jaringan
pendukung lainnya. Dampak lebih parah yang akan timbul yaitu terjadinya
kegoyangan gigi hingga kehilangan gigi. 5
Pada anak- anak dan remaja, berbagai penyakit periodontal dapat terjadi,
beberapa diantaranya dapat merusak dengan cepat. Untuk melihat prevalensi
penyakit periodontal, khususnya pada anak- anak dapat digunakan standar
pengukuran WHO dengan menggunakan probe ujung berbentuk bola 0,5 mm dan
lingkaran hitam pada 3,5 sampai 5,5 mm yang berfungsi mengukur kedalaman poket
pada sulkus gingiva.5

Anak- anak merupakan usia yang paling rentan terkena penyakit periodontal,
terlebih lagi pada anak yang memakai piranti ortodonti karena pada usia ini anakanak belum bisa mandiri dan membutuhkan perhatian khusus dari keluarga
terdekatnya mengenai perlindungan kesehatan.3 Anak- anak biasanya tidak begitu
memahami tetantang perawatan space maintainer yang diberikan, mereka tidak
mengetahui cara membersihkan mulut dengan baik serta tidak memahami instruksiinstruksi khusus yang perlu dilakukan untuk merawat piranti space maintainer yang
ada di dalam mulutnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut
mengenai keadaan jaringan periodonsium pada anak- anak yang menggunakan space
maintainer, kemudian dihubungkan dengan keluhan yang dialami serta kebiasaan
membersihkan rongga mulut pasien selama pemakaian alat space maintainer. Maka
dari itu penulis mengangkat judul yaitu perbandingan keadaan jaringan periodonsium
pada anak pengguna space maintainer cekat dan lepasan di Klinik Ilmu Kedokteran
Gigi Anak RSGMP Universitas Hasanuddin.
1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut maka hal yang harus dipertimbangkan dalam


penelitian ini yaitu apakah ada perbedaan keadaan jaringan periodonsium antara anak
pengguna space maintainer cekat dan lepasan di Klinik Ilmu Kedokteran Gigi Anak
RSGMP Universitas Hasanuddin?

1.3. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan membandingkan keadaan


jaringan periodonsium antara anak pengguna space maintainer cekat dan lepasan.

1.4. Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :


1. Menambah wawasan keilmuan peneliti tentang keadaan jaringan periodonsium
pada anak yang menggunakan space maintainer.
2. Menambah wawasan keilmuan peneliti mengenai perbedaan space maintainer
cekat dan lepasan
3. Memberikan kontribusi referensi bagi peneliti selanjutnya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuh kembang kraniofasial
Pertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan kedua setelah
lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada anak usia 4-5 tahun
besarnya kranium sudah mencapai 90% kranium dewasa. Mekanisme pertumbuhan
kartilagio, sutura, dan periosteum penting dalam pembesaran basis kranium.
Pertumbuhan kartilago daerah kranium terutama terjadi pada basis kranium, daerah
septum tulang, dan kondilus mandibula. Semua daerah pertumbuhan kartilago
berperan dalam pertumbuhan kepala, pertumbuhan sutura- sutura tulang kepala
mempengaruhi besar ukuran kepala pada semua dimensi. Sutura yang memisahkan
fasial dan kranium diperkirakan tersusun sedemikian rupa sehingga pertumbuhannya
akan menggerakkan fasial ke depan dan ke bawah.6
Basis kranium terbagi dua yaitu basis kranium posterior dan anterior. Basis
kranium posterior dimulai dari basis osipital sampai sela tursika, sedangkan basis
kranium anterior dimulai dari sela tursika sampai nasion. Pertumbuhan basis kranium
anterior lebih cepat selesai dibandingkan basis kranium posterior. Basis kranium
posterior akan terus meluas karena adanya spenoosipital sinkondrosis. Pertumbuhan
basis kranium posterior akan berhenti setelah dewasa pada saat terjadi kalsifikasi
pada spenoosipital sinkondrosis.6

Gambar 2.1. Perkembangan kraniofasial


(Sumber: Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary orthodontics 5 ed. Canada
: Elsever ; 2013)

2.1.1. Pertumbuhan dan perkembangan cranium vault


Ruang kranial adalah bagian kranium yang membentuk tutup kepala atau
menutupi otak dan terdiri dari sejumlah tulang pipih yang terbentuk langsung melalui
pembentukan tulang intramembranus tanpa didahului pembentukan cartilage. Fungsi
utama ruang kranium adalah melindungi otak. Pertumbuhan cranium vault akan
sejalan dan seiring dengan pertumbuhan otak itu sendiri.7
Pertumbuhan pada daerah ruang kranium kebanyakan sudah selesai seluruhnya
pada usia 7 tahun, termasuk pertumbuhan sutura, periosteal, maupun endosteal,
semuanya ikut memainkan perannya masing- masing. Pertumbuhan sutura sangat
aktif pada tahun- tahun permulaan ketika tulang- tulang yang sebelumnya saling
terpisah pada saat bayi lahir menjadi bertumbuh bersama. Sutura pada garis tengah
antara tulang- tulang frontal normalnya berosifikasi pada usia 8 tahun dan
pertumbuhan sutura pada daerah kranium ini tidak lagi aktif sesudah usia tersebut.
Pada saat pertumbuhan periosteal dan endosteal akan terjadi penambahan ukuran

keseluruhan volume serta ketebalan tulang yang akan mengubah bentuknya, sebagai
contoh pada tulang parietal yang relatif datar pada saat lahir akan menjadi cembung
pada akhir periode pertumbuhan.7
2.1.2. Pertumbuhan dan perkembangan basis kranium
Basis kranium merupakan dasar kranium yang terletak di bawah otak dan
merupakan batas antara kranium dan wajah. Fungsinya selain mendukung dan
melindungi otak serta tulang spinal, juga berguna untuk menegakkan tubuh,
melindungi persendian tengkorak, kolumna vertebrata, mandibula dan sebagian
maksila. Fungsi terpenting lainnya adalah sebagai daerah penyangga diantara otak,
wajah, dan regio faringeal, dimana pertumbuhan berjalan dengan cara berlainan.
Pertumbuhan basis kranium dipengaruhi oleh suatu keseimbangan yang kompleks
antara pertumbuhan sutura, perpanjangan sinkondrosis, pergerakan kortikal yang luas
serta remodeling.6
Basis kranium posterior akan terus meluas karena adanya spenoosipital
sinkondrosis.

Spenoosipital

sinkondrosis

adalah

suatu

kartilago

yang

menghubungkan tulang spenoid dengan tulang osipital. Pertumbuhan basis kranial ke


arah antero-posterior terjadi karena adanya pertumbuhan endokondral pada
spenoosipital sinkondrosis, pertumbuhan sutura spheno-ethmoidalis, dan sutura
fronto- ethmoidalis. Pertumbuhan basis kranium mempunyai efek langsung terhadap
pertumbuhan muka bagian tengah dan mandibula. Kranium yang tumbuh dengan
cepat sebelum lahir akan terus tumbuh dengan cepat sampai usia satu tahun untuk
tempat otak, setelah itu laju pertumbuhan menurun dan pada usia tujuh tahun,
dimana kranium sudah mencapai 90%. Sejak usia ini, kranium akan membesar

dengan perlahan sampai maturitas. Wajah berkembang ke arah depan dan bawah
dalam kaitannya dengan kranium. Bertambah lebarnya rangka wajah postnatal
terutama dipengaruhi oleh deposisi permukaan dan resorpsi internal pada cavitas
orbitalis, cavum nasi, cavitalis paranasalis, dan cavum oris.7
2.2. Pertumbuhan dan perkembangan rahang
Rahang adalah bagian dari struktur total kepala dan setiap rahang bisa
mempunyai hubungan posisional yang bervariasi terhadap struktur lain dari kepala,
variasi semacam itu bisa terjadi pada ketiga bidang yaitu sagital, vertikal, dan lateral.
Posisi rahang juga dihubungkan dengan basis anterior kranium dan masing- masing
rahang dapat bervariasi dalam hubungannya terhadap kranium.6
Rahang memiliki dua komponen yaitu tulang alveolar yang merupakan tempat
gigi- geligi dan tulang basal yang membentuk struktur utama rahang. Pembagian
tulang- tulang rahang menjadi komponen basal dan alveolar bersifat artifisial karena
keduanya berasal dari tulang yang sama, tetapi pembagian tersebut dapat diterima
karena mengalami perkembangan dan memiliki fungsi yang berbeda. Setiap kondisi
patologis yang mempengaruhi pertumbuhan rahang bisa menimbulkan efek besar
terhadap oklusi gigi. Malformasi kongenital baik bawaan maupun dapatan, trauma,
serta infeksi selama tahun- tahun pertumbuhan dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan rahang.7
Lebar wajah ketika bayi lahir adalah dua pertiga besar wajah dewasa, tinggi
wajah adalah setengahnya, dan kedalaman wajah adalah sepertiga kedalaman
dewasa. Bagian rangka wajah yang terletak di bawah bidang frankfurt adalah kirakira seperdelapan besar kranium ketika bayi lahir. Pada saat dewasa besarnya

meningkat menjadi sepertiga besar kranium, dengan kata lain regio infraorbitalis atau
bagian rangka wajah yang berhubungan dengan mastikasi tumbuh lebih besar setelah
bayi lahir daripada kranium regio olfaktoris dan regio orbitalis dari wajah. Pada
orang dewasa, kepala membentuk seperdelapan dari tinggi total tubuh. Oleh karena
itu, antara lahir sampai maturasi tubuh tentunya tumbuh lebih pesat, baik pada
proporsi maupun ukuran dibandingkan kepala.6
2.2.1. Maksila
Pertumbuhan maksila dipengaruhi oleh pertumbuhan otak, pertumbuhan tulang
cranial dan nasalseptal memberikan pengaruh signifikan terhadap pergerakan maju
mundur maksila dari lahir hingga umur 7 tahun. Setelah umur 7 tahun hingga
dewasa, pengaruh- pengaruh tersebut berkurang secara drastis seiring pertumbuhan
sutural dan pertumbuhan permukaan intramembranosa. Pertumbuhan postnatal
maksila seluruhnya terjadi dengan osifikasi intramembran karena tidak terdapat
kartilago. Pertumbuhan maksila terjadi melalui dua cara yaitu aposisi sutura yang
menghubungkan maksila dengan kranium dan basis kranial serta remodeling tulang.
Sementara maksila tumbuh ke bawah dan depan, permukaan anteriornya mengalami
remodeling. Hampir seluruh permukaan anterior maksila mengalami resorpsi kecuali
daerah disekitar spina nasalis anterior. Saat terjadi pertumbuhan maksila ke arah
bawah dan depan, ruang antara sutura yang terbuka diisi oleh proliferasi tulang.7
Aposisi terjadi pada kedua sisi sutura sehingga tulang tempat perlekatan maksila
bertambah besar, tepi posterior maksila yang merupakan daerah tuberositas
mengalami aposisi sehingga menambah ruang untuk tempat erupsi gigi molar
permanen. Aposisi permukaan terjadi di sebelah anterior lengkung tulang maksila,

10

dimana panjang maksila akan bertambah setelah umur dua tahun yang terjadi akibat
dari tuberositas maksila dan dengan pertumbuhan sutura sepanjang tulang palatal.7
2.2.2. Mandibula
Mandibula merupakan tulang kraniofasial yang sangat mobile dan merupakan
tulang yang sangat penting karena terlibat dalam fungsi- fungsi vital antara lain
pengunyahan, pemeliharaan jalan udara, berbicara, dan ekpresi wajah. Mandibula
adalah tulang pipih berbentuk U dengan mekanisme pertumbuhan melalui proses
osifikasi endokondral maupun aposisi periosteal (osifikasi intramembranous) dan di
mandibula merupakan tempat melekatnya otot- otot serta gigi. Menurut Proffit dan
Fields, pertumbuhan mandibula ada dua macam yaitu8 :
1. Pola pertama, bagian posterior mandibula dan basis kranium tetap, sementara
dagu bergerak ke bawah dan ke depan.
2. Pola kedua, dagu dan korpus mandibula hanya berubah sedikit sementara
pertumbuhan sebagian besar terjadi pada tepi posterior ramus, koronoid dan
kondilus mandibula. Gerakan pertumbuhan mandibula pada umumnya
dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di maksila.
Dagu bergerak ke bawah dan depan hanya sebagai akibat pertumbuhan kondilus
dan tepi posterior ramus mandibula. Korpus mandibula bertambah panjang melalui
aposisi tepi posteriornya, sementara ramus bertambah tinggi melalui osifikasi
endokondral pada kondilus dan remodeling tulang. Selain tumbuh ke bawah dan ke
depan, mandibula juga tumbuh ke lateral melalui aposisi permukaan lateral korpus,
ramus, dan alveolaris mandibula. Untuk mengimbangi aposisi lateral, terjadi resorpsi
pada permukaan lingualnya. Pembentukan prosesus alveolaris dikontrol oleh erupsi

11

gigi dan resorpsi bila gigi tanggal ataupun diekstraksi. Gigi pada kedua lengkung
tidak menjadi protrusi ketika maksila dan mandibula tumbuh dan berpindah tempat
karena adanya relasi interkuspal gigi. Pertumbuhan prosesus alveolaris sangat aktif
selama erupsi dan berperan penting selama erupsi serta terus memelihara hubungan
oklusal selama pertumbuhan vertikal maksila dan mandibula.6
2.3. Tahap erupsi
Tahap erupsi gigi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari
awal pembentukan melalui beberapa tahap sampai gigi muncul ke rongga mulut.
Pada tahap erupsi terjadi pergerakan mahkota gigi yang telah terbentuk dari tempat
asalnya menembus mukosa alveolar dan muncul di rongga mulut sampai berkontak
dengan gigi lawannya. Meskipun erupsi gigi muncul pada waktu yang berbeda pada
setiap orang, namun terdapat waktu erupsi yang umum terjadi. Erupsi gigi memiliki
3 tahapan, yang pertama dikenal sebagai tahapan decidous dentition dimana hanya
terdapat gigi desidui dalam mulut, ketika gigi permanen pertama erupsi maka gigi
memasuki tahapan kedua yaitu mixed dentition (tahap gigi campuran), lalu setelah
gigi desidui terakhir tanggal maka terjadi fase terakhir yaitu permanent dentition
(fase gigi permanen). Saat melewati tahap akhir pembentukan mahkota gigi,
selanjutnya gigi akan memasuki tahap erupsi gigi yang terdiri dari dua tahap yaitu7,8 :
1. Tahap pra- erupsi
Pada tahap pra- erupsi terjadi pembentukan benih gigi, kemudian rahang
mengalami pertumbuhan pesat di bagian lateral lalu meningkat ke arah anterior dan
berlanjut ke arah posterior, fase ini dipengaruhi oleh tumbuhnya jaringan disekitar
kantong gigi. Selain itu, saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk, maka

12

kantong gigi yang berada dalam tulang rahang bergerak secara lambat ke arah labial
maupun bukal. Pergerakan kantong gigi bukan merupakan mekanisme erupsi karena
erupsi baru terjadi ketika akar gigi mulai terbentuk.
Proses penting yang terjadi dalam tahap pra- erupsi adalah resorpsi tulang
alveolar serta akar gigi desidui dan juga adanya gerakan mahkota gigi menembus
mukosa alveolar. Gigi molar pertama permanen adalah gigi permanen yang paling
pertama menembus ke luar, lalu diikuti oleh gigi seri sentral bawah.
2. Tahap erupsi
Tahap erupsi secara garis besar terdiri dari tahap pra- fungsional dan tahap
fungsional, pada tahap pra- fungsional terjadi proses pembentukan akar gigi yang
bersamaan dengan sampainya gigi pada daratan oklusal. Ketika gigi menembus
jaringan mukosa dalam mulut, gerakannya menjadi sangat cepat dan prosesnya akan
berakhir ketika mahkota gigi telah mencapai posisi oklusi fungsional dalam rongga
mulut. Gigi didesak keluar sebagai hasil dari kekuatan yang berasal dari bawah
seperti pertumbuhan tulang alveolar, akar, tekanan darah, tekanan cairan dalam
jaringan, dan hasil tarikan jaringan penghubung di sekitar ligamentum periodontal.
Pada tahap fungsional, erupsi terjadi setelah gigi mencapai oklusi. Proses erupsi
pada tahap ini terjadi sangat lambat, pada tahap ini terjadi pemakaian permukaan
insisal atau oklusal gigi oleh karena proses pengunyahan dan gigi tersebut berusaha
mempertahankan kontak oklusal. Tahap fungsional terjadi terus- menerus sepanjang
umur seseorang dan berhenti jika gigi tersebut hilang atau dicabut.

13

Gambar 2.2. Erupsi gigi


(Sumber: Mitchell L. An introduction to orthodontic 2nd ed. UK : Oxford university
press ; 2001)

2.4. Kelainan erupsi gigi


Pada umumnya erupsi gigi pertama kali muncul pada usia 6-8 bulan sesudah
lahir dan seluruh gigi desidui muncul pada usia 2,5 tahun yang ditandai dengan gigi
molar desidui kedua yang telah mecapai kontak dengan gigi antagonisnya.
Pembentukan struktur gigi yang sehat dan sempurna didukung oleh gizi yang cukup
khususnya protein, kalsium, fosfat, dan vitamin (vitamin C dan D).7
Usia anak 6-11 tahun adalah periode gigi bercampur, gigi kelihatan tidak
beraturan karena berada pada masa peralihan saat tanggalnya gigi desidui dan saat
tumbuhnya gigi permanen. Pada masa ini perlu perhatian dari orangtua untuk
memeriksa kesehatan gigi anaknya ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali agar
pertumbuhan gigi tetap terkontrol dengan baik.9
Sama halnya dengan gigi permanen, gigi desidui secara umum membantu proses
pencernaan, pengecapan, dan estetika. Selain itu gigi desidui memiliki fungsi
istimewa yaitu sebagai petunjuk bagi gigi permanen agar kelak tumbuh pada
tempatnya dan menjaga pertumbuhan lengkung rahang. Bila gigi desidui tanggal
sebelum waktunya baik karena karies ataupun dicabut, gigi permanen yang akan

14

tumbuh tidak mempunyai petunjuk sehingga letaknya salah dan gigi permanen
tumbuh tidak pada posisi yang ideal. Selain itu gigi desidui yang telah tanggal
sebelum erupsi akan menyebabkan pertumbuhan lengkung rahang terganggu,
lengkung rahang akan menyempit sehingga tidak cukup menampung semua gigi
dalam susunan yang teratur, akibatnya susunan gigi- geligi tidak beraturan.9

2.4.1. Erupsi prematur


Gigi yang lebih cepat erupsi dapat terjadi karena faktor keturunan dan cenderung
terjadi pada anak yang memiliki berat badan tinggi pada waktu lahir. Erupsi dini dari
gigi permanen juga terlihat pada anak yang mengalami masa pubertas lebih cepat
akibat ketidaknormalan kelenjar endokrin yang menghasilkan sekresi hormon
pertumbuhan atau tiroid secara berlebih.7
Kelainan erupsi ini dapat ditandai dengan kehadiran gigi natal dan deonatal yaitu
gigi yang sudah erupsi sejak lahir atau sampai 30 hari setelah lahir. Gigi neonatal
seringkali sangat goyang karena akar yang tidak berkembang dan ditandai dengan
jaringan gusi yang sering membengkak serta terdapat ulserasi pada permukaan
ventral lidah. Untuk mengatasi ulserasi yang terjadi, cara terbaik yang dapat
dilakukan yaitu dengan menggunakan pasta carmellose sodium pada cotton bud yang
dioleskan sebelum makan.9
Salah satu contoh dari gigi yang mengalami erupsi prematur adalah natal teeth,
dimana kelainan ini dapat terjadi pada satu atau lebih gigi- geligi yang telah erupsi
pada waktu kelahiran. Gigi- geligi ini biasanya merupakan bagian dari rangkaian
yang normal dan bukan merupakan gigi supernumerari (gigi berlebih). Natal teeth
paling sering ditemukan pada regio insisivus bawah.7

15

2.4.2. Erupsi yang lambat


Terdapat beberapa kondisi yang berhubungan dengan keterlambatan erupsi gigi.
Secara umum keterlambatan ini antara lain dapat dilihat pada anak- anak yang
memiliki kromosom abnormal yaitu penderita sindrom down dan turner yang pada
beberapa kasus gigi desidui akan terus bertahan dalam rongga mulut hingga anak
berumur 15 tahun. Keterlambatan yang signifikan juga disebabkan oleh adanya
defisiensi nutrisi, hipotiroidisme, atau hipotuaitarisme pada masa anak- anak.
Hiperplasia gusi herediter bersama hipertrikosis juga menyebabkan keterlambatan
erupsi. Selain itu, pencabutan gigi molar satu desidui yang terlalu dini dapat
menyebabkan penundaan erupsi gigi permanen.9
Perawatan untuk menanggulangi gigi yang belum erupsi adalah menghilangkan
faktor etiologi, pemeliharaan ruangan, dan penarikan gigi ke arah oklusal.
Penatalaksanaan gigi yang terlambat erupsi dapat dilakukan dengan menghilangkan
faktor penyebab diantaranya yaitu dengan pengangkatan obstruksi pada gigi
supernumerari maupun odontoma, surgical exposure, dan pergerakan ortodontik
untuk gigi kaninus rahang atas yang ektopik, serta gingivektomi pada hiperplasia
gusi herediter. Adapun perawatan non-bedah yang dapat dilakukan meliputi
perawatan ortodontik dan prostodontik. Penggunaan alat ortodontik diperlukan untuk
mempertahankan ruangan yang ada sampai gigi penggantinya mencapai posisi
normal. Perawatan yang dilakukan untuk menggantikan gigi insisivus atau molar
permanen yang belum erupsi yaitu dengan pemasangan alat space maintainer.
Perawatan lainnya yang dapat dilakukan pada gangguan ini berupa perbaikan
beberapa faktor sistemik seperti terapi hormon.9

16

2.5. Waktu erupsi gigi serta lebar mesio distal gigi.


Dalam mulut biasanya ada tiga periode gigi, yaitu periode gigi- geligi desidui,
periode gigi- geligi campuran, dan periode gigi- geligi permanen. Erupsi gigi- geligi
desidui biasanya dimulai pada usia 5 atau 6 bulan. Pada umumnya gigi desidui
pertama yang muncul dalam mulut adalah dua gigi bawah bagian depan atau
insisivus satu. Waktu erupsi gigi- geligi desidui umumnya bervariasi, begitu juga
dengan lebar mesio- distal dari gigi- geligi desidui.10
Tabel 2.1 Waktu erupsi dan lebar mesio- distal gigi- geligi desidui.
Waktu erupsi (bulan)

Lebar mesiodistal (mm)

Insisivus sentral

6,5

Insisivus lateral

5,0

Kaninus

18

6,5

Molar pertama

14

7,0

Molar kedua

24

8,5

Insisivus sentral

4,0

Insisivus lateral

4,5

Kaninus

16

5,5

Molar pertama

12

8,0

Molar kedua

20

9,5

Gigi atas :

Gigi bawah :

Pada umur 6 tahun gigi- geligi permanen mulai erupsi, biasanya gigi molar
pertama atau insisivus atas. Seperti halnya pada gigi- geligi desidui, gigi- geligi

17

permanen memiliki waktu erupsi dan lebar mesio- distal yang bervariasi. Saat gigi
permanen mulai erupsi maka di dalam lengkung rahang terdapat gigi- geligi desidui
dan gigi- geligi permanen dalam waktu yang bersamaan, inilah yang dinamakan
periode gigi- geligi bercampur.10
Tabel 2.2 Waktu erupsi dan lebar mesio- distal gigi- geligi permanen.
Waktu erupsi (bulan)

