Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui cara kerja PCT 40 level control
2. Mempelajari karakter kerja float switch sensor
3. Mempelajari karakter proportional pressure sensor pada control level dengan
mode PID
4. Mempelajari karakter PSV untuk control level pada mode control manual
5. Membandingkan respon pengendalian antara mode direct action dan reverse
action
1.2 Dasar Teori
1.2.1 Istilah-istilah dan Variabel-variabel pada level Control
Istilah istilah pada level control
1. Masukan
Masukan atau input adalah rangsangan dari luar yang diterapkan ke sebuah
sistem kendali untuk memperoleh tanggapan tertentu dari sistem pengaturan.
Masukan juga sering disebut respon keluaran yang diharapkan.
2. Keluaran
Keluaran atau output adalah tanggapan sebenarnya yang didapatkan dari suatu
sistem kendali.
3. Plant
Seperangkat peralatan atau objek fisik dimana variabel prosesnya akan
dikendalikan,
4. Proses
Berlangsungnya operasi peng endalian suatu variabel proses, misalnya proses
kimiawi, fisika, biologi, ekonomi, dan sebagainya.
5. Sistem
Kombinasi atau kumpulan dari berbagai komponen yang bekerja secara
bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu.
6. Diagram blok
Bentuk kotak persegi panjang yang digunakan untuk mempresentasikan model
matematika dari sistem fisik.
7. Fungsi Alih (Transfer Function)
Perbandingan antara keluaran (output) terhadap masukan (input) suatu sistem
pengendalian.
Variabel-variabel pada level control
1. Variabel terkendali (Controlled variable)

Besaran atau variabel yang dikendalikan, biasanya besaran ini dalam diagram
kotak disebut process variable (PV). Dalam level control yaitu laju alir.
2. Manipulated variable
Masukan dari suatu proses yang dapat diubah -ubah atau dimanipulasi agar
process variable besarnya sesuai dengan set point (sinyal yang diumpankan
pada suatu sistem kendali yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan
keluaran sistem kontrol). Dalam level control yaitu laju alir dan variabel
gangguan.
3. Variabel Gangguan (disturbance)
Suatu sinyal yang mempunyai kecenderungan untuk memberikan efek yang
melawan terhadap keluaran sistem pengendalian(variabel terkendali). Besaran
ini juga lazim disebut load.
4. Sensing element
Bagian paling ujung suatu sistem pengukuran ( measuring system) atau sering
disebut sensor. Sensor bertugas mendeteksi gerakan atau fenomena lingkungan
yang diperlukan sistem kontroler. Dalam level control sebagai sensor yaitu
Transmitter
Alat yang berfungsi untuk membaca sinyal sensing element dan mengubahnya
supaya dimengerti oleh controller.
5. Aktuator
Piranti elektromekanik yang berfungsi untuk menghasilkan daya gerakan.
Perangkat bisa dibuat dari system motor listrik (motor DC servo, moto r DC
stepper, ultrasonic motor, linier moto, torque motor , solenoid), sistem
pneumatik dan hidrolik. Untuk meningkatkan tenaga mekanik aktuator atau
torsi gerakan maka bisa dipasang sistem gear box atau sprochet chain.
6. Transduser
Piranti yang berfungsi untuk mengubah satu bentuk energi menjadi energi
bentuk lainnya atau unit pengalih sinyal. Suatu contoh mengubah sinyal
gerakan mekanis menjadi energi listrik yang terjadi pada peristiwa pengukuran
getaran. Terkadang antara transmiter dan tranduser dirancukan, keduanya
memang mempunyai fungsi serupa. Transduser lebih bersifat umum, namun
transmiter pemakaiannya pada sistem pengukuran.
7. Measurement Variable
Sinyal yang keluar dari transmiter, ini merupakan cerminan sinyal pengukuran.
8. Setting point
Besar variabel proses yang dikehendaki. Suatu kontroler akan selalu berusaha
menyamakan variabel terkendali terhadap set point.

