Identifikasi Tingkat Kesuburan Fitoplank
Identifikasi Tingkat Kesuburan Fitoplank
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian mengenai keanekaragaman dan kelimpahan plankton suatu badan
perairan senantiasa banyak mendapat perhatian dari para ahli yang berkecimpung
dalam
bidang
limnologi
dan
oseanografi.
Karena
dengan
mengetahui
dan lumpur yang mempunyai porositas buruk, sehingga debit airnya sukar meresap
ke dalam tanah. Waduk terdiri dari komponen abiotik dan biotik (bentos, nekton,
plankton dan neuston) yang saling berinteraksi melalui arus energi dan daur hara
(nutrien). Bila interaksi keduanya terganggu, akan terjadi perubahan atau gangguan
yang menyebabkan ekosistem perairan itu menjadi tidak seimbang (Soylu dan
Gonulol, 2003 : 24).
Salah satu komunitas yang mendiami waduk adalah fitoplankton.
Fitoplankton didefinisikan sebagai organisme tumbuhan mikroskopik dengan
ukuran 0,45 mm yang tak nampak oleh mata telanjang dan hidup bebas melayang
hanyut mengapung di dalam perairan serta mampu melakukan proses fotosintesis
sendiri dan memiliki kemampuan gerak yang terbatas (Yudhi, 2008 : 12).
Fitoplankton merupakan salah satu produsen primer yang berfungsi penting
dalam perairan air tawar, payau dan air laut serta dapat dijadikan sebagai
bioindikator
adanya
perubahan
lingkungan
perairan
yang
disebabkan
2.
F.
memiliki peranan penting karena alirannya tidak besar dan tidak mempengaruhi
kehidupan jasadjasad di dalamnya. Yang memegang peranan penting dan
berpengaruh besar terhadap jasadjasad hidup di dalamnya adalah terbaginya
perairan tersebut menjadi beberapa lapisan dari atas ke bawah (stratifikasi) yang
berbedabeda sifatnya karena airnya berhenti. Perairan mengalir (lotic waters)
adalah mata air dan sungai. Aliran air pada perairan ini biasanya terjadi karena
perbedaan ketinggian tempat dari daerah yang lebih tinggi ke daerah yang rendah
(Odum, 1993).
B. Zona Perairan Tawar
Menurut Odum (1996:11), zonasi pada perairan air tawar berbeda dengan
zonasi perairan air laut. Zonasi perairan air tawar dapat dibedakan berdasarkan letak
dan intensitas cahaya sebagai berikut:
1.
Zona Litoral
Merupakan daerah pinggiran perairan yang masih bersentuhan dengan
daratan. Pada daerah ini terjadi pencampuran sempurna antara berbagai faktor fisika
kimiawi perairan. Organisme yang biasanya ditemukan antara lain adalah tumbuhan
aquatik berakar atau mengapung, siput, kerang, crustacea, serangga, ampfibi, ikan,
perifiton dan lain-lain
2.
Zona Limnetik
Merupakan daerah kolam air yang terbentang antara zona litoral di satu sisi
dan zona litoral disisi lain. Zona ini memiliki berbagai variasi secara fisik, kimiawi
maupun kehidupan di dalamnya. Organisme yang hidup dan banyak ditemukan di
daerah ini antara lain ikan, udang dan plankton.
3.
Zona Profundal
Merupakan daerah dasar perairan yang lebih dalam dan menerima sedikit
cahaya matahari dibandingkan daerah litoral dan limnetik. Bagian ini dihuni oleh
sedikit organisme terutama organisme bentik karnivor dan detrifor
4.
Zona Sublitoral
Merupakan daerah peralihan antara zona litoral dan zona profundal. Sebagai
daerah peralihan zona ini banyak dihuni oleh banyak jenis organisme bentik dan
juga organisme temporal yang datang untuk mencari makan.
