PENDAHULUAN
Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis
pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap
(>300mg/24 jam atau >200g/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam
kurun waktu 3 sampai 6 bulan. (1 IPD) atau penurunan kecepatan filtrasi
glomerulus dan peningkatan tekanan darah arterial tetapi tanpa penyakit ginjal
lainnya atau penyakit kardiovaskuler.(2 Evy) kondisi ini merupakan salah satu
komplikasi diabete melitus yang paling serius dan paling sering menyebabkan
gagal ginjal stadium terminal (end stage renal disease) hampir diseluruh dunia.
Sekitar 40% penderita ESRD adalah pasien DM dengan komplikasi nefropati
diabetik.(2)
Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan penyebab utama
gagal ginjal terminal. Angka kejadian nefropati diabetik pada diabetes melitus tipe
1 dan 2 sebanding, tetapi insiden pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1
karena jumlah pasien DM tipe 2 lebih banyak daripada tipe 1. Di Amerika,
nefropati diabetik merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di antara
semua komplikasi diabetes melitus, dan penyebab kematian tersering adalah
karena komplikasi kardiovaskuler. (1)
Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskuler tersering yang
terjadi pada penderita DM di Amerika dan Eropa. Sekitar 20% sampai 30%
penderita kasus DM akan berkembang menjadi kasus nefropati diabetik. Setelah
20 tahun onset nefropati, 20% penderita DM akan mengalami gagal ginjal
terminal. Seiring dengan meningkatnya prevalensi DM, diperkirakan prevalensi
nefropati diabetik pun akan semakin meningkat. (2)
2.1 DEFINISI
Nefropati diabetik merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal,
mempunyai hubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat atau
intoleransi glukosa. Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai
sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria
menetap (>300 mg/24 jam atau > 200 g/menit) pada minimal 2 kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.(1)
Nefropati diabetik dikarakteristikkan oleh triad hipertensi, proteinuria
dan kemudian gangguan fungsi ginjal. Terdapat lima stadium klasik yang
digambarkan oleh Mogensen, walaupun tidak terlalu akurat tetap merupakan
cara terbaik menggambarkan keadaan ini. Penggambaran ini berdasarkan
evaluasi fungsional penyakit ginjal dan pengukuran laju filtrasi glomerulus
serta albuminuria.3
akibat hiperfiltrasi dan tahap kedua adalah silent stage dimana ekskresi
albumin normal tetapi struktur glomerolus berubah. (4)
2.2 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data yang diperoleh dari UK Renal Registry pada tahun
1998, penyakit ginjal diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal di
antara penderita yang menjalani terapi pengganti ginjal (16%). Dari angka
tersebut sebanyak 9,5% disebabkan oleh penyakit ginjal diabetik, (6,8%)
dilaporkan disebabkan oleh DM tipe I dan 2,7% disebabkan oleh DM tipe II.
Prevalensi mikroalbuminuria pada penderita yang menderita DM tipe I selama 30
tahun adalah sekitar 30 %. Sedangkan prevalensi mikroalbuminuria pada
penderita yang menderita DM tipe II selama 10 tahun adalah sekitar 20-25%.
Sumber lain menyebutkan dari hasil estimasi 12 sampai 14 juta penderita DM di
USA diperoleh bahwa 30% sampai 40% penderita DM tipe I akan mengalami
komplikasi menjadi gagal ginjal terminal sedangkan pada penderita DM tipe II
hanya sekitar 5-10% yang berkembang menjadi gagal ginjal terminal.5
2.3 ETIOLOGI
Secara ringkas, faktor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetik
sebagai berikut (1) :
a. Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160 mg/dl
(7,7-8,8 mmol/l)); A1C >7-8%.
b. Faktor-faktor genetis.
