oleh
Josi Novarianto, S. Kep
NIM 082311101061
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN
DENGAN KERATITIS DI POLI MATA
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
Oleh : Josi Novarianto, S. Kep.
A. Kasus
Keratitis
B. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Keratitis adalah inflamasi pada kornea oleh bakteri, virus, herpes
simplek, alergi, kekurangan vit. A . Keratitis adalah peradangan pada kornea,
keratitis disebabkan oleh mikrobial dan pemajanan. Keratitis Mikrobial
adalah infeksi pada kornea yang disebabkan oleh berbagai organisme bakteri,
virus, jamur/parasit. serta abrasi yang sangat bisa menjadi pintu masuk
bakteri. Keratitis Pemajanan adalah infeksi pada kornea yang terjadi akibat
kornea tidak dilembabkan secara memadai dan dilindungi oleh kelopak mata,
kekeringan mata dapat terjadi dan kemudian diikuti ulserasi dan infeksi
sekunder (Smeltzer dan Bare, 2001).
Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam
penglihatan menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan superficial
yaitu pada lapisan epitel atau membran bowman dan lapisan profunda jika
sudah mengenai lapisan stroma (Roderick et al, 2009).
2. Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya (Ilyas,
2004) :
a.
b.
c.
d.
.
Gambar 1. Keratitis Marginal
3) Keratitis Interstisial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana infeksi keratitis
diikuti masuknya pembuluh darah ke dalam kornea dan dapat
menyebabkan hilangnya transparansi kornea. Keratitis interstitial
dapat berlanjut menjadi kebutaan. Keratitis Interstisial dapat terjadi
akibat alergi atau infeksi spiroket ke dalam stroma kornea dan akibat
tuberkulosis (Ilyas, 2004).
3) Kreatitis Virus
Herpes simpleks virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus
tersering pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia
sebagai host, merupakan parasit intraselular obligat yang dapat
ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut, vagina dan
mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan
jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung
virus (Ilyas, 2004). Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri
pada mata, fotofobia, penglihatan kabur, mata berair, mata merah,
tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang terkena
(Ilyas, 2004).
Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan
infiltrat perineural. Bentuk-bentuk awal pada penyakit ini, dengan
perubahan-perubahan hanya terbatas pada epitel kornea semakin
banyak
ditemukan.
Keratitis
Acanthamoeba
sering
disalah
4. Patofisiologi
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung yang uniform dan
jendela yang dilalui berkas cahaya retina. Sifat tembus cahayanya
disebabkan strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgessens.
Deturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan
oleh fungsi sawar epitel. Epitel adalah sawar yang efisiens terhadap
masuknya mikroorganisme ke dalam kornea dan merupakan satu lapis selsel pelapis permukaan posterior kornea yang tidak dapat diganti baru. Selsel ini berfungsi sebagai pompa cairan dan menjaga agar kornea tetap tipis
dan basah, dengan demikian mempertahankan kejernihan optiknya. Jika
sel-sel ini cedera atau hilang, timbul edema dan penebalan kornea yang
pada akhirnya menggangu penglihatan (AAO, 2008) .
Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tak
dapat segera datang. Maka badan kornea, sel-sel yang terdapat di dalam
stroma segera bekerja sebagai makrofag baru kemudian disusul oleh
pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagi injeksi
perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrat, yang tampak sebagi bercak
bewarna kelabu, keruh, dan permukaan yang licin (Roderick et al, 2009).
Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea
yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma. Pada perdangan yang
hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan
melalui membran descement dan endotel kornea. Dengan demikian iris
dan badan siliar meradang dan timbulah kekeruhan di cairan COA, disusul
dengan terbentuknya hipopion (Roderick et al, 2009).