C. Karakteristik Perairan Waduk
Waduk merupakan salah satu perairan umum yang merupakan perairan
buatan (artificial water-bodies), dibuat dengan cara membendung badan sungai
tertentu atau membendung limpahan air hujan (Wiadnya, et al., 1993). Pembuatan
waduk pada umumnya bertujuan untuk sumber air minum, PLTA, pengendali banjir,
pengembangan perikanan darat, irigasi dan pariwisata. Waduk demikian disebut
dengan waduk serbaguna (Ewusie, 1990). Ekosistem waduk mempunyai sistem
terbuka yaitu pengaruh luar tidak bisa diatur dan dikontrol. Karena tepian waduk
curam dan landai, maka perairan ini empunyai daerah litoral, limnetik, dan
profundal. Ekosistem perairan waduk terdiri dari komponen biotik, seperti ikan,
plankton, macrophyta, benthos dan sebagainya yang berhubungan timbal balik
dengan komponen abiotik seperti tanah, air dan sebagainya. Menurut Masyamsir
(2000:25), ciri - ciri waduk dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Ekosistem waduk terdiri atas unsur organisme dan lingkungan yang saling
berinteraksi antar keduanya. Menurut Tansley (1978:32), semua organisme dan
lingkungannya yang terdapat dilokasi tertentu merupakan unsur-unsur yang oleh
para ahli ekologi disebut ekosistem. Ekosistem mesti terdiri dari satu atau beberapa
komunitas dan masing-masing komunitas terdiri produsen, konsumen dan pengurai.
Hubungan antara produsen, konsumen dan pengurai membentuk mata rantai dan
pada masing-masing rantai ini terjadi arus energi.
10
11
dapat berlangsung pada kedalaman air yang masih dapat ditembus cahaya matahari.
Unsur hara/nutrien juga hanya dapat dimanfaatkan pada kedalaman yang masih
dapat ditembus oleh cahaya matahari.
1.
Suhu
Cahaya matahari yang masuk ke perairan akan mengalami penyerapan dan
perubahan menjadi energi panas. Proses penyerapan cahaya ini berlangsung secara
lebih intensif pada lapisan atas sehingga lapisan atas perairan memiliki suhu yang
lebih tinggi dan densitas yang lebih kecil dari pada lapisan bawah. Kondisi ini pada
perairan tergenang akan menyebabkan terjadinya stratifikasi thermal pada kolom air
(Effendi, 2003).
Suhu perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang masuk kedalam air.
Suhu selain berpengaruh terhadap berat jenis, viskositas dan densitas air, juga
berpengaruh terhadap kelarutan gas dan unsur-unsur dalam air. Sedangkan
perubahan suhu dalam kolom air akan menimbulkan arus secara vertikal. Secara
langsung maupun tidak langsung, suhu berperan dalam ekologi dan distribusi
plankton baik fitoplankton maupun zooplankton (Subarijanti, 1994).
Suhu mempunyai efek langsung dan tidak langsung terhadap fitoplankton.
Efek langsung yaitu toleransi organisme terhadap keadaan suhu, sedangkan efek
tidak langsung yaitu melalui lingkungan misalnya dengan kenaikan suhu air sampai
batas tertentu akan menurunkan kelarutan oksigen (Boney dalam Sudaryanti, 1989).
Hutapea (1990) dalam Azwar (2001), menyatakan bahwa perbedaan suhu
pada suatu perairan dipengaruhi oleh 4 faktor, yakni: (1) variasi jumlah panas yang
diserap, (2) pengaruh konduksi panas (3) pertukaran tempat massa air secara lateral
oleh arus dan (4) pertukaran air secara vertikal. Kisaran suhu yang masih dapat
ditolerir organisme perairan Menurut Soetjipta (1993) dalam Azwar (2001), yakni
12
berkisar antara 20-30C, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Isnansetyo &
Kurniastuti (1995) yang mengatakan suhu yang sesuai dengan fitoplankton berkisar
antara 25-30C, sedangkan untuk zooplankton berkisar antara 15 - 35C.
2. Kekeruhan dan Kecerahan
Penetrasi cahaya seringkali terhalang oleh zat yang terlarut dalam air,
membatasi zona fotosintesis yang merupakan habitat akuatik yang juga dibatasi oleh
kedalaman. Kekeruhan, terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat
mengendap, seringkali penting sebagai faktor pembatas organisme perairan
khususnya
fitoplankton.
