PENDAHULUAN
Intra Uterine Fetal Death (IUFD) merupakan kematian yang terjadi saat
usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan janin sudah mencapai ukuran 500 gram
atau lebih. Umumnya, IUFD terjadi menjelang persalinan saat kehamilan sudah
memasuki usia 32 minggu dan istilah lahir mati (stillbirth) yang merupakan
kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai usia kehamilan
28 minggu, sering digunakan bersamaan dengan IUFD. Bobak, et al (2005)
menyatakan bahwa IUFD adalah kematian in utero sebelum terjadi pengeluaran
lengkap dari hasil konsepsi dan bukan disebabkan oleh aborsi terapeutik atau
elektif.
Setiap tahunnya diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal di seluruh
dunia dimana 57% diantaranya merupakan kematian fetal atau intrauterine fetal
death (IUFD). Sekitar 98% dari kematian perinatal ini terjadi di negara yang
berkembang (Winkjosastro, 2008). Kematian janin dapat terjadi antepartum atau
intrapartum dan merupakan komplikasi yang paling berbahaya dalam kehamilan.
Insiden kematian janin ini bervariasi diantara negara. Hingga saat ini, IUFD masih
menjadi masalah utama dalam praktek obstretrik (De Cherney, 2011 dan Scoot,
2002).
IUFD dapat disebabkan oleh banyak hal, pada umumnya penyebab tersebut
dikelompokkan menjadi; 1) kausa janin (berkontribusi sebesar 25-40% kematian
janin, terdiri dari anomali atau malformasi kongenital mayor (Neural defects,
hidrops fetalis, hidrosefalus, kelainan jantung congenital) dan infeksi janin oleh
bakteri dan virus. 2) kausa plasenta (berkontribusi sebesar 15-25% kematian
bayi), terdiri dari solusio plasenta, infeksi plasenta dan selaput ketuban, infark
plasenta dan perdarahan di belakang plasenta. 3) kausa ibu, berupa penyakit
hipertensi dan diabetes yang diderita ibu hamil merupakan penyakit yang paling
sering menyebabkan 5-8% bayi lahir mati. 4) kematian yang tidak dapat
dijelaskan, sekitar 10% kematian janin tetap tidak dapat dijelaskan. Kesulitan
dalam memperkirakan kausa kematian janin paling besar adalah pada janin
preterm.
Ketidaksesuaian rhesus dan golongan darah juga bisa mengakibatkan
kematian janin. Jamiyah (2002) menambahkan bahwa gerakan janin yang
hiperaktif dan kelainan kromosom juga dapat menjadi penyebab dari kematian
janin. Trauma kehamilan dan status gizi ibu hamil juga dianggap sebagai pencetus
terjadinya kematian janin. Diagnosis IUFD ditegakkan dengan melakukan
pengkajian berupa pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Penatalaksanaan kematian janin intra uterin ialah melakukan terminasi
kehamilan yang dapat dilakukan melalui penanganan ekspektatif dan penanganan
aktif. Ada beberapa metode terminasi kehamilan pada kematian janin intra uterin,
yaitu dengan induksi persalinan pervaginam dan persalinan dengan Sectio
Caesaria.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
IUFD atau Intrauterine Fetal Death merujuk pada kematian janin dalam
kandungan atau sebelum proses persalinan selesai setelah usia minimal janin
secara teoritis viable (dapat bertahan hidup) di luar kandungan, yang berdasarkan
konsensus adalah setelah 20 minggu usia kehamilan atau berat janin di atas 500
gr. Kematian janin sebelum usia viable dianggap sebagai sebuah abortus atau
keguguran. IUFD juga disebut dengan nama FDIU atau Fetal Demise In Utero.
Kematian janin dapat dibagi dalam 4 golongan yaitu :
1. Golongan I
: kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu
penuh (early fetal death).
2. Golongan II
: kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu
(intermediate fetal death).
3. Golongan III
: kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late
fetal death)
4. Golongan IV
golongan di atas.
2.2 Frekuensi
Menurut Copper, sekitar 80% janin yang lahir meninggal (stillbirth) terjadi
sebelum masa aterm dan 50% terjadi sebelum usia kandungan 28 minggu.
Insiden kematian janin yang tampak sebagai lahir meninggal menurut NCHS
dapat dilihat pada gambar 1.
Insidens kematian janin telah menurun di negara maju dan penyebabnya pun
telah berubah. Angka kematian janin di Kanada misalnya telah menurun dari 11,5
per 1000 kelahiran pada tahun 1960an menjadi 5,1 per 1000 kelahiran pada tahun
1980an. Penurunan ini selain dikarenakan kemajuan dalam dunia kedokteran akan
penanganan fetal distress juga disebabkan dengan terminasi kehamilan dini pada
janin dengan malformasi atau anomali fatal.
