Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Secara normatif dan ideal, lulusan Prodi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP
Unismuh Makassar diharapkan mempunya keterampilan berbicara (Speaking) yang
memadai dan relevan dengan kebutuhan mahasiswa dan stakeholder ketika mereka
bekerja di pasar kerja seperti sekolah, perusahaan, maupun wirausaha yang
berhubungan dengan penggunaan Bahasa Inggris (Kurikulum KBK Prodi Pendidikan
Bahasa Inggris, 2007). Menyadari hal tersebut, Prodi, sebagai satu lembaga
pendidikan terdepan di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris merancang dan
mengembangkan kurikulum Bahasa Inggris dengan mendisain kemampuan dan
keterampilan berbicara (Speaking) dengan substansi dan porsi yang memadai yang
memungkinkan mahasiswa dan lulusan mampu berkomunikasi lisan dengan baik dan
benar secara tekstual dan kontekstual. Untuk kurikulum Matakuliah Berbicara
(Speaking) dirancang dengan jumlah sks sebanyak 10 sks dengan rincian Speaking I,
II, III, II, dan V. Di samping itu, matakuliah yang juga mendukung kualitas
kemampuan dan keterampilan berbicara (Speaking) mahasiswa diwujudkan dengan
matakuliah Speech (Kurikulum KBK Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, 2007).
Mata kuliah Speaking merupakan salah satu mata kuliah yang dianggap sulit
oleh mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Unismuh Makassar.
Keadaan demikian ini terungkap dari pengakuan langsung mahasiswa, juga terlihat

dari kuantitas kelulusan yaitu sekitar 40 % (data base Jurusan Pendidikan Bahasa
Inggris tahun 2013).
Berbicara (speaking) juga merupakan keterampilan yang sering digunakan
dalam interaksi dengan orang lain. Seringkali, orang lain menilai kemampuan
berbahasa Inggris seseorang dari kemampuan speaking. Namun, mahasiswa
sering merasakan kesulitan untuk mempraktekkan keterampilan speaking di
kelas. Mahasiswa sering merasa cemas untuk berlatih berbicara di kelas
speaking. Hal ini dapat dipengaruhi oleh masalah internal seperti motivasi dan
kemampuan yang rendah. Masalah eksternal seperti ketidakmampuan dosen untuk
mengajar juga dapat mempengaruhi kinerja mahasiswa.
Pengajaran yang inovatif dan metode pengajaran dalam speaking. Dosen
sering menggunakan strategi pembelajaran konvensional dan cenderung hanya
mentransfer materi yang tercantum dalam kurikulum dan silabus. Mereka tidak
memiliki kesadaran bahwa dosen juga harus membimbing siswa-siswa tentang
bagaimana mereka belajar dan memformulasikan proses dari kegiatan
pembelajaran. .
Watkins (2003) menyatakan bahwa cara pengajaran konvensional yang
menyoroti penguasaan konten sering menempatkan dosen sebagai aktor tunggal
yang mendominasi kelas dan menganggap mahasiswa sebagai pendengar saja.
Mahasiswa terpaksa belajar dengan menghafal materi itu. Mahasiswa juga
mendapatkan sedikit kesempatan untuk menunjukkan kompetensi mereka.
Dengan cara ini pengajaran cenderung membuat mahasiswa menjadi pasif dan

tidak termotivasi. Belajar sering diterapkan kurang kontekstual dengan kehidupan


sehari-hari.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, banyak faktor penyebab
kesulitan yang dialami pembelajar untuk meraih suatu keterampilan berbahasa namun
kesulitan tersebut akan terkikis tahap demi tahap apabila dalam proses
pembelajaran mempertimbangkan faktor-faktor seperti: kemampuan mahasiswa,
motivasi, minat belajar, kemampuan dosen menguasai dan menyampaikan
materi, bahan ajar, alat, strategi mengajar, dan lain sebaginya, sehingga terjadi
interaksi yang seimbang antara pengajar dan pembelajar serta proses pembelajaran
yang optimal.
Faktor-faktor tersebut juga diakui oleh Dahlan (2000) bahwaberhasil atau
tidaknya suatu pembelajaran disebabkan olehcara mengajar, cara belajar,
penguasaan materi oleh dosen/guru, peralatan, dan. Untuk itu statusdan kapasitas
seorang dosen sangat menentukan proses pembelajaran terhadap mahasiswa.
Dosen yang memiliki kompetensi tinggi tentang bahasa Inggris tentu akan
mampu melaksanakan proses pembelajaran dengan baik.
Raimes and Wilkins (1983) juga telah membuktikan bahwa keberhasilan
pembelajaran tergantung pada teknik/strategi yang digunakan guru/dosen. Dosen
harus bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi pembelajar
sehingga tidak membosankan, karena musuh utama keberhasilan mengajar adalah
kebosanan (hasil riset pada sekolah-sekolah Britania dan Cambridge dalam Harmer
(2003)).

