Anda di halaman 1dari 8

PRAKTIKUM BATUBARA

LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL


PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Sejarah Batubara
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari
sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk
akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun, dengan
rumus kimia untuk antrasit adalah C240H90O4NS dan untuk bituminus adalah
C137H97O9NS. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar
fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut
dengan pembatubaraan (coalification). Faktor tumbuhan purba yang jenisnya
berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan
berkembangnya,

ditambah

dengan

lokasi

pengendapan

(sedimentasi)

tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan


geologi yang berlangsung, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang
jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbedabeda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal
seam).
Batubara itu adalah bahan bakar fosil. Batubara dapat terbakar,
terbentuk dari endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon,
hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah
terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi
pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun.
Batubara yang terdapat di Indonesia umumnya dari jenis bituminus dan
subbituminus yang kandungan karbonnya berkisar 50-80%. Seleb!hliya
merupakan gabungan dari senyawa.senyawa kimia antara lain abu, oksigen,
hidrogen dan lain-lain. Nilai panas yang terkandung dari batubara jenis ini
berkisar 5.000-9.000 kkal/kg. Selain kedua jenis batubara tersebut, jenis
bahan bakar lain, diluar minyak bumi dan gas bumi, yang terdapat di
Indonesia adalah gambut dan lignit. Indonesia memiliki juga batubara jenis
antrasit namun jumlahnya relatif kecil.
(Kusumopradono, Marwoto, 1994)
Beberapa ahli sejarah yakin bahwa batubara pertama kali digunakan
secara komersial di Cina. Ada laporan yang menyatakan bahwa suatu
tambang di timur laut Cina menyediakan batubara untuk mencairkan tembaga
dan untuk mencetak uang logam sekitar tahun 1000 SM. Bahkan petunjuk
Kelompok III

1-1

PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
awal tentang batubara ternyata berasal dari filsuf dan ilmuwan Yunani yaitu
Aristoteles, yang menyebutkan adanya arang seperti batu. Abu batubara yang
ditemukan di reruntuhan bangunan bangsa Romawi

di Inggris juga

menunjukkan bahwa batubara telah digunakan oleh bangsa Romawi pada


tahun 400 SM.
(Sukandarrumidi, 2005)
1.1.1. Proses dan Cara Pembentukan Batubara
Komposisi kimia batubara hampir sama denan komposisi kimia
jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama yang terdiri
dari unsur C, H, O, N, S, P. Hal inik mudah dimengerti, karena batbara
terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami proses
pembatubaraan. Apabila Jaringan tumbuhan dibakar dalam suasana
reduksi, yaitu dengan cara sesuah jaringan tumbuhan disulut dengan
api, kemudian di atas tumpukan ditutup tanah agar tidak berhubungan
dengan uara luar, maka jaringan tumbuhan akan menjadi arang kayu.
(Sukandarrumidi, 2005)
Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan
karbon (Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara
pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang
lalu. Kualitas dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan
tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai
maturitas organik. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah
menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah menjadi batubara
muda (lignite) atau disebut pula batubara coklat (brown coal). Batubara
muda adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah.
Tahap Diagenetik atau Biokimia (Penggambutan), dimulai pada
saat dimana tumbuhan yang telah mati mengalami pembusukan
(terdeposisi) dan menjadi humus. Humus ini kemudian diubah menjadi
gambut oleh bakteri anaerobic dan fungi hingga lignit (gambut)
terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini
adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat
menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi
material organik serta membentuk gambut. Tahap Malihan atau
Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan
akhirnya antrasit. Secara lebih rincinya ada pembusukan, bagianbagian tumbuhan yang lunak akan diuraikan oleh bakteri anaerob.
Kelompok III

1-2

PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
1.1.2. Tempat Terbentuknya Batubara
Terdapat dua teori yang menjelaskan tentang tempat dalam
proses pembentukan batubara, yaitu:
a. Teori Insitu
Proses pembentukan batubara terjadi di tempat asal
tumbuhan tersebut berada. Tumbuhan yang telah mati akan
langsung tertimbun lapisan sedimen dan kemudian mengalami
proses pembatubaraan tanpa mengalami proses perpindahan
tempat. Batubara yang dihasilkan dari proses ini memiliki kualitas
yang baik.
b. Teori Drift
Berdasarkan teori ini, batubara terbentuk bukan di tempat
asal tumbuhan itu berada. Tumbuhan yang telah mati akan
terangkut air hingga terkumpul di suatu tempat dan mengalami
proses sedimentasi dan pembatubaraan. Kualitas batubara yang
dihasilkan dari proses ini tergolong kurang baik karena tercampur
material pengotor pada saat proses pengangkutan.
1.1.3. Proses-proses yang Mempengaruhi Pembentukan Batubara
Proses-proses
dalam
pembentukan
batubara

sangat

berpengaruh terhadap bentuk maupun kualitas dari lapisan batubara


akan terbentuk.
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan
batubara adalah:
a. Material Dasar
Material dasar yakni flora atau tumbuhan yang tumbuh
beberapa juta tahun yang lalu, yang kemudian terakumulasi pada
suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan topografi
tertentu.