Sebaliknya
bila
kekeruhan
disebabkan
oleh
13
14
(pH naik)
maupun ke arah asam (pH turun) akan sangat menggangu kehidupan ikan dan
hewan air di sekitarnya. Selain itu, air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat
sangat korosif terhadap baja dan menyebabkan pengkaratan pipa-pipa besi
5. Oksigen Terlarut (DO)
Hampir semua organisme, termasuk tumbuh-tumbuhan hijau, memerlukan
oksigen untuk respirasi. Meskipun oksigen banyak dijumpai di atmosfer (kurang
lebuh 20%), namun oksigen dak terlalu siap terlarut dalam air. Keterlarutan oksigen
dalam air dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas. Air tawar pada temperatur 0 C
mengandung konsentrasi oksigen kira kira 10 milimeter per liter atau kira kira 1%
dari volumenya atau 1/20 dari udara. Konsentrasi yang demikian tidak pernah
dicapai secara alami oleh air secara alami di alam, konsentrasi biasanya bergerak
dari maksimum 6 ml sampai nol (kondisi anaerobik) (Hadisubroto, 1989:31)
Kandungan oksigen terlarut merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam
suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di
dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi
sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi
terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada
suhu 0C, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Konsentrasi menurun sejalan dengan
meningkatkanya suhu air. Peningkatan suhu menyebabkan konsentrasi oksigen
menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah meningkatkan konsentrasi
oksigen terlarut (Barus, 2001). Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami
fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan
suhu juga dipengaruhi oleh aktifatas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan
oksigen (Schworbel, 1987 dalam Barus 2001). Kisaran nilai oksigen terlarut yang
15
16
Pengambilan
Sampel Air
Analisis Data
Keanekaragaman
Kelimpahan
Tingkat Kesuburan
Fitoplankton
Gambar 2. Kerangkan pemikiran praktikum lapangan
B. Waktu dan Lokasi Praktikum Lapangan
Praktikum lapangan dilakukan di Perairan Waduk Sei Pulai yang berada di
Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Provinsi kepulauan Riau. Secara
geografis terletak pada ordinat 0o5258" LU - 1o3452" LS dan 104o3141" BT
108o227" BB, dengan ketinggian mencapai 80 dpl, dengan luas 42 ha dan
kedalaman 4-12 meter. Praktikum lapangan dilaksanakan pada bulan Maret 2014.
18
19
20
Nama Alat
Kegunaan
Sechhi-disk
Turbidimeter
Roll meter
Multi tester
Multi tester
Mikroskop
10
11
Camera
Untuk dokumentasi
12
Alat Tulis
Untuk dokumentasi
Nama Bahan
Kegunaan
Sampel air
Formalin 4 %
liter mengingat perairan Sei Pulai merupakan waduk tadah hujan yang tidak
menerima masukan secara signifikan dari Daerah Aliran Sungai sehingga
diperlukan volume sampel yang lebih besar untuk mendapatkan fitoplankton yang
akan dianalaisis. Cara menggunakan alat Kemmerer Water Sampler tersebut adalah
dengan memasukkan alat tersebut sesuai dengan kedalaman yang ditentukan,
kemudian disaring dengan jala plankton. Menurut Sachlan (1982), jala plankton
yang digunakan adalah jala plankton no. 25 dengan ukuran mata jarring 64 m.
Sampel plankton yang sudah tersaring ditetesi dengan formalin 4% sebanyak 5 tetes
sebelum dilakukan pengamatan di bawah mikroskop dan diberi label (jam, tanggal,
bulan, tahun, nama perairan, stasiun, dan kedalamannya).
2. Teknik Pengambilan Sampel Kualitas Air
Untuk parameter kualitas air yang diambil meliputi suhu, Kekeruhan,
Kecerahan, pH, dan oksigen terlarut. Pengukuran masing masing parameter
kualitas air dilakukan pada kedalaman dan stasiun pengamatan yang telah
ditentukan. Untuk pengukuran pH dan oksigen terlarut, air sampel diambil dengan
menggunakan Kemmerer water sampler untuk kemudian dilakukan analisis di
Laboratorium, sedangkan untuk pengukuran kekeruhan dan kedalaman dilakukan
secara in situ pada badan perairan waduk. Menurut APHA (1985) pengawetan
sampel dilakukan dengan cara disimpan dalam cool box yang diisi es.