Berdasarkan kenyatan diatas penulis berupaya menciptakan PBM yang menarik,


menantang, efektif, efisien, yang dapat memotivasi mahasiswa untuk aktif,
kreatif dalam kelompok maupun sendiri, dapat berpikir analitis dan kritis, dapat
berkomunikasi secara bebas terkendali. Pembelajaran diberikan dengan cara yang
menarik, bervariasi, multi arah dan lebih berpusat pada pembelajar (student- centered
learning).
Teknik role play dalam proses pembelajaran digunakan untuk belajar
tentang pengenalan perasaan dan persoalan yang dihadapi siswa, dan untuk
mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah. Teknik role play diarahkan
pada pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama
yang menyangkut kehidupan siswa dan untuk memotivasi siswa agar lebih
memperhatikan materi yang sedang diajarkan.
Role play adalah simulasi tingkah laku dari orang yang diperankan, yan g
bertujuan untuk melatih siswa dalam menghadapi situasi yang sebenarnya;
melatih praktik berbahasa lisan secara intensif; dan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi. Joyce dan Weil (2007:
70) menerangkan bahwa melalui teknik role play, siswa dapat meningkatkan
kemampuan mereka untuk menghargai diri sendiri dan perasaan orang lain,
mereka dapat belajar perilaku yang baik untuk menangani situasi yang sulit, dan
mereka dapat melatih kemampuan mereka dalam memecahkan masalah.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka perlu dilaksanakan kegiatan
kolaboratif oleh dosen jurusan Pendidikan Bahasa Inggris yang tergabung dalam

Team Teaching untuk membantu meningkatkan keterampilan mengajar dosen mata


kuliah Speaking melalui pelaksanaan Lesson Study.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka teridentifikasi
bahwa salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya penguasaan mata kuliah
Speaking adalah rendahnya kualitas proses dan hasil perkuliahan mata kuliah
Speaking bagi mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Unismuh
Makassar. Berdasarkan dengan upaya pemecahan masalah tersebut di atas melalui
pelaksanaan Lesson Study di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Unismuh
Makasassar, maka dirumuskan topic sebagai berikut :

Meningkatkan Keterampilan Mengajar Dosen dalam Mata Kuliah Speaking II


(Penguasaan Keterampilan Speaking Mahasiswa dengan menggunakan Metode Role
Play (seni peran)

C. Tujuan Kegiatan
Kegiatan lesson study pada perkuliahan Speaking II dengan metode Role Play
(seni peran) bertujuan untuk:
1) Meningkatkan kualitas pembelajaran mahasiswa dalam perkuliahan Speaking,
2) Meningkatkan rasa percaya diri, kemampuan speaking (berbicara), kemampuan
berpendapat, kemampuan bekerjasama, serta minat dan motivasi belajar

mahasiswa sehingga meningkatkan kemampuan belajar mahasiswa dalam


perkuliahan Speaking II.

D. Sasaran Kegiatan
Sasaran program lesson study ini adalah mahasiswa kelas IIC program studi
Pendidikan Bahasa Inggris semester 1 pada mata kuliah Speaking II.

E. Hasil Yang Diharapkan


Mahasiswa mampu berbicara menggunakan Bahasa Inggris dan menerapkan
metode Role Play (seni peran) untuk mengasah kemahiran Speaking. Kemampuan
ini dimiliki mahasiswa seiring dengan meningkatnya rasa tidak percaya diri,
kemampuan berpendapat, kemampuan menganalisa, serta minat dan motivasi
belajar mahasiswa yang diperolehnya melalui metode pembelajaran Role Play.