c. Kelainan hemodinamik ( peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
Serikat
menyimpulkan
bahwa
peningkatan
mikroalbuminuria
sistolik dan diastolik, riwayat hipertensi, kadar trigliserid, jumlah sel darah putih,
riwayat penyakit kardiovaskuler sebelumnya, riwayat neuropati dan retinopati
sebelumnya. Penelitian lain di Inggris menyimpulkan bahwa faktor risiko
nefropati diabetk adalah 1) glikemia dan tekanan darah, 2) ras, 3) diet dan lipid, 4)
genetik. Dari sekian banyak faktor-faktor risiko tersebut, tidak semuanya bisa
dijelaskan patofisiologinya, namun beberapa sumber pustaka dan jurnal menulis
pembahasannya kurang lebih sebagai berikut:
Faktor Metabolik
Faktor metabolik yang sangat mempengaruhi progresivitas komplikasi
diabetes mellitus adalah hiperglikemi. Mekanismenya secara pasti belum
diketahui, namun hiperglikemi mempengaruhi timbulnya nefropati diabetik
melalui tiga jalur, yaitu glikasi lanjut, jalur aldose reduktase, dan aktivasi protein
kinase C (PKC) isoform.
Hormon Pertumbuhan dan Cytokin
Disebabkan efek promotif dan proliferatifnya, hormon pertumbuhan dan
cytokin dianggap berperan penting dalam progresivitas gangguan fungsi ginjal
akibat diabetes mellitus. Terutama growth hormone (GH) / Insuline like growth
factors (IGFs), TGF-s, dan vascular endothelial growth factors (VEGF) telah
diteliti memiliki efek yang signifikan terhadap penyakit ginjal diabetik.
Faktor-faktor vasoaktif
Beberapa hormon vasoaktif seperti kinin, prostaglandin, atrial natriuretik
peptide, dan nitrit oksida, memainkan peranan dalam perubahan hemodinamik
ginjal dan berimplikasi pada inisiasi dan progresi nefropati diabetik.
Ras
Bangsa yang paling banyak menderita nefropati diabetik adalah bangsa
Asia Selatan. Mereka memiliki resiko dua kali lipat terkena komplikasi
mikroalbuminuria dan proteinuria.
Diet dan Lipid
podosit
juga
muncul
untuk
terlibat
dalam
proses
DM tipe 1. Sisanya menyajikan nefropati diabetik ringan atau tidak ada, dengan
atau
tanpa
perubahan
tubulointerstitial,
perubahan
arteriolar
atau
produk
AGEs
(Advanced
Glycosylation
End
Products).
10
toksis terhadap sel, begitu pula terhadap sel ginjal, sehingga dapat terjadi
nefropati diabetik.
5. Hipertensi
Hipertensi mempunyai peranan penting dalam patogenesis nefropati
diabetik disamping hiperglikemi. Penelitian menunjukkan bahwa penderita
diabetes dengan hipertensi lebih banyak mengalami nefropati dibandingkan
penderita diabetes tanpa hipertensi. Hemodinamik dan hipertrofi mendukung
adanya hipertensi sebagai penyebab terjadinya hipertensi glomeruler dan
hiperfiltrasi. Hiperfiltrasi dari neuron yang sehat lambat laun akan menyebabkan
sklerosis dari nefron tersebut. Jika dilakukan penurunan tekanan darah, maka
penyakit ini akan reversibel.
