PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian
pada pengguna kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan
kurangnya kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram,
2007). Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan
kecelakaan kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang
mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal dunia dan lebih
dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanen
(Widiyanto, 2007).
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
disamping kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian
maupun akibat kekerasan.Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non
degeneratif non konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral
yang menyebabkan kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan
psikososial
baik
sementara
atau
permanen.
Trauma
kepala
dapat
ini disebabkan karena struktur anatomic dan fisiologik dari isi ruang
tengkorak yang majemuk, dengan konsistensi cair, lunak dan padat yaitu
cairan otak, selaput otak, jaringan syaraf, pembuluh darah dan tulang
(Retnaningsih, 2008).
Dari berbagai refrensi diatas, kecelakaan lalu lintas merupakan
masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, khusunya di negara
berkembang. Menurut World Health Orhanization (WHO) pada tahun 2002
kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian urutan kesebelas di
seluruh dunia , sekitar 1,2 juta jiwa meninggal setiap tahunnya. Angka
kematian semakin meningkat dari tahun ke tahun akibat dari cidera kepala
yang mendapat penanganan yang kurang tepat atau tidak sesuai dengan
harapan kita (Smeltzer, 2002).
Akibat trauma pasien mengalami perubahan fisik maupun psikologis.
Akibat yang sering terjadi pada pasien CKB antara lain terjadi cedera otak
sekunder, edema cerebral ,peningkatan tekanan intrakranial, vasospasme,
hidrosefalus, gangguan metabolik, infeksi dan kejang (Haddad, 2012) . Oleh
karena itu, diharapkan penanganan yang cepat dan akurat agar dapat
menekan morbidibitas dan mortilitas kematian maupun terlambatnya rujukan
yang menyebabkan kondisi pasien semakin memburuk (National Institute of
Neurological Disorder, 2002).
Selama dua puluh tahun terakhir, banyak dipelajari tentang
penanganan kritis CKB . Pada tahun 1996 Brain Trauma Foundation (BTF)
memberikan pedoman pertama untuk penanganan CKB yang telah di setujui
oleh American Assosiation of Surgeons Neurologis dan disahkan oleh
Komite Organisasi Kesehatan Dunia Neurotraumalogy dan direvisi pada
tahun 2007 adalah stabilisasi pasien, mencegah peningkatan tekanan
intrakranial, menjaga kestabilan tekanan perfusi jaringan (CPP), mencegah
cidera otak sekunder dan infeksi sistemik, optimalisasi hemodinamik cerebral
dan oksigenasi (Katsuji,2010).
Pemeriksaan yang idealnya harus dilakukan pada semua cedera
kepala yang disertai dengan kehilangan kesadaran lebih dari 5 menit,
amnesia, sakit kepala hebat, GCS<15, atau adanya defisit neurologis fokal
adalah CT Scan. Foto servikal dilakukan bila terdapat nyeri pada palpasi
leher. Pemeriksaan CT SCAN sangat mutlak pada kasus trauma kepala
untuk menentukan adanya kelainan intrakranial terutama pada cedera
untuk
pelaksanaan
asuhan
keperawatan
mengenai
bagaimana
asuha
keperawatan