Anda di halaman 1dari 23

BAB 1.

PENDAHULUAN
Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis
pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap
(>300mg/24 jam atau >200g/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam
kurun waktu 3 sampai 6 bulan. (1 IPD) atau penurunan kecepatan filtrasi
glomerulus dan peningkatan tekanan darah arterial tetapi tanpa penyakit ginjal
lainnya atau penyakit kardiovaskuler.(2 Evy) kondisi ini merupakan salah satu
komplikasi diabete melitus yang paling serius dan paling sering menyebabkan
gagal ginjal stadium terminal (end stage renal disease) hampir diseluruh dunia.
Sekitar 40% penderita ESRD adalah pasien DM dengan komplikasi nefropati
diabetik.(2)
Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan penyebab utama
gagal ginjal terminal. Angka kejadian nefropati diabetik pada diabetes melitus tipe
1 dan 2 sebanding, tetapi insiden pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1
karena jumlah pasien DM tipe 2 lebih banyak daripada tipe 1. Di Amerika,
nefropati diabetik merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di antara
semua komplikasi diabetes melitus, dan penyebab kematian tersering adalah
karena komplikasi kardiovaskuler. (1)
Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskuler tersering yang
terjadi pada penderita DM di Amerika dan Eropa. Sekitar 20% sampai 30%
penderita kasus DM akan berkembang menjadi kasus nefropati diabetik. Setelah
20 tahun onset nefropati, 20% penderita DM akan mengalami gagal ginjal
terminal. Seiring dengan meningkatnya prevalensi DM, diperkirakan prevalensi
nefropati diabetik pun akan semakin meningkat. (2)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Nefropati diabetik merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal,
mempunyai hubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat atau
intoleransi glukosa. Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai
sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria
menetap (>300 mg/24 jam atau > 200 g/menit) pada minimal 2 kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.(1)
Nefropati diabetik dikarakteristikkan oleh triad hipertensi, proteinuria
dan kemudian gangguan fungsi ginjal. Terdapat lima stadium klasik yang
digambarkan oleh Mogensen, walaupun tidak terlalu akurat tetap merupakan
cara terbaik menggambarkan keadaan ini. Penggambaran ini berdasarkan
evaluasi fungsional penyakit ginjal dan pengukuran laju filtrasi glomerulus
serta albuminuria.3

Gambar 1. Stadium Klinis Nefropati Diabetik


Gejala nefropati diabetik dibagi menjadi beberapa tahap, yang paling
sederhana adalah 3 tahap, yaitu mikroalbuminuria (berlangsung 5-15 th);
makroalbuminuria (5-10 th); dan gagal ginjal terminal (3-6 th). Mogensen
membagi ND menjadi 5 tahap dengan menambahkan 2 tahap sebelum
mikroalbuminuria pada DM tipe 1. Tahap pertama adalah pembesaran ginjal

akibat hiperfiltrasi dan tahap kedua adalah silent stage dimana ekskresi
albumin normal tetapi struktur glomerolus berubah. (4)

2.2 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data yang diperoleh dari UK Renal Registry pada tahun
1998, penyakit ginjal diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal di
antara penderita yang menjalani terapi pengganti ginjal (16%). Dari angka
tersebut sebanyak 9,5% disebabkan oleh penyakit ginjal diabetik, (6,8%)
dilaporkan disebabkan oleh DM tipe I dan 2,7% disebabkan oleh DM tipe II.
Prevalensi mikroalbuminuria pada penderita yang menderita DM tipe I selama 30
tahun adalah sekitar 30 %. Sedangkan prevalensi mikroalbuminuria pada
penderita yang menderita DM tipe II selama 10 tahun adalah sekitar 20-25%.
Sumber lain menyebutkan dari hasil estimasi 12 sampai 14 juta penderita DM di
USA diperoleh bahwa 30% sampai 40% penderita DM tipe I akan mengalami
komplikasi menjadi gagal ginjal terminal sedangkan pada penderita DM tipe II
hanya sekitar 5-10% yang berkembang menjadi gagal ginjal terminal.5

Diagram 1. Penyebab Gagal Ginjal 5

2.3 ETIOLOGI
Secara ringkas, faktor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetik
sebagai berikut (1) :
a. Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160 mg/dl
(7,7-8,8 mmol/l)); A1C >7-8%.
b. Faktor-faktor genetis.
c. Kelainan hemodinamik ( peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus).


Hipertensi sistemik.
Sindroma resistensi insulin (sindroma metabolik).
Keradangan.
Perubahan permeabilitas pembuluh darah.
Asupan protein berlebih.
Gangguan metabolik.
Pelepasan growth factor.
Kelainan metabolisme karbohidrat/lemak/protein.
Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan

membran basalis glomerulus).


m. Gangguan pompa ion.
n. Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia).
o. Aktivasi protein kinase.
2.4 FAKTOR RESIKO
Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit yang penyebabnya multifaktor
mencakup faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor-faktor risiko DM antara
lain overweight (BMI 25), hipertensi (sistolik 140 mmHg), peningkatan LDL
(Low Density Llipoprotein) dan trigliserid ( 250 mg/dl), rendahnya kadar HDL
(High Density Lipoprotein) 35 mg/dl, gangguan toleransi glukosa, kurangnya
aktivitas fisik, ras, riwayat diabetes gestasional atau bayi lahir besar (>4 kg), dan
adanya riwayat penyakit pembuluh darah.