9. Error
Selisih antara set point dikurangi variabel terkendali. Nilainya bisa positif atau
negatif, bergantung nilai set point dan variabel terkendali. Makin kecil error
terhitung, maka makin kecil pula sinyal kendali kontroler terhadap plant hingga
akhirnya mencapai kondisi tenang ( steady state)
10. Alat Pengendali (Controller)
Alat pengendali sepenuhnya menggantikan

peran

manusia

dalam

mengendalikan suatu proses. Controller merupakan elemen yang mengerjakan


tiga dari empat tahap pengaturan yaitu
a. membandingkan set point dengan measurement variable
b. menghitung berapa banyak koreksi yang harus dilakukan, dan
c. mengeluarkan sinyal koreksi sesuai dengan hasil perhitungannya,
11. Control Unit
Bagian unit kontroler yang menghitung besarnya koreksi yang diperlukan.
12. Final Controller Element
Bagian yang berfungsi untuk mengubah measurement variable dengan
memanipulasi besarnya manipulated variable atas dasar perintah kontroler.

1.2.2

Diagram blok untuk Level Control


W

r+

Gc

Gv

H
Gambar 1. diagram blok level control
keterangan:
r
e
Gc
Gp
Gv
w
u
y
m
H

: nilai acuan atau set point value(SV)


: sinyal galat (error)
: pengendali
: sistem proses
: katup kendali
: variabel gangguan
: sinyal kendali
: variabel proses
: variabel termanipulasi
: transmitter

Gp

Pada diagram blok sistem level control diatas Gc sebagai control unit atau
pengendali yaitu komputer yang berperan untuk mengendalikan segala sistem yang bekerja
pada sistem level control. Gv dalam level control merupakan control valve dan Gp
merupakan sistem proses yang berlangsung dalam tangki . Masukan (W) dalam sistem
control level yaitu laju alir, akan diukur oleh sensor yang kemudian sinyal dari sensor
tersebut akan dibaca dan diterjemahkan oleh transmitter (H) hasil dari pembacaan tersebut
akan dibandingan dengan set point (r) perbedaan atau error (e) tersebut diberikan
manipulated variable (MV) sehingga sesuai dengan set point lalu diteruskan oleh control
valve dan masuk kedalam sistem proses yaitu tangki.
1.2.3

Jenis-jenis Sensor Level dan Control Valve


Sensor Level
Jenis sensor yang digunakan pada alat ini:
a. Floating Switch level
Sensor ini bekerja berdasarkan pelampung yang terdapat didalam tangki. Cara
kerjanya adalah pada sistem terbuka (SOL 1=1), maka ketinggian (level) air dalam
tangki akan bertambah. Jika ketinggian air telah mengenai pelampung yang
menyebabkan pelampung tersebut tenggelam hingga batas tertentu maka sistem
dengan sendirinya akan mati dan sol akan menutup (SOL 1=0) sebagai nilai offset
atas begitupun sebaliknya jika fluida dalam tangki berkurang dan membuat
pelampung turun hingga batasan tertentu maka sistem akan membuka kembali
(SOL 1=1).
Sensor ini bekerja dengan sistem ON-OFF (buka-tutup), dimana set point akan
sama dengan offset bawah yaitu pada saat sistem membuka (SOL 1=1). Pada saat
sistem menutup maka sensor ini akan bekerja secara buka tutup untuk menstabilkan
ketinggian air yang ada dalam tangki. Sensor floating switch ini merupakan jenis
sensor yang paling sederhana dari sensor level namun memiliki offset dan respon
yang paling cepat dibanding sensor level yang ada pada alat PCT 40.