Lebar mesiodistal (mm)

Insisivus sentral

7,5

8,5

Insisivus lateral

8,5

6,5

Kaninus

11,5

8,0

Premolar pertama

10,0

7,0

Premolar kedua

11,0

6,5

Molar pertama

6,0

10,0

Molar kedua

12,0

9,5

Insisivus sentral

6,5

5,5

Insisivus lateral

7,5

6,0

Kaninus

10,0

7,0

Premolar pertama

10,5

7,0

Premolar kedua

11,0

7,0

Molar pertama

6,0

11,0

Molar kedua

12,0

10,5

Gigi atas :

Gigi bawah :

Dikutip dari : Wathers orthodontic notes

18

2.6. Penyebab tanggalnya gigi desidui diusia dini


Gigi desidui berperan penting dalam perkembangan rahang, erupsi gigi, maupun
pertumbuhan gigi permanen. Gigi anak yang lepas sebelum waktunya, misalnya
karena karies ataupun trauma dapat menyebabkan ruang yang tertinggal menjadi
menyempit, hal ini akan mengganggu erupsi gigi permanen dibawahnya. Tanggalnya
gigi desidui secara prematur dapat terjadi pada gigi anterior maupun pada gigi
posterior. Adapun penyebab terjadinya premature loss pada gigi desidui yaitu2,8 :
1. Garis luar fungsional tertentu dari gigi gagal dalam perkembangannya
2. Resorpsi dini dari akar gigi desidui
3. Oklusi yang tidak baik yang menyebabkan gigi goyang saat berkontak
4. Karies gigi yang besar, infeksi, maupun hal lainnya yang menyebabkan
bentuk fisiologis berubah
5. Terdapat kelainan herediter misalnya pada jaringan periodontal yang
menyebabkan gigi desidui tidak dapat bertahan pada soketnya
6. Gigi dengan kondisi abnormal karena keadaaan kurang bersih dan adanya
sulkus gingiva pada jaringan periodonsium.
7. Trauma yang terjadi karena benturan maupun terjatuh
8. Adanya penyakit atau kondisi pada rongga mulut yang menjadi penyebab
prematur ekstraksi harus dilakukan

2.7. Dampak tanggal dini gigi desidui


Gigi desidui pada daasarnya bersifat sementara namun tetap perlu dijaga
kesehatannya sehingga gigi permanen yang akan erupsi nantinya akan tumbuh
dengan baik. Jika gigi desidui tanggal terlalu cepat maka akan mempengaruhi gigi

19

permanen karena gigi permanen yang belum siap erupsi dirangsang untuk segera
tumbuh, hal tersebut bisa saja menyebabkan berbagai masalah misalnya gigi berjejal,
gigi yang keluar dari garis pertumbuhan, serta gangguan fungsi lainnya seperti
mastikasi dan artikulasi. Ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat hilangnya
gigi desidui secara prematur, beberapa dampak yang ditimbulkan yaitu8,11 :
1. Dampak terhadap gigi permanen
Dampak yang paling penting dari tanggalnya gigi- geligi desidui yang terlalu
dini adalah penutupan ruang pada lengkung rahang sehingga gigi penggantinya tidak
mempunyai tempat untuk bererupsi. Tanggalnya gigi desidui pada lengkung rahang
yang sempit akan menimbulkan susunan yang berjejal pada gigi penggantinya, oleh
karena itu perlu dipertimbangkan untuk melakukan pencabutan keseimbangan pada
regio berbeda atau pemasangan alat space maintainer.
2. Dampak terhadap fungsi dan kesehatan rongga mulut
Tanggalnya gigi desidui yang terlampau cepat bisa mempengaruhi fungsi
mastikasi karena dengan hilangnya gigi- geligi pada lengkung rahang maka tekanan
kunyah akan berkurang. Tanggalnya gigi anterior pada gigi desidui bisa
mempengaruhi fungsi bicara yaitu penyebutan huruf- huruf tertentu menjadi
terganggu, serta mengganggu fungsi estetik karena akan mempengaruhi penampilan
anak. Dampak lain yang ditimbulkan yaitu hilangnya daerah penimbunan makanan
dan sepsis oral, selain itu tanggalnya gigi desidui terutama gigi molar dapat
mengurangi insiden karies bagi gigi yang tersisa.

20

3. Efek psikologis terhadap anak dan orangtua


Tanggalnya gigi desidui terutama gigi anterior akan mengubah penampilan anak
sehingga menimbulkan efek psikologis yang tidak diinginkan yaitu anak- anak
menjadi kurang percaya diri dan merasa malu untuk bergaul dengan temantemannya karena giginya yang hilang. Tanggalnya gigi desidui yang terlampau cepat
juga memberikan dampak psikologis bagi orangtua karena dengan hilangnya gigi
diusia dini membuat orangtua merasa gagal dalam merawat dan mengawasi
kesehatan gigi anaknya, terutama bila orangtua sudah melakukan berbagai upaya
untuk mempertahankan gigi- geligi tersebut.
2.8. Pengukuran dimensi ruang
Pengukuran dimensi ruang diperlukan untuk memprediksi apakah gigi permanen
yang akan tumbuh mendapat tempat yang cukup pada lengkung rahang. Pengukuran
dimensi ruang merupakan metode untuk memprediksi keadaan gigi saat dewasa.
Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk menentukan jumlah ruang yang tersedia
pada rahang untuk erupsi gigi permanen dan untuk kepentingan penyelarasan
oklusal. Terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan pada pengukuran dimensi ruang
yaitu ukuran seluruh gigi anterior permanen sampai gigi molar pertama permanen,
perimeter rahang, dan perkiraan perubahan perimeter rahang akibat pertumbuhan dan
perkembangan. Pengukuran dimensi ruang membantu dalam memprediksi terjadinya
gigi berjejal atau diastema yang akan terjadi saat gigi desidui digantikan oleh gigi
permanen. Pengukuran dimensi ruang yang dapat digunakan yaitu metode Moyers,
metode Nance, metode Huckaba, maupun metode pengukuran Johnson dan Tanaka.12

21

2.8.1. Metode Moyers


Analisa moyers menggunakan gigi- geligi dari segmen bukal insisivus rahang
bawah. Pengukuran ruang dapat dilakukan setelah erupsi gigi- geligi insisivus rahang
bawah permanen. Untuk menentukan cukupnya panjang lengkung maka jumlah dari
ruang yang tersedia untuk erupsi gigi pengganti setelah gigi- geligi insisivus tumbuh
sempurna dilakukan pengukuran pada model studi. Lebar mesio distal dari setiap
gigi- geligi insisivus permanen rahang bawah dijumlahkan, lalu digunakan daftar
probabilitas pada tabel Moyers untuk memperkirakan berapa banyak ruang yang
dibutuhkan untuk erupsi gigi kaninus, premolar satu, dan premolar dua berdasarkan
jumlah lebar mesio distal gigi insisivus rahang bawah dengan presentase 75%.8
Setelah gigi- geligi insisivus diatur dalam lengkung rahang dengan baik (bila
terdapat gigi- geligi yang berdekatan), selanjutnya besar ruang dari distal gigi- geligi
insisivus dua sampai mesial molar satu permanen diukur untuk mendapatkan
available space, kemudian hasil pengukuran ini dikurangi dengan hasil perkiraan
besar ruang yang didapatkan dari tabel moyers, hasil dari pengukuran ini disebut lee
way space. Nilai Lee way space yang normal menurut Dr.R. Moyers, adalah 1,3 mm
untuk rahang atas, sedangkan untuk rahang bawah yaitu 3,1 mm.8
2.8.2. Metode Nance
Analisa kasus gigi bercampur lainnya yang dapat digunakan yaitu menggunakan
metode Nance. Nance adalah orang pertama yang melakukan pengukuran besar gigi
kaninus dan molar desidui serta besar gigi kaninus dan premolar yang belum erupsi
secara radiografi. Nance menemukan kesamaan antara besar gigi yang terlihat pada
radiografi dengan standar besar mesiodistal gigi yang dikeluarkan oleh G.V Black.12
Pengukuran dimensi gigi dengan metode radiografi memerlukan kualitas gambar

22

yang baik dan tidak kabur. Ketepatan metode pengukuran ini sangat bergantung pada
teknik pengambilan gambar yaitu jarak target film, ada tidaknya distorsi pada film,
kejelasan batas mahkota, dan overlapping. Diperlukan radiografi foto secara vertikal
agar tidak ada penyimpangan jarak kemudian dilakukan pengukuran jarak antara gigi
c, m1, dan m2 dengan gigi pengganti yang ada dalam foto radiografi.12
Misalnya

: Jarak gigi c, m1, m2 RA


Jarak C, P1, P2 di Ro

= 17 mm
= 19 mm

Maka gigi pengganti yang nantinya erupsi tidak akan mendapat tempat yang
cukup akibatnya gigi menjadi berjejal. Menurut Nance, perbedaan ukuran jarak atau
selisih gigi desidui dengan gigi permanen normalnya adalah 0,9 1 mm untuk
rahang atas dan 1,7- 2 mm untuk rahang bawah. Selisih ukuran ruang ini disebut
leeway space yang berguna untuk memberikan ruang untuk erupsi gigi C, P1, dan P2
serta untuk mengatasi gigi berjejal.12
2.8.3. Metode Huckaba
Metode Huckaba pada analisa gigi bercampur menggunakan foto radiologi
periapikal. Metode ini memerlukan gambaran radiografi yang jelas dan tidak
mengalami distorsi. Distorsi gambaran radiografi pada umunya lebih sedikit terjadi
pada foto periapikal dibandingkan dengan foto panoramik. Meskipun menggunakan
film tunggal, seringkali sulit untuk menghindari distorsi terutama pada gigi yang
panjang seperti kaninus sehingga pada akhirnya akan mengurangi tingkat akurasi.8
Metode radiografi yang digunakan dalam analisis Huckaba tidak jauh beda
dengan pengukuran pada metode Nance, dimana dalam prosedur perhitungan analisis

23

ruangnya tetap membutuhkan periapikal radiografi yang lengkap. Prosedur analisis


ruang pada metode Huckaba adalah sebagai berikut8 :
x : x = y : y atau
y= Ukuran lebar gigi desidui dengan Ro foto
x= Ukuran lebar gigi permanen pengganti Ro foto
y = Ukuran lebar gigi desidui dalam mulut atau pada model
x = Ukuran ruang gigi permanen yang akan tumbuh.
2.8.4. Metode Johnson dan Tanaka
Tanaka dan Johnson mengembangkan cara lain dalam melakukan pengukuran
ruang, pengukuran dilakukan dengan menggunakan keempat gigi insisivus rahang
bawah untuk memperkirakan ukuran kaninus dan premolar yang belum erupsi.
Menurut mereka, metode ini mempunyai keakuratan yang cukup baik dengan tingkat
kesalahan yang kecil. Metode ini juga sangat sederhana dan tidak memerlukan tabel
maupun gambaran radiografi.12
Metode ini menganalisis lebar lengkung gigi dan merupakan suatu variasi dari
analisa Moyers dimana tabel probabilitas masih tetap digunakan. Prosedur
pengukurannya yaitu dengan memperkirakan lebar gigi kaninus yang belum erupsi
dalam hubungannya dengan gigi premolar pada tabel 75% dari kemungkinan pada
tabel moyers, kemudian diukur jumlah lebar insisivus permanen rahang bawah lalu
dibagi dua. Pada rahang bawah hasilnya ditambah 10,5 mm sedangkan untuk rahang
atas hasilnya ditambah 11 mm.12

24

Menurut Foster, gigi- geligi dapat digolongkan dalam dua tipe yaitu tidak
berjejal apabila tersedia ruangan yang berlebih atau cukup untuk tempat tumbuhnya
gigi- geligi premolar dan kaninus yang belum erupsi dan dikatakan berjejal apabila
ada sedikit kekurangan ruangan ataupun terdapat kekurangan ruang yang banyak
untuk tempat tumbuhnya gigi premolar dan kaninus yang belum erupsi.8
2.9. Space maintainer
Space maintainer adalah alat yang dipasang untuk mempertahankan ruang bekas
gigi desidui yang mengalami premature lost atau premature extraction (pencabutan
dini). Pemasangan alat ini bertujuan agar tidak terjadi penyempitan ruang akibat
bergesernya gigi tetangga dan juga ekstrusi/ elongasi dari gigi antagonisnya.3
Ada berbagai macam tipe space maintainer yang sering digunakan, secara
umum bisa dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu cekat dan lepasan. Tipe
lepasan dapat digunakan untuk periode relatif singkat yaitu kurang lebih satu tahun
sedangkan untuk tipe cekat didesain dengan bagus dan tidak mengganggu jaringan
rongga mulut agar dapat dipakai dalam jangka waktu yang lama yaitu kurang lebih
dua tahun.3
2.9.1. Indikasi dan kontra indikasi penggunaan space maintainer
Space maintainer digunakan untuk mempertahankan ruang bekas pencabutan
akan tetapi penggunaan space maintainer terkadang menimbulkan kerusakan pada
jaringan lunak rongga mulut terutama pada penggunaan dalam jangka waktu yang
lama.12 Indikasi dan kontra indikasi pada pemakaian space maintainer harus
diperhatikan dengan baik agar perawatan dapat berhasil sesuai dengan yang
diharapkan tanpa menimbulkan efek negatif pada jaringan sekitar.

25

Ada beberapa keadaan dimana penggunaan space maintainer tidak dapat


diaplikasikan pada anak, misalnya jika gigi yang tanggal sebelum waktunya adalah
gigi insisivus desidui maka pemasangan space maintainer tidak perlu karena
pertumbuhan daerah ini ke arah transversal sangat laju, sedangkan pergeseran gigi
kaninus hampir tidak ada. Adapun beberapa indikasi dari penggunaan alat space
maintainer yaitu12,14,15 :
1. Gigi posterior atau anterior yang tanggal dini
Tanggalnya gigi kaninus dan gigi molar desidui dapat mengakibatkan
pergerakan gigi ke mesial atau distal dari gigi di sebelahnya ke ruang yang
ditinggalkan akibat tanggalnya gigi tersebut. Adanya pergerakan gigi molar
pertama permanen ke mesial memperkecil ruang yang diperlukan untuk
erupsi premolar, begitu juga dengan pergeseran insisivus permanen ke distal
dapat memperkecil ruang kaninus. Jika terjadi pergerakan kearah distal
setelah tanggalnya gigi desidui secara unilateral maka pada waktu bersamaan
garis vertikal rahang atas dan garis tengah rahang bawah hilang sehingga
terjadi perubahan garis median.
2. Apabila saat dilakukan pengukuran dimensi ruang ditemukan tanda- tanda
penyempitan ruang dan ruang tersebut harus dipertahankan. Penyempitan
ruang dapat terjadi selama enam bulan pertama setelah hilangnya gigi desidui
dimana gigi permanen belum erupsi.
3. Kebersihan mulut atau oral hygiene baik.
4. Panjang lengkung rahang tidak mengalami pemendekan.
5. Hubungan antara rahang atas dan rahang bawah tidak dipengaruhi oleh
hilangnya gigi.

26

6. Jika ada kebiasaan buruk dari anak seperti menempelkan lidah di area gigi
yang hilang atau sering menghisap bibir maka dengan pemasangan space
maintainer

sambil

mempertahankan

ruang

yang

ada

juga

dapat

menghilangkan kebiasaan buruk tersebut.


Kontra indikasi dari penggunaan space maintainer yaitu8,16 :
1. Kekurangan ruang untuk erupsi gigi permanen.
2. Terdapat ruang yang berlebihan untuk erupsi gigi permanen.
3. Gigi permanen penggantinya tidak ada (agenesis).
4. Kekurangan ruang yang banyak sehingga memerlukan tindakan pencabutan
dan perawatan ortodontik.
5. Pada anak yang usianya masih sangat muda sehingga sulit untuk bekerjasama
dalam melakukan perawatan dengan dokter gigi.
2.9.2. Keuntungan dan kerugian penggunaan space maintainer
Alat space maintainer merupakan alat orthodonsi yang bersifat pasif dan
digunakan untuk mempertahankan ruang bekas gigi desidui yang hilang terlalu awal
sampai dengan saat erupsi gigi penggantinya. Penggunaan alat space maintainer
selain mempunyai keuntungan terhadap perawatan yang dilakukan juga mempunyai
kerugian jika digunakan tidak sesuai prosedur.3
Keuntungan mendasar yang didapatkan saat penggunaan space maintainer yaitu
alat ini mampu mempertahankan proksimal dimensi yang diperlukan dan bekerja
menahan desakan dari bagian mesial maupun distal gigi tetangga agar ruang yang
ada dapat dipertahankan ukurannya. Diantara berbagai keuntungan yang ada, juga
dapat ditemukan beberapa kerugian saat perawatan diantaranya yaitu ditemukannya

27

kelainan jaringan periodonsium, karies, maupun iritasi pada jaringan disekitar karena
desain dari alat space maintainer yang rumit misalnya pada tipe cekat.8
Adapun beberapa keuntungan penggunaan space maintainer yaitu1,8 :
1. Mencegah hilangnya ruang pada lengkung rahang sehingga gigi dapat erupsi
dengan baik dan menempati posisinya pada lengkung rahang
2. Mencegah ekstrusi gigi antagonis dari gigi yang mengalami premature loss
3. Mencegah gigi permanen yang berjejal akibat penyempitan ruang pada gigi
yang akan erupsi
4. Mengembalikan fungsi estetik, fungsi artikulasi/ fonetik, serta fungsi
pengunyahan yang normal
5. Menambah kepercayaan diri anak
6. Meningkatkan kesehatan gigi dan mulut pada anak
Adapun kerugian yang ditemukan saat menggunakan space maintainer yaitu12,13,15 :
1. Kadang mengakibatkan tipping atau rotasi pada gigi penyangga
2. Menyebabkan retensi plak sehingga terjadi daerah demineralisasi, karies, dan
kelainan jaringan periodonsium pada area gigi penyangga
3. Pada beberapa jenis space maintainer harus dilakukan preparasi pada gigi
penyangga sehingga mengakibatkan bentuk anatomis normal gigi berubah
4. Beberapa jenis space maintainer terutama yang tipe cekat membutuhkan
waktu kontrol yang lebih lama
5. Beberapa komponen alat space maintainer bisa bersifat sitotoksik karena
terbuat dari logam yang disolder
6. Pada beberapa kasus ditemukan gangguan fungsi bicara dan pengunyahan

28

7. Ada beberapa jenis space maintainer yang dapat mengganggu estetik dari
gigi- geligi misalnya pada jenis space maintainer lepasan
8. Pada jenis space maintainer lepasan, kebanyakan alat hilang maupun berubah
bentuk karena tidak dijaga dengan baik
9. Jenis space maintainer lepasan bilateral apabila digunakan dalam waktu
yang lama tanpa kontrol yang ketat dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan rahang ke arah lateral
2.9.3. Syarat- syarat space maintainer
Ada berbagai syarat yang harus terpenuhi dalam pembuatan maupun
pemasangan space maintainer. Alat space maintainer yang dibuat harus sederhana
dan nyaman dipakai sehingga tidak mengganggu jaringan sekitar dan tidak membuat
rongga mulut terasa sesak. Plat yang tebal dan besar akan menyita ruang gerak lidah
sehingga fungsi bicara maupun mastikasi terganggu.12
Semakin sederhana alat space maintainer maka makin disukai oleh
penggunanya. Hal ini disebabkan karena jaringan disekitar alat menjadi mudah
melakukan penyesuaian, selain itu juga sangat mudah dilakukan tindakan
pemeliharaan. Dalam pembuatan space maintainer, retensi harus benar- benar baik
agar alat tidak terlepas saat dipakai. Alat yang kecil ada kemungkinan bisa tertelan
dan dapat membahayakan pasien. Oleh karena itu, ada beberapa syarat yang harus
terpenuhi dalam pembuatan space maintainer diantaranya yaitu16,12 :
1. Alat space maintainer harus mampu mempertahankan proksimal dimensi
yang diperlukan, berarti alat ini harus mampu menahan desakan pada bagian
distal maupun mesial agar ukuran ruang dapat dipertahankan.

29

2. Alat ini tidak boleh mengganggu erupsi gigi antagonisnya sehingga tidak
boleh mengalami prematur kontak dengan gigi antagonis.
3. Tidak boleh mengganggu erupsi gigi permanen misalnya pada pembuatan
distal shoe, plat yang tertanam tidak boleh berada tepat diatas mahkota gigi
yang akan erupsi agar erupsinya tidak terhalang.
4. Tidak memberi tekanan abnormal pada gigi penyangga sehingga jaringan
periodonsium tetap sehat begitu juga dengan keadaan tulang alveolarnya.
5. Tidak mempengaruhi fungsi bicara, pengunyahan, dan fungsi pergerakan
sendi temporomandibular joint.
6. Tidak boleh ada komponen alat yang tajam yang bisa mengakibatkan iritasi
jaringan lunak disekitar alat.
7. Didesain sederhana, ekonomis, dan mudah dibersihkan.
8. Dapat dilakukan penyesuaian atau sedikit perbaikan bila diperlukan.
2.9.4. Jenis- jenis space maintainer
Ada berbagai macam tipe space maintainer yang sering digunakan, secara
umum Foster membaginya menjadi dua kelompok yaitu space maintainer cekat dan
lepasan. Selain itu ada klasifikasi menurut Snawder yaitu space maintainer cekat
dengan band, space maintainer cekat tanpa band dengan etsa asam, space maintainer
lepasan dengan band atau semi- cekat, space maintainer lepasan tanpa band, space
maintainer fungsional, dan yang terakhir space maintainer non fungsional.
Sedangkan jenis space maintainer lainnya yang dikemukakan oleh Finn dapat
dikelompokkan menjadi 5 jenis yaitu space maintainer lepasan (removable), cekat
(fixed) dan semi cekat (semi-fixed), space maintainer dengan band atau tanpa band,

30

space maintainer fungsional dan non fungsional, space maintainer aktif dan pasif,
dan yang terakhir space maintainer jenis kombinasi.8
Pembagian jenis space maintainer yang paling umum saat ini adalah
berdasarkan tipe cekat dan lepasan. Space maintainer lepasan bisa digunakan untuk
periode yang relatif singkat, biasanya hanya sampai 1 tahun. Berbeda dengan jenis
space maintainer cekat, jika didesain dengan baik alat ini dapat digunakan dalam
jangka waktu yang lama tanpa merusak jaringan rongga mulut, biasanya space
maintainer jenis ini digunakan sampai 2 tahun.12
2.9.4.1. Space maintainer cekat
Alat space maintainer cekat memiliki banyak kelebihan dalam hasil perawatan
dibandingkan dengan space maintainer lepasan namun dalam proses pembuatannya
sangat rumit dan menggunakan banyak komponen alat. Banyak pasien pengguna
space maintainer yang mengeluhkan seringnya makanan tersangkut serta kesulitan
dalam membersihkan area disekitar alat, hal ini mengakibatkan banyaknya terjadi
kelainan baik pada gigi penyangga seperti karies, pada jaringan periodonsium seperti
gingivitis maupun periodontitis, dan pada jaringan lunak di sekitar alat seperti
stomatitis kontak.1
Space maintainer tipe cekat merupakan space maintainer yang didesain untuk
mempertahankan ruang dan terpasang secara cekat di dalam mulut. Space maintainer
tipe ini tidak dapat diubah posisinya dan juga tidak dapat dilepas apabila ingin
dibersihkan. Beberapa tipe yang umum dijumpai pada jenis space maintainer ini
yaitu space maintainer band and loop, space maitainer crown and loop, distal shoe,
lingual arch, dan space maintainer palatal arch/ nance appliance.12

31

1. Band and loop space maintainer


Band and loop dirancang untuk mempertahankan ruang dari tanggalnya satu gigi
dalam satu kuadran. Alat ini digunakan pada kasus tanggalnya gigi molar satu
desidui dan molar dua desidui secara dini untuk mencegah migrasi ke mesial yang
berhubungan dengan erupsi gigi molar satu permanen, selain itu alat ini juga
digunakan pada kasus tanggalnya gigi kaninus desidui secara dini untuk mencegah
pergerakan gigi insisivus lateral permanen.13
Band and loop lebih disukai karena proses pembuatannya lebih mudah,
membutuhkan waktu kerja yang singkat, tidak perlu dilakukan anastesi terlebih
dahulu untuk pemasangan band karena tidak ada preparasi yang dilakukan pada gigi,
selain itu mudah diatur untuk disesuaikan dengan perubahan gigi dan proses
pembuatannya lebih ekonomis.12

Gambar 2.3. Space maintainer band and loop


(Sumber: Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary orthodontics 5 ed.
Canada: Elsever ; 2013)

Adapun prosedur pembuatan space maintainer band and loop yaitu1,17 :


1.

