memengaruhi perilakunya. Kita dapat mengklasifikasinya ke dalam tiga komponen: afektif, kognitif
dan konatif. Komponen yang pertama, yang merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis,
didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya. Komponen kognitif adalah aspek
intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, komponen konatif adalah aspek
volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
Motif Sosiogenesis
motif sosiogenesis, sering juga disebut motif sekunder sebagai lawan motif primer (motif biologis).
Peranannya dalam membentuk perilaku sosial bahkan sangat menentukan.
Secara singkat, motif sosiogenesis diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Motif ingin tahu: mengerti, menata dan menduga (predictability). Setiap orang berusaha
memahami dan memeroleh arti dari dunianya.
2. Motif kompetensi: setiap orang ingin membuktikan bahwa ia mampu mengatasi persoalan
kehidupan apapun. Motif ini erat hubungannya dengan kebutuhan rasa aman.
3. Motif cinta: sanggup mencintai dan dicintai adalah hal esensial bagi bagi pertumbuhan
kepribadian
4. Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari identitas. Erat kaitannya dengan kebutuhan
untuk memperlihatkan kemampuan dan memeroleh kasih sayang, ialah kebutuhan untuk
menunjukkan eksistensi di dunia.
5. Kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan. Dalam menghadapi gejolak
kehidupan, manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntutnya dalam mengambil
keputusan atau memberikan makna pada kehidupannya.
6. Kebutuhan pemenuhan diri. Kita bukan saja ingin mempertahankan kehisupan, kita juga ingin
mengingkatkan kualitas kehidupan kita; ingin memenuhi potensi-potensi kita.
Sikap
ada yang mengnggap sikap hanyalah sejenismotif sosiogenesisyang diperoleh melalui proses belajar
(Sherif dan Sherif, 1956:489). Ada pula yang melihat sikap sikap sebagai kesiapan saraf (neural
settings) sebelum memberikan respons (Allport, 1924). Dari berbagai definisi kita dapat
menyimpulkan beberapa hal. Pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir,
dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan
kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh
berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. Kedua, sikap mempunyai daya
pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah
orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan
diinginkan; mengenyampingkan apa yang tidak diinginkan, apa yang harus dihindari (Sherif dan
Sherif, 1956: 489). Ketiga, sikap relative lebih menetap. Bagaimana studi menunjukkan bahwa sikap
politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami perubahan. Keempat, sikap
mengandung aspek evaluatif: artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan,
sehingga Bem memberikan definisi sederhana Attitudes are likes and dislikes. Kelima, sikap timbul
dari pengalaman; tidak dibawa sejak lahir, tetapimerupakan hasil belajar. Oleh karena itu, sikap dapat
diperteguh atau diubah.
Emosi
Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan
dan proses fisiologis. Ada 4 fungsi emosi (Coleman dan Hummen, 197:62). Pertama, emosi adalah
pembangkit energi (energizer). Kedua, emosi adalah pembawa informasi (messenger). Ketiga, emosi
bukan saja pembawa informasi dalam komunikasi intrapersonal, tetapi juga pembawa pesan dalam
komunikasi interpersonal. Keempat, emosi juga merupakan sumber informasi tentang keberhasilan
kita.
Emosi berbeda-beda dalam hal intensitas dan lamanya. Ada emosi yang ringan, berat dan
desintegratif. Emosi ringan meningkatkan perhatian kita kepada situasi yang dihadapi, disertai dengan
perasaan tegang sedikit. Di sini Anda masih mampu mengendalikannya dan menghindarinya kapan
Anda mau. Emosi kuat disertai rangsangan fisiologis yang kuat. Detakan jantung, tekanan darah,
pernapasan, produksi adrenalin, semuanya meningkat. Emosi yang desintegratif tentu saja terjadi
dalam intensitas emosi yang memuncak.
Dari segi lamanya, ada emosi yang berlangsung singkat da nada yang berlangsung lama. Mood adalah
emosi yang menetap selama berjam-jam atau beberapa hari. Mood mempengaruhi persepsi kita atau
penafsiran kita pada stimulus yang merangsang alat indera kita.
Kepercayaan
kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis. Jadi, kepercayaan dapat bersifat
rasional atau irrasional. Kepercayaan memeberikan perspektif pada manusia dalam memersepsi
kenyataan., memberikan dasar bagi pengambilan keputusan dan menentukan sikap terhadap objek
sikap.
Menurut Solomon E. Asch, kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingan.
Pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang. Banyak kepercayaan
kita didasarkan pada pengetahuan yang tidak lengkap.
Kebiasaan
komponen konatif dari faktor sosiopsikologis, terdiri atas kebiasaan dan kemauan. Kebiasaan adalah
aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis tidak direncanakan. Setiap oranh
mempunyai kebiasaan yang berlainan dalam menanggapi stimulus tertentu. Kebiasaan inilah yang
memberikan pola perilaku yang dapat diramalkan.