Gambar 2. Float Switch Level Sensor


b. Differential Level
Sensor ini bekerja dengan membedakan batas atas dan batas bawah. Cara kerja
dari sensor ini adalah elektroda negatif dipasang lebih rendah dari elektroda positif
sehingga jika fluida diisi kedalam tangki maka elektroda negatif akan tersentuh
fluida tersebut lebih dulu dan membuat larutan memiliki muatan listrik dan ketika
larutan menyentuh elektroda positif maka sisitem akan mati dengan sendirinya.
Sensor ini memiliki offset yang lebih kecil dari preassure control dan respon yang
lebih cepat namun sangat berbahaya untuk cairan yang mudah terbakar karena
sensor ini bekerja dengan adanya lompatan elektron.
Batas bawah pada sensor ini berfungsi sebagai emergency switch, yaitu
seandainya jika sistem membuka hingga air mencapai batas atas, namun selenoid
tidak bekerja maka selambat-lambatnya pada batas bawah selenoid harus bekerja
sebelum ditinggalkan oleh cairan (air). Sensor jenis ini juga bekerja pada sistem
ON-OFF, dimana nilai set point akan sama dengan offset bawah (SOL 1=1)

Gambar 3. Differential Level Sensor


c. Preassure Sensor
Sensor ini bekerja pada sistem ON-OFF (0 dan 100) maupun sistem PSV (0-100)
serta nilai set point (SP) dapat ditentukan sesuai dengan keinginan. Cara kerja
sensor preassure adalah mengukur ketinggian cairan pada tangki berdasarkan
tekanan yang diberikan oleh cairan dalam tangki namun sensor ini memiliki offset
yang besar dan respon yang lambat.
Hal pertama yang dilakukan untuk memperoleh data dari tiap-tiap jenis sensor
tersebut adalah dengan cara mengkalibrasikan alat sensor flow untuk mengetahui
seberapa besar kesalahan dan error yang dipunya. Alat tersebut harus diseting
hingga laju alir 1400 mL/menit sesuai dengan spesifikasi lata dengan range laju alir
1400-1500 mL/menit.
Kalibrasi sensor flow dilakukan dengan cara manual dengan cara memutar
legulator dengan menarik regilator keluar terlebih dahulu kemudian memutarnya
hingga diperoleh laju alir yang diinginkan (1400-1500 mL/menit). Setelah itu,
menekan regulator tersebut kedalam dengan tujuan untuk mengunci agar aliran
yang masuk tidak melebihi laju alir yang telah ditentukan. Jika kalibrasi telah
selesai dilakukan, maka proses untuk sensor level sudah bisa dilakukan.

Gambar 4. Pressure Sensor


Control Valve
a. Solenoid Valve
Solenoid valve pneumatic adalah katup yang digerakan oleh energi listrik,
mempunyai kumparan sebagai penggeraknya yang berfungsi untuk menggerakan
plunger yang dapat digerakan oleh arus AC maupun DC.Solenoid valve pneumatic
atau katup (valve) solenoida mempunyai lubang keluaran, lubang masukan, lubang
jebakan udara (exhaust) dan lubang Inlet Main. Lubang Inlet Main, berfungsi
sebagai terminal / tempat udara bertekanan masuk atau supply (service unit), lalu
lubang keluaran (Outlet Port) dan lubang masukan (Outlet Port), berfungsi sebagai
terminal atau tempat tekanan angin keluar yang dihubungkan ke pneumatic,
sedangkan lubang jebakan udara (exhaust), berfungsi untuk mengeluarkan udara
bertekanan yang terjebak saat plunger bergerak atau pindah posisi ketika solenoid
valve pneumatic bekerja.

Gambar 5. Solenoid Valve

Prinsip kerja dari solenoid valve/katup (valve) solenoida yaitu katup listrik
yang mempunyai koil sebagai penggeraknya dimana ketika koil mendapat supply
tegangan maka koil tersebut akan berubah menjadi medan magnet sehingga
menggerakan plunger pada bagian dalamnya ketika plunger berpindah posisi maka
pada lubang keluaran dari solenoid valve pneumatic akan keluar udara bertekanan
yang berasal dari supply (service unit), pada umumnya solenoid valve pneumatic
ini mempunyai tegangan kerja 100/200 VAC namun ada juga yang mempunyai
tegangan kerja DC.
b. Pneumatic Valve
Pneumatik adalah sebuah sistem penggerak yang
menggunakan tekanan udara sebagai tenaga penggeraknya.
Pneumatik menggunakan udara sebagai tenaga penggeraknya.
Dalam pneumatik tekanan udara inilah yang berfungsi untuk
menggerakkan sebuah cylinder kerja. Cylinder kerja inilah yang
nantinya mengubah tenaga/tekanan udara tersebut menjadi
tenaga mekanik (gerakan maju mundur pada cylinder).
Prinsip