6. Proteinuria
Proteinuria merupakan prediktor independent dan kuat dari penurunan
fungsi ginjal baik pada nefropati diabetik maupun glomerulopati progresif
lainnya. Adanya hipertensi renal dan hiperfiltrasi akan menyebabkan terjadinya
filtrasi protein, dimana pada keadaan normal tidak terjadi. Proteinuria yang
berlangsung lama dan berlebihan akan menyebabkan kerusakan tubulo-interstisiel
dan progresifitas penyakit. Bila reabsorbsi tubuler terhadap protein meningkat
maka akan terjadi akumulasi protein dalam sel epitel tubuler dan menyebabkan
pelepasan sitokin inflamasi seperti endotelin I, osteoponin, dan monocyte
chemotractant protein-I (MCP-1). Faktor-faktor ini akan merubah ekspresi dari
pro-inflamatory
dan
fibritic
cytokines
dan
infiltrasi
sel
mononuclear,
11
menerangkan
mengapa
pada
diabetes
yang
tidak
terkendali
tekanan
Kondisi Ginjal
Hipertrofi
AER
N
LFG
TD
N
Prognosis
Reversibel
/N
Mungkin
Hiperfungsi
2
Kelainan struktur
reversibel
3
Mikroalbuminuria
persisten
Makroalbuminuria
Proteinuria
20-200
/N
mg/menit
>200
Mungkin
reversibel
Rendah
Hipertensi
mg/menit
Mungkin
bisa
stabilisasi
Uremia
Tinggi
<10
/Rendah
ml/menit
Hipertensi
Kesintasan
2 tahun +
50 %
Keterangan :
2.7 Diagnosis
Atas dasar penelitian kasus-kasus di Surabaya, maka berdasarkan visibilitas,
diagnosis, manifestasi klinik, dan prognosis, telah dibuat kriteria diagnosis
klasifikasi nefropati diabetika tahun 1983 yang praktis dan sederhana. Diagnosis
nefropati diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti di bawah ini:
1. DM
13
2. Retinopati diabetika
3.
Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa
penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan plus kadar
kreatinin serum > 2,5mg/dl.
Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:
1. Anamnesis
Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas
dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polipagi,
penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar
sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impotensi.(8)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Mata
Pada nefropati diabetika didapatkan kelainan pada retina yang merupakan
tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan funduskopi, berupa :
1) Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam
kapiler retina.
2) Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah kapiler
vena.
3) Eksudat berupa :
a) Hard exudates, berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang lama.
b) Cotton wool patches, berwarna putih, tak berbatas tegas, dihubungkan
dengan iskemia retina.
4) Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
kapiler.
5) Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas
mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
6) Neovaskularisasi
Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau CRF end stage,
didapatkan perubahan pada :
Cor : cardiomegali
Pulmo : oedem pulmo
3. Pemeriksaan Laboratorium
14
Evaluasi
Penurunan fungsi ginjal harus sudah diperiksa pada awal
ditegakkannya diagnosis diabetes melitus dan pada saat pengobatan rutin.
Pemantauan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap adanya
mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens kreatinin.
Pemantauan Fungsi Ginjal pada Pasien Diabetes
Tes
Penentuan
Evaluasi awal
Follow Up
Sesudah
pengendalian Diabetes tipe 1 : tiap tahun
mikroalbuminurin
Klierens Kreatinin
bulan
ditegakkan)
Saat awal
ditegakkan
filtrasi
glomerulus
ml/menit/1,73m2,
Kreatinin serum
Saat
awal
ditegakkan
kemudian
dari
b.
Terapi
Prinsip tatalaksana nefropati diabetik adalah melalui :
1) pengendalian gula darah (olahraga, diet, OAD)
15
<100
laju
Rujukan
Pasien dengan LFG < 60 ml/menit/1,73m2 atau jika ada kesulitan
dalam mengatasi hipertensi atau hiperkalemia perlu dirujuk ke dokter yang
ahli dalam perawatan nefropati diabetik. Jika LFG < 30 ml/menit/1,73 m 2
atau jika pasien beresiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang cepat
atau diagnosis dan prognosis pasien diragukan.
16
17
dan
mesangium.
Lipid
terutama
oxidize
LDL
merangsang sintesis sitokin dan chemoattractant dan penimbunan selsel inflamasi terutama monosit dan makrofag.
Penurunan ROS
Bila pH dalam tubulus terutama lisosom bersifat asam dapat
menyebabkan disosiasi Fe dari transferrin akibat endositosis.
Kenaikan konsentrasi Fe selular menyebabkan pembentukan ROS.
Penurunan hipermetabolisme tubular
Konsumsi (kebutuhan) O2 meningkat pada nefron yang masih utuh
(intac), diikuti peningkatan transport Na+ dalam tubulus dan
merangsang pertukaran Na+/H+. DRP diharapkan dapat mengurangi
energi untuk transport ion dan akhirnya mengurangi hipermetabolisme
tubulus.