BAB II
KAJIAN TEORI
1. Konsep Dasar Speaking
Speaking activity dapat diartikan sebagai kegiatan berbicara, dimana
kegiatan berbicara yang dimaksud adalah berbicara dengan bahasa inggris. Jika
dilihat dari asal katanya, kata speaking berasal dari kata speak yaitu speak is
to express opinions; to say; to converse. Jadi speak disini adalah cara
mengeluarkan atau mengekspresikan pendapat, perkataan yang kita ingin
utarakan. Itulah pengertian speaking secara sederhana dan asal kata dari speaking.
Tetapi dalam arti luas speaking memiliki cangkupan yang cukup besar dalam
kehidupan kita. Seharinya banyak orang di dunia ini yang mengeluarkan
pendapatnya sehingga kita dapat menyimak, menyimpulkan dan juga mengambil
sikap dari apa yang mereka utarakan.
Ketika individu berbicara maka akan menghasilkan suatu vokal yang terdiri
dari suara-suara. Terdapat beberapa sistem utama ketika individu berbicara dan
menghasilkan suara, yaitu vokal, larynk, subglottal system, dimana terdiri dari
paru-paru dan gabungan beberapa otot untuk pernapasan dan pelepasan udara dan
tenggorokan. Subglottal system terdiri dari udara yang dibutuhkan untuk berbicara
dimana dihasilkan ketika pernapasan keluar. Dan dari sini pula dapat diambil
pengertian bahwa kemampuan berbicara adalah kemampuan individu untuk
menghasilkan suara, dimana untuk menghasilkan suara ini dibutuhkan beberapa

system utama yang terdiri dari vocal, larynk, paru-paru


gabungan beberapa otot untuk pernapasan dan pelepasan udara dan tenggorokan.
Melalui aktivitas speaking atau berbicara kita bisa melakukan interaksi
dengan masyarakat dunia luas. Dalam speaking kita seolah-olah melakukan
penerjemahan dalam melakukannya yang secara tidak langsung membuat otak
kita bekerja dua kali. Hal ini dapat digambarkan seperti ketika anak diberikan
pertanyaan lalu anda mempersiapkannya terlebih dahulu dalam tahap
persiapannya dalam brntuk bahasa Indonesia yang baik dan benar. Lalu
memindahkannya atau mentranslatenya kedalam bahasa inggris yang tentu dalam
pola yang benar, dengan demikian otak kita akan bekerja dua kali.
Mungkin mahasiswa akan mengalami kesulitan dalam hal ini, karena dalam
hal speaking atau berbicara seorang mahasiswa harus terampil dalam
menggunakan kosakata dan tata cara menggunakannya.
Kesulitan speaking biasanya disebabkan oleh beberapa factor, yaitu:
a. Sulit mengungkapkan ide secara lisan (speaking).
b. Terbatasnya kosakata (vocabulary).
c. Terbatasnya kemampuan tata bahasa (grammar). Sehingga sulit
berbicara dengan aturan yang benar.
d. Terbatasnya melafalkan kata-kata (pronounciation). Sehingga sulit
mengucapkan kata yangdiucapkannya dengan benar.
e. Kurangnya keberanian untuk berbicara karena takut salah
2. Penerapan Metode Role Play (seni peran) dalam Pengajaran Speaking
Metode Role Play (bermain peran) adalah salah satu proses belajar
mengajar yang tergolong dalam metode simulasi. Menurut Dawson yang dikutip

