Pendahuluan
Pada manusia fungsi penghidu memiliki peranan penting. Gangguan
penghidu dapat menyebabkan seseorang tidak dapat mendeteksi kebocoran gas,
tidak dapat membedakan makanan basi, mempengaruhi selera makan,
mempengaruhi psikis, dan kualitas hidup seseorang.1, 2
Baru-baru ini, sebuah studi berbasis populasi melaporkan bahwa
prevalensi disfungsi penciuman adalah 19,1%, terdiri dari 13,3% dengan
Hiposmia dan 5,8% dengan anosmia. Penuaan, laki-laki, dan merokok juga
dikenal faktor risiko untuk disfungsi penciuman. 3
Disfungsi penciuman dapat diklasifikasikan menjadi konduktif dan jenis
sensorik-neural. jenis konduktif termasuk penyakit hidung dan sinus paranasal
(termasuk stenosis hidung, rhinitis alergi, rhinosinusitis kronis dengan poliposis,
dan tumor), dan menunjukkan prognosis relatif baik setelah manajemen medis dan
/ atau pembedahan. Jenis sensorik-neural termasuk cedera kepala traumatis,
gangguan neurodegenerative, kongenital (sindrom Kallman 's), dan racun.3
Insiden gangguan penghidu di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1,4%
dari penduduk.2 Di Austria, Switzerland, dan Jerman sekitar 80.000 penduduk
pertahun berobat ke bagian THT dengan keluhan gangguan penghidu.4 Penyebab
tersering gangguan penghidu adalah trauma kepala, penyakit sinonasal dan infeksi
saluran nafas atas.4
Ada beberapa modalitas pemeriksaan kemosensoris fungsi penghidu, tapi
jarang digunakan secara rutin di berbagai rumah sakit. Hal ini disebabkan
BAB II
Gangguan Penghidung
I. Anatomi dan Fisiologi Sistem Penghidu
Anatomi Hidung
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah adalah pangkal hidung (bridge), dorsum nasi, puncak hidung, alar nasi,
kolumela dan lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka
tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot
kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.
Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (Os nasalis), prosesus frontalis os
maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri
dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu
sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis
inferior yang disebut juga sebagai kartilago alar mayor, beberapa pasang kartilago
alar minor dan tepi anterior kartilago septum.6, 7
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares
anterior
dan
lubang
belakang
disebut
nares
posterior
(koana)
yang
akan
menyebabkan
stimuli
guanine
nucleotide,
yang
akan
B. Bulbus olfaktorius
Bulbus olfaktorius berada di dasar fossa anterior dari lobus frontal. Bundel
akson saraf penghidu (fila) berjalan dari rongga hidung dari lempeng kribriformis
diteruskan ke bulbus olfaktorius. Dalam masing-masing fila terdapat 50 sampai
200 akson reseptor penghidu pada usia muda, dan jumlah akan berkurang dengan
bertambahnya usia. Akson dari sel reseptor yang masuk akan bersinap dengan
dendrit dari neuron kedua dalam gromerulus. Perjalanan impuls di bulbus
olfaktorius (Gambar 5).6, 8
rudimeter vomeronasal disebut juga organ Jacobsons. Pada manusia saraf ini
tidak berfungsi dan tidak ada hubungan antara organ ini dengan otak. Pada
pengujian elektrofisiologik, tidak ditemukan adanya gelombang pada organ ini.6, 8
penghidu
normal
didefinisikan
sebagai
normosmia.
Defek konduktif 1, 3, 4
1. Proses inflamasi/peradangan dapat mengakibatkan gangguan pembauan.
Kelainannya meliputi rhinitis (radang hidung) dari berbagai macam tipe,
sarkoidosis
(mempengaruhi
stuktur
saraf),
Wegener
10
anosmia.
5. Disfungsi pembauan juga dapat disebabkan oleh toksisitas dari obatobatan sistemik atau inhalasi (aminoglikosida, formaldehid). Banyak obatobatan dan senyawa yang dapat mengubah sensitivitas bau, diantaranya
alkohol, nikotin, bahan terlarut organik, dan pengolesan garam zink secara
langsung.
6. Defisiensi gizi (vitamin A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengaruhi
pembauan.
7. Jumlah serabut pada bulbus olfaktorius berkurang dengan laju 1% per
tahun. Berkurangnya struktur bulbus olfaktorius ini dapat terjadi sekunder
karena berkurangnya sel-sel sensorik pada mukosa olfaktorius dan
penurunan fungsi proses kognitif di susunan saraf pusat.
11
12
Pemeriksaan hidung yang seksama untuk mencari massa hidung, gumpalan darah,
polip, dan peradangan membran hidung sangat penting.
Pemeriksaan olfaktorius terbagi dua, yaitu pemeriksaan olfaktorius
subjektif dan objektif. Pada pemeriksaan olfaktorius subjektif, pelbagai bahan
diletakkkan di depan hidung penderita secara terpisah antara kedua lubang hidung
sebelum dan setelah dekongesti dari mukosa hidung. Beberapa jenis substansi
digunakan, yaitu yang mempunyai bau yang akan menstimulasi hanya nervus
olfaktorius (kopi, coklat, vanilla, lavender), substansi yang menstimulasi
komponen trigeminal (menthol, asam asetat), serta substansi yang turut
mempunyai komponen pengecapan (kloroform piridine).
Pemeriksaan olfaktorius objektif juga bisa dilakukan menggunakan alat
test yang siap pakai, misalnya Sniffin Sticks. Sniffin Sticks menggunakan
sejumlah stik n-butanol yang berbentuk seperti pen dan mengandung bau dengan
konsentrasi yang berbeda. Melalui penggunaan alat ini, kemampuan mendeteksi
bau, membedakan bau-bau yang berlainan serta kemampuan mengidentifikasi bau
dapat dinilai. Pasien yang dites akan ditutup matanya, kemudian pemeriksa akan
meminta pasien menghidu tiga stik, dimana antara ketiga-tiga stik tersebut hanya
satu stik yang mempunyai bau. Jika pasien tidak bisa mendeteksi sebarang bau
atau mengidentifikasi stik yang salah, maka digunakan stik dengan konsentrasi
yang lebih tinggi. Konsentrasi stik yang diberikan akan terus meningkat sehingga
pasien dapat mengidentifikasi dengan benar paling kurang dua kali. Setelah itu
13
dinilai pada konsentrasi yang mana pasien bisa mendeteksi bau tersebut dengan
benar. Tes ini hanya memerlukan waktu 10 menit dan mudah dilakukan.
Interpretasi dan Tindakan Lanjut 1, 3, 4
Hiposmia yang hilang timbul dan bervariasi derajatnya dapat disebabkan
oleh rhinitis vasomotor, rhinitis alergi atau sinusitis.Keluhan ini dapat hilang bila
penyebabnya diobati. Pada polip nasi, tumor hidung rhinitis kronis spesifik
(rhinitis atrofi, sifilis, lepra, skleroma, tuberkulosis) terjadi hiposmia akibat dari
sumbatan, yang akan hilang bila penyakitnya diobati. Rinitis medikamentosa
akibat dari pemakaian obat tetes hidung menyebabkan hiposmia atau anosmia
yang akan sembuh bila pemakaian obat-obatan penyebabnya dihentikan. Tumor
n.olfaktorius bentuknya mirip polip nasi.
Diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaaan histologi dan diterapi dengan
pembedahan. Faktor usia lanjut dapat menyebabkan berkurang atau hilangnya
daya penghidu, terutamanya tidak mampu menghidu zat yang berbentuk gas.
Kelainan ini tidak dapat diobati.
Trauma kepala ringan atau berat dapat menimbulkan anosmia. Trauma
dapat mengenai daerah oksipital atau frontal. Pada pascatrauma, dapat terjadi
parosmia, yaitu penciuman bau sangat berbeda dengan yang seharusnya dan
biasanya tercium bau yang tidak enak dan kadang-kadang sensasi bau ini timbul
secara spontan. Kelainan penghidu ini mungkin dapat sembuh, yang akan terjadi
14
dalam beberapa minggu setelah trauma. Bila setelah tiga bulan tidak membaik,
berarti prognosisnya buruk.
Tumor intrakranial yang menekan n.olfaktorius mula-mula akan
menaikkan ambang penghidu dan mungkin akan menimbulkan masa kelelahan
penghidu yang makin lama makin memanjang. Osteomata atau meningiomata di
dasar tengkorak atau sinus paranasalis dapat menimbulkan anosmia unilateral.
Tumor lobus frontal selain menyebabkan gangguan penghidu sering juga
disertai dengan gejala lain, yaitu gangguan penglihatan, sakit kepala dan kadangkadang kejang lokal. Epilepsi lobus temporal dapat didahului oleh aura penghidu.
Seringkali halusinasi bau yang timbul adalah bau busuk atau bau sesuatu yang
terbakar, jarang yang bau wangi. Gejala ini tidak menetap. Kelainan psikologik
seperti rendah diri mungkin menyebabkan merasa bau badan atau bau napas
sendiri. Pasien setelah diperiksa, bila ternyata tidak ada kelainan perlu diyakinkan
dan dihilangkan gangguan psikologiknya. Kelainan psikiatrik seperti depresi,
skizofrenia atau demensia senilis dapat menimbulkan halusinasi bau. Kasus
demikian perlu dirujuk ke seorang psikiater. Kadang-kadang ada keluhan
hilangnya penghidu pada pasien hysteria atau berpura-pura (malingering)
pascaoperasi hidung atau trauma. Bila diperiksa biasanya pasien mengatakan tidak
dapat mendeteksi ammonia.
Terapi 1, 3, 4
A. Hiposmia Konduktif
Terapi bagi pasien-pasien dengan kurang penciuman hantaran akibat rinitis
alergi, rinitis dan sinusitis bakterial, polip, neoplasma, dan kelainan-kelainan
15
struktural pada rongga hidung dapat dilakukan secara rasional dan dengan
kemungkinan perbaikan yang tinggi. Terapi berikut ini seringkali efektif dalam
memulihkan sensasi terhadap bau yaitu pengelolaan alergi, terapi antibiotik, terapi
glukokortikoid sistemik dan topikal dan operasi untuk polip nasal, deviasi septum
nasal, dan
sinusitis
hiperplastik kronik.
B. Hiposmia Sensorineural
Tidak ada terapi dengan kemanjuran yang telah terbukti bagi kurang
penciuman sensorineural. Untungnya, penyembuhan spontan sering terjadi.
Sebagian dokter menganjurkan terapi zink dan vitamin. Defisiensi zink yang
mencolok tidak diragukan lagi dapat menyebabkan kehilangan dan gangguan
sensasi bau, namun bukan merupakan masalah klinis kecuali di daerah-daerah
geografik yang sangat kekurangan. Terapi vitamin sebagian besar dalam bentuk
vitamin A. Degenerasi epitel akibat defisiensi vitamin A dapat menyebabkan
anosmia, namun defisiensi vitamin A bukanlah masalah klinis yang sering
ditemukan di negara-negara barat. Pajanan pada rokok dan bahan-bahan kimia
beracun di udara yang lain dapat menyebabkan metaplasia epitel penciuman.
Penyembuhan spontan dapat terjadi bila faktor pencetusnya dihilangkan;
karenanya, konseling pasien sangat membantu pada kasus-kasus ini.
B. Anosmia 1, 3, 4
Defensi
Anosmia adalah ketidakmampuan penciuman/ penghidu sebagian atau
total kehilangan sensasi penciuman. Anosmia terjadi akibat obstruksi saluran
kelenjar hidung atau kerusakan syaraf. Anosmia biasanya disebabkan proses
16
17
C. Kakosmia 1, 3, 4
Definisi
Gangguan penghidu/penciuman yang dapat timbul pada epilepsi unsinatus
lobus temporalis. Mungkin juga akibat gangguan psikis/ kejiwaan adanya
halusinasi bau rendah diri atau kelainan psikiatrik.
Etiologi
Dapat ditemukan pada epilepsi unsinatus, lobus temporalis, Kelainan
psikologik & rendah diri, kelainan psikiatrik, Depresi, Psikosis
Gejala
Pada pasien epilepsi lobus temporal dapat didahului oleh aura penghidu.
Seringkali halusinasi bau yang timbul adalah bau busuk atau bau sesuatu yang
terbakar, jarang bau yang wangi. Gejala ini tidak menetap. Kelainan
18
psikopatologik seperti rendah diri mungkin menyebabkan merasa bau badan atau
bau napas sendiri. Kelainan psikiatrik seperti depresi, skizofren atau demensia
senilis dapat menimbulkan halusinasi bau.
Diagnosis
Gangguan berlangsung singkat, 1 hari sampai dengan kurang 1 bulan.
Gejala bisa memenuhi atau tidak memenuhi kriteria skizofrenia Gangguan timbul
akibat respons terhadap stresor psikososial yang parah atau nyata tidak disertai
gangguan mood atau gangguan oleh karena zat.
Penatalaksanaan
Pemeriksaan perlindungan pasien terhadap hal-hal yang membahayakan
diri dan orang lain. Pada pasien yang setelah diperiksa ternyata tidak ada kelainan
perlu diyakinkan dan dihilangkan gangguan psikologiknya. Pada pasien yang
terdiagnosa mengalami gangguan psikologis, dapat dirujuk ke psikiatri.
D. Disosmia 3, 4, 9
Defenisi
Disosmia adalah berubahnya penciuman yang menyebabkan penderita
merasa mencium bau yang tidak enak.
Disosmia bisa disebabkan oleh:
- Infeksi di dalam sinus
- Kerusakan parsial pada saraf olfaktorius
- Kebersihan mlut yang jelek, sehingga terjadi infeksi mulut yang
-
19
E. Aeugisia
Defenisi
Ageusia
merupakan
berkurangnya
atau
hilangnya
pengecapan.
F. Disgeusia
Disgeusia adalah berubahnya pengecapan. Penyebabnya bisa berupa:
Luka bakar pada lidah (bisa menyebabkan kerusakan sementara pada jonjot-jonjot
pengecap), Bell's palsy (bisa menyebabkan berkurangnya pengecapan pada salah
satu sisi lidah), infark talamik, serta depresi berat.9
III. Patogenesis
Aspek-aspek molekuler dari penciuman kini telah dipahami. Pada
mammalia, kemungkinan ada 300-1000 gen reseptor penciuman yang termasuk
dalam 20 keluarga yang berbeda yang terletak di berbagai kromosom dalam
20
21
22
23
terhadap fungsi penghidu seperti obat kanker, antihistamin, anti mikroba, anti
tiroid dan lain lain. Polusi udara yang berpengaruh yaitu aseton, gas nitrogen,
silikon dioksida, dan lain-lain.3, 12
24
yang paling berguna untuk memperlihatkan adanya massa, penebalan mukosa atau
adanya sumbatan pada celah olfaktorius. Pemeriksaan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif untuk kelainan pada
jaringan lunak. Pemeriksaan ini dilakukan bila ada kecurigaan adanya tumor.12
kemosensoris
penghidu
yaitu
pemeriksaan
dengan
25
26
27
sebelah kanan (gambar 4). Pemeriksaan dilakukan dengan menutup mata subyek
untuk menghindari identifikasi visual dari odoran.
Dari Tes ini dapat diketahui tiga komponen, yaitu ambang penghidu
(Treshold/T), diskriminasi penghidu (Discrimination/D), dan identifikasi penghidu
(Identification/I).Untuk ambang penghidu (T) digunakan n-butanol sebagai
odoran. Tes ini menggunakan triple forced choice paradigma yaitu metode
bertingkat tunggal dengan 3 pilihan jawaban. Pengujian dilakukan dengan
pengenceran n-butanol, dimulai dengan 4% n-butanol, dan dilanjutkan menjadi 16
serial pengenceran dengan perbandingan 1:2 dengan pelarut aqua deionisasi. Tes
dilakukan dengan menggunakan 3 buah pena dalam urutan acak, 2 pena
berisilarutan dan 1 pena berisi odoran. Pemeriksaan dilakukan dalam waktu 20
detik. Skor yang diberikan untuk ambang penghidu adalah 0 sampai 16.
Untuk diskriminasi penghidu (D), dilakukan dengan menggunakan 3 pena
secara acak dimana 2 pena berisi odoran yang sama dan pena ke-3 berisi odoran
yang berbeda. Pasien disuruh menentukan mana odoran yang berbeda dari 3 pena
tersebut. Pemeriksaan 3 serangkai pena ini dilakukan 20-30 detik. Skor untuk
diskriminasi penghidu adalah 0 sampai 16.
Untuk identifikasi penghidu (I), tes dilakukan dengan menggunakan 16
odoran yang berbeda, yaitu jeruk, anis (adas manis), shoe leather (kulit sepatu),
peppermint, pisang, lemon, liquorice (akar manis), cloves (cengkeh), cinnamon
(kayu manis), turpentine (minyak tusam), bawang putih, kopi, apel, nanas, mawar
dan ikan. Untuk satu odoran yang betul diberi skor 1, jadi nilai skor untuk tes
28
29
odoran
intranasal,
dan
dideteksi
perubahan
pada
30
BAB III
Kesimpulan
1. Fungsi penghidu pada manusia memegang peranan penting.
2. Area penghidu terdapat di atap rongga hidung, stimuli akan diteruskan ke
bulbus olfaktorius, dan traktus olfaktorius di otak.
3. Penyebab gangguan penghidu adalah gangguan transport, gangguan sensoris,
dan gangguan pada saraf olfaktorius.
4. Penyakit gangguan penghidu adalah trauma kepala, penyakit sinonasal, dan
infeksi saluran nafas atas.
5. Pemeriksaan kemosensoris untuk gangguan penghidu ada beberapa macam,
diantaranya tes UPSIT (University of Pennsylvania Smell Identification), tes
The Connectitut Chemosensory Clinical Research Center (CCCRC), tes
Sniffin Sticks, dan Odor Stick Identification Test for Japanese (OSIT-J).
6. Kelebihan tes Sniffin Stick dibandingkan pemeriksaan kemosensoris
penghidu lainnya adalah tes ini sederhana, dapat menentukan 3 subtest yaitu
ambang penghidu (T), Diskriminasi penghidu (D), dan Identifikasi penghidu
(I). Test ini sudah dipakai pada lebih dari 100 penelitian yang sudah
dipublikasikan. Sudah dipakai di praktek pribadi dokter THT di negara Eropa,
dan dari beberapa penelitian test ini dapat digunakan di negara lain di luar
Eropa termasuk di Asia.
31
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Standring Susan. Nose, nasal cavity and paranasal sinuses. Gray's Anatomy.
Philadelphia: Elsevier; 2013. hal. 556-70.
8.
9.
32