H. Prosedur Praktikum Lapangan
Prosedur Praktikum Lapangan terdiri atas 3 tahapan. Diawali dengan survei
lapangan untuk melakukan observasi disekitar badan perairan waduk, kemudian
dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan menentukan stasiun pengamatan dan
22
Titik sampling
10 m
5m
10 m
30 m
Transek utama
Subtransek
10 m
5m
5m
23
Gambar
4. Penentuan
titik sampling
pada masing-masing stasiun pengamatan
3.
Pelaksanaan
Praktikum
Lapangan
Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari jam 08.00 karena pada waktu
tersebut fitoplankton berada pada permukaan perairan dan zooplankton diharapkan
mulai melakukan migrasi secara vertikal pada siang hari. Pengambilan sampel
fitoplankton dilakukan pada setiap subtransek yang merupakan variasi kedalaman.
Setiap subtransek diambil sampel sebanyak 10 liter dengan rincian 3 liter pada titik
sampling kanan dan kiri serta 4 liter pada titik sampling tengah/central. Sedangkan
untuk pengukuran kualitas perairan dilakukan pada setiap subtransek dengan 3 kali
ulangan sesuai dengan jumlah titik sampling.
Langkah-langkah pengambilan dan pengamatan sampel fitoplankton sebagai
berikut.
1.
2.
3.
penuh
Setelah botol penuh, tutup botol water sampler dan tarik kepermukaan
Kemudian saring isi botol menggunakan planktonnet no.25 dengan ukuran
mata
penghimpun.
24
4.
5.
sebagai berikut.
a)
Mengukur Suhu
Untuk mengukur suhu air dilakukan sebanyak 1 kali pada setiap titik
Mengukur Kecerahan
Pengukuran kecerahan air dilakukan sebanyak 1 kali ulangan pada setiap
2.
3.
c)
Mengukur Kekeruhan
Pengukuran kekekruhan air dilakukan sebanyak 1 kali ulangan pada setiap
26
N=n
( VrVo )
( Vs1 )
Dimana :
N
Vr
Vo
Vs
dengan nilai < 1.000 ind/l termasuk rendah, kelimpahan antara 1.000 4.000 ind/l
tergolong sedang, dan kelimpahan > 4.000 ind/l tergolong tinggi.
27
H = -(ni/N) x ln (ni/N)
Dimana :
H
ni
28
29
30
berombak sampai berbukit dengan ketinggian bervariasi antara 85 meter sampai 200
meter dari permukaan laut. Sedangkan sebagai daerah tangkapan air (catchment
area) bertopografi sebagian besar merupakan daerah berbukit (64 %) yang memiliki
kemiringan lahan curam sampai dengan terjal. Adapun desa-desa yang termasuk
daerah tangkapan air (catchment area) adalah di Kecamatan Tanjungpinang Timur
meliputi Desa batu IX serta di Kecamatan Bintan Timur meliputi desa Gunung
Lengkuas.
Operasional dan pemeliharaan waduk sebagai sumber air baku merupakan
tugas dan tanggung jawab dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perusahaan
Daerah Air Minun (PDAM) Tirta Kepri yang garis komandonya dibawah Bidang
Sumberdaya Air Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Kepulauan Riau dan dilaksanakan
oleh pelaksana lapangan yang bertanggungjawab kepada koordinator pelaksana dan
satuan kerja dibawah kendali PDAM. Pengelolaan waduk secara teknis dilakukan
pengamatan selama 24 jam sehari dengan pola shif, Pada musim penghujan
pengamatan dilakukan lebih intensif dan secara periodik maupun insidentil
memberikan laporan ke Dinas Pekerjaan Umum tentang perkembangan debit air dan
langkah-langkah yang dilakukan berkait dengan operasional waduk.
B.
31
deras dan sisi badan waduk di bangun batu miring agar tidak mudah terkena erosi.