Gangguan refraksi
Jaringan parut permanent
Ulkus kornea
Perforasi kornea
Glaukoma sekunder
2)
3)
Tonometri digital palpasi: Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila
tonometer tidak dapat dipakai atau sulit dinilai seperti pada sikatrik
kornea, kornea ireguler dan infeksi kornea. Pada cara ini diperlukan
2)
3)
4)
5)
C. CLINICAL PATHWAYS
Hipersensitivitas, gang nervus
trigeminus, kurang vit A, mata
kering
Inflamasi
Kekeringan pada permukaan
kornea
Ulserasi kornea
bradikinin
keratitis
Mengganggu
kejernihan dan
kelengkungan kornea
nosiseptor
Cornu dorsalis medula spinalis
thalamus
Pandangan kabur
Korteks serebri
Interpretasi nyeri
Nyeri
Resiko cedera
Perubahan status
kesehatan
Kurang pengetahuan
Ansietas
D. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Nama:
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia
Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa:
Pekerjaan: petani, montir, buruh pabrik
Pendidikan:
Status menikah:
Alamat:
Tanggal MRS:
Diagnosa medis: Keratitis
b. Identitas penaggung jawab meliiputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya keluhan
seperti nyeri, mata berair, mata merah, silau dan sekret pada mata.
d. Rambut dan hygiene kepala: kaji kondisi kepala dan rambut meliputi
inspeksi warna rambut, jenis rambut, bentuk kepala, ada tidaknya lesi dan
ketombe, ada tidaknya memar, kondisi rambut apakah kotor dan berbau.
Palpasi apakah terdapat nyeri tekan, apakah terdapat rambut rontok.
e. Mata
1) Ketajaman penglihatan: Uji formal ketajaman penglihatan harus
merupakan bagian dari setiap data dasar pasien. Tajam penglihatan
diuji dengan kartu mata (snellen) yang diletakkan 6 meter.
2) Palpebra superior: Merah, sakit jika ditekan
3) Palpebra inferior: Bengkak, merah, ditekan keluar secret
4) Konjungtiva tarsal superior dan inferior
Inspeksi adanya :
a) Papil, timbunan sel radang sub konjungtiva yang berwarna merah
dengan pembuluh darah ditengahnya
b) Membran, sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila
diangkat akan berdarah, membran merupakan jaringan nekrotik
yang terkoagulasi dan bercampur dengan fibrin, menembus
jaringan yang lebih dalam dan berwarna abu abu.
c) Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah
d) Litiasis, pembentukan batu senyawa kalsium berupa perkapuran
yang terjadipada konjungtiviti kronis
e) Sikatrik, terjadi pada trakoma.
5) Konjungtiva bulbi: sekresi, injeksi konjungtival, injeksi siliar,
kemosis konjungtiva bulbi, edema konjungtiva berat, flikten
peradangan disertai neovaskulrisasi
6) Kornea: erosi kornea, uji fluoresin positif, infiltrat, tertibunnya sel
radang, pannus (terdapat sel radang dengan adanya pembuluh darah
yang membentuk tabir kornea), flikten, ulkus, sikatrik
7) Bilik depan mata: hipopion (penimbunan sel radang dibagian bawah
bilik mata depan), hifema (perdarahan pada bilik mata depan)
8) Iris: rubeosis (radang pada iris), gambaran kripti pada iris
9) Pupil: reaksi sinar, isokor, pemeriksaan fundus okuli dengan
optalmoskop
untuk
melihat,
adanya
kekeruhan
pada
media
penglihatan yang keruh seperti pada kornea, lensa dan badan kaca.
f. Gigi dan mulut: meliputi kelengkapan gigi, keadaan gusi mukosa bibir,
warna lidah, peradangan pada tonsil
sensori
penglihatan
e. Resiko infeksi berhubungan dengan kontak sekret dengan mata sehat
atau mata orang lain
Rasional
1. tingkatan
nyeri
dapat
memberikan gambaran untuk
intervensi selanjutnya sesuai
kebutuhan.
2. ketidaksesuaian
antara
petunjuk verbal/non-verbal
dapat memberikan petunjuk
derajat nyeri, kebutuhan/
keefektifan intervensi.
3. Mengetahui
tingkat
pengetahuan pasien tentang
nyeri
4. Memberikan
kesempatan
pasien memilih yang tepat
sesuai keinginannya
5. Pasien lebih memahami
manfaat terapi
6. Berguna untuk mengurangi
nyeri
7. memfokuskan
kembali
perhatian, meningkatkan rasa
teknik
relaksasi
kontrol
dan
dapat
misalnya: latihan nafas
meningkatkan kemampuan
dalam atau ajak pasien
koping.
bercerita cerita.
8. analgetik menekan impuls
8. Kolaborasi
untuk
nyeri sehingga rangsangan
pemberian
analgetik
nyeri tidak diteruskan.