kerja

pneumatic

valve

kompressor

diaktifkan

dengan

cara

menghidupkan penggerak mula umumnya motor listrik. Udara akan disedot oleh
kompresor kemudian ditekan ke dalam tangki udara hingga mencapai tekanan
beberapa bar. Untuk menyalurkan udara bertekanan ke seluruh sistem (sirkuit
pneumatik) diperlukan unit pelayanan atau service unit yang terdiri dari penyaring
(filter), katup kran (shut off valve) dan pengatur tekanan (regulator). Service unit
ini diperlukan karena udara bertekanan yang diperlukan di dalam sirkuit pneumatik
harus benar-benar bersih, tekanan operasional pada umumnya hanyalah sekitar 6
bar. Selanjutnya udara bertekanan disalurkan dengan bekerjanya solenoid valve
pneumatic ketika mendapat tegangan input pada kumparan dan menarik plunger
sehingga udara bertekanan keluar dari outlet port melalui selang elastis menuju
katup pneumatik (katup pengarah/inlet port pneumatic). Udara bertekanan yang
masuk akan mengisi tabung pneumatik (silinder pneumatik kerja tunggal) dan
membuat piston bergerak maju dan udara bertekanan tersebut terus mendorong
piston dan akan berhenti di lubang outlet port pneumatic atau batas dorong piston.

Gambar 6. Pneumatic Valve

1.2.4

Sistem Pengendalian
a. Metode ON OFF
Pengendalian yang paling dasar adalah metode on-off atau biasa disebut metode
dua posisi. Jenis pengendalian on off ini merupakan contoh dari mode
pengendalian tidak terus menerus (diskontinyu). Mode ini paling sederhana,
murah dan seringkali bisa dipakai untuk mengendalikan proses-prose yang
penyimpanannya dapat ditoleransi keluaran kendali hanya memiliki dua
kemungkinan nilai, yaitu nilai maksimum (100 %) dan nilai minimum (0%).
Sebagai contoh adalah pengendali temperatur ruangan dengan memakai AC dll.
Respon pengendali pada metode ON OFF:
Hanya memiliki dua nilai keluaran, maksimum (100 %) dan nilai minimum

(0%).
Selalu terjadi cycling ( perubahan periodic pada nilai PV)
Tidak cocok jika terdapat waktu mati

b. Metode continue
Sistem pengendalian secara kontinyu adalah sesuatu yang memiliki beberapa
sub sistem yang terhubung satu dengan lainnya dan memiliki input dan
menghasilkan output yang dikontrol baik menggunakan regulation secara tidak
terputus-putus atau kontinyu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada
sistem pengendalian kontinyu menggunakan tiga tipe pengendalian, yaitu:
1. Proportional
2. Proportional Integral
3. Proportional Integral Derivativ

1. Pengontrol proporsional
Pengontrol proposional memiliki keluaran yang sebanding atau proposional
dengan besarnya sinyal kesalahan error (selisih antara besaran yang di inginkan
dengan harga aktualnya). Secara lebih sederhana dapat dikatakan bahwa
keluaran pengontrol proporsional merupakan perkalian antara konstanta
proposional dengan masukannya. Perubahan pada sinyal masukan akan segera
menyebabkan sistem secara langsung mengeluarkan output sinyal sebesar
konstanta pengalinya.

Gambar 7. Diagram blok kontroler proporsional


Gambar diatas menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan
antara besaran setting, besaran aktual dengan besaran keluaran pengontrol
proporsional. Sinyal keasalahan (error) merupakan selisih antara besaran
setting dengan besaran aktualnya. Selisih ini akan mempengaruhi pengontrol,
untuk mengeluarkan sinyal positif (mempercepat pencapaian harga setting)
atau negative (memperlambat tercapainya harga yang diinginkan). Pengontrol
proposional memiliki 2 parameter, pita proposional (propotional band) dan
konstanta proporsional. Daerah kerja kontroler efektif dicerminkan oleh pita
proporsional sedangkan konstanta proporsional menunjukan nilai factor
penguatan sinyal tehadap sinyal kesalahan Kp.

