Anda di halaman 1dari 9

NAMA

: Lenda Mariella

NIM

: 13206

ACARA

: PEMANENAN DAN PENGANGKUTAN

Tanggal

: 14 November 2015

A. TUJUAN

Mengetahui cara pemanenan ikan

Mengetahui jenis panen

Mengetahui cara pengangkutan ikan

B. ALAT DAN BAHAN


Alat:

Ember
Seser
Jala atau Hapa
Oksigen
Botol oksigen
Erlenmeyer
Pipet ukur
Pipet tetes
Termometer
pH meter
Karet
Tissue
Timbangan

Penggaris atau alat pengukur panjang


Alat tulis
Kolam 3 buah
Bak fiber 3 buah
Kalkulator
Pipa paralon
Aerator
Bubble drop
Planktonet dan botol plankton
Mikroskop
Cover glass
Object glass
Plastik

Bahan:
Ikan hasil panen
Air
Aquadest
Buffer
Laruta titrasi DO (MnSO4, reagen O, HSO4 pekat, indikator amilum, 1/88

NaSO3)
Larutan titrasi CO (indikator PP, 1/44 NaOH)
Larutan titrasi alkalinitas (indikator PP, Methyl Orange, 1/50 N HSO4)

C. CARA KERJA
Melakukan Panen Total

Menguras air kolam dan bak pemeliharaan

Mengambil ikan

Menimbang total biomassa panen

Melakukan pengangkutan

Plastik diisi air 1/3 bagian dan diukur DO awal

8 ekor ikan nila dimasukkan ke dalam plastik berisi air

Beri perlakuan (tanpa penambahan oksigen dan penambahan oksigen)

Simulasi pengangkutan selama 1 jam

Goyangkan plastik pengangkutan setiap 10 menit

Ukur DO akhir

D. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Hasil Perhitungan Panen
Bak

Bak

Bak

Kolam

Kolam

Kolam

Parameter
Padat Tebar (ekor)
Jumlah Panen

Lele
30

Nila
30

Poli
30

Lele
160

Nila
130

Poli
130

(ekor)
Sintasan (SR) (%)
Biomassa Tebar

30
100

30
100

23
76,67

101
63,13

127
97,69

78
60

(kg)
Biomassa Panen

0,703

1,626

1,149

2,215

9,796

4,290

(kg)
Jumlah Pakan (kg)
FCR

2,5
1,469
0,817

2,55
2,234
2,418

1,62
1,572
3,338

6,3
2,329
0,570

15,29
14,546
2,648

6
6,293
3,681

Tabel 2. Hasil Perhitungan DO Pengangkutan

E.

DO Pengangkutan

Penambahan

DO Awal (ppm)
DO Akhir (ppm)
Selisih DO (ppm)

Oksigen
9
1,2
7,8

PEMBAHASAN

Perlakuan
Tanpa Penambahan
Oksigen
7
1,2
5,8

Pemanenan ini dilakukan ketika ikan dinilai sudah siap dipanen baik dari segi umur
maupun size. Kegiatan panen dimulai pada sore hari sekitar pukul 17.00 atau 18.00 untuk
pengurangan air tambak, karena tambak yang cukup luas sehingga membutuhkan waktu lama
untuk pengurasan air. Pengurasan air ini dilakukan dengan membuka saluran pembuangan
air

tambak dan penyedotan air dengan menggunakan diesel untuk mempercepat prosenya.

Setelah air di dalam tambak sudah surut kira-kira tinggal m atau setinggi 0,375 m dari
dasar

tambak

maka

maka proses pengambilan

ikan

dimulai.

Hal ini biasanya

dilakukan pada kondisi sudah menjelang pagi sekitar pukul 03.00 atau 04.00 pagi. Kegiatan
panen ini dimulai dan dilakukan pada pagi-pagi sekali untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti buruknya kualitas ikan akibat panas matahari langsung pada suhu tinggi
kesegaran

ikan

akan

cepat

menurun. Selain itu panen dilakukan pada pagi buta juga

untuk menghindari pengaruh air hujan saat musim penghujan yang dapat menyebabkan
ikan cepat rusak (membusuk) (Amri dan Iskandar, 2008).
Panen merupakan langkah akhir dari proses pemeliharaan untuk mengambil hasil
pembesaran selama proses pemeliharaan. Panen ada 2 yaitu :
1. Panen selektif (parsial) merupakan panen yang dilakukan dengan cara sebagai dari
tambak dan biasanya dilakukan pada malam hari dengan menggunakan jaring
sonder/sotok.
2. Panen total merupakan panen yang dilakukan dengan cara memanen secara total
(keseluruhan) udang di tambak dan biasanya membuka pintu air dan di pintu air
dipasang jaring kondom.
(Utomo, 2003)
Pengangkutan, untuk ikan konsumsi dapat diangkut dengan berbagai cara, tergantung
tujuan pasar lokal, luar daerah ataupun ekspor. Angkutan lokal biasanya menggunakan sistem
basah, sedangkan untuk luar daerah yang jauh dan ekspor dilakukan dengan sistem kering.
Transportasi ikan hidup pada dasarnya adalah memaksa menempatkan ikan dalam suatu
lingkungan baru yang berlainan dengan lingkungan asalnya dan disertai perubahanperubahan sifat lingkungan yang sangat mendadak (Hidayah 1998). Ada dua sistem
transportasi yang digunakan untuk hasil perikanan hidup di lapangan. Sistem transportasi
tersebut terdiri dari transportasi sistem basah dan transportasi sistem kering (Junianto 2003).