b. Proses Dekomposisi
Proses dekomposisi yakni proses transformasi biokimia dari
material dasar pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam
proses ini, sisa tumbuhan yang terendapkan akan mengalami
perubahan baik secara fisika maupun kimia.
c. Umur Geologi
Umur geologi yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang
menyatakan

berapa

lama

material

dasar

yang

diendapkan

mengalami transformasi. Untuk material yang diendapkan dalam


skala waktu geologi yang panjang, maka proses dekomposisi yang
Kelompok III

1-3

PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
terjadi adalah fase lanjut dan menghasilkan batubara dengan
kandungan karbon yang tinggi.

d. Posisi Geotektonik
Posisi geoteknik adalah letak suatu tempat yang merupakan
cekungan sedimentasi yang keberadaannya dipengaruhi oleh gayagaya

tektonik

lempeng.

Adapun

gaya

tektonik

ini

akan

mengakibatkan cekungan sedimentasi menjadi lebih luas apabila


terjadi penurunan dasar cekungan (Sukandarrumidi, 2005)
Posisi geotektonik yang dapat mempengaruhi

proses

pembentukan suatu lapisan batubara dari:


1) Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan
lapisan batubara yang terbentuk.

2) Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan


stabil, lipatan, atau patahan.

3) Intrusi magma yang akan mempengaruhi dan atau merubah


grade dari lapisan batubara yang dihasilkan.

1.2. Klasifikasi Batubara


Secara umum batubara diklasifikasikan sebagai berikut, yaitu peat
(gambut), sebagian para ahli mengatakan bahwa peat bukan batubara karena
masih

mengandung selulosa bebas, tapi sebagian lagi menyatakan bahwa

peat adalah batubara muda. Carbon = 60% 64% (dmmf), Oxygen = 30%
(dmmf), Lignite, Carbon = 64% 75% (dmmf), Oxygen = 20% 25% (dmmf),
Sub-bituminous, Carbon = 75% 83% (dmmf), Oxygen = 10% 20% (dmmf),
Bituminous, Carbon = 83% 90% (dmmf), Oxygen = 5% 15% (dmmf), Semianthracdite, Carbon = 90% 93% (dmmf), Oxygen = 2% 4% (dmmf),
Anthracite, Carbon > 93%.
Setelah mendapatkan pengaruh suhu dan tekanan yang terus
menerus selama jutaan tahun, maka batubara muda akan mengalami
perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan
mengubah batubara muda menjadi batubara sub-bituminus. Perubahan
kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara menjadi keras dan juga
warnanya menjadi lebih hitam sehingga membentuk bituminus atau antrasit.
Dalam

proses

pembatubaraan,

maturitas

organik

sebenarnya

menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk


batubara. Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara, yaitu analisis

Kelompok III

1-4

PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
ultimate dan analisis proximate. Analisis ultimate menganalisis komponen
seluruh batubara, padat atau gas dan analisis proximate menganalisis hanya
fixed carbon juga bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu.
Di bawah ini adalah klasifikasi yang banyak dipergunakan oleh orang,
yaitu:
1. ASTM Classification
Sistem klasifikasi ini mempergunakan volatile matter (dmmf), fixed
carbon (dmmf) dan calorific value (dmmf) sebagai patokan. Untuk
anthracite, fixed carbon (dmmf) merupakan patokan utama, sedangkan
volatile

matter

(dmmf)

sebagai

patokan

kedua.

Bituminous

mempergunakan volatile matter (dmmf) sebagai patokan kedua. Lignite


mempergunakan calorific value (dmmf) sebagai patokan.
2. Ralstons Classification
Ralstons mempergunakan hasil analisa ultimate yang sudah
dinormalisasi (C + H + O = 100). Ditampilkan dalam bentuk triaxial plot.
Band yang terdapat pada triaxial plot tersebut ialah area dimana batubara
berada.
3. Seylers Classification
Sistem klasifikasi ini mempergunakan % carbon (dmmf) dan %
hydrogen (dmmf) sebagai dasar utama. Klasifikasi ini ditampilkan dalam
bentuk beberapa grafik kecil yang bertumpu pada grafik utama. Grafik
utama menghubungkan % carbon (dmmf) dengan % hydrogen (dmmf).
sedangkan grafik kecil menggambarkan hubungan calorific value (dmmf)
dengan % volatile matter (dmmf) dan % moisture (adb), menggambarkan %
oxygen (dmmf), crucible swelling number dan rasio.
4. ECE Classification
ECE membuat sistem klasifikasi yang dapat dipergunakan secara
luas, pada tahun 1965 yang kemudian menjadi standar international.Sistem
ini mengelompokkan batubara dalam class, group dan sub-group.
Coal class mempergunakan calorific value atau volatile matter
sebagai patokan. Coal group mempergunakan Gray-king coke type atau
maximum dilatation pada Audibert-Arnu dilatometer test sebagai patokan,
sedangkan coal sub-group mempergunakan crucible swelling number dan
Roga test sebagai patokan.
5. International Classification of Lignites