Gambar 8. Proportional band dari pengontrol proporsional tergantung pada penguatan.

Gambar diatas menunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran


pengontrol dan kesalahan yang merupakan masukan pengontrol. Ketika konstanta
proporsional bertambah semakin tinggi, pita proporsional menunjukkan penurunan
yang semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang dikuatkan akan semakin sempit.
Lebar PB menentukan kestabilan sistem pengendalian. Efek dari kontrol ini adalah
adanya offset yaitu perbedaan dari nilai acuan dan variabel proses pada hasil
pengontrolannya. Offset ini terjadi akibat harga setpoint tidak dapat dicapai
sesudah suatu perubahan beban terjadi. Semakin kecil nilai PB maka tanggapan
semakin peka atau cepat dan offset yang terjadi semakin kecil dan sebaliknya
apabila nilai PB semakin besar maka offset pun semakin besar.

2. Pengontrol Integral
Pengontrol integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki
kesalahan keadaan stabil nol. Jika sebuah plant tidak memiliki unsur integrator
(1/s), pengontrol proposional tidak akan mampu menjamin keluaran system dengan
kesalahan keadaan stabilnya nol. Dengan pengontrol integral, respon sistem dapat
diperbaiki, yaitu mempunyai kesalahan keadaan stabilnya nol. Pengontrol integral
memiliki karaktiristik seperti halnya sebuah integral. Keluaran sangat dipengaruhi
oleh perubahan yang sebanding dengan nilai sinyal kesalahan. Keluaran pengontrol
ini merupakan penjumlahan yang terus menerus dari perubahan masukannya. Kalau
sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan menjaga keadaan
seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Sinyal keluaran pengontrol integral
merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva kesalahan penggerak. Sinyal
keluaran akan berharga sama dengan harga sebelumnya ketika sinyal kesalahan
berharga nol.

Gambar 9. Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t pada pembangkit kesalahan nol.

Gambar diatas menunjukkan contoh sinyal kesalahan yang dimasukan ke


dalam pengontrol integral dan keluaran pengontrol integral terhadap perubahan
sinyal kesalahan tersebut.

Gambar 10. Blok diagram hubungan antara besaran kesalahan dengan pengontrol integral

Gambar Perubahan keluaran sebagai akibat penguatan dan kesalahan


Gambar diatas menunjukkan pengaruh perubahan konstanta integral
terhadap keluaran integral . Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju
perubahan keluaran pengontrol berubah menjadi dua kali dari semula. Jika nilai
konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang relative
kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar .
Sifat sifat pengendali proportional integral sebagai berikut:
Fase sinyal kendali tertinggal terhadap fase sinyal galat
Tidak terjadi offset
Tanggapan sistem lambat dan cenderung kurang stabil
3. Pengontrol Derivative
Keluaran pengontrol Derivative memiliki sifat seperti halnya suatu operasi
differensial. Perubahan yang mendadak pada masukan pengontrol, akan
mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat.

Gambar 11. Blok diagram pengontrol Derivative


Gambar diatas menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan
antara sinyal kesalahan dengan keluaran pengontrol serta menyatakan hubungan
antara sinyal masukan dengan sinyal keluaran pengontrol Derivative. Ketika
masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran pengontrol juga tidak
mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan
menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls.
Jika sinyal masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya
justru merupakan fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh
kecepatan naik dari fungsi ramp dan factor konstanta diferensialnya.

Gambar 12. Kurva waktu hubungan input-output pengontrol Derivative


Karakteristik pengontrol derivative adalah sebagai berikut:
1. pengontrol ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan pada
masukannya (berupa sinyal kesalahan).
2. jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang
dihasilkanpengontrol tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal
kesalahan. (Powel, 1994, 184).
3. Pengontrol derivative mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga
pengontrol ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit
kesalahan menjadi sangat besar. Jadi pengontrol derivative dapat mengantisipasi
pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung
meningkatkan stabilitas sistem .