Pilih stainless steel band untuk dipasang pada gigi sebelah distal pada ruangan
baik molar kedua desidui maupun molar satu permanen. Cobakan band pada

32

gigi, band harus kencang untuk retensi alat supaya kokoh. Jika alat kendor maka
dapat terjadi demineralisasi email dibawah band.
2.

Dengan band pada gigi, ambil cetakan alginate dari cetakan lengkung gigi
kemudian keluarkan band dari gigi dengan menggunakan tang pencabut band
selanjutnya tempatkan dengan akurat dalam cetakan sticky wax.

3.

Alirkan gips yang telah dipanaskan sampai suhu 130C di bawah tekanan uap
kemudian letakkan ke dalam cetakan dengan hati- hati untuk menghindari
melesetnya band.

4.

Bentuk sebuah loop dengan kawat 0,9 mm atau 1,0 mm, loop harus cukup lebar
supaya premolar dapat erupsi dan tidak boleh menekan gingival.

5.

Solder atau sambung loop pada band

6.

Haluskan hasil solder dengan stone dan rubber wheel. Penghalusan dilakukan
pada model kerja untuk mencegah rusaknya alat.

7.

Cobakan alat tersebut dalam mulut pasien dan diperiksa apakah alat tersebut
sudah sesuai.

8.

Bersihkan dan keringkan gigi lalu isolasi dengan cotton roll dan saliva ejector.
Berikan campuran semen polikarboksilat pada bagian dalam band lalu dudukkan
dengan tekanan jari menggunakan band setter. Setelah itu buang semua
kelebihan semen bila telah mengeras.

2. Crown and loop space maintainer


Jenis space maintainer crown and loop biasa digunakan pada kasus gigi
abutment bagian posterior mengalami karies yang luas dan memerlukan restorasi
mahkota, juga kasus dimana gigi abutment pernah mendapatkan perawatan
endodontik dan mahkota gigi perlu dilindungi secara menyeluruh.12

33

Untuk membuat suatu space maintainer jenis crown and loop dapat digunakan
metode direk maupun indirek. Dengan metode direk alat dipasang secara langsung
dalam mulut pasien tanpa menggunakan cetakan model gips, sebelum pemasangan
alat terlebih dahulu dilakukan preparasi pada gigi. Dalam metode indirek pembuatan
space maintainer harus dilakukan di laboratorium dengan menggunakan cetakan
gips dari rahang yang akan digunakan, setelah alat tersebut jadi baru kemudian
ditempatkan dalam mulut pasien.14

Gambar 2.4. Space maintainer crown and loop


(Sumber: https://depts.washington.edu/peddent/AtlasDemo/images/537s015.jpg
diakses pada tanggal 15 Mei 2015)

Adapun prosedur pembuatan space maintainer crown and loop yaitu2,14 :


a. Pembuatan secara direk/ langsung
1. Setelah mahkota dibuat dan dipasang pada gigi yang telah dipreparasi dalam
mulut lalu bengkokkan loop kawat 0,36 mm.
2. Tandai kawat dengan pensil putih pada bagian mesial bucal groove dan
lingual groove di mahkota stainless steel.
3. Angkat mahkota dari gigi lalu potong loop kawat di kedua tanda tersebut dan
disatukan tiap ujung kawat sehingga berada pada hubungan yang sama seperti
yang terdapat dalam mulut.

34

4. Cobakan kembali alat dalam mulut anak dan periksa kedudukannya serta
hubungan oklusi gingivalnya.
5. Angkat alat dan satukan sekali lagi, mesial ke daerah buccal dilas untuk
menahan loop kawat tetap berada pada posisinya.
6. Solder loop kawat ke mahkota lalu gunakan solder bar dan ujung karbon pada
bagian yang disatukan.
7. Alat tersebut kemudian dipolis.
8. Gosok alat dalam air panas untuk menghilangkan flux yang larut dalam air
lalu bersihkan bagian dalam mahkota dengan stone hijau sampai tidak ada
residu yang tertinggal.
b. Pembuatan secara indirek/ tidak langsung
1. Cetak rahang anak dengan alginat
2. Cor model dengan gips ortodontik
3. Pasang mahkota stainless pada gigi
4. Bentuk loop kawat ukuran 0,036 mm lalu pasang setelah itu satukan dan
solder seperti pada metode direk.
3. Distal shoe space maintainer
Distal shoe adalah pilihan space maintainer dimana molar dua desidui hilang
sebelum erupsi molar satu permanen. Fungsi dari distal shoe adalah menuntun erupsi
dari molar satu permanen ke posisinya yang normal dalam lengkung rahang. Distal
shoe bersifat sementara dan harus diganti dengan space maintainer tipe lepasan
mengikuti erupsi gigi molar permanen. Alat ini dibuat dengan metode indirek pada
sebagian besar kasus.12

35

Komponen alat distal shoe adalah guide plane metal, yaitu sejenis plat yang
berfungsi menuntun molar permanen agar erupsi pada posisinya. Agar efektif guide
plane harus meluas ke dalam processus alveolar sehingga berkontak dengan molar
satu permanen kurang lebih 1 mm di bawah marginal ridge mesial.12

Gambar 2.5. Distal shoe space maintainer


(Sumber: Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary orthodontics 5 ed. Canada
: Elsever ; 2013)

Adapun prosedur yang dilakukan dalam pembuatan distal shoe yaitu8,16 :


1.

Dari cetakan alginat pada lengkung rahang anak didapatkan hasil cetakan gips
ortodontik.

2.

Gigi molar satu desidui yang berdampingan dengan molar dua desidui yang
hilang dikecilkan dengan hati- hati dengan tapered fissure bur sehingga dapat
dipasangkan suatu mahkota stainless stell.

3.

Ketika mahkota terpasang pada model gips, partikel gips pada bagian dalam
dibersihkan dengan cotton bud yang basah.

4.

Pengukuran pada hasil radiografi daerah molar dengan pengukuran gaunge dapat
memberikan informasi yang diperlukan untuk menetapkan panjang lempengan
metal yang akan meluas ke distal (shoe).

36

5.

Jika shoe telah dibengkokkan, panjang yang tepat dipilih dan daerah ridge pada
gips digergaji atau diukir sehingga proyeksi gingival pada shoe dapat dipasang.

6.

Ketika pemasangan yang tepat telah dipastikan, ujung mesial dari shoe terlebih
dahulu disatukan dengan permukaan distal mahkota dan kemudian disolder
dengan wire silver ukuran 25 lalu lilitkan dua kali disekitar penggunaan tadi.
Flux yang banyak harus diberikan sebelum disolder dengan menggunakan
metode solder flame (nyala api) atau eletrik. Flux adalah bahan yang digunakan
untuk mencegah oksidasi dan memudahkan mengalirnya bahan solder.

7.

Alat yang telah disolder digosok dengan sikat gigi yang keras lalu dimasukkan
ke dalam air panas untuk menghilangkan flux solder, kemudian alat dipolis dan
disterilkan lalu siap untuk dipasang dalam mulut pasien.

8.

Untuk memasang alat ini, pertama- tama dilakukan anastesi pada regio molar
pasien, molar satu desidui dipersiapkan untuk mahkota dan suatu insisi dengan
curved bard-parker blade dibuat pada ridge dititik distal ke margin molar satu
desidui yang sesuai dengan pengukuran yang dilakukan pada hasil radiografi.

9.

Mahkota dipasang pada tempatnya dengan shoe dipasang ke dalam jaringan di


bawah permukaan ridge untuk membiarkan shoe berkontak dengan permukaan
molar satu yang belum erupsi.

10. Foto radiografi dilakukan pada daerah molar untuk mengetahui apakah space
maintainer distal shoe berada pada posisi yang benar.
11. Alat ini disemen pada tempatnya dengan semen hard eugenol-based atau
duralon. Setelah erupsi dari molar satu, space maintainer dilepas dan kemudian
diganti dengan space maintainer jenis crown and loop atau band and loop.

37

4. Lingual Arch
Lingual arch merupakan space maintainer pilihan setelah kehilangan gigi
multipel pada lengkung rahang bawah terutama jika insisivus permanen rahang
bawah terlihat crowded. Alat ini digunakan sebagai space maintainer bilateral cekat
pada rahang bawah dan bersifat pasif karena tidak dapat diatur begitu perangkat ini
disemen pada gigi molar.12
Lingual arch terbuat dari kawat yang memanjang disekitar daerah lingual dari
rahang, kawat itu terhubung dengan kedua sisi pada gigi molar, alat ini didesain
sedemikian rupa agar kedua gigi molar tidak dapat bergeser ke arah mesial dan
menutupi daerah tempat erupsi gigi premolar permanen.2

Gambar 2.6. Lingual arch space maintainer


(Sumber: Mitchell L. An introduction to orthodontic 2nd ed. UK : Oxford university
press ; 2001)

Adapun prosedur pembuatan lingual arch space maintainer yaitu2,12 :


1.

Buat model studi rahang bawah

2.

Band yang telah dicobakan pada mulut anak dikeluarkan dan ditempatkan pada
model studi

3.

Suatu kawat baja berukuran 0,036- 0,040 inchi dibentuk pada lengkungan dan
meluas ke depan untuk membuat kontak dengan daerah cingulum insisivus.

38

4.

Kawat diperluas ke posterior sepanjang 1/3 tengah dari permukaan lingual dari
band molar baru kemudian alat disolder dengan baik.

5.

Setelah alat terpasang tepat pada model studi maka selanjutnya alat diinsersikan
ke dalam mulut pasien.

5. Palatal arch (nance aplliance)


Alat ini digunakan ketika satu atau lebih molar tanggal secara dini pada rahang
atas. Alat ini didesain seperti pada lingual arch kecuali pada beberapa desain di
bagian anteriornya tidak menyentuh permukaan lingual pada gigi anterior atas
melainkan menyebrang pada bagian palatal dan kawat tersebut langsung
menghubungkan molar band di kedua regio, tipe ini biasa dinamakan transpalatal
arch. Pada beberapa desain, kawat lingual dapat mengikuti bentuk palatum dengan
diameter kawat berukuran 0,025 inchi. Kawat ini pada bagian anterior dibatasi oleh
akrilik sedangkan pada bagian posterior terhubung pada masing- masing band.18
Pada pemakaian space maintainer jenis ini, pasien harus diperiksa secara
periodik untuk memastikan bahwa kawat lingual tidak mengganggu erupsi dari gigi
kaninus dan premolar serta tidak mengganggu area disekitar palatum.2

Gambar 2.7. Palatal arch space maintainer

(Sumber: Mitchell L. An introduction to orthodontic 2nd ed. UK : Oxford press; 2001)

39

2.9.4.2. Space maintainer lepasan


Space maintainer lepasan digunakan apabila dalam satu kuadran gigi yang
hilang lebih dari satu. Alat ini sering menjadi satu- satunya pilihan apabila tidak ada
gigi penyangga yang sesuai dengan alat cekat. Alat ini terbuat dari plat akrilik dan
pada beberapa desain dapat ditambahkan gigi artificial untuk mengembalikan fungsi
estetik maupun pengunyahan.12
Space maintainer lepasan dapat digunakan pada rahang atas maupun rahang
bawah, alat ini juga digunakan pada kasus tanggalnya gigi molar dua desidui
sebelum erupsi gigi molar satu permanen. Space maintainer jenis ini memiliki
konstruksi yang sederhana, pergerakan fungsional yang baik, dan biaya pembuatan
yang relatif murah, selain itu alat ini juga sangat mudah untuk dibersihkan.1
1. Gigitiruan sebagian akrilik
Alat ini dapat digunakan pada rahang atas maupun rahang bawah dimana telah
kehilangan gigi bilateral lebih dari satu. Space maintainer jenis gigitiruan sebagian
akrilik sering digunakan karena desainnya tidak rumit serta lebih ekonomis.
Pembersihan gigitiruan sebagian akrilik dengan tepat sangat penting dilakukan untuk
mengurangi kemungkinan berkembangnya lesi karies yang baru serta akumulasi plak
yang bisa menyebabkan gingivitis.6
Berbagai tipe alat space maintainer lepasan tidak boleh dianjurkan untuk pasien
anak yang mempunyai masalah karies dan kebersihan mulut yang buruk. Masalah
yang sering timbul dari pemakaian ini adalah malasnya anak memakai alat sehingga
fungsi space maintainer tidak tercapai secara optimal.6

40

Gambar 2.8. Space maintainer lepasan dengan gigitiruan sebagian


(Sumber: http://www.dentaltrendsdombivli.com/wp-content/uploads/removableprosthodontics2.jpg diakses pada tanggal 15 Mei 2015)

2. Gigitiruan penuh
Alat ini sering digunakan pada anak yang mengalami infeksi rongga mulut yang
hebat sehingga harus mencabut semua giginya. Konstruksi gigitiruan penuh akan
menyebabkan penampilan yang bertambah baik dan efektif serta dapat menuntun
molar satu permanen ke posisi erupsi yang tepat.12
Pembuatan gigitiruan penuh diharapkan dapat menggantikan fungsi dari gigi
desidui yang hilang. Gigitiruan harus memiliki retensi dan stabilisasi yang baik.
Retensi yang dimaksud yaitu ketahanan gigitiruan terhadap daya lepas saat gigitiruan
diam sedangkan stabilisasi berkaitan dengan daya lepas saat alat berfungsi.12

Gambar 2.9. Space maintainer lepasan dengan gigitiruan penuh


(Sumber: http://www.contempclindent.org/articles/2011/2/3/images/ContempClinDent
diakses pada tanggal 15 Mei 2015)

41

2.10. Perawatan gigi anak selama penggunaan space maintainer


Alat- alat ortodontik seperti space maintainer merupakan benda asing dalam
rongga mulut anak. Alat ini menempel pada jaringan dan membentuk lapisan
keratinisasi dan pada berbagai kasus sering timbul iritasi dan menghasilkan
inflamasi, kemerahan, pembengkakan, serta rasa sakit. Jika iritasi ini dibiarkan terusmenerus maka akan terjadi reaksi fibrous gingival yang permanen.20
Karies sering terjadi pada pemasangan space maintainer terutama pada bagian
interproksimal gigi. Jika terdapat food debris disekitar alat dalam jangka waktu yang
lama maka akan terbentuk tanda garis putih (garis dekalsifikasi) yang melekat secara
langsung pada permukaan email dan tidak akan hilang sampai alat lepas. Oleh karena
itu untuk menghindari hal- hal tersebut maka dibutuhkan beberapa perawatan,
adapun perawatan- perawatan yang dapat dilakukan yaitu6,9,20 :
1.

Aplikasikan topikal florida untuk mencegah karies dan dekalsifikasi gigi

2.

Penyemenan ulang band molar dengan interval 6 bulan

3.

Pemeriksaan foto radiografi dibutuhkan untuk melihat reaksi jaringan pada


pemasangan alat

4.

Lakukan kontrol plak secara rutin dan skeling dengan hati-hati di area sekitar
gigi maupun di sekitar alat space maintainer yang terdapat plak serta kalkulus

5.

Lakukan pengangkatan debris dan pembersihan poket

6.

Gunakan sikat gigi yang lunak untuk menghilangkan sisa- sisa makanan serta
berkumur dengan larutan chlorhexidine untuk menghindari dental plak

7.

Lakukan kontrol rutin ke dokter gigi minimal tiap empat bulan sekali.

42

2.11. Jaringan Periodonsium


Jaringan periodonsium adalah sistem jaringan fungsional yang mengelilingi gigi
dan menghubungkannya dengan tulang rahang. Jaringan ini meliputi gingiva,
ligamentum periodontal, sementum, dan tulang alveolar. Adapun struktur yang
menyokong gigi dikenal sebagai periodontal attachment apparatus, yaitu struktur
yang menghubungkan gingiva dan ligamentum periodontal dengan gigi.10
Struktur jaringan periodonsium terdiri atas sementum akar, ligamentum
periodontal, dan tulang alveolar yang membentuk suatu unit fungsional atau organ.
Sementum melapisi seluruh akar gigi dan ligamentum periodontal menghubungkan
gigi ke tulang alveolar. Serat ligamentum periodontal terhubung dengan sementum
sedalam 50-200 mikron meter, sedangkan tulang alveolar adalah bagian dari maksila
dan mandibula yang membentuk dan menyokong soket gigi.5

Gambar 2.10. Jaringan periodonsium


(Sumber: Klaus H. dkk. Color atlas of periodontology. New York : Thieme Inc ; 2005)

2.11.1. Gingiva
Gingiva merupakan bagian dari jaringan periodontal yang paling luar, gingiva
sering digunakan sebagai indikator jika jaringan periodontal mengalami suatu

43

kelainan, hal ini disebabkan karena kebanyakan penyakit periodontal dimulai dari
gingiva. Kadang- kadang gingiva juga dapat menggambarkan keadaan tulang
alveolar yang berada di bawahnya.21
Gingiva merupakan bagian dari membran mukosa mulut yang melekat pada
tulang alveolar serta menutupi dan mengelilingi leher gigi. Pada permukaan rongga
mulut, gingiva meluas dari puncak marginal gingiva sampai ke pertautan
mukogingival. Pertautan mukogingival ini merupakan batas antara gingiva dan
mukosa mulut lainnya. Mukosa mulut dapat dibedakan dengan mudah dari gingiva
karena warnanya merah gelap dan permukaannya licin atau halus mengkilat. Hal ini
dapat dijumpai pada permukaan vestibular mandibula maupun maksila serta
permukaan oral mandibula. Pada permukaan oral maksila tidak dijumpai pertautan
mukogingival sama sekali karena gingiva berbatasan dengan membran mukosa mulut
yang menutupi palatum durum yang tipenya sama dengan gingiva.12
Gingiva mengelilingi gigi dan meluas sampai ke ruang interdental. Gingiva di
antara permukaan oral dan vestibular berhubungan satu sama lain melalui gingiva
yang berada di interdental. Secara anatomis gingiva dibagi menjadi dua bagian yaitu
gingiva cekat (attached gingiva) dan gingiva tidak cekat (unattached gingiva) yang
terdiri atas gingiva bebas (free gingiva) dan marginal gingiva.5
Untuk kepentingan klinis yang khusus, bagian gingiva yang berada di ruang
interdental dipisahkan secara klinis sebagai suatu bagian khusus dari gingiva. Hal ini
disebabkan karena bagian gingiva tersebut digunakan sebagai indikator yang paling
akurat untuk mengetahui terjadinya penyakit gingiva sedini mungkin. Adapun
pembagian dari gingiva yaitu5,22,23 :

44

1. Unattached gingiva (free gingiva atau marginal gingiva)


Unattached gingiva atau yang dikenal sebagai marginal gingiva merupakan
bagian gingiva yang tidak melekat erat pada gigi, mengelilingi daerah leher gigi, dan
membuat lekukan seperti kulit kerang. Unattached gingiva dimulai dari arah
mahkota sampai pertautan sementoemail.
Batas antara marginal gingiva dengan gingiva cekat merupakan suatu lekukan
dangkal yang dinamakan free gingival groove. Free gingival groove ini berjalan
sejajar dengan margin gingiva dan dalam keadaan normal free gingival groove ini
dapat dipakai sebagai petunjuk dasar sulkus gingiva.
Marginal gingiva bentuknya agak condong ke arah gigi dan ujung tepinya tipis
serta membulat. Dalam arah mesio-distal margin gingiva menggambarkan suatu
bentuk lengkungan dan melengkung ke arah apikal (scalloped). Dinding lateral dari
margin gingiva merupakan dinding dari sulkus gingiva. Probe dapat dimasukkan ke
dalam sulkus gingiva dengan jalan meregangkan gingiva secara hati- hati.
Pada marginal gingiva terdapat sulkus gingiva yang merupakan ruang atau celah
yang dibatasi oleh gigi dan gingiva bebas, celah ini ke arah mesial dibatasi oleh
permukaan gigi dan ke arah lateral dibatasi oleh epitelium marginal gingiva sebelah
dalam, kedalamannya berkisar antara 0-6 mm dengan rata- rata 1,8 mm.
2. Gingiva cekat
Gingiva cekat merupakan lanjutan marginal gingiva yang meluas dari free
gingival groove sampai ke pertautan mukogingival. Gingiva cekat ini melekat erat ke
sementum mulai dari sepertiga bagian akar ke periosteum tulang alveolar.
Pada bagian permukaan gingiva cekat terdapat bintik- bintik atau lekukan kecil
seperti lesung pipi yang disebut stipling. Stipling ini mengakibatkan permukaan

45

gingiva cekat terlihat seperti kulit jeruk. Stipling disebabkan oleh adanya tarikan
serat- serat kolagen pada jaringan gingiva cekat ke sementum atau tulang.
Lebar gingiva cekat bervariasi dari satu individu ke individu yang lain, juga
antara satu gigi dengan gigi yang lain di dalam mulut yang sama. Lebar gingiva cekat
pada rahang bawah berkisar antara 3,3- 3,9 mm dan pada rahang atas berkisar 3,54,5 mm. Umumnya gingiva cekat yang paling lebar dijumpai pada regio anterior dan
semakin menyempit ke arah regio posterior. Gingiva cekat paling sempit dijumpai
pada regio premolar satu rahang bawah yaitu berkisar 1,8 mm dan pada rahang atas
berkisar 1,9 mm. Keadaan ini sering dihubungkan dengan perlekatan otot maupun
frenulum yang ada pada daerah tersebut, sedangkan lebar di daerah palatal tidak
mungkin diukur karena sulit membedakan antara batas akhir gingiva cekat dan
permulaan dari mukosa bagian palatal.
Fungsi dari gingiva cekat adalah menahan jika ada tekanan mekanik yang terjadi
selama pengunyahan, bicara, dan sikat gigi. Selain itu juga berfungsi melindungi
lepasnya gingiva bebas pada saat ada tekanan yang menuju ke mukosa alveolar.
3. Papila interdental
Papila interdental atau gingiva interdental merupakan bagian gingiva yang
mengisi ruangan interdental yaitu ruangan diantara dua gigi yang letaknya
berdekatan dari daerah akar sampai titik kontak. Gingiva interdental terdiri atas
bagian lingual dan bagian fasial. Bagian samping menunjukkan batas yang dibentuk
oleh gingiva bebas dari dua gigi yang berdekatan dan bagian tengah dari papila
interdental dibentuk oleh gingiva cekat.
Col merupakan lembah yang menurun dalam bagian gingiva interdental dan
letaknya langsung dari arah akar ke titik kontak. Col tidak dijumpai jika tidak ada