2.
Gangguan
persepsi
sensori
penglihatan
berhubungan dengan
gangguan penerimaan
sensori cahaya
Klien
memiliki NOC:
penggunaan
penglihatan yang
optimal
Pasien akan
berpartisipasi
dalam program
pengobatan
2.
Pasien akan
mempertahankan
lapang ketajaman
penglihatan tanpa
kehilangan lebih
lanjut.
1.
NIC:
Tentukan ketajaman 1. kebutuhan
individu
dan
penglihatan, catat apakah
pilihan intervensi bervariasi
satu atau kedua mata
sebab kehilangan penglihatan
terlibat.
terjadi lambat dan progesif,
bila bilateral, tiap mata dapat
berlanjut pada laju yang
berbeda tetapi, biasanya
hanya satu mata diperbaiki
per prosedur.
2.
Orientasikan pasien 2. Memberikan
peningkatan
terhadap
lingkungan,
kenyamanan
dan
staf, orang lain di
kekeluargaan
menurunkan
areanya.
cemas dan disorientasi
3.
Lakukan
tindakan 3. Membantu
untuk
untuk membantu pasien
memandirikan pasien
menangani keterbatasan
penglihatan
seperti
kurangi
kekacauan,
ingatkan memutar kepala
ke subjek yang terlihat
1.
3.
dan
NOC
1.
Pasien
tampak
rileks
dan
melaporkan ansietas
menurun
sampai
tingkat dapat diatasi.
2.
Pasien
menunjukkan
ketrampilan
pemecahan masalah
3.
Pasien
menggunakan
sumber
informasi
secara efektif
tentang pengobatan.
6.
perilaku yang berhasil dapat
6. Bantu pasien untuk
dikuatkan pada penerimaan
mengidentifikasi
masalah/ stres saat ini sehingga
perilaku koping dan
meningkatkan rasa kontrol diri.
sumber
koping
4.
Resiko
cedera Klien
tidak NOC:
NIC: Enviromental Safety
berhubungan dengan mengalami
1. Beradaptasi
1. Tentukan
tajam
kerusakan
fungsi cedera
dengan
penglihatan pada kedua
sensori penglihatan
lingkungan
mata
2. Menciptakan
lingkungan yang
nyaman dan aman 2. Pertahankan posisi tempat
3. Menggunakan
tidur rendah, pagar tempat
alat-alat dengan
tidur tinggi dan bel di
aman
samping tempat tidur.
3. Singkirkan benda-benda
yang dapat menimbulkan
cedera.
4. Anjurkan
anggota
keluarga untuk menemani
pasien saat berada di
lingkungan yang asing.
5. Dorong
penggunaaan
kaca mata hitam pada
cahaya kuat
5.
Resiko
infeksi
berhubungan dengan
kontak sekret dengan
mata sehat atau mata
orang lain
Klien
tidak NOC:
menunjukkan
1.
Meningkatkan
tanda-tanda
penyembuhan luka
infeksi
tepat waktu, bebas
drainase purulen,
eritema,
dan
demam.
2.
Mengidentifika
si intervensi untuk
mencegah/
menurunkan resiko
infeksi
3.
Pasien mampu
menyebutkan
tindakan
pencegahan infeksi
di rumah
dasar
dapat
pengetahuan
bagaimana
cara
9.
penularan
memproteksi diri
Kolaborasi dan Monitor
pemberian
antibiotik 9. mencegah
komplikasi
dan
kaji
efek
sampingnya
4. Discharge Planning
Discharge planning pada pasien dengan keratitis adalah:
a. Ajarkan pentingnya menjaga kebersihan diri, makanan dan lingkungan
untuk mencegah masalah kesehatan.
b. Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang untuk
meningkatkan daya tahan tubuh seperti banyak mengkonsumsi
makanan yang banyak mengandung vitamin A seperti wortel dan
pepaya.
c. Ajarkan pasien cara menjaga kebersihan mata untuk mencegah
kekambuhan.
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pelindung mata untuk melindungi
mata dari paparan sinar UV
e. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi obat yang telah diresepkan oleh
dokter untuk menccegah komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San
Fransisco 2008-2009. p. 179-90
Biswell, R. 2010. Kornea. In: Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17.
Jakarta: EGC.
Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United Sates
of America: Elsevier.