Banyak bukti penelitian yang menunjukkan bahwa penyebab timbulnya


gagal ginjal pada diabetes melitus adalah multifaktor, mencakup faktor metabolik,
4
hormon pertumbuhan dan cytokin, dan faktor vasoaktif. Sebuah penelitian di
Amerika

Serikat

menyimpulkan

bahwa

peningkatan

mikroalbuminuria

berhubungan dengan riwayat merokok, ras India, lingkar pinggang, tekanan

sistolik dan diastolik, riwayat hipertensi, kadar trigliserid, jumlah sel darah putih,
riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya, riwayat neuropati dan retinopati
sebelumnya. Penelitian lain di Inggris menyimpulkan bahwa faktor risiko
nefropati diabetk adalah 1) glikemia dan tekanan darah, 2) ras, 3) diet dan lipid, 4)
genetik. Dari sekian banyak faktor-faktor risiko tersebut, tidak semuanya bisa
dijelaskan patofisiologinya, namun beberapa sumber pustaka dan jurnal menulis
pembahasannya kurang lebih sebagai berikut:
Faktor Metabolik
Faktor metabolik yang sangat mempengaruhi progresivitas komplikasi
diabetes mellitus adalah hiperglikemi. Mekanismenya secara pasti belum
diketahui, namun hiperglikemi mempengaruhi timbulnya nefropati diabetik
melalui tiga jalur, yaitu glikasi lanjut, jalur aldose reduktase, dan aktivasi protein
kinase C (PKC) isoform.
Hormon Pertumbuhan dan Cytokin
Disebabkan efek promotif dan proliferatifnya, hormon pertumbuhan dan
cytokin dianggap berperan penting dalam progresivitas gangguan fungsi ginjal
akibat diabetes mellitus. Terutama growth hormone (GH) / Insuline like growth
factors (IGFs), TGF-s, dan vascular endothelial growth factors (VEGF) telah
diteliti memiliki efek yang signifikan terhadap penyakit ginjal diabetik.
Faktor-faktor vasoaktif
Beberapa hormon vasoaktif seperti kinin, prostaglandin, atrial natriuretik
peptide, dan nitrit oksida, memainkan peranan dalam perubahan hemodinamik
ginjal dan berimplikasi pada inisiasi dan progresi nefropati diabetik.

Ras
Bangsa yang paling banyak menderita nefropati diabetik adalah bangsa
Asia Selatan. Mereka memiliki resiko dua kali lipat terkena komplikasi
mikroalbuminuria dan proteinuria.
Diet dan Lipid

Beberapa penelitian membuktikan adanya penurunan kadar albumin urin


yang signifikan setelah dilakukan intervensi diet. Hasil penelitian ini konsisten
dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa terjadi perubahan kadar
albuminuria setelah dilakukan koreksi glikemik pada DM tipe 2. Perubahan ini
mungkin disebabkan karena perubahan hemodinamik akibat penurunan glikemia
dan juga mungkin disebabkan karena penurunan intake protein. Hubungan antara
kadar lipid plasma, albuminuria, dan gangguan fungsi ginjal juga dilaporkan oleh
sebuah penelitian dengan 585 sampel yang melakukan diet selama 3 tahun dan
berhasil menurunkan kadar albuminuria, tetapi kadar glukosa puasa dan trigliserid
bervariasi. Kadar trigliserid juga berhubungan dengan peningkatan albuminuria
dan proteinuria.
Genetik
Peran gen polimorfisme Angiotensin Converting Enzime (ACE), dan
angiotensinogen pada pasien dengan mikroalbuminuria telah dilaporkan oleh
sebuah penelitian dengan 180 sampel. Tidak ada hubungan yang signifikan antara
albuminuria dengan insersi dan delesi dalam gen ACE tetapi kadar albuminuri
meningkat pada pasien homozigot dengan genotip DD. Tetapi penelitian ini belum
cukup kuat untuk diambil sebuah kesimpulan.
Riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya
Nefropati diabetik, yang merupakan suatu penyakit ginjal kronis,
merupakan penyebab terjadinya gagal ginjal terminal yang juga merupakan
komplikasi dari penyakit kardiovaskuler. Mekanisme patogenesis antara penyakit
kardiovaskuler dan timbulnya nefropati diabetik belum diketahui dengan pasti.
Faktor risiko yang sudah diketahui menyebabkan timbulnya nefropati diabetik dan
penyakit kardiovaskular adalah hiperglikemi, hipertensi, peningkatan kadar
kolesterol LDL, dan albuminuria. Sedangkan faktor-faktor lain yang diduga
merupakan faktor risiko adalah hiperhomosisteinemia, inflamasi/stres oksidatif,
peningkatan produk akhir glikasi, dimetilarginin asimetrik, dan anemia.
2.5 PATOFISIOLOGI