Unit intake juga berada di badan air yang memiliki kedalaman cukup besar dan
terlindung dari polutan karena terletak di salah satu teluk pada bagian sisi barat
waduk dimana bantaran waduk masih di tumbuhi oleh beberapa jenis vegetasi.
Untuk lebih jelasnya lokasi stasiun I dapat dilihat pada Gambar 4.
32
Gambar 6. Foto Stasiun III Daerah In Flow & Over Flow Waduk Sei Pulai
Stasiun II merupakan daerah waduk yang berdekatan dengan pemukiman
pendudukan serta Jalan Raya. Kegiatan perikanan darat yang nampak pada daerah
ini yaitu kegiatan penangkapan dengan menggunakan pancing. Polusi udara dan
pembuangan sampah domestik merupakan parameter utama dalam penentuan
daerah ini menjadi salah satu stasiun pengambilan sampel.
33
Class
Chlorophyceae
Family
1. Scenedesmaceae
2. Hidrodictyaceae
Cyanophyceae
Bachillariophycea
e
Jumlah
1. Scenedesmus acutus
07
2. Actinastrum gracillium
06
3.
Hidrodiction reticulatum
14
4.
Pediastrum boryanum
05
3. Ulothricaceae
5. Hormidium sp
18
4. Desmidiaceae
6. Closterium dianae
13
5. Oocystaceae
7. Treubaria crassipina
08
8.
Pachycladon sp.
05
9.
Ulothrix zonata
16
14
6. Ulothrixchaceae
Species
23
8. Oscillatoriaceae
08
9. Nitzschiaceae
17
10. Surirellaceae
06
11. Diatomaceae
11
14
17. Cymbella sp
05
18. Tabellaria sp
06
19. Fragillaria sp
09
20. Pinnularia sp
06
21. Naviculla sp
04
04
12. Fragillariaceae
13. Naviculoidceae
14. Melosiraceae
Tabel 2. Komposisi jenis Fitoplankton yang ditemukan di Perairan Waduk Sei Pulai
34
Chlorophyceae
sebanyak
08
jenis,
Cyanophyceae
02
jenis
dan
Substransek
II
Substransek
III
Chlorophyceae
08
09
06
Cyanophyceae
02
01
02
Bachillariophyceae
07
08
05
17
19
13
Chlorophyceae
08
07
06
Cyanophyceae
01
02
01
Bachillariophyceae
08
09
07
16
18
14
Chlorophyceae
08
09
05
Cyanophyceae
02
02
01
Bachillariophyceae
06
08
08
16
19
14
Stasiun
Keterangan
Tabel 3. Distribusi jenis Fitoplankton berdasarkan Kelas di Perairan Waduk Sei Pulai
35
Chlorophyceae
sebanyak
08
jenis,
Cyanophyceae
01
jenis
dan
36
10
5
-
37
38
Keterangan
Jumlah Individu
Subtransek
I
Substransek
II
Substransek
III
1.680
2.100
1.140
Kelimpahan Stasiun I
2
Jumlah Individu
4.920
1.200
Kelimpahan Stasiun II
3
Jumlah Individu
1.860
900
3.960
1.380
1.980
1.140
4.500
39
Subtransek
I
Substransek
II
Substransek
III
Chlorophyceae
720
1.020
660
Cyanophyceae
240
360
180
Bachillariophyceae
720
720
300
Keterangan
Kelimpahan Stasiun I
4.920
Chlorophyceae
660
840
360
Cyanophyceae
60
420
120
Bachillariophyceae
480
600
420
Kelimpahan Stasiun II
3.960
Chlorophyceae
840
840
420
Cyanophyceae
180
300
180
Bachillariophyceae
360
840
540
4.500
40
yang terbentuk pada stasiun III juga tidak jauh berbeda dimana Chlorophyceae
merupakan jenis fitoplankton yang mendominasi seluruh subtransek. Jumlah
individu dari kelas Chlorophyceae yang ditemukan pada permukaan perairan
sebanyak 840 ind/l, kedalaman 0.5 meter sebanyak 840 ind/l dan pada kedalaman 1
meter sebanyak 420 ind/l. Fitoplankton dari kelas Bachilariophyceae memiliki
tingkat kelimpahan sedikit lebih kecil yakni sebanyak 360 ind/l pada permukaan air,
840 ind/l pada kedalaman 0.5 meter dan 540 ind/l pada kedalaman 1 meter.