46

dua gigi yang berdekatan atau tidak ada titik kontak maupun gingiva yang menyusut.
Gingiva interdental berfungsi mencegah terjadinya penumpukan makanan di antara
dua gigi selama pengunyahan.
2.11.2. Sementum
Sementum adalah struktur terkalsifikasi yang menutupi akar anatomis gigi dan
terdiri atas matriks terkalsifikasi yang mengandung serabut kolagen. Kandungan zat
anorganik dalam sementum adalah sekitar 40-50%. Selain melapisi akar gigi,
sementum juga berperan dalam mengikat gigi ke tulang alveolar yaitu dengan adanya
serat utama ligamentum periodontal yang tertanam di dalam sementum (serat
sharpey). Sementum ini tipis pada daerah dekat perbatasannya dengan email dan
makin menebal ke arah apeks gigi. Berdasarkan morfologinya, sementum dibagi
menjadi dua tipe yaitu sementum aseluler (sementum primer) dan sementum seluler
(sementum sekunder).5
Sementum seluler adalah sementum yang pertama kali terbentuk, menutup
kurang lebih sepertiga servikal atau hingga setengah panjang akar, dan tidak
mengandung sel- sel. Sementum dibentuk sebelum gigi- geligi mencapai bidang
oklusal, ketebalannya berkisar 30- 230m. Serat sharpey merupakan struktur utama
dimana perannya adalah mendukung gigi.5
Sementum seluler terbentuk setelah gigi mencapai bidang oklusal, bentuknya
kurang teratur (ireguler) dan mengandung sel- sel sementosit pada rongga yang
terpisah- pisah (lakuna- lakuna) yang berhubungan satu sama lain melalui
anastomosis kanalikuli. Dibandingkan dengan sementum aseluler, sementum seluler
kurang terkalsifikasi dan hanya mengandung sedikit serat sharpey. Sementum

47

aseluler maupun seluler tersusun membentuk lamela- lamela yang dipisahkan oleh
garis inkremental yang berjalan pararel dengan sumbu panjang gigi.24
Adapun beberapa fungsi dari sementum yaitu23 :
1. Menahan gigi pada soket tulang dengan perantara serabut prinsipal ligamen
periodonsium
2. Mengompensasi keausan struktur gigi karena pemakaian dengan cara
pembentukan terus- menerus
3. Memudahkan terjadinya pergeseran mesial fisiologis
4. Memungkinkan penyusunan kembali serabut ligamen periodonsium secara
terus- menerus
2.11.3. Ligamentum periodontal
Ligamentum periodontal merupakan jaringan pengikat yang mengisi ruang
antara permukaan gigi dengan dinding soket, mengelilingi akar gigi bagian koronal,
dan turut serta mendukung gingiva. Kebanyakan penyakit yang mengenai
ligamentum periodontal jika tidak dilakukan perawatan dengan baik akhirnya akan
menyebabkan hilangnya gigi.5
Banyak sekali istilah yang diberikan pada jaringan ini, seperti membran
periodontal, perisementum, dental periosteum, dan alveole dental membrane. Istilah
periodontal berasal dari bahasa Yunani yaitu peri yang artinya sekeliling dan oudous
yang berarti gigi. Jaringan ini disebut membran walaupun sebenarnya jaringan ini
tidak sama dengan membran fibrous seperti fascia dan kapsul organ periosteum.
Struktur dan fungsinya memang mirip dengan jaringan tersebut akan tetapi

48

sebenarnya berbeda karena jaringan ini selain berperan sebagai periosteum gigi atau
periosteum tulang alveolar juga berfungsi sebagai pendukung gigi.21
Adapun fungsi dari ligamen periodonsium yaitu23 :
1. Memelihara aktifitas biologik sementum dan tulang
2. Mensuplai nutrisi serta membersihkan produk sisa melalui aliran darah dan
pembuluh limfe
3. Memelihara relasi gigi terhadap jaringan keras dan lunak
4. Menghantarkan tekanan taktil dan sensasi nyeri melalui jalur trigeminal lalu
diteruskan melalui ujung saraf proprioseptif.
2.11.4. Tulang alveolar
Tulang alveolar merupakan bagian maksila dan bagian mandibula yang
membentuk dan mendukung soket gigi, secara anatomis tidak ada batas yang jelas
antara tulang alveolar dengan maksila maupun mandibula. Bagian tulang alveolar
yang membentuk dinding soket gigi disebut alveolar proprium. Alveolar proprium
didukung oleh bagian tulang alveolar lainnya yang dikenal dengan nama tulang
alveolar pendukung. Tulang alveolar membentuk soket yang mendukung dan
melindungi akar gigi.5
Secara anatomis tulang alveolar dibagi menjadi dua bagian, yang pertama yaitu
alveolar proprium yang merupakan lapisan tipis tulang yang mengelilingi akar dan
memberikan tempat perlekatan bagi ligamentum periodonsium, tulang ini disebut
juga sebagai lamina dura atau plat kribriform. Bagian kedua yaitu tulang alveolar
pendukung yang merupakan bagian prosesus alveolar yang mengelilingi tulang
alveolar proprium dan memberi dukungan terhadap soket. Tulang alveolar

49

pendukung terdiri dari dua bagian yaitu tulang kompakta yang terdapat pada bagian
vestibular dan oral presesus alveolar serta tulang kanselus (tulang spongiosa) yang
terletak di antara tulang alveolar proprium dan tulang kortikal.24
2.12. Gambaran klinis gingiva normal
Gambaran klinis gingiva sangat diperlukan sebagai dasar untuk mengetahui
perubahan patologis yang terjadi pada gingiva yang terjangkit penyakit. Gingiva
merupakan jaringan periodonsium yang paling umum digunakan dalam mengukur
tingkatan suatu penyakit periodonsium karena gingiva merupakan jaringan terluar
yang paling rentan berkontak langsung dengan faktor- faktor yang menyebabkan
penyakit misalnya plak, kalkulus, dan faktor lainnya.22
Untuk mengetahui adanya suatu kelainan pada jaringan periodonsium dapat
diketahui dari perubahan yang terjadi pada gingiva, perubahan ini diantaranya seperti
perubahan pada warna gingiva, besar gingiva, kontur gingiva, konsistensi, tekstur,
hingga kecenderungan perdarahan pada saat dilakukan palpasi maupun probing pada
soket gingiva. Untuk menentukan gambaran klinis dari gingiva yang sehat dapat
dilakukan dengan melihat beberapa bagian pada gingiva, diantaranya yaitu22,24,25 :

Gambar 2.11. Gingiva normal


(Sumber: Newman MG, Klokkevold PR, Takei HH, Carranza FA. Carranzas Clinical
Periodontology 11th ed. Missouri : Saunders ; 2012)

50

1. Warna gingiva
Warna gingiva normal umumnya merah jambu (pink coral). Hal ini disebabkan
oleh adanya pasokan darah, tebal, dan derajat lapisan keratin epitelium serta sel- sel
pigmen. Warna ini bervariasi untuk setiap orang dan erat hubungannya dengan
pigmentasi kutaneous. Pigmentasi pada gingiva biasanya terjadi pada individu
berkulit gelap. Pigmentasi pada gingiva cekat berkisar dari cokelat sampai hitam.
Warna pigmentasi pada mukosa alveolar lebih merah karena mukosa alveolar tidak
mempunyai lapisan keratin dan epitelnya tipis.
2. Besar gingiva
Besar gingiva ditentukan oleh jumlah elemen seluler, interseluler dan pasokan
darah. Ukuran dari gingiva menunjukkan jumlah total dari elemen seluler dan
intraseluler yang dimiliki serta suplai vaskularnya. Ketebalan dari gingiva rata- rata
sekitar 0,25- 0,5 mm. Apabila terdapat perubahan pada ukuran dari gingiva maka
menunjukkan adanya penyakit periodontal.
3. Kontur gingiva
Kontur dan besar gingiva sangat bervariasi, hal ini terjadi karena kontur gingiva
melekat pada permukaan gigi individu sehingga bentuknya tergantung pada bentuk
dan kesejajaran dalam lengkung gigi, lokasi, dan bentuk pada daerah kontak
promksimal serta luas embrasure gingiva sebelah fasial dan lingual. Selain itu,
kontur gingiva juga tergantung dari kontur sementoenamel junction gigi.
4. Konsistensi
Konsistensi pada gingiva normal adalah padat dan kenyal serta melekat erat pada
tulang alveolar. Adanya kepadatan pada bagian gingiva disebabkan oleh berbagai
hal, diantaranya karena didukung oleh adanya susunan lamina propia secara alami

51

dan hubungannya dengan mucoperiosteum tulang alveolar. Pada bagian marginal


gingiva, kepadatannya disebabkan karena adanya serat- serat kolagen.
5. Tekstur
Tekstur dari permukaan gingiva menyerupai kulit jeruk yang lembut dan tampak
tidak beraturan yang umumnya disebut dengan istilah stipling. Stipling ini
merupakan bentuk spesialisasi atau penguatan adaptif terhadap fungsi gingiva.
Apabila didapati stipling pada gingiva yang telah menghilang atau berkurang maka
hal tersebut berkaitan dengan adanya penyakit gingiva. Pada awal masa erupsi gigi
permanen, stipling akan berbentuk seperti bergerombol.
6. Kecenderungan pendarahan pada palpasi dan probing pada tekanan lembut
Gingiva yang sehat tidak akan berdarah pada saat sonde/ probe periodontal
dimasukkan ke dalam sulkus dengan hati- hati, atau bila gingiva bebas dipalpasi
dengan jari. Sulkus gingiva dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tidak berkeratin.
Dasar sulkus terbentuk dari perlekatan koronal dari epitelium jungsional. Epitelium
sulkus diibaratkan sebuah membran semipermeabel yang dapat dilalui bakteri dan
produk metabolitnya yang berbahaya dapat memasuki jaringan gingiva sehingga
cairan sulkus gingiva merembes masuk ke dalam sulkus.
2.13. Gambaran mikroskopik gingiva
Pada gambaran mikroskopik, anatomi gingiva dibangun oleh stratified squamous
epithelium seperti halnya epitelium kulit. Epitelium gingiva dibagi menjadi tiga
bagian yaitu epitelium oral, epitelium sulkular, dan epitelium jungsional. Epitelium
oral adalah epitelium yang menutupi permukaan luar dari gingival (gingiva bebas
dan cekat) dan meluas dari gingival margin sampai pertautan mukogingival.

52

Permukaan luar dari epitel ini ditutupi oleh keratin. Epitelium ini terdiri atas stratum
korneum, stratum granulosum, stanum spinosum, dan stratum basale. Epitelium
memiliki bagian yang menonjol ke bagian jaringan pengikat yang disebut papila,
dengan adanya jaringan pengikat ini maka bagian epitelium yang tidak mempunyai
sistem pembuluh darah dapat memperoleh pasokan darah yang lebih banyak dari
jaringan pengikat yang ada di bawahnya.22
Sel- sel lain yang terdapat dalam epitelium adalah limfosit, kadang- kadang
dijumpai sel plasma dari leukosit polimorfonuklear. Selain itu terdapat sel- sel
dendrit seperti sel langerhans dan melanosit. Melanosit akan membentuk granulo
melanin yang dikirim ke sel basal sehingga mengakibatkan sel basal mengalami
pigmentasi.22
Jaringan pengikat gingiva merupakan jaringan pengikat padat yang terdiri atas
serat kolagen dan sedikit serat elastik. Serat- serat retikuler beramifikiasi diantara
serat kolagen dan meneruskan diri dengan retikular pada dinding pembuluh darah.
Lapisan lamina propianya akan langsung melekat pada periosteum tulang alveolar.23
Seperti halnya gingiva, bagian luar marginal gingiva terdiri atas tratified
epithelium yang mengandung keratin, parakeratin, serta dijumpai adanya rete pegs.
Permukaan luar epitelium ini akan melanjutkan diri dengan epitelium gingiva cekat
sedangkan pada bagian dalamnya tidak mengandung keratin.23
Marginal gingiva membentuk dinding jaringan lunak sulkus gingiva dan
terhubung dengan gigi pada dasar sulkus melalui epithelial attachment. Epitelium
pada sulkus gingiva tidak mengandung keratin serta tidak sampai ke batas koronal
epitelial

attachment.

Epitelium

ini

sifatnya

permeabel

sehingga

produk

53

mikroorganisme dapat menembus ke gingiva, demikian pula cairan gingiva dapat


merembes ke sulkus gingiva.5
Epitelium jungsional dimulai dari dasar sulkus dan menghubungkan gingiva ke
arah permukaan gigi. Panjang epitelium jungsional berkisar antara 0,71- 1,35 mm,
ketebalannya terdiri atas 15- 30 sel pada daerah mahkota dan 4-5 sel ke arah apikal.
Epitelium jungsional tidak mengandung keratin sehingga kurang efektif dalam fungsi
perlindungan. Pada daerah ini bakteri atau produk bakteri mudah masuk ke dalam
jaringan gingiva.22
2.14. Klasifikasi penyakit jaringan periodonsium pada anak
Penyakit periodontal dapat diklasifikasikan

sebagai

gingivitis maupun

periodontitis yang terjadi sebagai akibat adanya plak, bakteri, atau kalkulus pada
supragingiva. Pada umumnya penyakit periodontal bermula sebagai gingivitis dan
hanya pada beberapa individu akan berlanjut menjadi periodontitis.23
Penyakit periodontal pada anak- anak dan remaja dapat terbatas pada jaringan
gingiva atau berupa rusaknya jaringan periodonsium dan dalam beberapa kasus dapat
menyebabkan hilangnya gigi. Gingivitis merupakan kejadian umum pada anak- anak
yang berusia 5 tahun, terutama terjadi sekitar usia remaja yang mempengaruhi lebih
dari 80% anak muda sementara populasi tersebut hampir seluruhnya mempunyai
pengalaman gingivitis.21
Periodontitis biasanya disertai dengan gingivitis dan mengakibatkan kerusakan
ireversibel pada jaringan pendukung di sekitar gigi termasuk tulang alveolar, bentuk
parahnya seperti agresif periodontitis yang menyebabkan kerusakan periodonsium
selama masa kanak- kanak. Penyakit periodontal terjadi pada usia berapapun dan

54

prosesnya terjadi secara lambat. Tahap awal umumnya terjadi pada usia remaja, oleh
sebab itu sangat penting untuk mengenali masalah periodontal serta memperhatikan
kesehatan gigi dan mulut anak untuk mencapai keadaan mulut yang sehat dimasa
dewasa. Ada berbagai macam bentuk penyakit jaringan periodonsium yang dapat
ditemukan pada anak- anak, diantaranya yaitu12,21,23,26 :
1. Gingivitis Kronis
Gingivitis kronis adalah infeksi periodontal yang paling umum pada anak- anak
dan remaja. Gingivitis kronis dapat disebabkan oleh induksi plak, hormon steroid
terkait gingivitis, obat berlebih yang dapat mempengaruhi keadaan pada gingiva,
serta beberapa faktor lainnya. Temuan awal klinis pada gingivitis mencakup
kemerahan dan pembengkakan pada bagian marginal gingiva dan biasanya
mengalami perdarahan. Setelah dilakukan pemeriksaan, kondisi tersebut terus
berlangsung dan jaringan yang awalnya edematous dapat menjadi lebih fibrois.
Kedalaman probing dapat terjadi dan betambah jika hipertrofi atau hiperplasia terjadi
secara signifikan.
Ada banyak klasifikasi gingivitis kronis pada anak- anak yang saat ini
digunakan, diantaranya yaitu gingivitis marginalis kronis yaitu peradangan gusi pada
daerah margin gingiva, eruption gingivitis yang merupakan gingivitis pada sekitar
gigi yang sedang erupsi, selain itu ada juga gingivitis yang terjadi karena karies dan
loose teeth, gingivitis karena maloklusi dan malposisi, gingivitis karena alergi, serta
gingivitis yang terjadi karena resesi gusi akibat sikat gigi dan alat ortodontik.
2. Agresif Periodontitis
Gambaran utama dari agresif periodontitis adalah hilangnya perlekatan gingiva
yang cepat dan kehilangan tulang secara agresif. Agrsif periodontitis dapat berupa

55

localized ataupun generalized. Pada localized agresif periodontitis, pasien


mengalami kehilangan perlekatan interproksimal pada kurang lebih dua gigi geraham
pertama permanen dan gigi seri dengan kehilangan perlekatan tidak lebih dari dua
gigi selain gigi geraham pertama dan gigi seri, sedangkan pada generalized agresif
periodontitis, gambaran klinis pasien menunjukkan gambaran umum seperti
kehilangan perlekatan interproksimal kurang lebih tiga gigi dan tidak menutup
kemungkinan terjadi pada geraham pertama dan gigi seri.
Localized agresif periodontitis dapat terjadi pada anak- anak dan remaja tanpa
bukti klinis penyakit sistemik dan ditandai oleh hilangnya tulang alveolar yang parah
disekitar gigi permanen. Perkiraan prevalensi terjadinya localized agresif
periodontitis pada populasi remaja kondisinya beragam berkisar dari 0,1% - 15%.
Bakteri yang sangat virulen dan menjadi etiologi terhadap terjadinya agresif
periodontitis adalah Actinobacillus actinomycetemcomitans berkombinasi dengan
spesies Bacteroides.
3. Periodontitis Kronis
Periodontitis

kronis

merupakan

penyakit

peradangan

pada

jaringan

periodonsium yang disebabkan terutama oleh bakteri spesifik pada subgingiva yang
dapat menimbulkan respon inflamasi gingiva dan berlanjut ke struktur jaringan
penyangga gigi yaitu sementum, ligamentum periodontal, dan tulang alveolar.
Keadaan ini mengakibatkan hilangnya perlekatan gingiva, kerusakan tulang alveolar
yang dalam, terjadi pembentukan poket periodontal, dan kegoyangan gigi yang
mengakibatkan tanggalnya gigi.
Periodontitis kronis paling umum terjadi pada orang dewasa namun tidak
menutup kemungkinan terjadi pada anak- anak dan remaja. Hal ini dapat berupa

56

localized yaitu kurang dari 30% dari gigi yang terkena ataupun generalized yaitu
lebih besar dari 30% gigi yang terkena dan ditandai oleh laju perkembangan dari
lambat sampai sedang yang mungkin termasuk periode kehancuran tulang alveolar
yang cepat. Selain itu, tingkat keparahan penyakit dapat bersifat ringan yaitu 1-2 mm
kehilangan perlekatan klinis, sedang apabila 3-4 mm kehilangan perlekatan klinis,
dan berat bila lebih 5 mm kehilangan perlekatan serta keadaan klinis tampak parah.
4. Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik
Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik dapat mempengaruhi
penderita diabetes melitus yang bergantung pada hormon insulin (Insulin Dependent
Mellitus/IDDM), sindrom papillon, Hypophosphatasia, Neuropenia, Sindrom
Chediak-Higashi, Leukimia, Hystiocytosis X, Acrodynia, Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS), Sindrom Down, dan defisiensi adhesi leukosit. Area subgingival
terdapat bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans dan Capnocytophaga sp.
Pada anak- anak yang menderita AIDS dapat terserang dalam bentuk Acute
Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG) namun tidak ada laporan pasien anak prepubertal yang menderita AIDS dengan kehilangan tulang alveolar.
Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik pada anak adalah penyakit
langka yang sering dimulai antara waktu gigi primer erupsi sampai dengan usia 4
atau 5 tahun. Periodontitis terjadi dalam bentuk localized dan generalized. Dalam
bentuk localized bagian yang terkena menunjukkan kehilangan tulang yang cepat dan
inflamasi minimal pada gingiva, sedangkan dalam bentuk generalized ada
kehilangan tulang yang cepat sekitar hampir semua gigi dan ditandai dengan
inflamasi

gingiva. Peningkatan patogen

yang diduga terjadi terdiri dari

57

Actinobacillus actinomycetemcomitans, Prevotellaintermedia, Eikenella corrodens,


dan Capnocytophaga sputigena.
5. Necrotizing Periodontal Disease
Dua temuan yang paling signifikan dalam mendiagnosis Necrotizing Periodontal
Disease (NDP) adalah adanya nekrosis pada interproksimal dan ulserasi dengan
perkembangan yang cepat seperti nyeri pada gingiva. Pasien dengan NDP sering
terjadi demam. NDP menghasilkan bakteri dengan level tinggi seperti Spirochetes
dan Prevotella intermedia, dimana invasi jaringan oleh Spirochetes telah terbukti
terjadi. Pada anak- anak, faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya NDP adalah
infeksi virus (HIV), malnutrisi, stres emosional, kurang tidur, dan berbagai penyakit
sisitemik. Pengobatan melibatkan debridemen mekanik, instruksi kebersihan mulut,
dan tindakan perawatan lanjutan. Debridemen dengan ultrasonik telah terbukti sangat
efektif dan berhasil menyebabkan penurunan gejala penyakit. Jika pasien demam,
antibiotik dapat menjadi tambahan penting terhadap terapi. Antibiotik yang diberikan
dapat berupa metronidazole dan penisilin yang telah dianjurkan sebagai obat pilihan.
2.15. Etiologi penyakit periodonsium
Infeksi endodontal dan periodontal berhubungan dengan mikroflora kompleks
dimana kira- kira terdapat 200 spesies di bagian apikal penyakit periodontitis dan
lebih dari 500 spesies di bagian marginal penyakit periodontitis yang telah
ditemukan. Infeksi ini didominasi oleh bakteri anaerob dan paling banyak bakteri
gram negatif. Periodontitis disebabkan oleh bakteri yang ditemukan di plak gigi,
dimana level bakteri dapat menjangkau hingga lebih dari 10 mikroorganisme per mg
terhadap plak gigi, dan terdapat 10 spesies yang teridentifikasi bersifat patogen pada

58

penyakit periodontitis seperti bakteri gram negatif. Beberapa bakteri gram negatif
yang terdapat pada periodontitis yaitu Actinobacillus actinomycetemcomitans,
Prophyromonas gingivalis, dan Bacteroides forsythus.12
Faktor penyabab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor
lokal (eksintrik) dan faktor sistemik (insintrik). Faktor lokal merupakan faktor
penyebab yang berada di lingkungan sekitar gigi sedangkan faktor sistemik
dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum. Kerusakan tulang dalam
penyakit periodontal disebabkan oleh faktor lokal yaitu inflamasi gingiva dan trauma
dari oklusi atau gabungan keduanya. Kerusakan yang disebabkan oleh inflamasi
gingiva mengakibatkan pengurangan ketinggian tulang alveolar, sedangkan trauma
dari oklusi menyebabkan hilangnya tulang alveolar pada sisi permukaan akar.23

2.15.1 Faktor lokal penyakit periodonsium


Faktor lokal adalah faktor yang berakibat langsung pada jaringan periodonsium
dimana penyakit periodontal diakibatkan oleh faktor ekstrinsik yang tidak berkaitan
dengan sistem kerja organ tubuh. Faktor lokal penyebab penyakit periodontal ini
bekerja dengan mempengaruhi secara langsung jaringan periodonsium yang ada.
Beberapa faktor lokal penyebab terjadinya penyakit periodonsium yaitu5,22,23 :
1. Plak bakteri
Plak bakteri merupakan suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang melekat
erat pada permukaan gigi serta gingiva dan terjadi apabila seseorang mengabaikan
kebersihan mulut. Berdasarkan letaknya, plak dibagi menjadi dua bagian yaitu supra
gingival yang berada disekitar tepi gingival dan plak sub gingiva yang berada pada
bagian apikal dari dasar gingival. Bakteri yang terkandung dalam plak di daerah