oleh Moedjiono & Dimyati mengemukakan bahwa simulasi merupakan suatu


istilah umum berhubungan dengan menyusun dan mengoperasikan suatu model
yang mereplikasi proses-proses perilaku. Sedangkan menurut Ali mengemukakan
bahwa metode simulasi adalah suatu cara pengajaran dengan melakukan proses
tingkah laku secara tiruan. Metode pengajaran simulasi terbagi menjadi 3
kelompok, dikemukakan oleh Ali yang dikutip dari ProIbid, sebagai berikut ini:
(a) Sosiodrama, yaitu semacam drama sosial berguna untuk menanamkan
kemampuan menganalisa situasi sosial tertentu, (b) Psikodrama, yaitu hampir
mirip dengan sosiodrama . Perbedaan terletak pada penekannya. Sosio drama
menekankan kepada permasalahan sosial, sedangkan psikodrama menekankan
pada pengaruh psikologisnya; dan (c) Role-Playing atau bermain peran yaitu
metode yang bertujuan menggambarkan suatu peristiwa masa lampau.
Sedangkan, Moedjiono dan Dimyati juga membagi metode pengajaran
simulasi menjadi 3 kelompok seperti berikut ini :
1) Permainan simulasi (simulation games) yakni suatu permainan di mana para
pemainnya berperan sebagai tempat pembuat keputusan, bertindak seperti jika
mereka benar-benar terlibat dalam suatu situasi yang sebenarnya, dan / atau
berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan peran yang
ditentukan untuk mereka;
2) Bermain peran (role playing) yakni memainkan peranan dari peran-peran yang
sudah pasti berdasarkan kejadian terdahulu, yang dimaksudkan untuk
menciptakan kembali situasi sejarah/peristiwa masa lalu, menciptakan
kemungkinan-kemungkinan kejadian masa yang akan datang, menciptakan

peristiwa mutakhir yang dapat diperkaya atau mengkhayal situasi pada suatu
tempat dan/ atau waktu tertentu, dan
3) Sosiodrama (sociodrama) yakni suatu pembuatan pemecahan masalah
kelompok yang dipusatkan pada suatu masalah yang berhubungan dengan
relasi kemanusiaan. Sosiodrama memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menentukan alternatif pemecahan masalah yang timbul dan menjadi perhatian
kelompok.
Berdasarkan kutipan tersebut, berarti metode Role Play (bermain peran)
adalah metode pembelajaran yang di dalamnya menampakkan adanya perilaku
pura-pura dari siswa yang terlihat dan/atau peniruan situasi dari tokoh-tokoh
tertentu sedemikian rupa. Dengan demikian metode bermain peran adalah metode
yang melibatkan siswa untuk pura-pura memainkan peran/ tokoh yang terlibat
dalam suatu kejadian/peristiwa.
Terdapat beberapa asumsi dalam model pembelajaran Role Play (bermain
peran) untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai sosial, yang kedudukannya
sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Mulyasa, menyatakan bahwa:
terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran keempat
asumsi tersebut, yaitu :
(1) Bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman
dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi di sini pada saat ini,
(2) Bermain peran memungkinkan para siswa untuk mengungkapkan perasaannya
yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain, tujuan
mengungkapkan perasaan adalah mengurangi beban emosional,

(3) Bermain peran, berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf
sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan
masalah tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa juga muncul dari
reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan
demikian, siswa dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara
memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan dirinya secara optimal, dan
(4) Model bermain peran, berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi,
berupa sikap, nilai, perasaan dan sistem keyakinan, dapat diangkat ke taraf
sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para
siswa dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah
sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah (Mulyasa, E,
2005).
Persiapan metode Role Play (bermain peran) :
1. Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh
simulasi.
2. Dosen memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disimulasikan.
3. Dosen menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi peranan yang
akan dimainkan oleh para pemeran serta waktu yang disediakan.
4. Dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya khususnya
pada siswa yang terlibat dalam pemeran simulasi (Wina Sanjaya, 2006).
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan langkah-langkah dalam metode Role
Play (bermain peran) menurut adalah sebagai berikut :
a. Dosen mempersiapkan rencana pembelajaran.

b.
c.
d.
e.
f.
g.

Dosen membuat skenario yang akan ditampilkan atau diperankan.


Dosen membentuk kelompok atau menentukkan pemeran.
Dosen menentukkan pemeran utama dan pemeran figure.
Dosen mengamati jalannya pertunjukan tersebut.
Dosen menanyakan tanggapan terhadap pemeranan siswa.
Dosen memberikan penilaian terhadap pemeran-pemeran dalam scenario.
Dosen mengadakan triangulasi.