Nefropati diabetik pada individu dengan DM tipe 1 awalnya dicirikan oleh


penebalan membran basal tubular dan glomerular, dengan ekspansi mesangial
progresif menyebabkan penurunan progresif dari permukaan filtrasi glomerular.
Bersamaan dengan itu, perubahan morfologi interstisial juga terjadi, beserta
hialinisasi dari arteriol aferen dan eferen glomerulus. Ekspansi mesangial dapat
difus (glomerulosklerosis diabetik) atau dengan bidang ekspansi mesangial yang
sudah ditandai, membentuk zona berbentuk bundar dan fibriler, dengan inti di
palisade (glomerulosklerosis nodular, nodus Kimmelstiel-Wilson). Ekspansi
mesangial adalah lesi kritis yang mengarah ke pengembangan menjadi hilangnya
fungsi ginjal, kerusakan pada tubular glomerular junction, ke tubulus dan
interstisiel menentukan progresi ESRD.(6)
Kerusakan

podosit

juga

muncul

untuk

terlibat

dalam

proses

glomerulosklerosis. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Pima Indian,


sangat rentan terhadap terjadinya nefropati diabetik, sejumlah kecil podosit per
glomerulus adalah prediktor paling besar dari peningkatan UAE (Urinary
Albumin Excretion) dan klinis untuk klinis nefropati diabetik. Ketika temuan ini
hadir, individu denga normoalbuminuric memiliki risiko lebih tinggi berkembang
menjadi penyakit ginjal dibanding mereka yang tidak memiliki lesi podosit. Selain
itu, nephrine, protein yang disintesis oleh podosit dan dianggap penting untuk
stabilitas barrier glomerular, ekspresinya berkurang pada nefropati diabetik.
Penggunaan ACE inhibitor menghasilkan ekspresi nephrine pada tingkat yang
sama dengan individu dengan DM tanpa nefropati diabetik.(6)
Dalam subkelompok pasien dengan DM, hilangnya fungsi ginjal
mendahului perkembangan mikroalbuminuria. Kelompok ini menyajikan lesi
glomerular lebih dulu daripada terjadinya mikroalbuminuria.(6)
Lesi ginjal pada individu dengan DM tipe 2 lebih kompleks dibandingkan
pada individu dengan DM tipe 1. Prevalensi lesi ginjal yang non-khas untuk DM
pada individu dengan DM tipe 2 tinggi, mencapai 10 - 30% dari subyek dengan
proteinuria. Minoritas, aspek histopatologi mirip dengan lesi khas subyek dengan

DM tipe 1. Sisanya menyajikan nefropati diabetik ringan atau tidak ada, dengan
atau

tanpa

perubahan

tubulointerstitial,

perubahan

arteriolar

atau

glomerulosklerosis difus. Tubulopati ini kemungkinan berhubungan dengan


hiperglikemia persisten dan perubahan yang berkaitan dengan usia, aterosklerosis
dan hipertensi arteri (8). Meskipun terdapat heterogenitas dari lesi dan dampak dari
penyakit seperti hipertensi arteri pada individu dengan DM tipe 2, dalam
kelompok besar individu dengan DM tipe 2, keparahan dari lesi berkorelasi
dengan perkembangan nefropati diabetik dan kecepatan turunnya GFR.(6)
Mekanisme patofisiologi
1. Faktor Hemodinamik
Dalam tahap awal, nefropati diabetik dicirikan oleh hiperfiltrasi
glomerular karena pengurangan tahanan arteriol eferen dan aferen glomerulus,
dan peningkatan konsekuen perfusi ginjal. Meskipun mekanisme yang mengarah
pada hiperfiltrasi glomerular tidak jelas, obesitas dan pelepasan sejumlah faktor
pro inflamasi dan faktor pertumbuhan yang terjadi pada DM tampaknya memiliki
peran. Dalam studi ini, jumlah endotelin 1 (ET-1), suatu vasokonstriktor yang
penting, berkorelasi dengan UAE, jumlahnya dalam plasma semakin tinggi secara
progresif menurut tingkat nefropati diabetik yang lebih tinggi. Ini defek awal
autoregulasi perfusi ginjal yang memudahkan albumin bocor dari kapiler ke
glomerulus ginjal, dan menyebabkan peningkatan kompensasi dari matriks
mesangial, penebalan membran basal glomerulus dan kerusakan podosit.
Albuminuria juga mengaktifkan serangkaian jalur inflamasi melalui sel tubular
dan mendukung proses ini. Selain itu, stres mekanis yang dihasilkan dari
hiperperfusi ginjal menyebabkan pelepasan sitokin (TNF- ), faktor pertumbuhan
(VEGF, TGF- 1), kolesterol dan trigliserida lokal yang menginduksi akumulasi
protein dari matriks ekstraseluler, yang mengarah ke ekspansi mesangial dan
glomerulosklerosis. Penurunan TGF- 1 dengan menghalangi sistem reninangiotensin-aldosteron menghambat perkembangan nefropati diabetik dan
mempertahankan morfologi glomerular.(6)
2. Hiperglikemia Dan Produk Lanjutan Dari Glikosilasi Non-Enzimatik