Berdasarkan karakteristik pengontrol tersebut, pengontrol derivative


umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak
memperkecil kesalahan pada keadaan stabilnya.penambahan sistem derivatif
menyebabkan sistem menjadi peka terhadap noise. Kerja pengontrol derivative
hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh
sebab itu pengontrol derivative tidak pernah digunakan tanpa ada pengontrol lain
sebuah sistem (Sutrisno, 1990, 102).

1.2.5

Control Level untuk Industri


Control level dalah satu dari sekian banyak sistem yang ada dalam dunia industri.

Disamping sederhana sistem ini banyak sekali digunakan pada industri salah satunya
level control pada tangki air yang digunakan untuk mengatur tingkat fluida dalam
sistem, tangki air bertindak sebagai keran penyimpanan yang menyediakan kelebihan
cairan. Control water level air ditangki tujuannya untuk menjaga keberadaan air yang
ada pada unit control. Control water level digunakan dalam steam boiler. Steam boiler
digunakan didalam dunia industri karena tenaga uap sangat berguna sekali sebagai
penggerak peralatan mekanik yang biasa digunakan didalam industri. Sehingga uap
yang digunakan tentulah uap yang dihasilkan secara terus menerus. Variable yang
sangat penting yang harus diukur dan dikontrol adalah Level air dalam Steam Drum,
supaya Boiler ini bekerja secara aman dan efisien serta menghasilkan laju uap yang
terus menerus, maka Steam drum levelnya harus dijaga agar tidak terlalu rendah
ataupun terlalu tinggi. Karena jika tidak ada air yang cukup dalam steam drum maka
Water Tube akan kering dan terbakar karena panas dari api, dan jika terlalu banyak air
maka uap yang dihasilkan tidak akan kering sehingga akan bermasalah pada hilirnya.

Gambar 13. Sistem steam boiler


Alat instrumentasi yang pertama pada control system ini adalah Level
Transmitter (FT), fungsi alat ini adalah untuk mengukur ketinggian air dalam steam
drum dan melaporkan hasil pengukurannya kepada Controller, hasil pengukuran ini kita
sebut dengan Instrument Signal. Pada contoh disini, tipe signal yang digunakan adalah
signal pneumatik (udara bertekanan yang dialirkan melalui pipa tubing metal ataupun
plastik).
Pneumatik signal yang didapatkan oleh Level Transmitter selanjutnya di teruskan
untuk diumpankan menuju Controller (LIC). Fungsi dari LIC ini adalah untuk
membandingkan antara signal pneumatik Level Transmitter dengan Set point yang
sudah dimasukan oleh operator (nilai setpoint level ketinggian air dalam Steam Drum).
Kemudian Controller akan menghasilkan signal output yang akan diumpankan kepada
Control Valve untuk membuka atau menutup / menambah jumlah aliran air atau
menjaga aliran air supaya level air tetap terjaga pada nilai setpoint yang sudah
ditentukan. Seperti halnya juga Transmitter , Controller juga bekerja sepenuhnya
menggunakan udara bertekanan, artinya ouput controller pun adalah signal variable
udara bertekanan.
Pada saat kontroller bekerja dalam keadaan Mode automatic, kontroller akan
menggerakan Control Valve pada posisi apapun untuk tetap menjaga Level Steam Drum
pada posisi konstan. Kalimat pada posisi apapun artinya hubungan antara ouput

signal controller, signal process variable (PV) dan signal setpoint (SP) akan terlihat
rumit
Jika kontroller merasakan level steam drum berada diatas setpoint maka control
valve akan bekerja agar level bisa turun kembali, sebaliknya jika kontroller merasakan
level steam drum berada dibawah setpoint maka control valve akan bekerja agar level
bisa naik kembali. Artinya secara praktis bisa dikatakan signal output controller
berbanding lurus dengan fungsi dari suatu beban dalam prosess (berapa banyaknya
steam yang dikonsumsi dari boiler).

Anda mungkin juga menyukai