BAB III
REALISASI PELAKSANAAN PROGRAM

A. Deskripsi Mata Kuliah Speaking II


Nama Mata Kuliah : SPEAKING
Deskripsi Mata Kuliah :
Materi matakuliah Speaking (berbicara) mencakup berbagai hal. Secara garis besar
materi ini tercakup dalam empat bagian. Pertama, matakuliah Speaking (berbicara)
meliputi rasional, tujuan dan cakupan, fungsi dan relevansi matakuliah Speaking
(berbicara). Kedua, hakikat Speaking (berbicara) yang meliputi pengertian, tujuan,

dan fungsi berbicara, konsep dasar berbicara dan jenis-jenis berbicara. Ketiga, faktor
yang mempengaruhi efektivitas Speaking (berbicara) yang meliputi kecemasan
berbicara, bahasa tubuh, ciri-ciri pembicaraan ideal, dan perencanaan pembicaraan.
Keempat, pengembangan keterampilan berbicara yang meliputi metode pengajaran
berbicara, dan praktek berbicara dengan teman.
Persyaratan Mata Kuliah : Telah mengikuti Mata Kuliah Speaking 1,2 dan 3
Buku Acuan :
Brown, Douglas H.. 1980.

Principles of Language Learning and Teaching.

Engiewwd Cliff, New Jersey: Prentice Hall.


Chafe, W.L. 1982. Integration and Involvement in Speaking, Writing and Oral
Literature Curran, Charles. A. 2007. Community Language Learning
Dye J, et at 1995. A Communicative Course in English. New Jersey.Prentice
Hall Regents.
Fawcett and Sandberg. 1992. Evergreen with Readings: A Guide to Speaking.
USA: Houghton Mifflin Company
B. Setting Lesson Study
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Unismuh Makasssar Semester
Genap Tahun 2013-2014. Lesson Study diarahkan pada perbaikan kualitas
pelaksanaan perkuliahan untuk mata kuliah Speaking II dengan dosen model Dian
S.Pd.,M.Pd. Sedangkan mahasiswa yang menjadi sasaran Lesson Study adalah
mahasiswa Prodi. Pendidikan Bahasa Inggris yang mengikuti MK Speaking II pada
semester genap Tahun 2013-2014.

C. Fokus Lesson Study


1. Fokus Mahasiswa
Lesson Study diarahkan pada upaya peningkatan kemampuan mahasiswa
dalam penguasaan materi mata kuliah Speaking II, khususnya terkait dengan
bagaimana berpartisipasi dalam drama singkat, bekerjasama dan berdialog,
menemukan cara untuk menyampaikan maksud.
2. Fokus Dosen
Lesson Study diarahkan pada peningkatan keterampilan dosen model dalam
perkuliahan, khususnya berkaitan dengan upaya membantu mahasiswa dalam
memahami cara berbicara yang efektif juga meliputi pendengaran yang baik,
sebuah pemahaman tentang bagaimana perasaan pihak lain, dan sebuah
pengetahuan tentang bagaimana aturan untuk mengambil giliran atau
membiarkan pihak lain untuk berbicara juga.

D. Gambaran Pelaksanaan Kegiatan


1. PLAN : Pengembangan Teaching Plan dan Teaching Material
Melalui pelaksanaan workshop internal Tim Lesson Study Jurusan Pend.
Bahasa Inggris, maka telah dihasilkan seperangkat Teaching Plan dan
Teaching Material dalam mata kuliah Speaking II (Terlampir).
2. DO & SEE : Pelaksanaan Open Lesson dan Refleksi
Open Lesson dan refleksi dilaksanakan selama empat kali, yaitu:
Open Lesson I :
a. Waktu
b. Topik

: 120 menit (pukul 13.00 15.00)


: Birthday Party

c. Refleksi :
Berdasarkan pengamatan observer pada lesson I, maka dikemukakan
beberapa hasil refleksi sebagai berikut :
1. Dosen model terlihat belum mampu memberikan penjelasan dengan
baik tentang materi yang akan dilakukan sehingga mahasiswa masih
belum memahami dengan jelas kegiatan yang akan mereka lakukan.
2. Dosen terkesan terlalu berfokus pada pemberian penjelasan tentang
metode perkuliahan yang akan dilakukan.
3. Masih banyak mahasiswa yang kurang begitu memahami tentang
metode pembelajaran yang dilakukan.
d. Rekomendasi :
Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi pada kegiatan open lesson I,
maka tim merekomendasikan beberapa hal untuk perbaikan perkuliahan
berikutnya. Adapun rekomendasi tersebut adalah:
1. Menggunakan media LCD untuk menjelaskan tentang metode
pembelajaran yang akan dilakukan oleh mahasiswa.
2. Dosen model memberikan contoh tentang pelaksanaan Role Play (seni
peran) dengan baik dan benar sehingga mahasiswa memahami dengan
baik.
3. Mempersiapkan secara matang materi apersepsi untuk membantu
mahasiswa memahami metode role play yang akan dilakukan.
Open Lesson II :
a. Waktu
b. Topik
c. Refleksi