Hiperglikemia persisten merupakan faktor risiko yang kuat untuk nefropati


diabetik dan menyebabkan proliferasi sel mesangial dan matriksnya, serta
penebalan membran basal. Hiperglikemia meningkatkan ekspresi vascular
endothelial growth factor (VEGF) di podosit, menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular. Hiperglikemia juga meningkatkan produk generasi lanjut
glikosilasi non-enzimatik dari protein melalui aktivasi jalur reduktase aldol dan
protein kinase C (PKC). Produk akhir glikosilasi non-enzimatik terikat pada
kolagen dan protein yang membentuk membran basal glomerulus dan membuat
barrier glomerular lebih permeabel terhadap bagian dari protein, sehingga UAE
meningkat.(6)
3. Sitokin
Serangkaian marker peradangan yang beredar seperti C reactive protein,
interleukin 1, 6 dan 18, dan faktor nekrosis tumor meningkat pada nefropati
diabetik, dan jumlahnya berkorelasi dengan albuminuria dan pengembangan
menjadi ESRD. Selain itu, hiperglikemia, TGF- 1 dan angiotensin II merangsang
sekresi VEGF, menyebabkan produksi oksida nitrat endotel, vasodilatasi dan
hiperfiltrasi glomerular. Hiperglikemia, mungkin dimediasi oleh stres oksidatif,
juga mendorong angiotensin II untuk mensintesis TGF- , kolagen tipe IV dan
fibronektin, yang kemudian memberikan kontribusi untuk glomeruloskelerosis
progresif.(6)
Faktor inflamasi juga terlibat dalam pengembangan lesi tubulointerstitial,
dan muncul untuk membentuk akumulasi makrofag di celah tubular pada hewan
model yang dirancang untuk belajar nefropati diabetik. Makrofag juga
memproduksi radikal bebas, sitokin inflamasi dan protease yang menginduksi
kerusakan tubular. Lebih jauh lagi, glomerulus dan sel-sel ginjal juga
memproduksi serangkaian faktor inflamasi ketika mereka dihadapkan pada
hiperfiltrasi glomerulus dan meningkatnya UEA, mengintensifkan proses ini.(6)
Teori patogenesis nefropati diabetik menurut Viberti (7):
1. Hiperglikemia

Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dalam penelitiannya


mengatakan bahwa penurunan kadar glukosa darah dan kadar HbA1c pada
penderita DM tipe 1 dapat menurunkan resiko perkembangan nefropati diabetik.
Perbaikan kontrol glukosa pada penderita DM tipe 2 dapat mencegah kejadian
mikroalbuminuria. Keadaan mikroalbuminuria akan memperberat kejadian
nefropati diabetik. Dengan bukti-bukti ini menunjukkan bahwa hubungan antara
hiperglikemia dengan nefropati tidak ada yang meragukan, ini tampak pada
kenyataan bahwa nefropati dan komplikasi mikroangiopati dapat kembali normal
bila kadar glukosa darah terkontrol.
2. Glikosilasi Non Enzimatik
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi non enzimatik
asam amino dan protein. Terjadi reaksi antara glukosa dengan protein yang akan
menghasilkan

produk

AGEs

(Advanced

Glycosylation

End

Products).

Penimbunan AGEs dalam glomerulus maupun tubulus ginjal dalam jangka


panjang akan merusak membrane basalis dan mesangium yang akhirnya akan
merusak seluruh glomerulus.
3. Polyolpathway
Dalam polyolpathway, glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim
aldose reduktase. Di dalam ginjal enzim aldose reduktase merupakan peran utama
dalam merubah glukosa menjadi sorbitol. Bila kadar glukosa darah meningkat
maka sorbitol akan meningkat dalam sel ginjal dan akan mengakibatkan
berkurangnya kadar mioinositol, yang akan mengganggu osmoregulasi sel
sehingga hingga sel itu rusak.
4. Glukotoksisitas
Konsistensi dengan penemuan klinik bahwa hiperglikemia berperan dalam
perkembangan nefropati diabetik, studi tentang sel ginjal dan glomerulus yang
diisolasi menunjukkan bahwa konsentrasi glukosa yang tinggi akan menambah
penimbunan matriks ekstraseluler. Menurut Lorensi, glukosa mempunyai efek

10

toksis terhadap sel, begitu pula terhadap sel ginjal, sehingga dapat terjadi
nefropati diabetik.
5. Hipertensi
Hipertensi mempunyai peranan penting dalam patogenesis nefropati
diabetik disamping hiperglikemi. Penelitian menunjukkan bahwa penderita
diabetes dengan hipertensi lebih banyak mengalami nefropati dibandingkan
penderita diabetes tanpa hipertensi. Hemodinamik dan hipertrofi mendukung
adanya hipertensi sebagai penyebab terjadinya hipertensi glomeruler dan
hiperfiltrasi. Hiperfiltrasi dari neuron yang sehat lambat laun akan menyebabkan
sklerosis dari nefron tersebut. Jika dilakukan penurunan tekanan darah, maka
penyakit ini akan reversibel.
6. Proteinuria
Proteinuria merupakan prediktor independent dan kuat dari penurunan
fungsi ginjal baik pada nefropati diabetik maupun glomerulopati progresif
lainnya. Adanya hipertensi renal dan hiperfiltrasi akan menyebabkan terjadinya
filtrasi protein, dimana pada keadaan normal tidak terjadi. Proteinuria yang
berlangsung lama dan berlebihan akan menyebabkan kerusakan tubulo-interstisiel
dan progresifitas penyakit. Bila reabsorbsi tubuler terhadap protein meningkat
maka akan terjadi akumulasi protein dalam sel epitel tubuler dan menyebabkan
pelepasan sitokin inflamasi seperti endotelin I, osteoponin, dan monocyte
chemotractant protein-I (MCP-1). Faktor-faktor ini akan merubah ekspresi dari
pro-inflamatory