59

sulkus gingiva mempermudah terjadinya kerusakan jaringan. Hampir semua penyakit


periodontal berhubungan dengan plak bakteri dan telah terbukti bahwa plak bakteri
bersifat toksik. Bakteri dapat menyebabkan penyakit periodontal secara tidak
langsung dengan jalan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh, mengurangi
pertahanan jaringan tubuh, dan menggerakkan proses immuno patologi.
2. Kalkulus
Kalkulus terdiri dari plak bakteri dan merupakan suatu massa yang mengalami
pengapuran serta terbentuk pada permukaan gigi secara alamiah. Kalkulus
merupakan pendukung penyabab terjadinya gingivitis dan dapat dilihat bahwa
inflamasi terjadi karena penumpukan sisa makanan yang berlebihan. Faktor
penyebab timbulnya gingivitis adalah plak bakteri yang tidak bermineral serta
melekat pada permukaan kalkulus dan mempengaruhi gingiva secara tidak langsung.
3. Impaksi makanan
Impaksi makanan terjadi akibat tekanan penumpukan makanan dan merupakan
keadaan awal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal. Gigi yang
berjejal atau miring merupakan tempat penumpukan sisa makanan dan juga tempat
terbentuknya plak, sedangkan gigi dengan oklusi yang baik mempunyai daya self
cleansing yang tinggi. Tanda- tanda yang berhubungan dengan terjadinya impaksi
makanan yaitu perasaan tertekan pada daerah proksimal, adanya inflamasi pada
daerah yang terlibat serta sering berbau, dan terjadi rasa sakit yang tidak menentu.
4. Bernafas lewat mulut
Kebiasaan bernafas lewat mulut merupakan salah satu kebiasaan buruk yang
sering dilakukan oleh anak- anak, hal ini sering dijumpai secara permanen atau
sementara. Dikatakan permanen apabila anak mengalami kelainan saluran

60

pernafasan, bibir, rahang, dan juga karena kebiasaan membuka mulut terlalu lama,
hal ini juga terjadi pada penderita pilek dan beberapa anak dengan gigi depan atas
protrusi sehingga mengalami kesulitan menutup bibir. Semua keadaan tersebut
menyebabkan visikositas (kekentalan) saliva dan akan bertambah pada permukaan
gingiva maupun permukaan gigi, aliran saliva menjadi berkurang, populasi bakteri
bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi kering dan akhirnya memudahkan
terjadinya penyakit periodonsium.
5. Sifat fisik makanan
Sifat fisik makanan merupakan hal yang penting karena makanan yang bersifat
lunak seperti bubur atau campuran semiliquid membutuhkan sedikit pengunyahan
dan menyababkan debris mudah melekat disekitar gigi dan bisa berfungsi sebagai
sarang bakteri serta memudahkan pembentukan kalkulus. Makanan yang mempunyai
tekstur keras dan kaku dapat menjadi massa yang sangat lengket bila bercampur
dengan saliva. Makanan yang demikian tidak dikunyah secara biasa melainkan
dikulum di dalam mulut sampai lunak dan bercampur dengan saliva atau makanan
cair. Makanan yang baik untuk gigi adalah yang mempunyai sifat self cleansing dan
berserat, yaitu makanan yang dapat membersihkan gigi dan jaringan mulut secara
lebih efektif misalnya sayuran mentah yang segar, buah- buahan, dan ikan yang
sifatnya tidak melekat pada permukaan gigi.
6. Iatrogenik dentistry
Iatrogenik dentistry merupakan iritasi yang ditimbulkan karena pekerjaan dokter
gigi yang tidak hati- hati dan teliti sewaktu melakukan perawatan pada gigi dan
jaringan sekitarnya sehingga mengakibatkan kerusakan pada jaringan sekitar gigi
misalnya ketika melakukan preparasi klas II amalgam, preparasi bagian proksimal,

61

dan juga kesalahan pemasangan alat fungsional seperti space maintainer, hal- hal
tersebut dapat menyababkan kerusakan jaringan periodontal bila tidak berhati- hati
dalam pengerjaannya. Adaptasi atau kontak yang salah juga dapat menyababkan
terjadi penyakit periodontal. Penyingkiran kalkulus baik menggunakan alat manual
maupun eletrik juga harus berhati- hati karena dapat menimbulkan kerusakan
jaringan gingiva.
7. Trauma dari oklusi
Trauma dari oklusi dapat menyebabkan kerusakan jaringan periodonsium.
Tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan jaringan disebut traumatik oklusi.
Trauma dari oklusi dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu perubahan tekanan
oklusal misalnya adanya gigi yang elongasi, pencabutan gigi yang tidak diganti,
kebiasaan buruk seperti bruxism, dan berkurangnya kapasitas periodonsium untuk
menahan tekanan oklusi serta kombinasi keduanya.
2.15.2. Faktor sistemik
Respon jaringan terhadap bakteri, rangsangan kimia, serta fisik dapat diperberat
oleh keadaan sistemik. Metabolisme jaringan membutuhkan mineral- mineral seperti
hormon, vitamin, nutrisi, dan oksigen. Bila keseimbangan material ini terganggu
maka dapat mengakibatkan gangguan lokal yang berat. Gangguan keseimbangan
dapat berupa kurangnya materi yang dibutuhkan oleh sel- sel untuk penyembuhan.
Adanya gangguan keseimbangan tersebut dapat memperberat atau menyebabkan
kerusakan jaringan periodontal. Adapun beberapa faktor sistemik yang berperan
dalam menyebabkan penyakit pada jaringan periodonsium yaitu12,23 :

62

1. Demam tinggi
Pada anak- anak sering terjadi penyakit periodontal selama menderita demam
tinggi misalnya disebabkan oleh influenza atau batuk yang parah, hal ini karena anak
yang sakit tidak dapat membersihkan rongga mulutnya secara optimal dan makanan
yang diberikan biasanya berbentuk cair. Pada keadaan ini saliva serta debris
berkumpul pada mulut dan menyebabkan mudahnya terbentuk plak yang
menyebabkan terjadinya penyakit periodontal.
2. Defisiensi vitamin
Diantara banyak penyakit, vitamin C sangat berpengaruh pada jaringan
periodontal karena fungsinya dalam pembentukan serat jaringan ikat. Defisiensi
vitamin C sebenarnya tidak menyebabkan penyakit periodontal tetapi adanya iritasi
lokal menyebabkan jaringan kurang dapat mempertahankan kesehatan jaringan
tersebut sehingga terjadi reaksi inflamasi.
3. Drugs atau obat- obatan
Obat- obatan dapat menyebabkan hiperplasia, hal ini sering terjadi pada anakanak yang menderita epilepsi yang mengkonsumsi obat anti kejang, yaitu phenytoin
(dilatin). Dilatin bukan penyabab langsung penyakit jaringan periodontal akan tetapi
hiperplasia gingiva memudahkan terjadinya penyakit bila dikonsumsi secara rutin
dan dalam waktu yang lama.
4. Hormonal
Faktor hormonal dapat menyebabkan penyakit periodontal, hal ini kebanyakan
ditemukan pada wanita dibanding pria. Pada wanita hamil, gusi menjadi lebih sensitif
disebabkan oleh fluktuasi kadar hormon yang meningkatkan aliran darah ke gusi.

63

Selain itu, peningkatan hormon estrogen dan progesteron selama masa remaja dapat
memperparah inflamasi margin gingiva bila ada faktor lokal seperti plak yang
menjadi pemicu timbulnya penyakit periodontal.
2.16. Pengaruh alat fungsional terhadap kesehatan gingiva
Perawatan dengan alat fungsional umumnya dilakukan selama masa anak- anak.
Klinisi membagi opini mengenai hubungan perawatan alat fungsional dengan kondisi
periodontal. Beberapa peneliti menyatakan tidak terdapat kerusakan periodontal
permanen akibat dari perawatan piranti dengan alat yang dipasang secara cekat,
sedangkan peneliti lain meyakini perawatan dengan alat fungsional kemungkinan
menyebabkan kerusakan periodontal pada tahap gingivitis kronis. Hubungan antara
perawatan dan penyakit periodontal mungkin terjadi jika komponen alat memberi
kontribusi pada akumulasi plak dan kesulitan pembersihan plak subgingiva.19
Pada penderita gingivitis yang menggunakan piranti cekat sangat penting untuk
menjaga dan meningkatkan kebersihan gigi dan mulut, mengingat komponenkomponen piranti yang melekat pada gigi memudahkan terbentuknya akumulasi plak
pada daerah tersebut. Adanya bakteri dalam rongga mulut merupakan flora normal
dalam keadaan seimbang pada pasien yang tidak menggunakan alat fungsional,
namun pada pasien pemakai piranti cekat keadaannya menjadi berbeda. Alat-alat
yang terdapat dalam rongga mulut, seperti band, loop, archwire, dan plat akrilik
menyebabkan bakteri lebih mudah berkembang biak. Bakteri akan bertambah banyak
apabila penderita kurang merawat kebersihan gigi dan mulut, selain itu tekanan pada
gigi ke arah apikal dapat mengakibatkan dislokasi plak supragingiva dan
meningkatkan resiko penyakit periodontal.4

64

Penggunaan piranti space maintainer cekat menyebabkan peningkatan


mikroorganisme pada daerah sekitar band dan loop. Hampir seluruh pasien piranti
cekat akan mengalami gingivitis selama perawatan. Anak- anak merupakan pasien
yang lebih sering mengalami gingivitis lebih parah selama jalannya perawatan.19
2.17. Indeks pengukuran
Indeks pengukuran dibutuhkan untuk mengevaluasi suatu kelainan pada jaringan
periodonsium. Dokter gigi melakukan pemeriksaan pada gusi atau jaringan
periodontal dengan menggunakan alat yang disebut probe periodontal. Alat ini
digunakan untuk mengukur kedalaman sulkus gusi. Kedalaman sulkus gusi yang
normal berkisar antara 0-3 mm, apabila seseorang mengalami gingivitis maupun
periodontis maka kedalaman sulkus bertambah dan membentuk poket.5
Beberapa indeks sederhana yang biasa digunakan peneliti untuk mengukur status
periodontal seseorang yaitu indeks gingiva oleh Loe and Silness (GI), Papilla
Bleeding Index (PBI), dan Periodontal Disease Index (PDI).
2.17.1. Indeks Gingiva
Indeks gingiva oleh Loe and Silness digunakan untuk memeriksa keparahan
gingivitis. Gingival indeks digunakan untuk mengevaluasi kasus gingivitis
berdasarkan inspeksi visual dari gingiva dengan melihat adanya pembengkakan,
warna gingiva, dan tanda yang paling penting adalah perdarahan. Menurut metode
ini, keempat area gusi pada masing- masing gigi (fasial, mesial, distal, dan lingual)
dinilai tingkat peradangannya dan diberi skor 0 sampai 3.5
Perdarahan dinilai dengan cara menelusuri dinding margin gusi pada bagian
dalam saku gusi dengan probe periodontal kira- kira kurang lebih 1-2 mm dari

65

margin gingiva. Skor keempat area selanjutnya dijumlahkan dan dibagi empat, dan
akan menjadi skor gingival untuk gigi yang bersangkutan. Dengan menjumlahkan
seluruh skor gigi dan dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa maka akan didapat
skor gingival indeks seseorang. Untuk lebih mempermudah penilaian, Loe and
Sillness membagi kriteria penilaian gingivitis berdasarkan skor. Adapun kriteria
penilaian indeks gingiva menurut Loe and Silness yaitu5 :
Skor 0

: tidak terdapat inflamasi/ gingiva normal.

Skor 1

: inflamasi ringan, sedikit perubahan warna, tidak terjadi perdarahan


sewaktu dilakukan probing.

Skor 2

: inflamasi sedang, gingiva mengkilap, warna kemerahan, bengkak


dan hipertrofi, perdarahan sewaktu dilakukan probing.

Skor 3

: inflamasi parah, warna kemerahan dan hipertrofi yang tampak jelas,


kecenderungan berdarah spontan.

Gambar 2.12. Hasil probing menunjukan a. Gingiva normal, b. Gingivitis


(Sumber: Newman MG, Klokkevold PR, Takei HH, Carranza FA. Carranzas Clinical
Periodontology 11th ed. Missouri : Saunders ; 2012)

66

2.17.2. Papilla Bleeding Index (PBI)


Papilla Bleeding Indeks (PBI) dikembangkan untuk digunakan di klinik pribadi
dan tidak untuk penelitian epidemiologis. Indeks ini merupakan indikator yang
sensitif untuk mengetahui keparahan peradangan gusi seseorang. Pengukuran PBI
tidak memerlukan waktu lama karena hanya mengukur daerah papila pada gigi.22
Probing dilakukan pada keempat kuadran, pada kuadran pertama yang diperiksa
hanya di bagian palatal, pada kuadran kedua yang diperiksa bagian fasial/bukal, pada
kuadran ketiga diperiksa bagian lingal, dan pada kuadran keempat diperiksa bagian
fasial/bukal. Pemeriksaan dilakukan dengan jalan menelusuri sulkus menggunakan
probe yang tidak tajam dengan tekanan jari ringan mulai dari dasar papila hingga ke
puncaknya dari distal ke mesial. Saat satu kuadran telah lengkap dilakukan probing
selanjutnya intensitas perdarahannya dinilai dalam skor baru kemudian dicatat dalam
chart PBI. Jumlah seluruh skor menunjukkan jumlah perdarahan, PBI dihitung
dengan cara membagi jumlah perdarahan dengan total papila yang diperiksa. Adapun
nilai skor perdarahan pada pemeriksaan Papilla Bleeding Index yaitu22 :
Skor 1

: Jika ditemukan perdarahan pada satu titik setelah dilakukan probing

Skor 2

: Jika ditemukan garis perdarahan atau beberapa titik perdarahan pada


beberapa tempat

Skor 3

: Segitiga papila menjadi berdarah setelah probing

Skor 4

: Terlihat perdarahan yang nyata. Segera setelah probing darah mengalir


ke arah interdental dan menutupi bagian gigi atau gusi.

2.17.3. Periodontal Disease Index (PDI)


Pada pengukuran Periodontal Disease Index, tidak semua gigi dilakukan
pengukuran, namun hanya enam gigi terpilih yang termasuk Ramfjord Teeth yang

67

dianggap dapat mewakili keseluruhan gigi dalam rongga mulut. Keenam gigi
tersebut yaitu gigi 16, 21, 24, 36, 41, dan 44. Jika salah satu gigi indeks tersebut
tidak ada, misalnya pada anak- anak yang gigi premolarnya belum erupsi maka
dilakukan penggantian dengan cara menentukan gigi tetangga yang lebih ke distal.5
Periontal Disease Index menilai gingivitis dan hilangnya perlekatan jaringan
periodonsium, masing- masing dikategorikan dalam tiga tingkatan. Untuk
periodontitis dengan skor 4, 5, dan 6 tidak ditentukan dengan mengukur kedalaman
poket tetapi yang diukur adalah hilangnya perlekatan dari pertautan sementoemail
hingga ke dasar poket. Periodontal Disease Index seseorang adalah jumlah seluruh
skor gigi dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa. Ada dua aspek pada pengukuran
ini yang sering digunakan yaitu pemilihan gigi indeks menurut Ramfjord dan
pengukuran hilangnya perlekatan serat periodontal. Adapun kriteria dari PDI yaitu5 :
Skor
0

Tidak ada peradangan, tidak ada perubahan pada gingiva

Kondisi gingiva
1

Gingivitis ringan sampai sedang pada beberapa lokasi margin gusi

Gingivitis ringan sampai sedang menyeluruh pada margin gusi


Gingivitis berat ditandai dengan warna gusi merah terang, perdarahan, dan

3
ulserasi
Kondisi periodontal
4

Hilangnya perlekatan lebih dari 3 mm, diukur dari pertautan sementoemail

Hilangnya perlekatan antara 3-6 mm

Hilangnya perlekatan lebih dari 6 mm

68

2.18. Penanganan penyakit periodontal pada anak


Dasar dari perawatan penyakit periodontal adalah untuk menghilangkan
penyakit yang sudah ada dan mencegah kembalinya penyakit tersebut dengan
menggunakan berbagai cara perawatan yang sesuai. Tindakan skeling, root planing,
serta tindakan pembersihan rongga mulut dengan baik dapat memperbaiki keadaan
peradangan dan poket periodontal, namun pada beberapa pasien walaupun telah
dilakukan perawatan dengan baik serta pembersihan rongga mulut, masih tetap
terlihat adanya sisa poket yang akan mengalami perdarahan saat probing.23
Tujuan utama dari penanganan penyakit periodontal pada anak adalah untuk
membantu dalam melestarikan kondisi kesehatan serta fungsi normal dari rongga
mulut dan jaringan di sekitarnya, selain itu penanganan sejak dini diharapkan dapat
menahan penyakit periodontal terhadap kerusakan yang terjadi diusia dewasa. Jika
penyakit jaringan periodonsium sudah terjadi maka banyak langkah penanganan
yang dapat dilakukan yang berfungsi memperlambat proses kerusakan jaringan
maupun mengembalikan kondisi dari jaringan periodonsium. Adapun berbagai
penanganan penyakit periodontal yang dapat dilakukan yaitu11,21,23 :
1. Terapi Awal
Istilah terapi awal merupakan gambaran berbagai prosedur yang digunakan
untuk mencapai kesehatan jaringan periodonsium. Setiap pasien harus menjalani fase
terapi awal yang biasanya memiliki prosedur klinis sederhana serta seringkali
menjadi satu-satunya pengobatan yang diperlukan untuk mengatasi penyakit
gingivitis ataupun periodontitis.
Tindakan awal dari terapi ini yaitu menginformasikan pada pasien tentang
penyakit periodontal dan pengobatannya. Pada pasien anak semua informasi dapat

69

disampaikan ke orangtua atau kerabat terdekatnya. Selanjutnya intruksikan mengenai


kebersihan mulut, termasuk penggunaan sikat gigi atau alat bantu lainnya untuk
membersihkan interdental gigi. Selain itu juga dapat dilakukan kuretase plak dan
kalkulus pada bagian sub gingival serta terakhir dapat diresepkan obat- obatan
khusus misalnya tetracycline atau metronidazole.
2. Informasi dan Motivasi
Pemeliharaan dan pemulihan kesehatan periodontal dapat dilakukan, namun
tujuan ini hanya akan tercapai jika melalui upaya kerja sama yang baik antara dokter
gigi dan pasien. Pasien harus tertarik dalam menjaga kesehatan rongga mulutnya dan
harus mengetahui perlunya suatu pengobatan. Motivasi yang diberikan pada pasien
dapat diterima tergantung dari beberapa faktor termasuk status sosial ekonomi,
kepribadian, pola perilaku, penilaian pasien sendiri, serta kesehatan tubuh.
Persyaratan yang paling penting untuk motivasi pasien adalah hubungan saling
percaya antara pasien dan dokter gigi, hal ini dapat dilakukan dengan kerja sama
yang baik terhadap pendamping pasien anak seperti saudara, orangtua, ataupun
kerabat pasien anak.
3. Home care oleh pasien
Kontrol plak oleh pasien tetap menjadi tindakan penting dari pencegahan dan
pengobatan penyakit periodontal. Tanpa melanjutkan perawatan di rumah oleh
pasien, semua upaya praktisi dan tambahan dalam pengobatan periodontitis akan
menjadi tidak maksimal, lebih penting lagi keberhasilan yang dicapai akan
berlangsung sementara. Aspek penting dari perawatan di rumah pasien adalah
pengurangan jumlah plak pada margin gingiva. Pijatan pada gingiva yang terjadi
selama menyikat gigi adalah kepentingan sekunder tetapi dapat bermanfaat dari

70

sudut pandang physiotherapeutic. Dalam beberapa kasus khusus, perawatan di rumah


oleh pasien dapat didukung melalui penggunaan anti plak larutan kumur chlorhexidin
untuk jangka waktu yang terbatas.
4. Sikat gigi
Sikat gigi digunakan untuk menghilangkan plak dan sisa makanan dari
permukaan gigi baik bagian oklusal maupun fasial rongga mulut. Tidak ada sikat gigi
yang ideal dalam hal bentuk dan ukuran tetapi dalam pengobatan penyakit
periodontal sikat gigi manual dengan kepala pendek, lurus, dan bulu lembut sangat
baik untuk digunakan karena teksturnya tidak merusak jaringan lunak maupun
jaringan keras. Selain itu, tangkai sikat harus nyaman dipegang dan stabil, pegangan
sikat harus lebar dan cukup tebal, kepala sikat jangan terlalu besar dalam hal ini
untuk anak- anak 15-24 mm x 8 mm. Jika molar kedua sudah erupsi maksimal
besarnya 20 mm x 7 mm, dan untuk anak balita 18 mm x 7 mm.
5. Kebersihan interdental gigi
Gingivitis dan periodontitis umumnya lebih parah di daerah interdental
dibandingkan pada permukaan fasial rongga mulut. Karies juga lebih sering terjadi
pada permukaan interproksimal dari pada permukaan fasial gigi. Pada kasus- kasus
gigi berjejal maupun gingivitis, penggunaan benang gigi (dental floss) harus
diajarkan dan dipraktekkan. Jika daerah interdental terbuka, misalnya setelah selesai
terapi periodontal, penggunaan sikat interdental cocok untuk digunakan dengan
syarat ukurannya harus sesuai dengan ukuran ruang interdental yang ada.
6. Kontrol plak dengan chlorhexidine
Penghilangan plak oleh pasien atau dokter gigi dengan menggunakan cara
mekanis tidak pernah benar- benar efektif, karena itu selama beberapa dekade tujuan

71

dari penelitian gigi telah menemukan solusi pembilasan yang akan menghambat
pembentukan plak. Dengan diperkenalkannya chlorhexidine oleh Davies, agen
kemoterapi topikal tersedia menjadi pengendalian plak secara kimia. Penggunaan
Chlorhexidine harus dilakukan hanya dalam jangka waktu yang singkat.
7. Profesional care
Pasien tidak dapat meningkatkan kebersihan mulutnya apabila persyaratan untuk
kebersihan yang baik tidak diciptakan. Profesional care seperti penghapusan
kalkulus, deposit plak, stain, serta root planing penting untuk dilakukan. Untuk
debridement supragingiva dapat digunakan instrumen seperti scaler dengan berbagai
macam blade. Kuret juga harus digunakan selama prosedur, terutama di daerah
bicuspid gigi molar dan saat pengangkatan kalkulus pada bagian sub gingiva. Setelah
pengangkatan kalkulus, selanjutnya dilakukan tindakan pemolesan menggunakan
pasta profilaksis. Poles dari bagian mahkota hingga permukaan gingiva, lakukan
dengan hati- hati dan bagian sulkus gingiva harus terkena menyeluruh saat diirigasi.

72

BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka konsep penelitian
Spece Maintainer

Kesehatan Jaringan Periodonsium

SM Cekat

Faktor Lokal

Faktor Sistemik

Faktor Primer

Faktor Sekunder

Plak Bakteri

Bad Habbit

Debris
SM Lepasan

Kalkulus

Iatrogenik

Keadaan Jaringan Periodonsium


Pengguna Space Maintainer
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

73

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis penelitian

Jenis penelitian berdasarkan

a. Ruang lingkup penelitian

: Lapangan

b. Waktu penelitian

: Transversal

c. Substansi

: Dasar

d. Hubungan antar variabel

: Analitik

e. Perlakuan

: Observasional

4.2. Desain penelitian


Desain penelitian ini adalah cross sectional study.