Kemauan
kemauan erat kaitannya dengan tindakan, bahkan ada yang mendefiniskan kemauan sebagai tindakan
yang merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan: (1) hasil keinginan untuk mencapai tujuan
tertentu yang begitu kuat sehingga mendorong orang untuk mengorbankan nilai-nilai yang lain, yang
tidak sesuai dengan pencapaian tujuan; (2) berdasarkan pengetahuan tentang, cara-cara yang
diperlukan untuk mencapai tujuan; (3) dipengaruhi oleh kecerdasan dan energy yang diperlukan untuk
mencapai tujuan; (4) pengeluaran energy yang sebenarnya dengan satu cara yang tepat untuk
mencapai tujuan.
2.3. Faktor-faktor Situasional yang mempengaruhi perilaku Manusia
Faktor Ekologis
kaum determinisme lingkungan sering menyatakan bahwa keadaan alam memengaruhi gaya hidup
dan perilaku.
Faktor Rancangan dan Arsitektural
satu rancangan arsitektur dapat memengaruhi pola komunikasi di antara orang-orang yang hidup
dalam naungan arsitektural tertentu. Osmond (1957) dan Sommer (1969) membedakan antara desain
bangunan yang mendorong orang untuk berinteraksi (sosiopetal) dan rancangan bangunan yang
menyebabkan orang menghindari interaksi (sosiofugal). Pengaturan ruangan juga terbukti
memengaruhi pola-pola perilaku yang terjadi.
Faktor Temporal
telah banyak diteliti pengaruh waktu terjadap bioritma manusia. Tanpa mengetahui bioritma sekalipun
banyak kegiatan kita diatur berdasarkan waktu; makan, pergi ke sekolah, bekerja, beristirahat, berlibur
beribadah, dan sebagainya. Satu pesan komunikasi yang disampaikan pada pagi hari akan
memberikan makna yang lain bila disampaikan di tengah malam, jadi, yang mempengaruhi manusia
bukan saja di mana mereka berada, tetapi juga bilamana mereka berada.
Suasana Perilaku (behavior Settings)
roger Baker selama bertahun-tahun meneliti efek lingkungan terhadap individu. Lingkungan
dibaginya ke dalam beberapa satuan yang terpisah, yamg disenut suasana perilaku. Pesta, ruangan
kelas, took, rumah ibadah, pemandian, bioskop adalah contoh-contoh suasana perilaku. Pada setiap
suasana terdapat pola-pola hubungan yang mengatur perilaku orang-orang didalamnya. Di masjid
orang tidak akan berteriak keras, seperti dalam pesta orang tidak akan melakukan upacara ibadah.
Teknologi
Alvin Tofler melukiskan tiga gelombang peradaban manusia yang terjadi sebagai akibat perubahan
teknologi. Lingkungan teknologis (technosphere) yang meliputi sistem energ, sistem reproduksi dan
sistem distribusi, membentuk serangkaian perilaku sosial yang sesuai dengannya (sociosphere).
Bersamaan dengan itu tumbuh pola-pola penyebaran informasi (infosphere) yang memengaruhi
suasana kejiwaan (psychosphere) setiap anggota masyarakat. Dalam ilmu komunikasi, Mashall
McLuhan (1964) menunjukkan bahwa bentuk teknologi komunikasi lebih penting daripada isi media
komunikasi.
Faktor-faktor sosial
sistem peranan yang ditetapkan dalam suatu masyarakat, struktur kelompok dan organisasi,
karakteristik populasi, adalah faktor-faktor sosial yang menata perilaku manusia. Dari segi
komunikasi, teori penyebaran inovasi (Roger & Shoemaker, 1971) dan teori kritik (Habermas, 1979)
memperlihatkan bagaimana sistem komunikasi sangat dipengaruhi oleh struktur sosial.
Lingkungan Psikososial
persepsi kita tentang sejauhmana lingkungan memuaskan atau mengecewakan kita, akan
memengaruhi perilaku kita dalam lingkungan itu. Lingkungan dalam persepsi kita lazim disebut
sebagai iklim (climate). Dalam organisasi, iklim psikososial menunjukkan persepsi orang tentang
kebebasan individual, keketatan, pengawasan, kemungkinan kemajuan, dan tingkat keakraban.
Stimulus yang Mendorong dan Mmemperteguh Perilaku
beberapa peneliti psikologi, seperti Fredericsen Price, dan Bouffard (1972), meneliti kendala situasi
yang mempengaruhi kelayakan melakukan perilaku tertentu. Ada situasi yang memberikan rentangan
kelayakan perilaku (behavioral appopriateness), seperti situasi di taman, dan situasi yang banyak
memberikan kendala pada perilaku, seperti gereja. Situasi yang permissif memungkinkan orang
melakukan banyak hal tanpa harus merasa malu. Sebaliknya, situasi restriktif menghambat orang
untuk berperilaku sekehendak hatinya.
Namun manusia memberikan reaksi yang berbeda-beda terhadap situasi yang dihadapinya, sesuai
dengan karakteristik personal yang dimilikinya. Perilaku manusia merupakan hasil interaksi yang
menarik antara keunikan individual dengan keumuman situasional.