Proses pengangkutan ikan memerlukan teknik dan perlakuan yang berbeda-beda


tergantung jarak yang akan ditempuh. Proses pengangkutan ikan ada dua cara yakni cara
tertutup dan terbuka. Pada setiap proses pengangkutan ikan hidup, ikan harus dikondisikan
untuk mengkonsumsi oksigen sekecil mungkin karena konsumsi oksigen dari sejumlah ikan
yang diangkut membatasi lamanya pengangkutan. Suhu yang tinggi menyebabkan ikan
bernafas lebih cepat sehingga ikan mudah lelah, stres dan kebutuhan oksigen juga meningkat.
Dengan demikian, proses pengeluaran kotoran menjadi cepat akibatnya kualitas air menurun
dan mengakibatkan kematian ikan. Untuk mengatasi masalah ini, dapat dilakukan dengan
menurunkan suhu medium hidupnya atau menggunakan bahan-bahan pembius (anestesi) baik
alami maupun buatan (Karnila, 2001).
Menurut Jailani (2000), pada transportasi sistem basah, ikan diangkut di dalam wadah
tertutup atau terbuka yang berisi air laut atau air tawar tergantung jenis dan asal ikan. Pada
pengangkutan dengan wadah tertutup, ikan diangkut di dalam wadah tertutup dan suplai
oksigen diberikan secara terbatas yang telah diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan selama
pengangkutan. Pada pengangkutan dalam wadah terbuka, ikan diangkut dengan wadah
terbuka dengan suplai oksigen secara terus menerus dan aerasi selama perjalanan.
Transportasi basah biasanya digunakan untuk transportasi hasil perikanan hidup selama
penangkapan di tambak, kolam dan pelabuhan ke tempat pengumpul atau dari satu
pengumpul ke pengumpul lainnya.
Menurut Achmadi (2005), transportasi ikan hidup tanpa media air (sistem kering)
merupakan sistem pengangkutan ikan hidup dengan media pengangkutan bukan air. Pada
transportasi ikan hidup tanpa media air, ikan dibuat dalam kondisi tenang atau aktivitas
respirasi dan metabolismenya rendah. Transportasi sistem kering ini biasanya menggunakan
teknik pembiusan pada ikan atau ikan dipingsankan (imotilisasi) terlebih dahulu sebelum
dikemas dalam media tanpa air (Suryaningrum et al. 2007). Faktor-faktor yang
mempengaruhi transportasi ikan hidup dapat dibagi menjadi beberapa macam diantaranya
jenis ikan dan kepadatan. Kepadatan ikan adalah bobot ikan yang berada pada suatu wadah
dan waktu tertentu. Kepadatan ikan yang dapat diangkut tiap wadah, dengan atau tanpa
kematian ikan merupakan persoalan penting dalam pengangkutan.

Grafik 1. FCR (Food Convertion Ratio)

Grafik 2. SR (Survival Rate)


Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa Food Convertion Ratio (FCR) kolam lele
merupakan FCR yang paling rendah dengan nilai 0,570 sedangkan pada kolam polikultur
didapati FCR yang paling tinggi dengan nilai 3,681. Pada bak lele, bak nila, bak polikultur
dan kolam nila didapati FCR-nya berturut turut adalah 0,817; 2,418; 3,338; dan 2,648. Nilai
Food Convertion Ratio (FCR) cukup baik berkisar 0.8-1.6. Semakin rendah nilai rasio pakan,
maka kualitas pakan yang diberikan semakin baik. Menurut Sanoesi et al., (2003) dalam
Susanti (2004), menyatakan bahwa Nilai konversi pakan yang rendah berarti kualitas pakan
yang diberikan baik. Sedangkan bila nilai konversi pakan tinggi berarti kualitas pakan yang