4.3. Tempat dan waktu penelitian


4.3.1. Tempat penelitian
Klinik Ilmu Kedokteran Gigi Anak RSGMP Universitas Hasanuddin.
4.3.2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 Februari- 20 Juni 2015

74

4.4. Variabel penelitian


Variabel menurut fungsinya :
1. Variabel sebab : Penggunaan space maintainer cekat dan lepasan
2. Variabel akibat : Keadaan jaringan periodonsium
3. Variabel penghubung : Proses terjadinya kelainan jaringan periodonsium
4. Variabel kendali : Tempat penelitian
5. Variabel perancu : frekuensi menyikat gigi, frekuensi skeling, penyakit
sistemik.

4.5. Definisi operasional variabel


1. Space maintainer lepasan yang dimaksud pada penelitian ini adalah alat yang
berfungsi mempertahankan ruang bagi tempat tumbuhnya gigi permanen yang
bersifat lepasan, bisa berbentuk plat akrilik dengan klamer maupun plat akrilik
dengan pontik.
2. Space maintainer cekat yang dimaksud pada penelitian ini adalah alat yang
berfungsi mempertahankan ruang bagi tempat tumbuhnya gigi permanen yang
bersifat cekat dan tidak dapat dilepas- lepas, alat ini bisa berbentuk band and
loop, crown and loop, nance appliance, distal shoe, dan lingual arch.
3. Jaringan periodonsium merupakan jaringan pendukung gigi yang terdiri dari
beberapa jaringan yaitu gingiva, sementum, ligamentum periodontal, dan tulang
alveolar.

75

4. Pengguna space maintainer adalah anak yang berusia 6- 12 tahun dan


menggunakan alat space maintainer baik cekat maupun lepasan di giginya.
5. Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan pendukung gigi
yaitu gusi serta jaringan periodontal yang dapat diukur menggunakan indeks
gingiva Loe and Sillnes.
6. Indeks gingiva Loe and Silness adalah indeks yang digunakan untuk mengukur
keadaan jaringan periodonsium dengan menggunakan probe WHO dan terdiri
dari skor 0-3 yang masing- masing menggambarkan tingkat keparahan jaringan
periodonsium.

4.6. Populasi dan sampel penelitian


Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien anak di Klinik Ilmu Kedokteran Gigi
Anak RSGMP Universitas Hasanuddin dan sampel dalam penelitian ini adalah pasien
anak yang menggunakan space maintainer cekat ataupun lepasan yang memenuhi
kriteria inklusi.

4.7. Kriteria sampel


4.7.1. Kriteria inklusi
1. Pasien menggunakan space maintainer cekat atau lepasan
2. Usia 6- 12 tahun.
3. Gigi permanen diarea space maintainer belum erupsi sempurna.

76

4.7.2. Kriteria eksklusi


1. Pasien sudah melepas alat space maintainer
2. Tiba-tiba partisipan menolak menjadi subjek penelitian saat proses penelitian
sedang berlangsung

4.8. Metode pengambilan sampel


Metode pangambilan sampel penelitian ini adalah purposive sampling.

4.9. Jumlah sampel


Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 27 sampel yang ditentukan berdasarkan
purposive sampling dengan pertimbangan tertentu, dimana sampel tersebut terdiri dari
pasien space maintainer cekat dan lepasan.

4.10. Prosedur penelitian


1. Peneliti menjelaskan kepada calon partisipan mengenai penelitian ini.
2. Peneliti mengisi informed consent yang berisi data diri pasien.
3. Peneliti melakukan pemeriksaan klinis kepada partisipan yang terpilih dan
bersedia menjadi sampel penelitian.
4. Kemudian

peneliti

melihat

terdapat

atau

tidaknya

kelainan

jaringan

periodonsium di sekitar alat space maintainer


5. Jika partisipan menderita kelainan jaringan periodonsium maka dilanjutkan
dengan menentukan tingkat keparahannya mulai dari skor 0 sampai 3.
6. Mencatat hasil penelitian pada kartu status.

77

7. Selanjutnya mengisi kuesioner mengenai kebiasaan membersihkan rongga mulut


serta riwayat yang dialami setelah pemakaian space maintainer.
4.11. Alat ukur dan pengukuran
Alat ukur pada penelitian ini adalah indeks gingiva Loe and Silness. Tingkat
keparahan jaringan periodonsium dalam hal ini gingiva ditentukan dengan menggunakan
probe periodontal WHO. Kalibrasi pada probe WHO adalah 0,5, 3,5, 5,5, 8,5, dan 11,5
mm. Tingkat keparahan jaringan periodonsium dapat ditentukan berdasarkan 4 skor,
yaitu Skor 0 (Tidak ada peradangan gingiva, tidak ada perubahan warna, dan tidak ada
perdarahan); Skor 1 (Inflamasi ringan, pink coral, terdapat pembengkakan, tidak
berdarah saat probing atau terkena benda asing seperti tusuk gigi/ sikat gigi.); Skor 2
(Inflamasi sedang, kemerahan, bengkak, berdarah saat probing atau terkena benda
asing.); Skor 3 (Inflamasi berat, gingiva berwarna merah terang, bengkak, luka, dan
berdarah spontan). Perdarahan dinilai dengan cara menelusuri dinding margin gingiva
pada bagian dalam saku gingiva dengan probe periodontal WHO, kemudian diambil
skor tertinggi dari keempat area gigi yang diperiksa, dan skor tersebut akan menjadi skor
gingival untuk gigi yang bersangkutan. Dalam penelitian ini gigi yang diperiksa
merupakan gigi yang berada disekitar alat space maintainer dan kemudian hasil skor
gingival indeks sampel dapat dihitung dengan menjumlahkan total seluruh skor gigi
dibagi dengan banyaknya gigi yang diperiksa. Rumus yang digunakan dalam
penghitungan skor gingiva yaitu :

78

Kriteria penilaian indeks gingiva sebagai berikut :


Kriteria

Skor

Sehat

Peradangan ringan

0,1- 1,0

Peradangan sedang

1,1- 2,0

Peradangan berat

2,1- 3,0

Pengukuran variabel independen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang


diadaptasi dari indeks Oral Hygiene Impact Profile 14 (OHIP-14). Kuesioner penelitian
ini berisi pertanyaan tentang frekuensi kebiasaan membersihkan rongga mulut serta
keluhan- keluhan yang dialami pasien selama memakai space maintainer.. Pengukuran
variabel didasarkan pada skala ordinal berdasarkan pertanyaan yang diajukan. Untuk
frekuensi rasa sakit saat mengunyah, frekuensi gusi memerah atau berdarah saat sikat
gigi, frekuensi gusi bengkak saat memakai space maintainer, frekuensi kesulitan saat
mengunyah makanan, frekuensi membersihkan gigi, menyikat gigi, serta kunjungan ke
dokter gigi, kuesioner ini menggunakan pilihan jawaban sering, kadang-kadang dan
tidak pernah. Penilaian jawaban sering bernilai 2, kadang-kadang bernilai 1, dan tidak
pernah bernilai 0. Responden diminta memberikan jawaban sesuai dengan kebiasaan
responden.

79

Hasil penilaian jawaban responden kemudian dikategorikan menjadi :


1. Baik, jika responden memperoleh nilai median
2. Kurang, jika responden memperoleh nilai < median

4.12. Alat dan bahan penelitian


4.12.1. Alat penelitian
1.

Handskun

2.

Masker

3.

Probe periodontal WHO

4.

Kaca mulut

5.

Gelas kumur

6.

Senter

7.

Alat tulis

8.

Informed consent

9.

Kuesioner

4.12.2. Bahan penelitian


1.

Provine iodine

2.

Air

3.

Tissue

4.

Alkohol 70%

5.

Tampon

80

4.13. Analisis data

4.13.1. Jenis data


Jenis data penelitian ini adalah data primer dan data skunder berupa kartu status
pasien.

4.13.2. Pengolahan data


Pengolahan data penelitian ini menggunakan program IBM SPSS 18.0.

4.13.3. Uji statistik


Penelitian ini menggunakan uji statistik Mann Whitney U Test

81

BAB V
HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian mengenai perbedaan keadaan jaringan periodonsium


antara anak pengguna space maintainer cekat dan lepasan. Penelitian ini adalah
penelitian observasional analitik dengan desain studi cross-sectional. Pada penelitian ini
keadaan jaringan periodonsium dinilai dari kondisi jaringan gingivanya dengan
menggunakan indeks gingival. Adapun sampel penelitian merupakan pasien anak-anak
yang menggunakan space maintainer cekat dan lepasan yang memenuhi kriteria inklusi.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-Juni 2015. Jumlah sampel dalam penelitian
ini adalah 27 orang, yang terdiri dari 12 pengguna cekat dan 15 pengguna lepasan.
Pada penelitian ini, kondisi jaringan periodontal dinilai dengan menggunakan
indeks gingiva. Penilaian indeks ini menggunakan probe periodontal WHO dan
didasarkan pada empat area gigi dan skor tertinggi dari salah satu area gingiva pada gigi
tersebut adalah skor representatif untuk kondisi jaringan periodontal. Gigi yang
diperiksa adalah gigi yang menggunakan space maintainer. Skor gingiva selanjutnya
diakumulasikan dan dikonversikan dalam kategori peradangan gingiva. Selanjutnya
seluruh hasil penelitian dikumpulkan dan dilakukan analisis data dengan menggunakan
program SPSS 18.0 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA). Hasil penelitian ditampilkan dalam
tabel distribusi sebagai berikut.

82

Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan karakteristiknya


Karakteristik sampel penelitian
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia
7 tahun
8 tahun
9 tahun
10 tahun
Jenis Space Maintainer
Space Maintainer Cekat
Space Maintainer Lepasan
Lama Pemakaian Space Maintainer
< 1 tahun
1 2 tahun
Rutinitas Pemakaian SM
Rutin
Sering dilepas
Letak Space Maintainer
Unilateral kiri
Unilateral kanan
Bilateral
Kondisi Jaringan Gingiva
Sehat
Peradangan ringan
Peradangan sedang
Peradangan berat
Total

Frekuensi (n) Persen (%)


9
18

33.3
66.7

5
12
7
3

18.5
44.4
25.9
11.1

12
15

44.4
55.6

22
5

81.5
18.5

19
8

70.3
29.7

9
3
15

33.3
11.1
55.6

4
8
15
0
27

14.8
29.6
55.6
0
100

Tabel 5.1, menunjukkan distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin,


usia, jenis space maintainer, lama pemakaian space maintainer, rutinitas pemakaian
space maintainer, letak space maintainer, dan kondisi jaringan gingiva. Secara
keseluruhan, jumlah sampel mencapai 27 orang (100%) dengan jumlah perempuan
mencapai 18 orang (66.7%) dan laki-laki mencapai 9 orang (33.3%). Berdasarkan
usia, jumlah sampel yang paling banyak berusia 8 tahun, yaitu sejumlah 12 orang
(44.4%), sedangkan jumlah sampel yang paling sedikit berusia 10 tahun. Dalam
penelitian ini diperoleh 12 sampel (44.4%) yang menggunakan space maintainer

83

cekat dan 15 sampel (55.6%) yang menggunakan space maintainer lepasan. Sebanyak
5 orang (18.5%) dari 27 sampel telah menggunakan space maintainer lebih dari satu
tahun. Dari total keseluruhan pasien terdapat 8 orang (29.7%) yang sering melepas
alat space maintainernya, sementara 19 orang lainnya rutin menggunakan alat
tersebut. Selain itu, berdasarkan letak space maintainer kebanyakan dalam posisi
bilateral, adapun yang letaknya unilateral kiri ada 9 orang dan unilateral kanan hanya
sebanyak 3 orang. Berdasarkan kategori jaringan gingiva, paling banyak sampel
memiliki kondisi gingiva dengan peradangan sedang, yaitu sebanyak 15 orang
(55.6%).
Tabel 5.2. Distribusi jenis kelamin, usia, jenis space maintainer, dan lama
pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space maintainernya.
Jenis Kelamin, Usia, dan Lama
Pemakaian Space Maintainer
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia
7 tahun
8 tahun
9 tahun
10 tahun
Lama Pemakaian Space Maintainer
< 1 tahun
1 2 tahun
Kondisi Jaringan Gingiva
Sehat
Peradangan ringan
Peradangan sedang
Peradangan berat
Total

Jenis Space Maintainer


Cekat
Lepasan
n(%)
n(%)

Total
n(%)

5 (41.7%)
7 (58.3%)

4 (26.7%)
11 (73.3%)

9 (33.3%)
18 (66.7%)

3 (25%)
4 (33.3%)
4 (33.3%)
1 (8.3%)

2 (13.3%)
8 (53.3%)
3 (20%)
2 (13.3%)

5 (18.5%)
12 (44.4%)
7 (25.9%)
3 (11.1%)

8 (66.7%)
4 (33.3%)

14 (93.3%)
1 (6.7%)

22 (81.5%)
5 (18.5%)

0 (0%)
3 (25%)
9 (75%)
0 (0%)
12 (44.4%)

4 (26.7%)
5 (33.3%)
6 (40%)
0 (0%)
15 (55.6%)

4 (14.8%)
8 (29.6%)
15 (55.6%)
0 (0%)
27 (100%)

Tabel 5.2, memperlihatkan distribusi jenis kelamin, usia, jenis space maintainer,
dan lama pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space maintainernya. Hasil

84

penelitian memperlihatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak menggunakan


space maintainer cekat dibandingkan lepasan, sebaliknya jenis kelamin perempuan
lebih banyak menggunakan space maintainer lepasan. Berdasarkan usia, terlihat
sampel yang menggunakan space maintainer cekat terbanyak adalah pada usia 8 dan
9 tahun, yaitu 33.3% dari total sampel cekat. Adapun pada kelompok space
maintainer lepasan, sampel paling banyak berusia 8 tahun yaitu 53.3% dari total
sampel yang menggunakan lepasan. Terlihat pula pada tabel, baik cekat maupun
lepasan, sampel paling banyak masih menggunakan space maintainer dibawah satu
tahun. Selain itu, sebanyak 75% dari total sampel atau 9 orang yang menggunakan
alat cekat menderita peradangan gingiva derajat sedang, sedangkan pada alat lepasan,
hanya 40% sampel yang menderita peradangan gingiva derajat sedang. Tidak ada
seorang pun sampel yang menderita peradangan derajat berat.
Tabel 5.3. Distribusi keluhan yang dialami sampel selama pemakaian space
maintainer berdasarkan jenis space maintainernya.
Keluhan yang Dialami Selama Pemakaian
Space Maintainer (SM)
Rasa sakit atau ngilu saat mengunyah
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Gusi memerah / berdarah saat sikat gigi
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Gusi bengkak setelah menggunakan SM
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Kesulitan mengunyah saat menggunakan SM
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering

Jenis Space Maintainer


Cekat
Lepasan
n(%)
n(%)

Total
n(%)

5 (41.7%)
6 (50%)
1 (8.3%)

9 (60%)
4 (26.7%)
2 (13.3%)

14 (51.9%)
10 (37%)
3 (11.1%)

4 (33.3%)
8 (66.7%)
0 (0%)

8 (53.3%)
5 (33.3%)
2 (13.3%)

12 (44.4%)
13 (48.1%)
2 (7.4%)

3 (25%)
9 (75%)
0 (0%)

9 (60%)
6 (40%)
0 (0%)

12 (44.4%)
15 (55.6%)
0 (0%)

7 (58.3%)
5 (41.7%)
0 (0%)

6 (40%)
6 (40%)
3 (20%)

13 (48.1%)
11 (40.7%)
3 (11.1%)

85

Mengunyah menggunakan sisi yang terdapat SM


Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Makanan sering tersangkut pada alat SM
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Total

1 (8.3%)
9 (75%)
2 (16.7%)

0 (0%)
14 (93.3%)
1 (6.7%)

1 (3.7%)
23 (85.2%)
3 (11.1%)

1 (8.3%)
11 (91.7%)
0 (0%)
12 (44.4%)

8 (53.3%)
6 (40%)
1 (6.7%)
15 (55.6%)

9 (33.3%)
17 (63%)
1 (3.7%)
27 (100%)

Tabel 5.3, memperlihatkan distribusi keluhan yang dialami sampel selama


pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space maintainernya. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa kelompok sampel yang menggunakan space maintainer
lepasan lebih banyak yang tidak pernah mengeluhkan rasa sakit atau ngilu saat
mengunyah dibandingkan yang menggunakan alat cekat. Terlihat pada tabel,
sebanyak 60% dari total sampel yang menggunakan alat lepasan tidak pernah
mengeluhkan rasa sakit atau ngilu saat mengunyah, sedangkan pada space
maintainer cekat jumlah sampel hanya mencapai 41.7% yang tidak pernah
mengeluhkan keluhan tersebut. Hal yang sejalan juga ditemukan pada keluhan gusi
memerah / berdarah saat sikat gigi dan bengkak setelah menggunakan space
maintainer, dimana kelompok sampel yang menggunakan space maintainer lepasan
lebih banyak tidak pernah mengeluhkan keluhan-keluhan tersebut dibandingkan yang
menggunakan space maintainer cekat.
Adapun keluhan kesulitan mengunyah saat menggunakan alat space maintainer
paling banyak dikeluhkan pada kelompok yang menggunakan alat lepasan
dibandingkan yang cekat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 20% sampel
pengguna alat lepasan yang sering mengeluhkan kesulitan mengunyah, sedangkan
tidak ada seorang pun sampel pengguna alat cekat yang sering mengeluhkan keluhan

86

tersebut. Walaupun demikian, terdapat 41.7% sampel pengguna space maintainer


cekat yang kadang-kadang mengeluhkan keluhan sulit mengunyah. Hal yang sejalan
ditemukan pada keluhan mengunyah menggunakan sisi yang terdapat alat space
maintainer dan seringnya tersangkut makanan pada alat. Kedua keluhan ini lebih
sedikit ditemukan pada kelompok yang menggunakan alat space maintainer cekat
daripada space maintainer lepasan.

Tabel 5.4. Distribusi perawatan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan sampel
selama pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space maintainernya.

Perawatan Kesehatan Gigi dan Mulut Selama


Pemakaian Space Maintainer (SM)
Frekuensi menyikat gigi dalam sehari
Satu kali
Dua kali
Tiga kali
Menyikat daerah di sekitar SM
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Membersihkan karang gigi setelah pemakaian SM
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Kunjungan ke dokter gigi setelah pemakaian SM
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Total

Jenis Space Maintainer


Cekat
Lepasan
n(%)
n(%)

Total
n(%)

3 (25%)
8 (66.7%)
1 (8.3%)

3 (20%)
8 (53.3%)
4 (26.7%)

6 (22.2%)
16 (59.3%)
5 (18.5%)

5 (41.7%)
6 (50%)
1 (8.3%)

9 (60%)
4 (26.7%)
2 (13.3%)

14 (51.9%)
10 (37%)
3 (11.1%)

8 (66.7%)
4 (33.3%)
0 (0%)

7 (46.7%)
6 (40%)
2 (13.3%)

15 (55.6%)
10 (37%)
2 (7.4%)

6 (50%)
6 (50%)
0 (0%)
12 (44.4%)

5 (33.3%)
7 (46.7%)
3 (20%)
15 (55.6%)

11 (40.7%)
13 (48.2%)
3 (11.1%)
27 (100%)

Tabel 5.4, menunjukkan distribusi perawatan kesehatan gigi dan mulut yang
dilakukan sampel selama pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space
maintainernya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa baik pada kelompok space
maintainer cekat dan lepasan, keduanya memiliki jumlah sampel yang mayoritas

87

menyikat gigi dua kali sehari. Namun, hanya 50% sampel pada kelompok cekat yang
kadang-kadang menyikat di daerah space maintainer dan pada kelompok alat
lepasan, 60% total sampel tidak pernah menyikat di daerah alat tersebut. Mayoritas
sampel pada kedua kelompok alat juga tidak pernah membersihkan karang gigi
setelah pemakaian space maintainer. Walaupun demikian, kedua kelompok memiliki
jumlah sampel terbanyak yang kadang-kadang melakukan kunjungan ke dokter gigi.

Tabel 5.5. Distribusi keluhan yang dialami sampel selama pemakaian space maintainer
berdasarkan kondisi jaringan gingivanya
Keluhan yang Dialami Selama Pemakaian
Space Maintainer (SM)
Rasa sakit atau ngilu saat mengunyah
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Gusi memerah / berdarah saat sikat gigi
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Gusi bengkak setelah menggunakan SM
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Kesulitan mengunyah saat menggunakan SM
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Mengunyah menggunakan sisi yang terdapat SM
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Makanan sering tersangkut pada alat SM
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Total

Kondisi Peradangan Jaringan Gingiva


Sehat
Ringan
Sedang
n(%)
n(%)
n (%)

Total
n(%)

4 (100%)
0 (0%)
0 (0%)

5 (62.5%)
3 (37.5%)
0 (0%)

5 (33.3%)
7 (46.7%)
3 (20%)

14 (51.9%)
10 (37%)
3 (11.1%)

4 (100%)
0 (0%)
0 (0%)

4 (50%)
4 (50%)
0 (0%)

4 (26.7%)
9 (60%)
2 (13.3%)

12 (44.4%)
13 (48.1%)
2 (7.4%)

3 (75%)
1 (25%)
0 (0%)

2 (25%)
6 (75%)
0 (0%)

7 (46.7%)
8 (53.3%)
0 (0%)

12 (44.4%)
15 (55.6%)
0 (0%)

1 (25%)
2 (50%)
1 (25%)

5 (62.5%)
2 (25%)
1 (12.5%)

7 (46.7%)
7 (46.7%)
1 (6.7%)

13 (48.1%)
11 (40.7%)
3 (11.1%)

0 (0%)
4 (100%)
0 (0%)

0 (0%)
6 (75%)
2 (25%)

0 (0%)
13 (86.7%)
1 (6.7%)

1 (3.7%)
23 (85.2%)
3 (11.1%)

3 (75%)
1 (25%)
0 (0%)
4 (14.8%)

2 (25%)
5 (62.5%)
1 (12.5%)
8 (29.6%)

4 (26.7%)
11 (73.3%)
0 (0%)
15 (55.6%)

9 (33.3%)
17 (63%)
1 (3.7%)
27 (100%)

88

Tabel 5.5, memperlihatkan distribusi keluhan yang dialami sampel selama


pemakaian space maintainer berdasarkan kondisi jaringan gingivanya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sampel yang tidak pernah mengeluh rasa sakit saat
mengunyah ternyata tidak seluruhnya memiliki kondisi jaringan gingiva yang sehat.
Terdapat lima orang yang kondisi peradangannya ringan dan sedang. Demikian pun
dengan yang tidak pernah mengeluh gusinya memerah / berdarah saat sikat gigi, dari
12 orang, hanya empat sampel yang benar memiliki kondisi jaringan gingiva yang
sehat. Adapun, sampel dengan kondisi jaringan gingiva peradangan sedang,
sebanyak 53.3% mengeluhkan kadang-kadang keluhan gusi bengkak setelah
menggunakan space maintainer, sisanya tidak pernah mengeluh. Sampel yang
kadang-kadang mengeluhkan kesulitan mengunyah saat menggunakan space
maintainer dan mengunyah menggunakan sisi yang terdapat alat memiliki kondisi
peradangan gingiva mayoritas derajat sedang. Demikian pula dengan keluhan
makanan sering tersangkut pada space maintainer, sampel yang sering mengeluhkan
keluhan tersebut memiliki kondisi peradangan ringan.