: 120 menit (pukul 13.00 15.00)


: At the Bus Station
:

Berdasarkan pengamatan observer pada lesson II, maka dikemukakan


beberapa hasil refleksi sebagai berikut :
1. Dosen cenderung mendominasi perkuliahan, sehingga mahasiswa
cenderung masih kaku.
2. Mahasiswa masih kurang aktif dalam memerankan peran tersebut
karena mahasiswa masih takut dan malu-malu serta mengalami
kesulitan dalam mengucapkan kata dalam bahasa Inggris..
3. Dalam melakukan Role Play (seni peran), banyak mahasiswa yang
menggangu pemain lain dan situasi di kelas sangat ribut karena
beberapa kelompok masih melakukan latihan, sehingga siswa sulit
dalam mengekspresikan diri pada saat bermain peran dengan baik.
d. Rekomendasi :
Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi pada kegiatan open lesson II,
maka tim merekomendasikan beberapa hal untuk perbaikan perkuliahan
berikutnya. Adapun rekomendasi tersebut adalah:
1. Dosen harus memperhatikan, membimbing, serta mengarahkan
siswa, baik perorangan maupun secara kelompok, dan juga
memberikan penilaian pada saat bermain peran berlangsung dengan
menggunakan lembar penilaian proses.
2. Dosen model harus membuat aturan tentang tata tertib di kelas pada
saat melakukan kegiatan pembelajaran.
3. Memberikan tugas kepada setiap kelompok untuk membuat materi
yang akan di presentasikan untuk pertemuan berikutnya.

Open Lesson III :


a. Waktu
: 120 menit (pukul 13.00 15.00)
b. Topik
: At the Campus
c. Refleksi :
Berdasarkan pengamatan observer pada lesson III, maka dikemukakan
beberapa hasil refleksi sebagai berikut :
1. Penerapan Role Play (seni peran) sudah mulai berjalan dengan baik,
namun cara presentasi mahasiswa belum terlalu lancar, tetapi
mahasiswa sudah mampu berkolaborsi dengan teman kelompoknya
dengan baik.
2. Dosen sudah tidak terlalu mengintervensi kegiatan kelompok yang
dilakukan oleh mahasiswa dalam memainkan metode Role Play (seni
peran).
3. Mahasiswa sudah mulai aktif dalam memerankan peran tersebut
karena mahasiswa sudah berlatih terlebih dahulu dengan kelompoknya
sebelum melakukan presentasi sehingga mereka juga tidak malu-malu
lagi.
4. Kegiatan apersepsi sudah berkurang karena langsung memberikan
kesempatan mahasiswa untuk melakukan presentasi.
d. Rekomendasi :
Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi pada kegiatan open lesson III,
maka tim merekomendasikan beberapa hal untuk perbaikan perkuliahan
berikutnya. Adapun rekomendasi tersebut adalah:
1. Tetap meminta kepada setiap kelompok untuk mempersiapkan materi
presentase sendiri agar mereka lebih mudah untuk memahami dan
melaksanakan presentasi.

2. Tetap memberikan apersepsi tentang kekurangan dan kelemahan


mahasiswa dalam melakukan presentasi pada pertemuan sebelumnya.
3. Memberkan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan
respond dan tanggapan terhadap kelompok lain.

Open Lesson IV :
a. Waktu
: 120 menit (pukul 13.00 15.00)
b. Topik
: At the Museum
c. Refleksi :
Berdasarkan pengamatan observer pada lesson IV, maka dikemukakan
beberapa hasil refleksi sebagai berikut :
1. Dosen model sudah dapat melakukan penilaian terhadap proses
pembelajaran.
2. Mahasiswa mampu bekerjasama dengan baik dalam bermain
peran, berekspresi dengan baik sesuai tokoh yang diperankan, dan
dapat melafalkan kata-kata bahasa Inggris dengan baik pada
dialog.
3. Mahasiswa diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan dan
masukan terhadap kelompok lain.
4. Dengan menggunakan metode ini dosen dapat memberikan masukan
yang lebih terarah dan merata pada setiap kelompok.
d. Rekomendasi :
Berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi pada kegiatan open lesson IV,
maka tim merekomendasikan beberapa hal untuk perbaikan perkuliahan
berikutnya. Adapun rekomendasi tersebut adalah:
1. Tetap melanjutkan perkuliahan dengan menggabungkan pembelajaran
kooperatif dan Role Play dalam pengajaran Speaking.