diberikan kurang baik. Untuk Survival Rate (SR), diketahui bahwa bak lele dan bak nila
merupakan SR yang paling baik dengan nilai SR 100%. Sedangkan nilai SR terendah pada
kolam polikultur dengan nilainya 60%. Berdasarkan perbandingan SR dan FCR, tempat
budidaya uang baik ada pada kolam lele karena tingkat FCRnya rendah dengan kepadatan
yang 3 kali lipat dari pemeliharaan bak lele.
Berdasarkann hasil pengamatan Dissolve oxygen (DO) pada simulasi pengangkutan
didapati perbandingan kadar O2 dalam pengankutan dengan perlakuan penambahan oksigen
dan tanpa penambahan oksigen. DO awal pada penambahan oksigen didapati mencapai 9
ppm dan tanpa pengangkutan oksigen didapati 7 ppm. DO akhir dari masing masing
perlakuan adalah 1,2 ppm, sehingga selisih penambahan DO dengan perlakuan penambahan
oksigen lebih tinggi di banding yang tidak adanya penambahan oksigen. Oksigen terlarut
yang kurang selama proses transportasi dapat menimbulkan stres pada ikan sehingga
menyebabkan kematian (Swann, 1993). Oksigen masuk ke dalam air melalui difusi pasif dari
atmosfer, karena adanya perbedaan tekanan parsial oksigen di udara dan di air (Wedemeyer,
1996). Namun demikian, oksigen sukar larut dalam air karena adanya pengaruh suhu (Boyd,
1982). Menurut Urbinati dan Carneiro (2006), kadar oksigen yang baik dalam media air
untuk transportasi ikan adalah harus dipertahankan sebesar 6 mg/liter. Berdasarkan hasil
pengamatan, konsumsi oksigen pada perlakuan penambahan oksigen lebih besar di banding
tanpa penambahan oksigen. Hal ini dikarenakan ikan yang digunakan untuk simulasi
pengangkutan sedang stress akibat perlakuan yang diberikan sedemikian rupa sehingga
membutuhkan lebih banyak oksigen (Utomo, 2013). Oleh karena itu, penambahan oksigen
dapat menyelamatkan ikan dari kekurangan oksigen selama proses pengangkutan.

F.

KESIMPULAN
1. Cara pemanenan ikan dinilai sudah siap dipanen baik dari segi

umur

maupun

size, pengurasan air dan kegiatan panen ini dimulai dan dilakukan pada pagi-pagi
2. Panen ada 2 yaitu Panen selektif (parsial) dan Panen total
3. Proses pengangkutan ikan ada dua cara yakni cara tertutup dan terbuka. Pada
setiap proses pengangkutan ikan hidup, ikan harus dikondisikan untuk
mengkonsumsi oksigen sekecil mungkin karena konsumsi oksigen dari sejumlah
ikan yang diangkut membatasi lamanya pengangkutan.

G.

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi D. 2005. Pembiusan ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan tegangan
listrik untuk transportasi sistem kering [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Amri, Khairul dan Iskandar Kanna. 2008. Budi Daya Bandeng Secara Intensif, Semi
Intensif, dan Tradisional. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Boyd CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture Development in
Aquaculture and Fisheries Science 9. New York: Elsevier Scientific Publishing
Company.
Hidayah, AM. 1998. Studi Penggunaan Gas CO 2 sebagai Bahan Pembius untuk
Transportasi

Ikan

Nila

Merah

(Oreochromis

sp.).

http://help.lycos.com/newticket.php.
Jailani. 2000. Mempelajari pengaruh penggunaan pelepah pisang sebagai bahan
pengisi terhadap tingkat kelulusan hidup ikan mas (Cyprinus carpio) [skripsi].
Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Karnila R, Edison. 2001. Pengaruh suhu dan waku pembiusan bertahap terhadap
ketahanan hidup ikan jambal siam (Pangasius sutchi F) dalam ransportasi sistem
kering. Jurnal Natur Indonesia III (2): 151-167 (2001).
Suryaningrum, R.D., Sulthon, M., Prafiadi, S dan Maghfiroh, K. 2007. Peningkatan
kadar tanin dan penurunan kadar klorin sebagai upaya peningkatan nilai guna teh
celup.

Program

Kreativitas

Mahasiswa.

Penulisan

Ilmiah.

Universitas

Muhammadiyah Malang. (tidak dipublikasikan).


Susanti, D. 2004. Pengaruh Penambahan Berbagai Silase Produk Perikanan dalam
Ransum Pakan terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Ikan Nila Gift.
[Skripsi]. Universitas Diponegoro, 19 hlm.
Swann L. 1993. Transportation of Fish in Bags. United States: North Central Regional
Aquaculture Center. Fact Sheet Series # 104. Illinois Indiana.

Urbinati, E.C, dan Carneiro, P.C.F. 2006. Sodium chloride added to transport water
and physiological responses of matrinxa (Brycon amazonicus). Acta Amazonica
36(4) Mannaus Oct/Dec 2006.
Utomo, Nur B. Priyo. 2003. Modul Pemanenan dan Pengemasan. Direktorat
Pendidikan Menengah Kejuruan, Department Pendidikan Nasional.
Wedemeyer GA. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture System. New York:
Chapman and Hall.

Anda mungkin juga menyukai