Antibodi antifosfolipid
Diabetes
Penyakit hipertensif kehamilan
Trauma
Gangguan persalinan
Sepsis
Asidosis
Hipoksia
Ruptur uteri
Kehamilan postterm
Obat-obatan
4
d. Penyulit/penyakit
a) Anemia
Hasil konsepsi seperti janin, plasenta dan darah membutuhkan zat besi
dalam jumlah besar untuk pembentukan sel darah merah, yaitu
sebanyak 1/10 dari seluruh zat besi dalam tubuh. Terjadinya anemia
dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi dalam hati,
limpa dan sumsum tulang. Selama masih mempunyai cukup persediaan
zat besi, Hb tidak akan turun dan bila persediaan ini habis, Hb akan
turun. Ini terjadi pada bulan kelima sampai bulan keenam kehamilan,
pada waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi anemia,
pengaruhnya terhadap hasil konsepsi salah satunya adalah kematian
janin dalam kandungan (Mochtar, 2004). Menurut Manuaba (2003),
pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sahli, dapat digolongkan sebagai berikut :
- Normal : 11 gr%
- Anemia ringan : 9-10 gr%
- Anemia sedang : 7-8 gr%
- Anemia berat : <7 gr%.
b) Pre-eklamsia dan eklamsia
Pada pre-eklampsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan
retensi garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami
spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi
kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Maka
aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin
(Mochtar, 2004).
c) Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang
letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Solusio
plasenta dapat terjadi akibat turunnya darah secara tiba-tiba oleh
spasme dari arteri yang menuju ke ruang intervirale maka terjadilah
anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini terjadi nekrotis,
spasme hilang darah kembali mengalir ke dalam intervilli, namun
pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuh, mudah pecah
terjadinya hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim.
Sehingga aliran darah ke janin melalui plasenta tidak ada dan terjadilah
kematian janin (Wiknjosastro, 2006).
d) Diabetes mellitus
Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit keturunan dengan
ciri-ciri kekurangan atau tidak terbentuknya insulin, akibat kadar gula
dalam darah yang tinggi dan mempengaruhi metabolisme tubuh secara
menyeluruh dan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin.
Umumnya wanita penderita diabetes melarikan bayi yang besar
(makrosomia). Makrosomia dapat terjadi karena glukosa dalam aliran
darahnya, pancreas yang menghasilkan lebih banyak insulin untuk
menanggulangi kadar gula yang tinggi. Glukosa berubah menjadi lemak
dan bayi menjadi besar. Bayi besar atau makrosomia menimbulkan
masalah sewaktu melahirkan dan kadang-kadang mati sebelum lahir
(Stridje, 2000).
e) Rhesus iso-imunisasi
Jika orang berdarah rhesus negatif diberi darah rhesus positif,
maka antigen rhesus akan membuat penerima darah membentuk
10
11
12
13
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin
sangat berkurang.
b. Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil
atau kehamilan tidak seperti biasa.
c. Ibu merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi keras dan merasa
sakit-sakit seperti mau melahirkan.
2. Inspeksi
Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama
pada ibu yang kurus.
3. Palpasi
a. Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba
gerakan-gerakan janin.
b. Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang
kepala janin.
4. Auskultasi
Baik memakai stetoskop, monoral maupun dengan doptone tidak terdengar
denyut jantung janin (DJJ)
5. Reaksi kehamilan
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam
kandungan.
Tabel 2. Diagnosis gerak janin tidak dirasakan
Gejala dan tanda selalu
Gejala dan tanda
ada
kadang-kadang ada
Gerak janin
Syok
Uterus
berkurang atau hilang
Nyeri perut
tegang/kaku
Perdarahan
pervaginam sesudah
hamil 22 minggu
Gerakan janin
Syok
Perut
dan DJJ tidak ada
Perdarahan
kembung/cairan bebas
Diagnosis kemungkinan
Solusio plasenta
Rupture uteri
14
Nyeri perut
hebat
intraabdomen
Kontur uterus
abnormal
Abdomen nyeri
Bagian-bagian
janin teraba
Gerakan janin
berkurang atau hilang
DJJ abnormal
(<100/menit atau >
180/menit)
Gerakan
janin/DJJ hilang
Cairan ketuban
bercampur mekonium
Gawat janin
Tanda-tanda
kehamilan berhenti
Tinggi fundus
uteri berkurang
Pembesaran
uterus berkurang
Kematian janin
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahanperubahan sebagai berikut :
1. Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) :
kulit kemerahan setengah matang
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) :
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi
kemudian menjadi merah dan mulai mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan
serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai
air ketuban menjadi merah coklat.