2. Menugaskan mahasiswa untuk membuat analisis sendiri terhadap


kelompoknya masing-masing agar mampu meningkatkan mereka
dalam melakukan Role Play (seni peran) dalam pembelajarn Speaking.
3. Dosen memberikan tugas-tugas yang bervariasi yang berhubungan
dengan metode pembelajaran Role Play (seni peran) dalam tujuannya
untuk meningkatkan kemampuan Speaking mahasiswa.
4. Menggunakan authentic assessment dalam melakukan penilaian,
sehingga mahasiswa merasa bahwa aktivitas dan partisipasi mereka
selama perkuliahan dihargai.

BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran, analisis data, dan
refleksi, maka dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembelajaran speaking dilaksanakan dengan teknik role play memberikan
kesempatan pada siswa untuk melakukan latihan pengembangan diri dan
kreatifitas dalam mengekspresikan diri pada saat bermain peran. Siswa
memerankan tokoh sesuai dengan karakter yang diperankan.
2. Diskusi guru dan siswa di awal kegiatan role play dilakukan untuk
mengidentifikasi materi yang terdapat di dalam naskah drama. Evaluasi

dilakukan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan ujaran yang terjadi saat


pelaksanaan role play.
3. Penerapan pembelajaran Speaking dengan metode Role Play (seni peran) dalam
pembelajaran Speaking dapat meningkatkan aktivitas dan kemandirian mahasiswa
dalam menguasai mata kuliah Speaking II.
B. Rekomendasi
Dengan metode Role Play (seni peran) yang membagi mahasiswa menjadi
beberapa kelompok dan setiap mahasiswa memiliki tanggung jawab terhadap
kelompoknya. Mahasiswa menjadi percaya diri aktif dalam proses pembelajaran
dengan anggota kelompoknya, minat dan motivasi belajar mahasiswa menjadi
meningkat. Hasilnya, kegiatan lesson study melalui metode Role Play (seni
peran) terbukti cukup efektif untuk pembelajaran dengan kelas besar. Oleh
karena itu, kegiatan ini juga dapat digunakan untuk mata kuliah yang bersifat umum
(MKU) dengan kelas besar.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal.(2006). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yama Widya.


Brown, Douglas H.. 1980. Principles of Language Learning and Teaching.
Engiewwd Cliff, New Jersey: Prentice Hall.
Chafe, W.L. 1982. Integration and Involvement in Speaking, Writing and Oral
Literature Curran, Charles. A. 2007. Community Language Learning
Dye J, et at 1995. A Communicative Course in English. New Jersey.Prentice
Hall Regents.
Fawcett and Sandberg. 1992. Evergreen with Readings: A Guide to Speaking.
USA: Houghton Mifflin Company
Harmer, Jeremy. (1997). The Practice of English Language Teaching. New York:
Longman. Inc.
Oxford, Rebecca. 2001. Integrated skills in the ESL/EFL classroom. Center for
Applied linguistics: Online Resources. September 2001.
Pardiyono. 2007. Pasti Bisa!: Teaching Genre-Based Speaking. Yogyakarta: Andi
Purwanto, Ngalim. 2000. Prinsip-prinsip dan teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung : Rosda Karya.

Richards, Jack C., and Theodore S. Rodgers. 1992. Approaches and Methods in
Language Teaching. A Description and Analysis. Cambridge: CUP.
Richards, Jack C., and Willy A. Renandya. 2002. Methodology in Language
Teaching. An Anthology of Current Practice. Cambridge: CUP
Petty, Geoff. (2004). Teaching Today, third edition. United Kingdom: Nelson
Thornes. Ltd.
Wiriaatmaja, Rochiati. (2007). Metode Penelitian Tindakan Kelas untuk
Kinerja Guru dan Dosen. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai