Pembahasan Panen FZ
Pembahasan Panen FZ
NIM
: 13517
ACARA
Tanggal
: 14 November 2015
A. TUJUAN
Ember
Seser
Jala atau Hapa
Oksigen
Botol oksigen
Erlenmeyer
Pipet ukur
Pipet tetes
Termometer
pH meter
Karet
Tissue
Timbangan
Bahan:
Ikan hasil panen
Air
Aquadest
Buffer
Laruta titrasi DO (MnSO4, reagen O, HSO4 pekat, indikator amilum, 1/88
NaSO3)
Larutan titrasi CO (indikator PP, 1/44 NaOH)
Larutan titrasi alkalinitas (indikator PP, Methyl Orange, 1/50 N HSO4)
C. CARA KERJA
D. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Hasil Perhitungan Panen
Parameter
Padat Tebar (ekor)
Jumlah Panen
Bak
Bak
Bak
Kolam
Kolam
Kolam
Lele
30
30
Nila
30
30
Poli
30
23
Lele
160
101
Nila
130
127
Poli
130
78
(ekor)
Sintasan (SR) (%)
Biomassa Tebar
100
100
76,67
63,13
97,69
60
(kg)
Biomassa Panen
0,703
1,626
1,149
2,215
9,796
4,290
(kg)
Jumlah Pakan (kg)
FCR
2,5
1,469
0,817
2,55
2,234
2,418
1,62
1,572
3,338
6,3
2,329
0,570
15,29
14,546
2,648
6
6,293
3,681
Penambahan
DO Awal (ppm)
DO Akhir (ppm)
Selisih DO (ppm)
Oksigen
9
1,2
7,8
Perlakuan
Tanpa Penambahan
Oksigen
7
1,2
5,8
E. PEMBAHASAN
Dalam melakukan pemanenan ada baiknya kita memperhatikan beberapa hal yang
harus diperhatikan dan dipersiapkan. Hal yang harus di persiapkan tentulah alat alat
pemanenan seperti jaring, ember, dan sebagainya serta menguras kolam hingga ketinggian
tertentu.
Hal yang menjadi fokus adalah kondisi ikan, dimana ikan harus dilakukan
hingga di lokasi akhir agar tidak terjadi kesalahan yang menyebabkan kerusakkan pada
ikan. Oleh karena itu, pengankutan yang baik ialah pengankutan yang memperhatikan
kondisi ikan dan faktor yang menyebabkan kematian pada ikan. (Sani, 2014)
Dalam pengangkutan, ada beberapa hal yang harus di perhatikan dan dipertimbangkan
yaitu jarak, kepadatan ikan, penambahan O 2, dan lama pengankutan. Menurut Jangkaru
(1999) secara umum ada dua jenis pengangkutan, yaitu pengankutan sistem terbuka dan
pengankutan sistem tertutup. Pengankutan terbuka merupakan pengankutan yang media
pengangkutannya dapat berhubungan langsung dengan udara sehingga dapat terjadi difusi
udara. Sedangkan yang lainnya adalah sistem tertutup, dimana ikan hanya mengandalkan
oksigen didalam perairan dan wadah tersebut. Saanin (1975) dan Berka (1986) dalam
Arini dkk. (2011) untuk jjarak yang lebih jauh sebaiknya menggunakan pengankutan
sistem tertutup, minimal menggunakan plastik yang di ikat rapat. Lalu jumlah ikan
diusahakan tidak begitu padat, karena akan terjadi perbutan oksigen dalam wadah dan jika
kepadatannya sangat tinggi akan adanya penumpukkan gas buangan hasil metabolisme
ikan yang menyebabkan toxic sehingga tidak baik untuk kesehatan ikan.