.
15
16
BAB III
PENYAJIAN KASUS
18
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. H
Umur
: 27 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Status
: Menikah
Alamat
: Dsn Selobat RT 05/RW 02, Kecamatan Selakau Timur, Sambas.
Tgl MRS
: 25-09-2015, pukul : 18.11 WIB
No. MR
: 29xxxx
Tgl KRS
: 26-09-2015
Identitas Suami :
Nama
: Tn. S
Umur
: 28 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Petani
Status
: Menikah
Alamat
: Dsn Selobat RT 05/RW 02, Kecamatan Selakau Timur, Sambas.
II.
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Tidak merasakan gerakan janin
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien tidak merasakan gerakan janin lagi sejak 8 jam sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan tersebut disertai dengan mules yang awalnya hilang timbul namun
semakin lama frekuensinya semakin sering serta terdapat pengeluaran lendir
bercampur darah. Pengeluaran air dirasakan pasien sejak 2 jam sebelum masuk
rumah sakit, pasien tidak mengetahui warna air yang keluar tersebut. Pasien
merupakan rujukan dari polindes selobat dengan G2P1A0 hamil 36 minggu
dengan pemeriksaan denyut jantung janin yang tidak jelas sejak 3 jam sebelum
rumah sakit. Keluhan lain seperti demam, mual, muntah dan pusing disangkal
oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Riwayat kencing
manis, tekanan darah tinggi, asma dan alergi disangkal. Pasien tidak pernah
mengeluhkan adanya riwayat keputihan dalam jangka waktu yang lama atau
19
Riwayat Obstetrik :
Merupakan kehamilan yang kedua. Anak pertama pasien sekarang berumur 3
tahun dilahirkan dengan persalinan pervaginam (spontan) ditolong oleh bidan di
Polindes, lahir cukup bulan dan langsung menangis, akan tetapi pasien lupa
tepatnya berapa berat badan lahirnya, pasien hanya ingat sekitar 1 kg lebih hampir
mencapai 2 kg. Pasien tidak pernah mengalami keguguran sebelumnya.
Riwayat Kehamilan Sekarang :
Pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke Polindes hamper setiap bulan
(selama kehamilan sekitar 6-7 kali), namun tidak pernah periksa ke dokter
kandungan dan tidak pernah USG. HPHT 11-01-2015. Taksiran persalinan tanggal
18-10-2015, usia kehamilan 36 minggu. Selama hamil, pasien mengaku tekanan
darahnya cenderung normal (biasa periksa ke Polindes) dan baru tinggi setelah
periksa sekarang ketika akan mau melahirkan karena terakhir pasien kontrol ke
bidan adalah 1 bulan yang lalu.
20
PEMERIKSAAN FISIK
: 60 kg (sebelum hamil)
70 kg (hamil), kenaikan berat badan 10 kg
Tinggi badan
: 145 cm
Keadan umum
: Lemah
Kesadaran
: Kompos mentis
Gizi
: Kesan Cukup
Tanda vital
:
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
: 150/90 mmHg
: 84 x/menit
: 30 x/menit
: 36,5 0C
STATUS GENERALIS
Kepala
: normocephali
Mata
cahaya (+/+)
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Paru
Jantung
21
STATUS OBSTETRIK
Pemeriksaan luar : 25-09-2015 pukul 18.12 (pemeriksaan di IGD)
Palpasi :
Leopold I : teratas bulat-lunak-lebar: interpretasi bokong
Leopold II : kiri keras panjang, interpretasi punggung
Leopold III : terbawah, bulat-keras-tunggal : interpretasi kepala
Leopold IV : bagian terbawah sudah masuk pintu atas panggul (PAP)
Denyut jantung janin : tidak didapatkan
His
: sering dan kuat
Tinggi Fundus Uteri : 34 cm
Taksiran berat janin : 3400 gr
Pemeriksaan dalam
Pembukaan
Penurunan
Ketuban
:
: Lengkap
: Hodge IV
: tidak didapatkan
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Kadar normal
HGB (11,5 16,5 g/dl)
WBC (3.500-10.000/dL)
PLT dL (100.000 400.000/dL)
Eritrosit
Waktu pembekuan (5-15 menit)
Waktu perdarahan (1-3 menit)
Golongan darah
HIV
HbsAg
Tanggal 25-09-2015
9.3
15.800
178.000
3,10 juta
600
200
O
(-) Non Reaktif
(-) Non Reaktif
2. Pemeriksaan Urinalisis
Kadar normal
Makroskopik
Warna
Berat Jenis (1,015-1,025)
pH (4,8-7,4)
Protein (negatif)
Keton (negatif)
Bilirubin (negatif)
Urobilinogen (3,2 mol/L)
Leukosit (negatif)
Nitrit (negatif)
Glukosa (negatif)
Tanggal 25-09-2015
Kuning
1,025
6,0
+1
+2
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
22
Mikroskopik
Epitel (5-15 sel/lpb)
Leukosit (1-4 sel/lpb)
Eritrosit (0-1 sel/lpb)
Silinder (hialin kadang ada)
Kristal (negatif)
+
1-2 sel/lpb
20-30 sel/lpb
-
V.