dan

fibritic

cytokines

dan

infiltrasi

sel

mononuclear,

menyebabkan kerusakan dari tubulo-interstisiel dan akhirnya terjadi renal scarring


dan insufisiensi.
Pada diabetes, perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah
pembesaran ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan
direabsorbsi oleh tubulus dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan
efek insulin (eksogen pada IDDM dan endogen pada NIDDM) yang merangsang
reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan volume ekstrasel meningkat,
terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih sensitive terhadap
pengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen,dan mungkin inilah yang dapat

11

menerangkan

mengapa

pada

diabetes

yang

tidak

terkendali

tekanan

intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.(8)


2.6 GAMBARAN KLINIK
Progresifitas kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat dibedakan
dalam 5 tahap (9):
1. Stadium I (Hyperfiltration-Hypertrophy Stage)
Secara klinik pada tahap ini akan dijumpai:
Hiperfiltrasi: meningkatnya laju filtrasi glomerulus mencapai 20-50% diatas
nilai normal menurut usia.
Hipertrofi ginjal, yang dapat dilihat melaui foto sinar x.
Glukosuria disertai poliuria.
Mikroalbuminuria lebih dari 20 dan kurang dari 200 ug/min.
2. Stadium II (Silent Stage)
Ditandai dengan:
Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (<20ug/min).
Sebagian penderita menunjukkan penurunan laju filtrasi glomerulus ke
normal.
Awal kerusakan struktur ginjal
3. Stadium III (Incipient Nephropathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan:
Awalnya dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang selanjutnya mulai
menurun
Mikroalbuminuria 20 sampai 200ug/min yang setara dengan eksresi protein
30-300mg/24j.
Awal Hipertensi.
4. Stadium IV (Overt Nephroathy Stage)
Stadium ini ditandai dengan:
Proteinuria menetap (> 0,5gr/24j).
Hipertensi
Penurunan laju filtrasi glomerulus.
5. Stadium V (End Stage Renal Failure)
Pada stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan dijumpai
fibrosis ginjal. Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk sampai pada
stadium IV dan 5-7 tahun kemudian akan sampai stadiumV.
12

Ada perbedaan gambaran klinik dan patofisiologi nefropati diabetika antara


diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan tipe II (NIDDM).
Mikroalbuminuria seringkali dijumpai pada NIDDM saat diagnosis
ditegakkan dan keadaan ini seringkali reversibel dengan perbaikan status
metaboliknya. Adanya mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan
prognosis yang buruk.
Tahap
1

Kondisi Ginjal
Hipertrofi

AER
N

LFG

TD
N

Prognosis
Reversibel

/N

Mungkin

Hiperfungsi
2

Kelainan struktur

reversibel
3

Mikroalbuminuria
persisten

Makroalbuminuria
Proteinuria

20-200

/N

mg/menit
>200

Mungkin
reversibel

Rendah

Hipertensi

mg/menit

Mungkin
bisa
stabilisasi

Uremia

Tinggi

<10

/Rendah

ml/menit

Hipertensi

Kesintasan
2 tahun +
50 %

Keterangan :

AER = Albumin Excretion Rate


LFG = Laju Filtration Glomerulus (GFR)
N = Normal
TD = Tekanan Darah

2.7 Diagnosis
Atas dasar penelitian kasus-kasus di Surabaya, maka berdasarkan visibilitas,
diagnosis, manifestasi klinik, dan prognosis, telah dibuat kriteria diagnosis
klasifikasi nefropati diabetika tahun 1983 yang praktis dan sederhana. Diagnosis
nefropati diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti di bawah ini:
1. DM

13

2. Retinopati diabetika
3.
Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa
penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan plus kadar
kreatinin serum > 2,5mg/dl.
Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:
1. Anamnesis
Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas
dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polipagi,
penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar
sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impotensi.(8)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Mata
Pada nefropati diabetika didapatkan kelainan pada retina yang merupakan
tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan funduskopi, berupa :
1) Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam
kapiler retina.
2) Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah kapiler
vena.
3) Eksudat berupa :
a) Hard exudates, berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang lama.
b) Cotton wool patches, berwarna putih, tak berbatas tegas, dihubungkan
dengan iskemia retina.
4) Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
kapiler.
5) Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas
mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
6) Neovaskularisasi
Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau CRF end stage,
didapatkan perubahan pada :
Cor : cardiomegali
Pulmo : oedem pulmo
3. Pemeriksaan Laboratorium

14

Proteinuria yang persisten selama 2 kali pemeriksaan dengan interval 2


minggu tanpa ditemukan penyebab proteinuria yang lain atau proteinuria satu
kali pemeriksaan plus kadar kreatinin serum > 2,5 mg/dl. 8
2.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan pengelolaan nefropati diabetik adalah mencegah atau menunda
progresifitas penyakit ginjal dan memperbaiki kualitas hidup pasien sebelum
menjadi gagal ginjal terminal.
a.