Berdasarkan hasil pengamatan, Food Convertion Ratio (FCR) kolam lele merupakan
FCR yang paling rendah dengan nilai 0,570 sedangkan pada kolam polikultur didapati
FCR yang paling tingg dengan nilai 3,681. Pada bak lele, bak nila, bak poli dan kolam
nila didapati FCR-nya berturut turut adalah 0,817; 2,418; 3,338; dan 2,648. FCR kolam
lele merupakan FCR yang paling kecil yaitu dapat diartikan mempunyai nilai FCR yang
paling bagus dikarenakan pemanfaatan pakan untuk pertumbuhan sangat efisien, hal ini
disebabkan pola nafsu makan ikan yang relatif besar sehingga kebutuhan pakan yang
digunakan untuk pertumbuhan sangatlah terpenuhi. Dibandingkan dengan perlakuan
lainnya yang terlihat nafsu makannya tidak besar sehingga menghasil nilai FCR yang kecil
(Ihsanudin dkk., 2014). Untuk Survival Rate (SR), didapati bak lele dan bak nila
merupakan SR yang paling baik dengan nilai SR 100%. Sedangkan nilai SR terendah pada
kolam polikultur dengan nilainya 60%. Berdasarkan perbandingan SR dan FCR, tempat
budidaya uang baik ada pada kolam lele karena tingkat FCRnya rendah dengan kepadatan
yang 3 kali lipat dari pemeliharaan bak lele
Dalam teknis pengangkutan ikan, wadah pengangkutan pada sistem tertutup diberikan
oksigen untuk ikan bernafas. Berdasarkann hasil pengamatan Dissolve oxygen (DO) pada
simulasi pengankutan didapati perbandingan kadar O2 dalam pengankutan dengan
perlakuan penambahan oksigen dan tanpa penambahan oksigen. DO awal pada
penambahan oksigen didapati mencapai 9 ppm dan tanpa pengangkutan oksigen didapati 7
ppm. DO akhir dari masing masing perlakuan adalah 1,2 ppm, sehingga selisih
penambahan DO dengan perlakuan penambahan oksigen lebih tinggi di banding yang
tidak adanya penambahan oksigen. Menurut Afrianto dan Evi (1988), penambahan
oksigen bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen selama pengangkutan agar ikan
tidak mati karena kekurangan oksigen, sehingga DO awal perlakuan penambahan oksigen
paling tinggi. Berdasarkan yang di praktikumkan, konsumsi oksigen pada perlakuan
penambahan oksigen lebih besar di banding tanpa penambahan oksigen. Diduga bahwa
ikan yang digunakan untuk simulasi pengangkutan sedang stress akibat perlakuan yang
diberikan sedemikian rupa sehingga membutuhkan lebih banyak oksigen (Utomo, 2013).
Oleh karena itu, penambahan oksigen dapat menyelamatkan ikan dari kekurangan oksigen
selama proses pengankutan.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 1988. Beberapa Metode Budidaya Ikan. Kanisius.
Yogyakarta
Arini, Endang, Tita Elfitasar, dan Siwi Hadi Purnanto. 2011. Pengaruh Kepadatan Berbeda
Terhadap Kelulushidupan Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) pada Pengangkutan
Sistem Tertutup. Jurnal Saintek Perikanan Vol 7.
Ihsanudin, Iman, Sri Rejeki, dan Tristiana Yuniarti. 2014. Pengatuh Pemberian Rekombinan
Hormon Pertumbuhan (rGH) Melalui Metode Oral dengan Interval Waktu yang Berbeda
terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Benih Ikan Nila Larasati. (Oreochromis
niloticus). Journal Of Aquaculture Management and Technology Volume 3 No 2.
Jangkaru, Z. 1999. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Nila Merah. Seri Pengembangan
Penelitian Perikanan. Jawa Tengah
Kordi K, M. Ghuffran. 2014. Budidaya Ikan Konsumsi Air Tawar. Lily Publisher. Yogyakarta
Kordi K, M. Ghuffran. 2010. Budidaya Ikan Lele di Kolam Terpal. Lily Publisher.
Yogyakarta
Sani, Berlin. 2014. Budidaya Ikan Gurami. DAFA Publishing. Yogyakarta
Utomo, Nur B. Priyo. 2003. Modul Pemanenan dan Pengemasan. Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan, Department Pendidikan Nasional.