Kelompok III

1-5

PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
ISO 2960:1974 Brown Coals and Lignites. Classification by Type
on the Basis of Total Moisture content and Tar Yield, mengelompokkan
batubara yang mempunyai heating value (moist, ash free) lebih kecil dari
5700 cal/g. Batubara dikelompokkan dalam coal class dengan patokan total
moisture dan coal group dengan patokan tar yield.
Tar yield diukur dengan Gray-King Assay, dimana batubara
didestilasi dan hasilnya berupa gas, air, cairan, tar dan char dilaporkan
dalam persen. Tar yield mempunyai korelasi dengan hydrogen dan
pengukuran ini cukup baik sebagai indicator komposisi petrographic.
1.3. Bentuk-bentuk Lapisan Batubara
Pada kegiatan eksplorasi batubara selalu menginginkan uniuk
mendapatkan lapisan batubara yang tebal, dalam bentuk lapisan menerus
dengan ketebalan yang sama kesemua arah dan kualitas batubara

baik.

Impian ini tidak pernah ditemukan di lapangan. Pengalaman di lapangan


batubara, pada saat sedang melakukan eksplorasi, didapatkan lapisan
batubara yang tipis hingga tebal sampai puluhan meter. Mencermati berbagai
bentuk lapisan batubara, dikenal beberapa tipe antara lain bentuk Horse
Back, Pinch, Clay Vein, Burned Hill, Fault dan Fold.
Dikenal beberapa bentuk lapisan batubara yaitu sebagai berikut:

1. Bentuk horse Back


Bentuk ini dicirikan oleh lapisan batubara dan tapisan batuan
sedimen yang menutupinya melengkung kearah atas, akibat adanya gaya
kompresi. Tingkat pelengkungan sangat ditentukan oleh besaran gaya
kompresi. Makin kuat gaya kompresi yang berpengaruh, makin besar
tingkat pelengkungannya.

Kelompok III

1-6

PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Sketsa Gambar 1.1
Perlapisan Batubara Berbentuk Horse Back

2. Bentuk Pinch
Bentuk ini dicirikan oleh lapisan batubara yang menipis di bagian
tengah. Pada umumnya bagian bawah (dasar) dari lapisan batubara
bentuk ini merupakan batuan yang plastis ( misal batulempung), sedang
bagian atas dari lapisan batubara secara setempat-setempat ditutupi batu
pasir, yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur.

Gambar 1.2
Sketsa Perlapisa Batubara BerbentukPinch

3. Bentuk Clay Vein


Bentuk ini terjadi apabila di antara dua bagian (secara lateral)
endapan batubara terdapat urat lempung ataupun pasir.

Gambar 1.3
Sketsa Perlapisa Batubara Berbentuk Clay Vein

4. Bentuk Burried Hill


Bentuk ini terjadi apabila di daerah batubara terbentuk, terdapat
suatu kulminasi, seolah-olah lapisan batubaranya seperti terintrusi.

Kelompok III

1-7

PRAKTIKUM BATUBARA
LABORATORIUM TEKNOLOGI MINERAL
PROGRAM STUDI TEKNIK
PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Sangat dimungkinkan lapisan batubara pada bagian yang terintrusi
menjadi menipis atau hampir hilang sama sekali

Gambar 1.4
Sketsa Perlapisa Batubara Berbentuk Burried Hill
(Sukandarrumidi, 2005)
1.4. Pengoalahan dan Pemanfaatan Batubara
1.4.1. Pengolahan Batubara
Setelah dilakukan penambangan, batubara kemudian diolah
untuk memisahkannya dari kandungan yang tidak diinginkan, sehingga
mendapatkan mutu yang baik dan konsisten. Biasanya pengolahan ini
disebut (coal washing atau coal benefication) ditujukan pada batubara
yang diambil dari bawah tanah (ROM coal).
1.4.2. Pemanfaatan Batubara
Saat ini pemanfaatan sumber energi batubara juga semakin
meningkat seiring menurunnya produksi minyak bumi. Pemanfaatan
terbesar batubara saat ini adalah sebagai bahan bakar pembangkit
listrik. Dari total konsumsi domestik sebesar 56 Juta ton/tahun,
dialokasikan untuk kebutuhan pembangkit listrik adalah sebanyak 21
Juta

ton/tahun.

Hampir

separuh

konsumsi

batubara

domestik

dipergunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Pemanfaatan


batubara juga akan semakin dominan dengan adanya kebijakan
energy nasional dimana porsi batubara dalam energy-mix diharapkan
meningkat dari saat ini mencapai 18% menjadi 33% pada tahun 2025.
(Anonim, 2015)

Kelompok III

1-8

Anda mungkin juga menyukai