Evaluasi
Penurunan fungsi ginjal harus sudah diperiksa pada awal
ditegakkannya diagnosis diabetes melitus dan pada saat pengobatan rutin.
Pemantauan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap adanya
mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens kreatinin.
Pemantauan Fungsi Ginjal pada Pasien Diabetes
Tes
Penentuan

Evaluasi awal
Follow Up
Sesudah
pengendalian Diabetes tipe 1 : tiap tahun

mikroalbuminurin

gula darah awal (dalam 3 setelah 5 tahun.

Klierens Kreatinin

bulan

diagnosis Diabetes tipe 2 : tiap tahun

ditegakkan)
Saat awal

setelah diagnosis ditegakkan.


diagnosis Tiap 1-2 tahun sampai laju

ditegakkan

filtrasi

glomerulus

ml/menit/1,73m2,
Kreatinin serum

Saat

awal

ditegakkan

kemudian

tiap tahun atau lebih sering.


diagnosis Tiap tahun atau lebih sering
tergantung

dari

penurunan fungsi ginjal.

b.

Terapi
Prinsip tatalaksana nefropati diabetik adalah melalui :
1) pengendalian gula darah (olahraga, diet, OAD)

15

<100

laju

2) pengendalian tekanan darah (diet rendah garam, obat antihipertensi),


target TD pada nefropati diabetik <130/80 mmHg.
3) perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein, pemberian ACE-I dan
ARB)
4) pengendalian faktor ko-morbiditas lain (pengendalian kadar lemak,
mengurangi obesitas, dll).
Non farmakologis : menerapkan gaya hidup sehat yaitu olah raga rutin
(berjalan 3-5 km/hari dengan kecepatan sekitar 10-12 menit/km, 4-5
kali seminggu), diet (pembatasan asupan garam 4-5 /hari serta asupan
protein 0,8 g/kg bb ideal/hari), menghentikan merokok, membatasi
alkohol.
Farmakologis : OAH yang dianjurkan adalah ACE-I atau ARB.
c.

Rujukan
Pasien dengan LFG < 60 ml/menit/1,73m2 atau jika ada kesulitan
dalam mengatasi hipertensi atau hiperkalemia perlu dirujuk ke dokter yang
ahli dalam perawatan nefropati diabetik. Jika LFG < 30 ml/menit/1,73 m 2
atau jika pasien beresiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang cepat
atau diagnosis dan prognosis pasien diragukan.

1. Nefropati Diabetik Pemula (Incipatien Diabetic Nephropathy)


a. Pengendalian Hiperglikemia
Pengendalian hiperglikemia merupakan langkah penting untuk mencegah
atau mengurangi semua komplikasi makroangiopati dan mikroangiopati.
1) Diet
Diet harus sesuai dengan rekomendasi dari Sub Unit Endokrinologi &
Metabolisme, misalnya diet khusus untuk pasien dengan obesitas. Variasi
diet dengan pembatasan protein hewani, ini bersifat individual tergantung
dari penyakit penyerta, misalnya :
- Hiperkolesterolemia
- Urolitiasis (misal batu kalsium)

16

- Hiperurikemia dan artritis Gout


- Hipertensi esensial
2) Pengendalian Hiperglikemia
a) Insulin
Optimalisasi terapi insulin eksogen sangat penting
Normalisasi metabolisme seluler dapat mencegah penimbunan
toksin seluler (polyol) dan metabolitnya (myoinocitol)
Insulin dapat mencegah kerusakan glomerulus
Mencegah dan mengurangi glikolisis protein glomerulus yang
dapat menyebabkan penebalan membran basal dan hilangnya
kemampuan untuk seleksi protein dan kerusakan glomerulus
(permselectivity).
Memperbaiki fatal tubulus proksimal dan mencegah reabsorpsi
glukosa sebagai pencetus nefromegali. Kenaikan konsentrasi
urinary N-acetyl Dglucosaminidase (NAG) sebagai petanda
hipertensi esensial dan nefropati.
Mengurangi dan menghambat stimulasi growth hormone (GH) atau
insulin-like growth factors (IGF-I) sebagai pencetus nefromegali.
Mengurangi capillary glomerular pressure (Poc)
b) Obat antidiabetik oral (OADO)
Alternatif pemberian OADO terutama untuk pasien-pasien dengan
tingkat edukasi rendah sebagai upaya memelihara kepatuhan
(complience). Pemilihan macam/tipe OADO harus diperhatikan efek
farmakologi dan farmakokinetik antara lain :
a). Eliminasi dari tubuh dalam bentuk obat atau metabolitnya.
b). Eliminasi dari tubuh melalui ginjal atau hepar.
c). Perbedaan efek penghambat terhadap arterial smooth muscle cell
(ASMC).
d). Retensi Na+ sehingga menyebabkan hipertensi.
b. Pengendalian Hipertensi
Pengelolaan hipertensi pada diabetes sering mengalami kesulitan
berhubungan dengan banyak faktor antara lain : (a) efikasi obat