Tabel 5.6. Distribusi perawatan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan sampel selama pemakaian
space maintainer berdasarkan kondisi peradangan jaringan gingiva
Perawatan Kesehatan Gigi dan Mulut Selama
Pemakaian Space Maintainer (SM)
Frekuensi menyikat gigi dalam sehari
Satu kali
Dua kali
Tiga kali
Menyikat daerah di sekitar SM
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering

Kondisi Peradangan Jaringan Gingiva


Sehat
Ringan
Sedang
n(%)
n(%)
n(%)

Total
n(%)

0 (0%)
3 (75%)
1 (25%)

0 (0%)
4 (50%)
4 (50%)

6 (40%)
9 (60%)
0 (0%)

6 (22.2%)
16 (59.3%)
5 (18.5%)

3 (75%)
1 (25%)
0 (0%)

3 (37.5%)
4 (50%)
1 (12.5%)

8 (53.3%)
5 (33.3%)
2 (13.3%)

14 (51.9%)
10 (37%)
3 (11.1%)

89

Membersihkan karang gigi setelah pemakaian SM


Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Kunjungan ke dokter gigi setelah pemakaian SM
Tidak pernah
Kadang-kadang
Sering
Total

2 (50%)
2 (50%)
0 (0%)

2 (25%)
4 (50%)
2 (25%)

11 (73.3%)
4 (26.7%)
0 (0%)

15 (55.6%)
10 (37%)
2 (7.4%)

0 (0%)
3 (75%)
1 (25%)
4 (14.8%)

3 (37.5%)
4 (50%)
1 (12.5%)
8 (29.6%)

8 (53.3%)
6 (40%)
1 (6.7%)
15 (55.6%)

11 (40.7%)
13 (48.1%)
3 (11.1%)
27 (100%)

Tabel 5.6, memperlihatkan distribusi perawatan kesehatan gigi dan mulut yang
dilakukan sampel selama pemakaian space maintainer berdasarkan kondisi
peradangan jaringan gingiva. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sampel yang
menyikat gigi tiga kali sehari tidak mengalami peradangan jaringan gingiva derajat
sedang. Selain itu, sampel yang tidak pernah menyikat di daerah sekitar space
maintainer cenderung mengalami peradangan gingiva hingga derajat sedang dan
hanya 13.3% sampel yang sering menyikat daerah di sekitar space maintainer yang
mengalami peradangan sedang. Setelah pemakaian space maintainer, sampel yang
sering membersihkan karang giginya tidak ada yang mengalami peradangan gingiva
derajat sedang, sedangkan yang tidak pernah membersihkan karang gigi mengalami
peradangan gingiva sedang hingga 73.3% dari total sampel. Adapun kelompok
sampel yang sering ke dokter gigi setelah pemakaian space maintainer hanya 6.7%
sampel yang mengalami kondisi peradangan gingiva derajat sedang, sebaliknya
sebanyak 53.3% atau delapan orang dari 15 orang yang mengalami kondisi
peradangan gingiva sedang tidak pernah melakukan kunjungan ke dokter gigi setelah
pemakaian space maintainer.

90

Tabel 5.7. Distribusi rata-rata nilai GI berdasarkan jenis kelamin, usia,


dan lama pemakaian space maintainer
Jenis Kelamin, Usia, Lama Pemakaian
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Usia
7 tahun
8 tahun
9 tahun
10 tahun
Lama Pemakaian Space Maintainer
< 1 tahun
1 2 tahun
Total

n (%)

Nilai GI
Mean SD

9 (33.3%)
18 (66.7%)

1.33 0.866
1.44 0.705

5 (18.5%)
12 (44.4%)
7 (25.9%)
3 (11.1%)

2.00 0.00
1.42 0.669
1.00 0.816
1.33 1.15

22 (81.5%)
5 (18.5%)
27 (100%)

1.27 0.767
2.00 0.00
1.41 0.747

Tabel 5.7, menunjukkan distribusi rata-rata nilai GI berdasarkan jenis kelamin,


usia, dan lama pemakaian space maintainer. Perlu diketahui bahwa semakin tinggi
nilai GI menunjukkan bahwa semakin parah peradangan kondisi jaringan gingiva
tersebut. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai GI kelompok sampel
perempuan lebih tinggi daripada kelompok sampel laki-laki, yaitu 1.44 pada
perempuan dan 1.33 pada laki-laki. Selain itu, terlihat pula nilai GI berdasarkan
kategori usia, di mana nilai GI tertinggi ditemukan pada usia 7 tahun dengan nilai
2.00. Adapun, nilai GI terendah ditemukan pada usia 9 tahun, yaitu sebesar 1.00.
Berdasarkan lama pemakaian space maintainer, nilai GI kelompok sampel yang telah
menggunakan space maintainernya 1 2 tahun lebih tinggi daripada kelompok
sampel yang baru menggunakan space maintainernya kurang dari 1 tahun, yaitu 1.27
pada kelompok kurang dari 1 tahun pemakaian dan 2.00 pada kelompok yang telah
menggunakan selama 1 2 tahun.

91

Tabel 5.8. Perbedaan keadaan jaringan periodonsium berdasarkan nilai gingival


indeks (GI) antara pengguna space maintainer cekat dan lepasan
Nilai GI

Pemakaian Space
Maintainer (SM)
SM Cekat

1.75 0.452a

SM Lepasan

1.13 0.834a

Mean SD

Selisih (Mean
Difference)

95% CI
(Min Max)

p-value

0.617

0.095 - 1.138

0.041*

Uji normalitas data: Shapiro-Wilk test; p<0.05; distribusi data tidak normal
*Mann Whitney U test: p<0.05; significant

Tabel

5.8,

memperlihatkan

perbedaan

keadaan

jaringan

periodonsium

berdasarkan nilai gingival indeks (GI) antara pengguna space maintainer cekat dan
lepasan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, semakin tinggi nilai GI, maka
kondisi peradangan jaringan gingiva semakin parah. Hasil penelitian memperlihatkan
bahwa nilai GI kelompok sampel yang menggunakan space maintainer cekat lebih
tinggi daripada yang menggunakan space maintainer lepasan. Terlihat nilai GI
pengguna space maintainer cekat mencapai 1.75, sedangkan space maintainer
lepasan hanya 1.13. Terdapat selisih sebesar 0.617. Hal ini menunjukkan bahwa
keadaan jaringan periodonsium space maintainer cekat lebih buruk daripada
pengguna space maintainer lepasan.
Hasil penelitian juga memperlihatkan rentang nilai 95% confidence interval (CI)
yaitu sebesar 0.095 1.138. Rentang nilai positif menunjukkan bahwa nilai GI
pengguna space maintainer cekat lebih besar daripada lepasan. Selain itu, rentang
tersebut juga berarti bahwa bila pengukuran dilakukan pada populasi, akan terdapat
selisih atau perbedaan antara pengguna space maintainer cekat dan lepasan sebesar
0.095 hingga 1.138. Dengan demikian, menurut hasil penelitian, setiap saat nilai GI
pengguna cekat akan lebih tinggi daripada lepasan dengan perbedaan nilai berkisar

92

0.095 hingga 1.138. Hal ini juga didukung dengan hasil uji statistik, Mann Whitney
U test, yang menunjukkan nilai p:0.041 (p<0.05), yang berarti bahwa terdapat
perbedaan keadaan jaringan periodonsium yang signifikan antara pengguna space
maintainer cekat dan lepasan berdasarkan nilai GI. Penelitian ini menggunakan uji
non-parametrik karena syarat uji parametrik (independent sample t-test) tidak
terpenuhi dalam penelitian ini, yaitu distribusi data tidak normal pada kedua
kelompok data.

93

BAB VI
PEMBAHASAN

Tabel 5.1, Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin, usia, jenis space
maintainer, lama penggunaan space maintainer, rutinitas pemakaian space
maintainer, letak space maintainer dan kondisi jaringan gingiva. Secara keseluruhan,
jumlah sampel yang menggunakan space maintainer cekat dan lepasan berjumlah 27
orang dengan jumlah perempuan mencapai 18 orang (66.7%) dan laki-laki mencapai 9
orang (33.3%). Berdasarkan usia, jumlah sampel yang paling banyak berusia 8 tahun,
yaitu sejumlah 12 orang (44.4%), sedangkan jumlah sampel yang paling sedikit
berusia 10 tahun. Pada usia 8 tahun merupakan usia optimal pemasangan space
maintainer pada anak karena pada usia ini kebanyakan terjadi premature lose dan
sangat diindikasikan untuk mempertahankan lengkung ruang yang ada agar
pergerakan gigi molar pertama permanen tidak bergerak ke mesial dan memperkecil
ruang yang diperlukan untuk erupsi gigi premolar yang akan erupsi, untuk itu
pemasangan space maintainer harus dilaksanakan segera sebelum gigi premolar
permanen erupsi.6
Dalam penelitian ini sampel yang menggunakan space maintainer cekat
berjumlah 12 orang (44.4%), sedangkan yang menggunakan space maintainer lepasan
sebanyak 15 orang (55.6%). Dari total keseluruhan pasien terdapat 8 orang (29.7%)
yang sering melepas alat space maintainernya, sementara 19 orang lainnya rutin
menggunakan alat tersebut. Dari observasi yang dilakukan, pasien yang sering

94

melepas alat space maintainernya mempunyai masalah terhadap kondisi alat space
maintainer di dalam mulut, beberapa diantaranya yaitu alat yang tidak terpasang
dengan baik pada posisinya sehingga terasa longgar saat mengunyah makanan,
sebaiknya dalam mendesain space maintainer perlu diperhatikan beberapa faktor.
Pada space maintainer lepasan sebaiknya perhatikan ketepatan kontak antara basis
gigi tiruan dengan mukosa mulut, perlu diperhatikan juga kondisi jaringan lunak dan
tulang alveolar yang mendukung alat space maintainer saat berfungsi, apabila retensi
dan stabilitas space maintainer dirasa kurang sebaiknya diberi perluasan sayap lingual
dibagian posterior ke arah retromylohyoid sehingga dihasilkan retensi yang baik.
Selain itu, letak klamer retainer pada gigi yang dijadikan abutment harus pada posisi
yang benar agar tidak terjadi rotasi, dan tekanan kunyah bisa disalurkan secara merata
ke seluruh area space maintainer agar tidak memberi tekanan berlebih pada jaringan
dibawahnya. Pada space maintainer cekat, ada dua komponen yang perlu
diperhatikan, yaitu band dan loop. Sebaiknya ukuran diameter molar band harus
seimbang dengan besarnya diameter gigi molar yang menjadi abutment, hal ini
dilakukan untuk menghindari penggunaan dental cement berlebih yang lama
kelamaan cenderung mudah larut dan mengakibatkan retensi menjadi tidak stabil.
Selain itu, letak loop sebaiknya berada diatas sepertiga tengah band dan tidak
menyentuh jaringan lunak, kemudian ujung dari loop harus bersandar dengan baik
pada bagian distal gigi tetangga.16 Alasan lain space maintainer jarang digunakan
yaitu karena anak merasa tidak nyaman memakai space maintainer karena belum
terbiasa dan cenderung malas menggunakan alat tersebut, jika terjadi hal seperti ini
yang harus dilakukan yaitu meberi motivasi pada anak dan orangtuanya dan

95

memberikan edukasi bahwa diperlukan penyesuaian terlebih dahulu agar kondisi


jaringan dapat menyesuaikan diri dengan adanya space maintainer. Selain itu perlu
juga diberitahukan bahwa alat tersebut bisa saja mengalami penyusutan jika jarang
digunakan. Kasus lainnya yang menyebabkan anak tidak mau menggunakan space
maintainer yaitu karena alat tersebut mengiritasi jaringan mukosa, hal ini terjadi
karena kesalahan desain serta kesalahan saat pembuatan dan pemasangan alat. Untuk
menghindari hal ini diperlukan ketelitian khusus pada proses polishing dan finishing.
Pada space maintainer lepasan, plat akrilik tidak boleh ada sudut yang tajam serta
tidak boleh ada permukaan yang menonjol pada dasar basis agar tidak menekan
jaringan. Pada space maintainer cekat sebaiknya ujung loop yang menempel pada
band harus dipolis sebaik mungkin agar tidak ada permukaan klamer yang tajam,
kemudian loop tidak boleh bersandar pada ruang kosong tempat erupsi gigi
permanen.11
Berdasarkan letak, space maintainer kebanyakan dalam posisi bilateral, adapun
yang letaknya unilateral kiri sebanyak 9 orang dan unilateral kanan hanya 3 orang.
Berdasaarkan kategori jaringan gingiva, paling banyak sampel memiliki kondisi
gingiva dengan peradangan sedang, yaitu sebanyak 15 orang (55.6%), kemudian yang
mengalami peradangan ringan sebanyak 8 orang (29.6%), sedangkan sampel yang
memiliki kondisi gingiva normal hanya 4 orang (14.8%). Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ristik dkk. yaitu terdapat peningkatan yang nyata baik
pada parameter mikrobiologis maupun klinis pada waktu 3 bulan setelah pemasangan
alat fungsional, dimana ditemukan bahwa tidak hanya klamer retentif tetapi juga band
yang dapat mempengaruhi kesehatan periodontal. Pada dasarnya peradangan gingiva

96

menurut etiologi disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor primer dan faktor sekunder.
Faktor primer merupakan iritasi bakteri pada plak dan faktor sekunder terdiri dari
faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal pada lingkungan gingiva merupakan
predisposisi dari akumulasi deposit plak pada pemakaian alat space maintainer, oral
hygiene yang buruk, faktor iatrogenik atau kesalahan saat mendesain dan pemasangan
alat, adanya karies, adanya perdarahan pada gusi karena kesalahan saat menyikat gigi,
maupun karena bad habbit seperti mendorong area alat space maintainer dengan
lidah. Sedangkan faktor sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara
keseluruhan meliputi genetik, nutrisional, obat- obatan, dan hormonal.12
Tabel 5.2, Distribusi jenis kelamin, usia, jenis space maintainer, dan lama
pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space maintainernya. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak menggunakan space
maintainer cekat dibandingkan lepasan, sebaliknya jenis kelamin perempuan lebih
banyak menggunakan space maintainer lepasan (73.3%). Pemilihan jenis space
maintainer tidak selamanya berkaitan dengan jenis kelamin, tetapi dilihat dari
kondisi kehilangan giginya, apakah unilateral atau bilateral. Pada kasus kehilangan
gigi bilateral, perawatan space maintainer yang dianjurkan yaitu dengan space
maintainer lepasan karena dapat mengakses dua regio sekaligus. Adapun
pertimbangan pemilihan space maintainer berdasarkan jenis kelamin berhubungan
dengan tingkat kooperatif anak dalam menerima perawatan, pada anak laki- laki
cenderung susah untuk menerima instruksi yang diberikan dibandingkan anak
perempuan, sehingga pemberian space maintainer cekat lebih cocok pada anak lakilaki karena dipasang secara cekat dan tidak dapat diubah posisinya di dalam mulut.

97

Pemilihan space maintainer lepasan lebih banyak dilakukan pada anak perempuan
karena mereka dapat mendengar instruksi yang diberikan dengan baik dan dapat
melaksanakan instruksi tersebut dengan rutin, seperti menyikat gigi, membersihkan
alat space maintainer, melepaskan alat sebelum tidur, dan instruksi lainnya.11
Hasil lain yang ditemukan yaitu sebanyak 75% dari total sampel atau 9 orang
yang menggunakan alat cekat menderita peradangan gingiva derajat sedang,
sedangkan pada alat lepasan, hanya 40% sampel yang menderita peradangan gingiva
derajat sedang. Tidak ada seorang pun sampel yang menderita peradangan derajat
berat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Naranjo dkk, yang mengatakan bahwa
pemasangan band dan loop pada space maintainer cekat akan mengganggu
lingkungan ekologis dengan adanya akumulasi biofilm pada daerah retentif. Terdapat
perubahan yang nyata pada indeks plak dan gingival pada kelompok eksperimen
penelitiannya yang memperlihatkan terjadinya peningkatan perdarahan dan inflamasi
yang memperburuk kondisi periodontal, hal ini juga dapat ditemukan pada pengguna
space maintainer lepasan, namun resiko terjadinya peradangan masih lebih rendah
dibandingkan pada pengguna cekat karena alat ini mudah dilepas dan mudah diakses
untuk dibersihkan.22 Berhubungan dengan peradangan gingiva yang terjadi, studi
memperlihatkan bahwa pemasangan alat fungsional seperti space maintainer dapat
meningkatkan jumlah plak yang menyebabkan hyperplasia gingiva dan terbentuknya
pseudopocket. Situasi ini menyebabkan perubahan pada ekosistem sub-gingiva, dan
memudahkan terjadinya peningkatan level pathogen pada jaringan periodontal
dengan mempercepat faktor virulensi yang menstimulasi sel untuk melepaskan
beberapa tipe cytokine inflamasi seperti interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6)

98

dan interleukin 8 (IL-8), serta Tumor Growth Factor (TGF) yang mengatur reaksi
inflamasi pada jaringan periodontal.27
Tabel 5.3, memperlihatkan distribusi keluhan yang dialami sampel selama
pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space maintainernya. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa kelompok sampel yang menggunakan space maintainer
lepasan kebanyakan tidak pernah mengeluhkan rasa sakit atau ngilu saat mengunyah
dibandingkan yang menggunakan alat cekat. Terlihat pada tabel, sebanyak 60% dari
total sampel yang menggunakan alat lepasan tidak pernah mengeluhkan rasa sakit
atau ngilu saat mengunyah, sedangkan pada space maintainer cekat jumlah sampel
hanya mencapai 41.7% yang tidak pernah mengeluhkan keluhan tersebut. Keluhan
rasa sakit pada saat mengunyah bisa terjadi akibat kesalahan letak maupun kesalahan
desain dari space maintainer, selain itu bisa dipengaruhi oleh kondisi jaringan
pendukung yang sensitif. Penempatan posisi band serta loop harus diposisi yang
benar agar tercipta retensi dan stabilisasi yang baik sehingga saat proses mengunyah
tidak menekan jaringan disekitarnya, begitu juga dengan sisi alat yang kasar harus
dipolis dengan baik agar tidak mengiritasi. Pada pengguna space maintainer lepasan
keluhan sakit pada saat mengunyah lebih sedikit ditemukan, hal ini berkaitan dengan
desain dari space maintainer lepasan yang cenderung lebih simpel, selain itu pada
space maintainer lepasan menggunakan dukungan tooth dan tissue bone sehingga
tekanan oklusal saat mengunyah tidak pada satu sisi saja melainkan disalurkan ke
seluruh jaringan pendukung, hal ini dapat meminimalisir rasa sakit saat
mengunyah.22

99

Hal yang sejalan juga ditemukan pada keluhan gusi memerah/ berdarah saat
sikat gigi dan bengkak setelah menggunakan space maintainer, dimana kelompok
sampel yang menggunakan space maintainer lepasan lebih banyak tidak pernah
mengeluhkan keluhan-keluhan tersebut dibandingkan yang menggunakan space
maintainer cekat. Keluhan gusi memerah atau berdarah yang tinggi pada pengguna
space maintainer cekat berkaitan dengan akumulasi plak pada komponen alat space
maintainer yang menyebabkan destruksi jaringan periodontal. Plak gigi merupakan
faktor resiko dari pathogenesis penyakit gingivitis dan periodontitis, dan
perkembangan penyakit periodontal tergantung dari keseimbangan antara biofilm
mikroba, sistem imun, dan reaksi inflamasi. Daerah gigi yang tertutup oleh
komponen cekat akan lebih sulit dibersihkan dibandingkan pada area space
maintainer lepasan, selain itu beberapa pasien tidak terlalu mengetahui bagaimana
menjaga standar kebersihan yang baik yang sebenarnya sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan perawatan. Penyikatan gigi yang benar sangat berpengaruh positif
terhadap kesehatan gingiva, selain itu kontrol rutin ke dokter gigi diperlukan agar
tindakan preventif seperti skeling dan pemberian topikal floride dapat dilakukan.5
Adapun keluhan kesulitan mengunyah saat menggunakan alat space maintainer
paling banyak dikeluhkan pada kelompok yang menggunakan alat lepasan
dibandingkan yang cekat. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 20% sampel
pengguna alat lepasan yang sering mengeluhkan kesulitan mengunyah, sedangkan
tidak ada seorang pun sampel pengguna alat cekat yang sering mengeluhkan keluhan
tersebut. Walaupun demikian, terdapat 41.7% sampel pengguna space maintainer
cekat yang kadang-kadang mengeluhkan keluhan sulit mengunyah. Keluhan ini pada

100

dasarnya sering dijumpai pada pengguna space maintainer, baik cekat maupun
lepasan diawal pemakaian. Pada dasarnya, pada pengguna space maintainer terutama
tipe cekat mengalami penurunan tekanan kunyah sehingga sulit mengunyah makanan
dengan tekstur padat dan mulut terasa penuh, untuk itu ada baiknya pada awal
penggunaan pasien harus mengkonsumsi makanan yang lunak sampai proses
adaptasi berjalan baik. Alat space maintainer kadang bergeser sedikit ketika
digunakan untuk mengunyah, apalagi bila retainer tidak berada pada posisi yang
tepat. Selain itu biasa terjadi luka di mulut dan radang gusi karena space maintainer
menekan gusi, untuk itu dibutuhkan ketelitian seorang dokter dalam mendesain alat
space maintainer agar tercipta retensi dan stabilisasi yang baik sehingga tidak
mengganggu proses mastikasi dan artikulasi.16
Hal yang sejalan ditemukan pada keluhan mengunyah menggunakan sisi yang
terdapat alat space maintainer dan seringnya tersangkut makanan pada alat. Kedua
keluhan ini lebih sedikit ditemukan pada kelompok yang menggunakan alat space
maintainer cekat daripada space maintainer lepasan. Keluhan seringnya makanan
tersangkut pada alat space maintainer cekat maupun lepasan disebabkan karena
bentuk dari kawat retensi yang mengakibatkan terjebaknya sisa makanan di sekitar
alat tersebut, selain itu pengguna alat space maintainer sulit menjangkau sisa
makanan yang terjebak disekitar alat dengan menggunakan sikat gigi, sehingga bisa
saja mengakibatkan akumulasi plak dan menyebabkan gingivitis, untuk itu perlu
dilakukan beberapa trik khusus pada pengguna space maintainer, diantaranya selalu
bersihkan gigi setelah selesai makan terutama pada bagian disekitar basis, klamer,
band, dan loop dengan menggunakan sikat gigi khusus dengan bulu yang halus agar

101

tidak mengganggu komponen alat, selain itu iris kecil- kecil semua makanan yang
masuk dan kunyah secara perlahan- lahan, kemudian hindari memakan permen karet,
daging, kerupuk, serta makanan bertekstur keras lainnya.4

Tabel 5.4, Distribusi perawatan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan
sampel selama pemakaian space maintainer berdasarkan jenis space maintainernya.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa baik pada kelompok space maintainer cekat
dan lepasan, keduanya memiliki jumlah sampel yang mayoritas menyikat gigi dua
kali sehari, namun hanya 50% sampel pada kelompok cekat yang kadang-kadang
menyikat di daerah space maintainer dan pada kelompok alat lepasan 60% total
sampel tidak pernah menyikat di sekitar area alat tersebut. Menyikat gigi merupakan
metode yang paling sederhana, aman, dan efektif dalam mengontrol plak. Frekuensi
dan ketepatan metode sikat gigi juga sangat berpengaruh. Pada pengguna space
maintainer disarankan untuk selalu menyikat gigi sehabis makan, terutama pada
bagian yang terdapat komponen alat karena umumnya makanan akan banyak
tertahan disekitar komponen alat tersebut, seperti pada kawat klamer yang menjadi
retensi maupun disekitar molar band, jika plak ini tidak dibersihkan maka akan
meningkatkan kerentanan terhadap karies dan infeksi periodontal.5 Selain itu,
mayoritas sampel (56.6%) pada kedua kelompok pengguna space maintainer juga
tidak pernah membersihkan karang gigi setelah pemakaian space maintainer,
padahal tindakan skeling sangat diperlukan untuk mengangkat plak maupun kalkulus
yang terperangkap dibagian subgingiva yang tidak dapat dijangkau oleh sikat gigi.