DIAGNOSIS
G2P1A0 hamil 36 minggu dengan IUFD + Preeklampsia Ringan
VI.
TINDAKAN/TERAPI
Observasi KU dan TTV ibu
Rencana persalinan pervaginam
IVFD RL 20 TPM
VII. PROGNOSIS
1. Prognosis Ibu
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
2. Prognosis Janin
Quo ad vitam
Quo ad functionam
: malam
: malam
IX.
TERAPI POST-PARTUM
Observasi TTV, KU dan perdarahan pervaginam
Ciprofloxacin 2 x 500 mg per oral
Asam Mefenamat 3 x 500 mg per oral
Mersibion 1 x 1 tab per oral
23
X.
FOLLOW UP :
pusing (-), mual (-), muntah (-) dan nafsu makan baik
Keadaan umum : baik
Kesadaran
: kompos mentis
: 100 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Temperatur
: 36,40C
Abdomen
TFU
24
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Penegakan Diagnosis
Dalam melakukan tatalaksana terhadap kasus ini hal pertama yang perlu
diketahui adalah memastikan diagnosis pada pasien ini. Diagnosis Intra Uterine
Fetal Death (IUFD) dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan obstetrik dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Pasien datang ke RS Abdul Aziz dengan keluhan tidak merasakan gerakan
janin sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Dari keluhan tidak merasakan
gerakan janin, maka dapat dibuat diagnosis banding antara lain:
a. IUFD
b. Gawat Janin
c. Ruptur uteri
d. Solusio plasenta.
e. Polihidramnion
Pada IUFD, tidak didapatkan gerakan janin dan denyut jantung janin tidak
ada. Selain itu tanda-tanda kehamilan berhenti, TFU berkurang, pembesaran
uterus berkurang. Pada gawat janin, didapatkan gerakan janin berkurang atau
hilang, DJJ abnormal (< 100x/menit atau > 180x/menit) dan cairan ketuban
bercampur mekonium. Pada rupture uteri gerakan janin dan DJJ tidak ada,
perdarahan, nyeri perut hebat dan bisa dijumpai syok, perut kembung, kontur
25
uterus abnormal, nyeri abdomen, bagian janin teraba dan denyut nadi ibu cepat.
Pada solusio plasenta didapatkan gerakan janin berkurang atau hilang, nyeri perut
hilanng timbul atau menetap, perdarahan pervaginam setelah hamil 22 minggu
serta dapat dijumpai syok, uterus tegang atau kaku dan gawat janin atau DJJ tidak
terdengar.
Pada kasus ini, selain pergerakan janin yang tidak ada lagi, pasien menyatakan
terdapat keluhan seperti keluar lendir bercampur darah (tanda persalinan) disertai
pengeluaran air (mengarah kepada ketuban pecah dini). Dari anamnesis, maka
keadaan seperti solusio plasenta, gawat janin dan rupture uteri dapat disingkirkan.
Hal ini dipertegas pada pemeriksaan fisik, dimana ditemukan keadaan pasien
dalam kondisi baik, tidak syok, yang dilihat dari TTV dalam batas normal.
Kemudian pada pemeriksaa obstetrik dengan palpasi tidak ditemukan adanya
tanda gawat janin seperi DJJ yang < 100x/menit atau > 180x/menit dan tidak
adanya pengeluaran mekonium, bahkan pada pasien sudah tidak ditemukannya
DJJ lagi.