17

antihipertensi sering mengalami perubahan, (b) kenaikan risiko efek


samping, (c) hiperglikemia sulit dikendalikan, (d) kenaikan lipid serum.
Sasaran terapi hipertensi terutama mengurangi/mencegah angka
morbiditas dan mortalitas penyakit sistem kardiovaskuler dan mencegah
nefropati diabetik. Pemilihan obat antihipertensi lebih terbatas dibandingkan
dengan pasien enzim angiotensin-corverting (EAC)
1) Golongan Penghambat Enzim Angiotensin-Coverting (EAC)
Hasil studi invitro pada manusia penghambat EAC dapat mempengaruhi
efek Ang-II (sirkulasi dan jaringan).
2) Golongan Antagonis Kalsium
Mekanisme potensial untuk meningkatkan risiko (efek samping):
Efek inotrofik negatif
Efek pro-aritmia
Efek pro-hemoragik
Peneliti lain masih mengajurkan nifedipine GITSs atau non dihydropiridine.
3) Obat-Obat Antihipertensi Lainnya
dapat diberikan tetapi harus memperhatikan kondisi setiap pasien :
Blokade b-kardioselektif dengan aktivitaas intrinsic simpatetik minimal
misal atenolol.
Antagonis reseptor a-II misal prozoasin dan doxazosin.
Vasodilator murni seperti apresolin, minosidil kontra indikasi untuk
pasien yang sudah diketahui mengidap infark miokard.
c. Mikroalbuminuria
1) Pembatasan protein hewani
Sudah lebih abad (50 tahun) diketahui bahwa diet rendah
protein (DRP) mencegah progresivitas perjalanan penyakit dari penyakit
ginjal eksperimen, tetapi mekanismenya masih belum jelas.
Pembatasan konsumsi protein hewani (0,6-0,8 per kg BB per hari)
dapat mengurangi nefromegali, memperbaiki struktur ginjal pada
nefropati diabetik (ND) stadium dini Hipotesis DRP untuk mencegah
progresivitas kerusakan ginjal:
a) Efek hemodinamik
Perubahan hemodinamik intrarenal terutama penurunan LFG, plasma
flow rate (Q) dan perbedaan tekanan-tekanan hidrolik transkapiler,
18

berakhir dengan penurunan tekanan kapiler glomerulus (PGC =


capillarry glomerular preessure)
b) Efek non-hemodinamik
Memperbaiki selektivitas glomerulus
Kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus menyebabkan
transudasi circulating macromolecules termasuk lipid ke dalam ruang
subendotelial

dan

mesangium.

Lipid

terutama

oxidize

LDL

merangsang sintesis sitokin dan chemoattractant dan penimbunan selsel inflamasi terutama monosit dan makrofag.
Penurunan ROS
Bila pH dalam tubulus terutama lisosom bersifat asam dapat
menyebabkan disosiasi Fe dari transferrin akibat endositosis.
Kenaikan konsentrasi Fe selular menyebabkan pembentukan ROS.
Penurunan hipermetabolisme tubular
Konsumsi (kebutuhan) O2 meningkat pada nefron yang masih utuh
(intac), diikuti peningkatan transport Na+ dalam tubulus dan
merangsang pertukaran Na+/H+. DRP diharapkan dapat mengurangi
energi untuk transport ion dan akhirnya mengurangi hipermetabolisme
tubulus.
Mengurangi growth factors & systemic hormones
Growth factors memegang peranan penting dalam mekanisme
progresivitas kerusakan nefron (sel-sel glomerulus dan tubulus).
DRP diharapkan dapat mengurangi :
Pembentukan transforming growth factor beta (TGF-b dan plateletderived growth factors (PDGF).
Konsentrasi insulin-like growth factors (IGF-1), epithelial-derived
growth factors (EDGF), Ang-II (lokal dan sirkulasi), dan
parathyroid hormones (PTH).
c) Efek antiproteinuria dari obat antihipertensi
Penghambat enzim angiotensin-converting (EAC) sebagai terapi tunggal
atau kombinasi dengan antagonis kalsium non-dihydropiridine dapat
mengurangi proteinuria disertai stabilisasi faal ginjal.
2. Nefropati Diabetik Nyata (Overt Diabetic Nephropathy)
19