102

Tabel 5.5, Distribusi keluhan yang dialami sampel selama pemakaian space
maintainer berdasarkan kondisi jaringan gingivanya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sampel yang tidak pernah mengeluhkan rasa sakit saat mengunyah ternyata
tidak seluruhnya memiliki kondisi jaringan gingiva yang sehat. Dari 14 orang yang
tidak pernah mengeluhkan rasa sakit, terdapat lima orang yang kondisi
peradangannya ringan dan sedang, sedangkan yang kondisi jaringan gingivanya sehat
hanya empat orang. Demikian pula dengan yang tidak pernah mengeluh gusinya
memerah/ berdarah saat sikat gigi, dari 12 orang yang tidak pernah mengeluhkan
keluhan tersebut, hanya empat sampel yang benar- benar memiliki kondisi jaringan
gingiva yang sehat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari American Academy
of Periodontology yang mengungkapkan bahwa banyak kasus tahap awal dari
penyakit gusi dan periodontal seringkali tanpa gejala rasa sakit, banyak orang yang
menderita penyakit periodontal tetapi mereka tidak menyadarinya. Kejadian seperti
ini dinamakan silent desease dimana kebanyakan pasien tidak menyadari ketika
mereka sedang mengalami permasalahan gusi atau periodontal, padahal tanda dari
kerusakan jaringan sudah mulai nampak seperti gusi memerah bahkan berdarah, gusi
sering bengkak, halitosis, serta resesi gingiva.22
Hasil penelitian lainnya ditemukan sampel dengan kondisi jaringan gingiva
peradangan sedang sebanyak 8 orang (53.3%) mengeluhkan kadang-kadang gusi
bengkak setelah menggunakan space maintainer, dan sisanya tidak pernah
mengeluhkan gusi bengkak. Terdapat hubungan erat antara jumlah bakteri di dalam
plak dengan besarnya potensi patologis plak tersebut dan juga antara kecepatan
pembentukan plak yang terjadi pada alat space maintainer dengan peradangan

103

gingiva yang diakibatkannya. Bakteri di dalam plak dapat menyebabkan inflamasi


pada gingiva karena adanya enzim yang mampu menghidrolisis komponen
interseluler dari epitel gingiva dan jaringan ikat dibawahnya, kemudian endotoksin
yang dihasilkan oleh bakteri tersebut merangsang terjadinya reaksi antigen-antibodi
yang abnormal sebagai respon tubuh terhadap bakteri. Untuk itu selama perawatan
space maintainer selalu ditekankan untuk mejaga oral hygiene sebaik mungkin agar
reaksi inflamasi gingiva dapat dihindari.23
Sampel

yang

kadang-kadang

mengeluhkan

kesulitan

mengunyah

saat

menggunakan space maintainer dan sampel yang mengunyah menggunakan sisi


yang terdapat alat space maintainer memiliki kondisi peradangan gingiva mayoritas
derajat sedang. Demikian pula dengan keluhan makanan sering tersangkut pada
space maintainer, 11 orang sampel yang kadang- kadang mengeluhkan keluhan
tersebut memiliki kondisi peradangan sedang (73.3%). Kebanyakan debris makanan
akan bersih setelah 5-30 menit setelah makan oleh karena proses self cleansing
saliva, namun pada pengguna space maintainer kebanyakan debris makanan akan
terperangkap disekitar alat dan bisa menyebabkan peradangan, apalagi pada makanan
yang lengket seperti roti, karamel, dan permen legit. Oleh karena itu dalam penelitian
ini pasien yang kadang mengeluhkan makanan sering tersangkut pada alat space
maintainer kebanyakan mengalami peradangan gingiva tingkat sedang.5
Tabel 5.6, Distribusi perawatan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan
sampel selama pemakaian space maintainer berdasarkan kondisi peradangan
jaringan gingiva. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sampel yang menyikat gigi
tiga kali sehari tidak mengalami peradangan jaringan gingiva derajat sedang. Selain

104

itu, sampel yang tidak pernah menyikat area di sekitar space maintainer cenderung
mengalami peradangan gingiva hingga derajat sedang dan hanya 13.3% sampel yang
sering menyikat daerah di sekitar space maintainer yang mengalami peradangan
sedang. Hasil ini sejalan dengan laporan percobaan mengenai hubungan antara
frekuensi penyikatan gigi dengan keadaan oral hygiene yang dilakukan oleh Loe
dkk. Dalam penelitian tersebut membuktikan bahwa timbulnya gingivitis mempunyai
hubungan erat dengan umur plak, dan ternyata dengan frekuensi penyikatan gigi dua
kali sehari gingival akan tetap sehat.5 Setelah pemakaian space maintainer, sampel
yang sering membersihkan karang giginya tidak ada yang mengalami peradangan
gingiva derajat sedang, sedangkan yang tidak pernah membersihkan karang gigi
mengalami peradangan gingiva sedang hingga 73.3% dari total sampel. Perlu
diketahui

bahwa

pencegahan

utama

terjadinya

gingivitis

adalah

dengan

menghilangkan faktor penyebabnya, yaitu dengan mengangkat plak atau kalkulus di


bagian supragingival maupun subgingival. Biasanya setelah satu minggu pasca
pembersihan karang gigi, dievaluasi kembali apakah peradangan gingiva sudah
membaik, apabila masih terdapat peradangan maka diperlukan perawatan lebih lanjut
pada jaringan periodonsium.23
Pada kelompok sampel yang sering ke dokter gigi setelah pemakaian space
maintainer, hanya 6.7% sampel yang mengalami kondisi peradangan gingiva derajat
sedang, sebaliknya sebanyak 53.3% atau delapan orang dari 15 orang yang
mengalami kondisi peradangan gingiva sedang tidak pernah melakukan kunjungan
ke dokter gigi setelah pemakaian space maintainer. Dari hasil tersebut dapat dilihat
bahwa dengan melakukan kunjungan ke dokter gigi kondisi kerusakan jaringan

105

periodonsium karena pemakaian alat space maintainer dapat diminimalisir. Dengan


kontrol ke dokter gigi maka deteksi dini terhadap timbulnya penyakit pada jaringan
dapat dilakukan segera seperti pemberian topikal fluoride, pembersihan karang gigi,
maupun instruksi berkumur dengan chlorhexidine untuk mencegah plak dan
menghambat pembentukan bakteri.23
Tabel 5.7, Distribusi rata-rata nilai GI berdasarkan jenis kelamin, usia, dan lama
pemakaian space maintainer. Perlu diketahui bahwa semakin tinggi nilai GI
menunjukkan bahwa semakin parah peradangan kondisi jaringan gingiva tersebut.
Apabila skor indeks gingival 0 berarti keadaan gingiva tersebut normal, sedangkan
pada skor 0,1-1,0 menunjukkan peradangan ringan, skor 1,1-2,0 peradangan gingiva
sedang, dan apabila skor mencapai 2,1-3,0 menunjukkan hasil peradangan gingiva
yang berat22. Dari hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa nilai GI kelompok
sampel perempuan lebih tinggi daripada kelompok sampel laki-laki, yaitu 1.44 pada
perempuan dan 1.33 pada laki-laki. Hal ini berkaitan dengan perubahan hormon
seksual yang berlangsung pada masa pubertas dimana lebih cepat dialami oleh
perempuan, keadaan ini dapat menimbulkan jaringan gingiva yang mengubah
respons terhadap produk- produk plak yang terdapat pada alat space maintainer.
Pada masa pubertas insidensi gingivitis bisa mencapai puncaknya sehingga dapat
menyebabkan inflamasi gingiva dan menjadi bengkak, berwarna merah terang,
sensitif, mudah berdarah secara spontan, dan terlihat adanya peningkatan eksudat
gingiva dan mobilitas gigi. Oleh karena itu, pada pengguna space maintainer
terutama perempuan harus bisa menyingkirkan plak secara sempurna dan perlu tetap

106

ditekankan untuk membersihkan sulcus gingiva sebagai kontrol terhadap penyakit


periodontal.28
Selain itu, terlihat pula nilai GI berdasarkan kategori usia, dimana nilai GI
tertinggi ditemukan pada usia 7 tahun dengan nilai 2.00. Adapun nilai GI terendah
ditemukan pada usia 9 tahun, yaitu sebesar 1.00. Pada dasarnya tingginya nilai GI
pada anak usia 7 tahun terjadi oleh karena beberapa faktor, yang paling umum yaitu
disebabkan oleh plak dan kalkulus. Gigi desidui yang mulai berlubang juga bisa
menyebabkan penimbunan plak dan menyebabkan gingivitis, karena itu gigi desidui
yang berlubang harus segara ditambal. Hal lain yang juga mengakibatkan tingginya
skor GI pada anak usia 7 tahun adalah adanya eruption gingivitis, yaitu peradangan
yang disebabkan oleh akumulasi plak disekitar gigi yang akan erupsi terutama pada
gigi geraham. Eruption gingivitis ini tidak memerlukan perawatan, cukup dengan
meningkatkan kebersihan mulut sehingga jaringan yang terinflamasi akan menjadi
normal dan diikuti dengan pertumbuhan gigi yang sempurna.22 Berdasarkan lama
pemakaian space maintainer, nilai GI kelompok sampel yang telah menggunakan
space maintainernya 1 2 tahun lebih tinggi daripada kelompok sampel yang baru
menggunakan space maintainernya kurang dari 1 tahun, yaitu 1.27 pada kelompok
kurang dari 1 tahun pemakaian dan 2.00 pada kelompok yang telah menggunakan
selama 1 2 tahun. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Departemen Ortodontik di Islamic International Dental Hospital, dalam penelitiannya
yang bertujuan untuk mengukur kesehatan periodontal pada 50 pasien yang
melakukan perawatan ortodontik mulai dari awal perawatan (pre-otho), 6 bulan
setelah dimulainya perawatan (intra-ortho), dan setelah akhir perawatan (18

107

bulan/post ortho). Hasil penelitian tersebut menunjukkan kerusakan penyakit


periodontal meningkat pada pasien mulai dari dimulainya perawatan ortodontik
hingga akhir perawatan, ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara perjalanan penyakit periodontal dengan lamanya perawatan ortodontik. Untuk
mengantisipasi hal ini, selama perawatan space maintainer perlu dilakukan upaya
preventif agar tercipta oral hygiene yang baik. Program oral hygiene ini menjadi
tanggung jawab dokter gigi, pasien, serta orangtua pasien. Setiap dokter gigi ataupun
stafnya harus memotivasi dan bila perlu menginstruksikan kembali pasien untuk
melakukan perawatan kesehatan gigi di rumah.23
Tabel 5.8, Perbedaan kondisi jaringan periodonsium berdasarkan nilai gingival
indeks (GI) antara pengguna space maintainer cekat dan lepasan. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, semakin tinggi nilai GI maka kondisi peradangan jaringan
gingiva semakin parah. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai GI kelompok
sampel yang menggunakan space maintainer cekat lebih tinggi daripada yang
menggunakan space maintainer lepasan. Terlihat nilai GI pengguna space
maintainer cekat mencapai 1.75, sedangkan space maintainer lepasan hanya 1.13.
Terdapat selisih sebesar 0.617. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan jaringan
periodonsium space maintainer cekat lebih buruk daripada pengguna space
maintainer lepasan. Tingginya skor gingival indeks pada pengguna space maintainer
cekat bisa saja terjadi karena rumitnya desain, serta terdiri dari banyak komponen
seperti molar band, crown, loop, shoe, dan archwire. Hal ini akan mempermudah
melekatnya plak lebih lama dan dapat meningkatkan resiko karies, gingivitis, dan
kemungkinan terjadinya penyakit periodontal. Adanya piranti space maintainer cekat

108

yang menempel pada gigi- gigi terutama pada gigi molar akan sulit untuk
dibersihkan sehingga cenderung terjadi penumpukan plak gigi disekitar komponen
alat, hal ini sangat berbeda dengan space maintainer lepasan, dimana pembersihan
gigi bisa dilakukan dengan mudah karena alat dapat dilepas terlebih dahulu. Space
maintainer cekat harus didesain sebaik mungkin agar tidak terjadi akumulasi plak
atau menghalangi proses pembersihan alatnya, salain itu pasien space maintainer
cekat harus giat dalam menjaga kebersihan mulutnya. Metode oral hygiene yang
tepat seharusnya diajarkan dan ditekankan pada pasien saat pemasangan space
maintainer, supaya dapat mencegah kemungkinan terjadinya gingivitis maupun
kelainan jaringan periodontal lainnya. Salah satu usaha pencegahan yang dapat
dilakukan dalam hubungan plak dan karies ialah kontrol plak. Diantara bermacammacam kontrol plak, metode yang paling sederhana, aman, dan efektif adalah
menyikat gigi. Pada pengguna space maintainer dianjurkan untuk memakai sikat gigi
khusus, sikat gigi khusus ini dipakai karena mampu membersihkan kotoran yang
menempel disela-sela gigi dan kawat yang tidak bisa dijangkau oleh sikat gigi biasa.5
Hasil penelitian juga memperlihatkan rentang nilai 95% confidence interval (CI)
yaitu sebesar 0.095 1.138. Rentang nilai positif menunjukkan bahwa nilai GI
pengguna space maintainer cekat lebih besar daripada lepasan. Selain itu, rentang
tersebut juga berarti bahwa bila pengukuran dilakukan pada populasi, akan terdapat
selisih atau perbedaan antara pengguna space maintainer cekat dan lepasan sebesar
0.095 hingga 1.138. Dengan demikian, menurut hasil penelitian setiap saat nilai GI
pengguna cekat akan lebih tinggi daripada lepasan dengan perbedaan nilai berkisar
0.095 hingga 1.138. Hal ini juga didukung dengan hasil uji statistik, Mann Whitney

109

U test, yang menunjukkan nilai p:0.041 (p<0.05), yang berarti bahwa terdapat
perbedaan kondisi jaringan periodonsium yang signifikan antara pengguna space
maintainer cekat dan lepasan berdasarkan nilai gingival indeks.
Penelitian ini menggunakan uji non-parametrik karena syarat uji parametrik
(independent sample t-test) tidak terpenuhi dalam penelitian ini, yaitu distribusi data
tidak normal pada kedua kelompok data.

110

BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Dari pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan:


1. Pengguna space maintainer lepasan dengan kondisi jaringan periodonsium
peradangan sedang sebanyak 6 orang, peradangan ringan sebanyak 5 orang,
dan 4 orang dengan kondisi jaringan periodonsium yang sehat. Kebanyakan
pengguna space maintainer ini jarang mengeluhkan keluhan seperti rasa sakit
saat mengunyah makanan, gusi berdarah, gusi bengkak, serta keluhan
makanan tersangkut pada alat space maintainer, hal ini disebabkan karena
desain alat yang simpel dan mudah dikontrol. Rata- rata nilai gingival indeks
pada space maintainer lepasan sebesar 1.13, yang berarti bahwa kondisi
peradangan pada jaringan periodonsium masih ringan.
2. Kondisi peradangan jaringan periodonsium pada tipe cekat sangat tinggi yaitu
9 orang dengan peradangan sedang, dan 3 orang dengan peradangan ringan.
Keluhan seperti rasa sakit saat mengunyah, gusi bengkak, gusi berdarah, serta
seringnya makanan tersangkut kadang- kadang dikeluhkan oleh sebagian
besar sampel space maintainer cekat. Keluhan ini disebabkan oleh desain
yang rumit dari alat cekat serta banyaknya komponen alat yang
mempermudah melekatnya plak lebih lama. Nilai rata-rata gingival indeks

111

tipe cekat sebesar 1.75, nilai ini lebih tinggi dari pengguna lepasan dan
menunjukkan keadaan jaringan periodonsium dengan peradangan sedang.
3. Hasil penelitian memperlihatkan nilai gingival indeks kelompok sampel yang
menggunakan

space

maintainer

cekat

lebih

tinggi

daripada

yang

menggunakan space maintainer lepasan. Terlihat nilai GI tipe cekat mencapai


1.75 sedangkan space maintainer lepasan hanya 1.13. Terdapat selisih sebesar
0.617. Selain itu, rentang nilai 95% convidence interval (CI) sebesar 0.0951.138. Rentang nilai positif menunjukkan bahwa nilai GI pengguna space
maintainer cekat lebih besar daripada lepasan dan hasilnya akan tetap sama
bila dilakukan pada suatu populasi. Hal ini juga didukung dengan hasil uji
statistik Mann Whitney U Test yang menunjukkan nilai p:0.041 (p<0.05)
yang berarti bahwa terdapat perbedaan keadaan jaringan periodonsium yang
signifikan antara pengguna space maintainer cekat dan lepasan berdasarkan
nilai gingival indeks.
7.2 Saran

Hal yang dapat penulis sarankan setelah melakukan penelitian ini yaitu:
1. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih mempunyai keterbatasan,
Penulis mengharapkan pada penelitian selanjutnya dapat menggunakan
variabel yang lebih luas, perbandingan jenis space maintainer dengan bentuk
yang beraneka ragam, serta jumlah sampel yang lebih banyak agar hasil
analisis dari penelitian yang didapatkan akan lebih akurat.
2. Kedepannya perlu dilakukan penelitian sejenis dan lebih lanjut mengenai
hubungan terjadinya kelainan jaringan periodonsium pada pengguna space

112

maintainer dengan waktu pengamatan yang lebih lama, peralatan penelitian


yang memiliki tingkat keakuratan dan ketelitian yang lebih tinggi, serta
sampel yang lebih banyak sehingga efek negatif dari penggunaan space
maintainer pada jaringan periodonsium dapat dicegah maupun diminimalisir
keparahannya pada generasi berikutnya.
3. Bagi pengguna space maintainer, sebaiknya selalu diberikan edukasi tentang
pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut selama menggunakan space
maintainer, diantaranya dengan melakukan sikat gigi secara rutin terutama
pada area disekitar alat, melakukan kontrol plak seperti pembersihan karang
gigi, serta rutin melakukan kunjungan ke dokter gigi agar kerusakan jaringan
periodonsium pada saat menggunakan space maintainer dapat dihindari.

113

DAFTAR PUSTAKA
1. Clarice S. Management of premature primary tooth loss in the child patient.
CDA Journal; 2013; 41(8): 612-6
2. Fithriyah RE, Runkat J. Pemeliharaan ruangan dan bentuk lengkung akibat
premature loss dengan space maintainer cekat. Prosiding PIN IDGAI V;
2011: 491-2, 494-6
3. Nasir N, Christou P, Topouzelis N. The orthodontic periodontic
interrelationship in integrated treatment challenges a systematic review.
Journal of oral rehabilitation; 2010; 37: 113
4. Sebbar M, Abidine Z, Laslami N, Bentahar Z. Periodontal helath and
orthodontics. Intech open science journal; 2015; 32: 717-23
5. Putri MH, Herijuliati E, Nurjana N. Ilmu pencegahan penyakit jaringan keras
dan jaringan pendukung gigi. Jakarta: EGC; 2010. Hal. 26-30, 34-5, 39-45,
53-7, 196-7
6. Foster TD, Buku ajar ortodonsi ed 3. Jakarta: EGC;2007.Hal 4-8, 12-3, 26-8,
226-8, 313-5
7. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary orthodontics 5 ed.
Canada : Elsever; 2013. P.41-5, 73-5, 82-5
8. Singh G. Texbook of orthodontics 2 ed. New Delhi: Jaypee Brothers; 2007.
P.28, 38-42, 85-91, 195-200, 549-51, 679
9. Peedikayil FC. Delayed tooth eruption. Eletronic journal of dentistry; 2011;
1(4): 81-84
10. Harshanur IW. Anatomi gigi. Jakarta: EGC; 2012. Hal. 99, 101, 214-5
11. Barsley RE, et al. Treatment planning in dentistry. St Louis : Elsever Mosby;
2007. P. 155-8
12. McDonald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for the child and adolescent 8
ed. UK: Mosby; 2004. P. 415, 425-7, 429-33, 628, 631-2, 635-42
13. Horax S. Management of premature loss of primary first molar case with
simple fixed space maintainer. Journal dentofacial; 2009; 8(1): 22-4
14. Subekti A, Kuswandari S. The use of crown (SSC) and loop as space
maintainer in premature loss of mandibular second primary molar on children
aged 5 years. The Indonesians journal of dental research; 2012: 189-191

114

15. Kupietzky A, Tal E. The transpalatal arch: an alternative to the nance


appliance for space maintainer. Pediatri dentistry journal; 2012; 101(1): 2-3
16. Adinda C, Nuraini P, Pradopo S. Pilihan perawatan kehilangan prematur
molar kedua sulung dengan distal shoe appliance. Prosiding PIN IDGAI V;
2011: Hal. 712-6
17. Yeluri R, Munshi AK. Fiber reinforced composite loop space maintainer: an
alternative to the conventional band and loop. Contemporary clinical
dentistry journal; 2012; 3(1): 26-8
18. Uddanwadiker R, Patil PG. Evaluation of the deformation on the jaw bone
due to a band and loop, nance appliance and transpalatal arch space
maintainers: a three dimentional finite element analysis. Dentistry journal;
2013; 3(3): 1-4
19. Gkantidis N, Christou P, Topouzelis N. The orthodontic periodontic
interrelationship in integrated treatment challenges : a systematic review.
Journal of oral rehabilitation; 2010; 37: 379-81, 383-4
20. Susetyo B, Yuwono L. Alat- alat ortodonsi cekat : prinsip dan praktik.
Jakarta: EGC; 2013. Hal. 161-62
21. Adnyasari SM, Astuti NP. Gingivitis pada anak dan pencegahannya. Jurnal
kedokteran gigi mahasiswa; 2003; 1(3): 109-112
22. Carranza F, Newman M, Klokkevold P, Takei H. Carranzas clinical
periodontology 11th ed. Missouri : Saunders; 2012. P.12-3, 16-26, 34-8, 77-83
23. Fedi PF, Vernino AR, Gray JL. Silabus periodonti edisi 4. Jakarta : EGC;
2012. Hal. 1-3, 6, 8, 13-20, 22-8, 30-7, 220-1
24. Rose L, Mealey B. Periodontics medicine, surgery and implants. St Louis :
Elsevier Mosby; 2004. P. 4, 32-3, 245-9
25. Seixas MR, Costapinto RA, Araujo TM. Gingival esthetic : an orthodontic
and periodontal approach. Dental press journal of orthodontic; 2012;17(5):
191-2, 197-8
26. Sangani I, Watt E, Cross D. Necrotizing ulcerative gingivitis and the
orthodontic patient : a case series. Journal of orthodontics; 2013; 40 : 77-80
27. Millett D, Welbury R. Clinical problem solving in orthodontics and pediatric
dentistry. London: Elsevier; 2005. P. 23-7
28. Nasir, Nooman. Effect of orthodontic treatment on periodontal health.
Pakistan Oral & Dental Journal; 2011; 31(1): 13-15

115

LAMPIRAN

116

Anda mungkin juga menyukai