Dari anamnesis juga diketahui bahwa ini merupakan kehamilan kedua pasien
dengan kehamilan pertama lahir spontan ditolong bidan dengan usia kehamilan
cukup bulan, langsung menangis dengan berat badan lahir 2.000 gram (BBLR),
yang sekarang sudah berusia 3 tahun. Ini menandakan bahwa pada kehamilan
sebelumnya kemungkinan terjadi intrauterine growth restriction (IUGR) pada
anak pertama pasien ataupun kecil untuk masa kehamilannya (KMK), asumsi ini
ditegakkan berdasarkan berat badan lahir dan usia kehamilan saat persalinan.
Pasien mengaku bahwa HPHT pada tanggal 11-01-2015 dengan taksiran
persalinan 18-10-2015 maka usia kehamilan pasien adalah 36 minggu, dan pasien
tidak pernah di USG.
Selain itu pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah pasien
150/90 dan untuk tanda vital lain dalam batas normal. Hal ini menunjukkan
bahwa pasien mengalami hipertensi dalam kehamilan. Dari anamnesis, pasien
menyangkal memiliki tekanan darah tinggi baik pada kehamilan pertama maupun
sebelum kehamilan dan mengaku bahwa baru sekarang ini tekanan darahnya
tinggi, sehingga kemungkinan akan adanya hipertensi kronis pada pasien dapat
disangkal. Pada pemeriksaan urinalisis didapatkan adanya protein urine (+1), yang
26
memperkuat diagnosis pada pasien ini adalah preeklampsia ringan. Dapat dilihat
pada tabel di bawah ini mengenai kriteria diagnosis untuk hipertensi dalam
kehamilan:
2. Penatalaksanaan
Setelah diagnosis ditegakkan, maka perlu dilakukan penanganan pada pasien
ini, apakah janin akan dilahirkan pervaginam atau seksio sesaria. Untuk dapat
menentukannya, maka perlu dipertimbangkan apakah ada kontraindikasi untuk
a.
b.
c.
d.
e.
27
janin letak kepala. Karena semua kondisi di atas tidak terpenuhi maka janin dapat
dilahirkan pervaginam.
Kemudian ditentukan dengan jalan apakah janin akan dilahirkan, apakah
dengan penanganan pasif ataukah aktif. Mengingat bahwa ketika datang pasien
sudah menunjukkan tanda-tanda persalinan berupa pengeluaran air, pengeluaran
lendir bercampur darah dan mules yang kuat serta tidak berapa lama setelah
datang dari pemeriksaan dalam menunjukkan pembukaan sudah lengkap, maka
pasien dilaksanakan persalinan secara pervaginam. Pada penanganan pasif, ibu
dengan IUFD diobservasi dan ditunggu untuk terjadinya persalinan secara spontan
selama kurang lebih 2-3 minggu. Pada kebanyakan ibu dengan IUFD (90%)
mengalami persalinan spontan dalam 3 minggu pertama. Pada IUFD, jika tidak
dilahirkan dalam 3 minggu pertama maka dapat terjadi disseminated
intravascular coagulopathy (DIC) yang dinilai dengan adanya perdarahan
spontan, penurunan nilai trombosit dan fibrinogen, serta kemungkinan terjadinya
infeksi intra-uterine jika sudah ketubannya sudah pecah. Masa penantian
persalinan yang semakin lama juga dihubungkan dengan tingkat stress yang tinggi
pada ibu, yang dapat menimbulkan kecemasan sampai depresi pada ibu dengan
IUFD (RCPI, 2013). Jika dengan penanganan pasif tidak berhasil, maka harus
dilakukan penanganan aktif baik dengan drip oksitosin maupun pemberian
prostaglandin (misoprostol).
3. Penyebab IUFD
Teori mengatakan bahwa 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas.
Penyebab IUFD dapat ditinjau dari 3 faktor yang dapat dinilai yaitu faktor janin,
plasenta dan maternal. Dari kasus ini faktor janin yang mendukung terjadinya
IUFD adalah terjadinya lilitan tali pusat 1 kali erat, dapat diperkirakan bahwa
makin masuk kepala janin ke dasar panggul, makin erat lilitan tali pusat dan
makin terganggu aliran darah menuju dan dari janin sehingga dapat menyebabkan
kematian janin dalam kandungan. Sedangkan penyebab lain seperti anomali
kromosom, kelainan kongenital ataupun kelainan plasenta mungkin bukan
menjadi faktor yang mendukung terjadinya IUFD dalam kasus ini, meskipun tetap
28
hasil reaktif, maka dapat dilakukan terapi antivirus pada pasien ini sambil
dilakukan evaluasi sampai kadar titernya negatif dan baru boleh hamil lagi setelah
itu.
30
BAB V
KESIMPULAN
31