Manajemen nefropati diabetik nyata tergantung dari gambaran klinis; tidak


jarang melibatkan disiplin ilmu lain.
Prinsip umum manajemen nefropati diabetik nyata :
a. Manajemen Utama (esensi)
1) Pengendalian hipertensi
a) Diet rendah garam (DRG)
Diet rendah garam (DRG) kurang dari 5 gram per hari penting
untuk mencegah retensi Na+ (sembab dan hipertensi) dan meningkatkan
efektivitas obat antihipertensi yang lebih poten.
b) Obat antihipertensi
Pemberian antihipertensi pada diabetes mellitus merupakan
permasalahan tersendiri. Bila sudah terdapat nefropati diabetik disertai
penurunan faal ginjal, permasalahan lebih rumit lagi.
Beberapa permasalahan yang harus dikaji sebelum pemilihan obat
antihipertensi antara lain :
Efek samping misal efek metabolik
Status sistem kardiovaskuler.
- Miokard iskemi/infark
- Bencana serebrovaskuler
Penyesuaian takaran bila sudah terdapat insufisiensi ginjal.
2) Antiproteinuria
a) Diet rendah protein (DRP)
DRP (0,6-0,8 gram per kg BB per hari) sangat penting untuk
mencegah progresivitas penurunan faal ginjal.
b) Obat antihipertensi
Semua obat antihipertensi dapat menurunkan tekanan darah sistemik,
tetapi tidak semua obat antihipertensi mempunyai potensi untuk
mengurangi ekskresi proteinuria.
Penghambat EAC
Banyak laporan uji klinis memperlihatkan penghambat EAC paling
efektif untuk mengurangi albuminuria dibandingkan dengan obat
antihipertensi lainnya.
Antagonis kalsium

20

Laporan studi meta-analysis memperlihatkan antagonis kalsium


golongan nifedipine kurang efektif sebagai nantiproteinuric agent
pada nefropati diabetik dan nefropati non-diabetik.
Kombinasi penghambat EAC dan antagonis kalsium non
dihydropyridine.
Penelitian invitro dan invivo pada nefropati diabetic (DMT)
kombinasi

penghambar

EAC

dan

antagonis

kalsium

non

dihydropyridine mempunyai efek.


c) Optimalisasi terapi hiperglikemia
Keadaan

hiperglikemi

harus

segera

dikendalikan

menjadi

normoglikemia dengan parameter HbA1c dengan insulin atau obat


antidiabetik oral (OADO).
b. Managemen Substitusi
Program managemen substitusi tergantung dari kompliaksi kronis
lainnya

yang

berhubungan

dengan

penyakit

makroangiopati

dan

mikroangiopati lainnya.
1) Retinopati diabetik
Terapi fotokoagulasi
2) Penyakit sistem kardiovaskuler
Penyakit jantung kongestif
Penyakit jantung iskemik/infark
3) Bencana serebrovaskuler
Stroke emboli/hemoragik
4) Pengendalian hiperlipidemia
Dianjurkan golongan simvastatin karena dapat mengurangi konsentrasi
kolesterol-LDL.
3. Nefropati Diabetik Tahap Akhir (End Stage Diabetic Nephropathy)
Gagal ginjal termasuk (GGT) diabetik. Saat dimulai (inisiasi)
program terapi pengganti ginjal sedikit berlainan pada GGT diabetik dan
GGT non-diabetik karena faktor indeks komorbiditas. Pemilihan macam
terapi pengganti ginjal yang bersifat individual tergantung dari umur,
penyakit penyerta dan faktor indeks ko-morbiditas.

21

BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nefropati diabetik merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal yang
ditandai dengan albuminuria menetap (> 300 mg/24 jam atau > 200 g/menit)
pada minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Apabila
tanda-tanda tersebut dapat diketahui secara dini, penderita bisa mendapat bantuan
untuk mengubah atau menyesuaikan gaya hidup agar bisa lebih memperlambat
kegagalan tersebut, atau bahkan menghentikan kegagalan ginjal tersebut,
tergantung dari penyebabnya.
Tujuan pengelolaan nefropati diabetik adalah mencegah atau menunda
progresifitas penyakit ginjal dan memperbaiki kualitas hidup pasien sebelum
menjadi gagal ginjal terminal.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Hendromartono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV : Nefropati
Diabetik. Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
2. Fernando Gerchman, Amely PS Balthazar, Flvio CS Thomazelli, Jorge D
Matos, Lus H Canani. Diabetic Nephropathy. Diabetology & Metabolic
Syndrome 2009, 10.1186/1758-5996-1-10
3. Sumantri, Stevent. 2010. Sindrom metabolik dan Nefropati Diabetik pada
Diabetes Melitus tipe 2. Departemen Ilmu Penyakit Dalam. FKUI-RSCM.
4. Probosari, Enny. Faktor ResikoGagal Ginjal Pada Diabetes Melitus.
5. Sunaryanto, Andik. 2010. Penatalaksanaan Penderita Dengan Diabetik
Nefropathy. SMF Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi. RSUP Sanglah
Denpasar.
6. Sofa, Chasani. 2007. Naskah Lengkap Diabetes Melitus Ditinjau dari
Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Semarang, CV.Agung.
7. Sukandar E. 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropati Klinik.
Edisi ke-2. Penerbit ITB. Bandung. Hal 274-281.
8. Lestariningsih. 2004. Hipergensi pada Diabetik PIT V PERKENI
2004.Semarang. hal 1-5.

23

Anda mungkin juga menyukai