Mengurangi growth factors & systemic hormones
Growth factors memegang peranan penting dalam mekanisme
progresivitas kerusakan nefron (sel-sel glomerulus dan tubulus).
DRP diharapkan dapat mengurangi :
Pembentukan transforming growth factor beta (TGF-b dan plateletderived growth factors (PDGF).
Konsentrasi insulin-like growth factors (IGF-1), epithelial-derived
growth factors (EDGF), Ang-II (lokal dan sirkulasi), dan
parathyroid hormones (PTH).
c) Efek antiproteinuria dari obat antihipertensi
Penghambat enzim angiotensin-converting (EAC) sebagai terapi tunggal
atau kombinasi dengan antagonis kalsium non-dihydropiridine dapat
mengurangi proteinuria disertai stabilisasi faal ginjal.
2. Nefropati Diabetik Nyata (Overt Diabetic Nephropathy)
19
20
penghambar
EAC
dan
antagonis
kalsium
non
hiperglikemi
harus
segera
dikendalikan
menjadi
yang
berhubungan
dengan
penyakit
makroangiopati
dan
mikroangiopati lainnya.
1) Retinopati diabetik
Terapi fotokoagulasi
2) Penyakit sistem kardiovaskuler
Penyakit jantung kongestif
Penyakit jantung iskemik/infark
3) Bencana serebrovaskuler
Stroke emboli/hemoragik
4) Pengendalian hiperlipidemia
Dianjurkan golongan simvastatin karena dapat mengurangi konsentrasi
kolesterol-LDL.
3. Nefropati Diabetik Tahap Akhir (End Stage Diabetic Nephropathy)
Gagal ginjal termasuk (GGT) diabetik. Saat dimulai (inisiasi)
program terapi pengganti ginjal sedikit berlainan pada GGT diabetik dan
GGT non-diabetik karena faktor indeks komorbiditas. Pemilihan macam
terapi pengganti ginjal yang bersifat individual tergantung dari umur,
penyakit penyerta dan faktor indeks ko-morbiditas.
21
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nefropati diabetik merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal yang
ditandai dengan albuminuria menetap (> 300 mg/24 jam atau > 200 g/menit)
pada minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Apabila
tanda-tanda tersebut dapat diketahui secara dini, penderita bisa mendapat bantuan
untuk mengubah atau menyesuaikan gaya hidup agar bisa lebih memperlambat
kegagalan tersebut, atau bahkan menghentikan kegagalan ginjal tersebut,
tergantung dari penyebabnya.
Tujuan pengelolaan nefropati diabetik adalah mencegah atau menunda
progresifitas penyakit ginjal dan memperbaiki kualitas hidup pasien sebelum
menjadi gagal ginjal terminal.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Hendromartono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV : Nefropati
Diabetik. Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
2. Fernando Gerchman, Amely PS Balthazar, Flvio CS Thomazelli, Jorge D
Matos, Lus H Canani. Diabetic Nephropathy. Diabetology & Metabolic
Syndrome 2009, 10.1186/1758-5996-1-10
3. Sumantri, Stevent. 2010. Sindrom metabolik dan Nefropati Diabetik pada
Diabetes Melitus tipe 2. Departemen Ilmu Penyakit Dalam. FKUI-RSCM.
4. Probosari, Enny. Faktor ResikoGagal Ginjal Pada Diabetes Melitus.
5. Sunaryanto, Andik. 2010. Penatalaksanaan Penderita Dengan Diabetik
Nefropathy. SMF Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi. RSUP Sanglah
Denpasar.
6. Sofa, Chasani. 2007. Naskah Lengkap Diabetes Melitus Ditinjau dari
Berbagai Aspek Penyakit Dalam. Semarang, CV.Agung.
7. Sukandar E. 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropati Klinik.
Edisi ke-2. Penerbit ITB. Bandung. Hal 274-281.
8. Lestariningsih. 2004. Hipergensi pada Diabetik PIT V PERKENI
2004.Semarang. hal 1-5.
23