Sedangkan fitoplankton dari kelas Cyanophyceae menjadi kelas dengan kelimpahan
fitoplankton terkecil dimana hanya ditemukan 180 ind/l pada permukaan air, 300
ind/l pada kedalaman 0.5 meter dan 120 ind/l pada kedalaman 0.5 meter. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Soegianto (1994), bahwa kelimpahan dengan nilai <
1.000 ind/l termasuk rendah, kelimpahan antara 1.000 4.000 ind/l tergolong
sedang, dan kelimpahan > 4.000 ind/l tergolong tinggi.
Berdasarkan analisis pada ketiga stasiun diatas, didapat kesimpulan bahwa
distribusi jenis fitoplankton berkorelasi positif terhadap kelimpahannya. Dalam
artian lokasi pengamatan yang memiliki ditribusi fitoplankton yang tinggi akan
memiliki kelimpahan individu yang tinggi pula. Hal ini tergambarkan oleh trend
yang terbentuk pada semua stasiun pengamatan, dimana subtransek II yang
memiliki distribusi jenis fitoplankton terbesar juga memiliki kelimpahan tertinggi
sedangkan subtransek III yang memiliki ditribusi jenis fitoplankton terkecil
memiliki kelimpahan terendah.
Kelimpahan fitoplankton bila dilihat dari variasi kedalaman lebih melimpah
pada kedalaman 0.5 meter. Sedangkan bila dilihat dari perbedaan stasiun
41
pengamatan maka lebih melimpah pada staisun I. hal ini diduga karena factor
lingkungan dari perairan pada stasiun tersebut yang mendukung kehidupan
fitoplankton. Kandungan oksigen terlarut dan nutrient yang mencukupi merupakan
salah satu penyebab lebih tingginya kelimpahan fitoplankton di stasiun I
dibandingkan dua stasiun lainnya. Seperti yang dikemukaan oleh Haumahu (2004),
distribusi dan kelimpahan fitoplankton tidak merata disetiap perairan karena
dipengaruhi oleh Urgani-faktor fisika dan kimia perairan seperti angin, arus,
kandungan nutrient. Disamping itu stasiun I masuk dalam zona Limited Entry yang
berperan sebagai zona intake dalam pengolahan air minum sehingga pada zona ini
tidak di ijinkan adanya aktivitas seperti budidaya maupun penangkapan. Vegetasi
yang relative lebih rimbun pada stasiun ini juga turut memberikan kontribusi
terhadap penyuburan perairan.
Gambar 9. Perbandingan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Waduk Sei Pulai
GRAFIK KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN WADUK SEI PULAI
2,500
2,000
1,500
KELIMPAHAN FITOPLANKTON (IND/LITER)
1,000
500
-
42
oleh kelas Chlorophiceae, dengan spesies yang paling banyak ditemukan adalah
Hormidium sp. Sedangkan spesies yang dominan dari kelas Bachillariophyceae
adalah Nitzchia Longissima. Kedua jenis fitoplankton diatas merupakan jenis
fitoplankton yang mempunyai daya toleransi yang besar terhadap perairan dengan
arus yang tenang. Spesies yang dominan dalam suatu komunitas memperlihatkan
kekuatan spesies itu dibandingkan dengan spesies lain (Odum, 1971), dengan
demikian terdapat jenis-jenis plankton yang mengendalikan perairan dan akan
menimbulkan perubahan-perubahan penting tidak hanya pada komunitas biotiknya
sendiri, tetapi juga dalam lingkungan fisiknya.
Hasil penghitungan terhadap kelimpahan dari tiap kelas fitoplankton secara
keseluruhan, menunjukkan bahwa kelas Chlorophyceae tergolong sedang dengan
kelimpahan
43
Keterangan
Jumlah Individu
Indeks Keanekaragamn
Berdasarkan Kedalaman
Indeks Keanekaragaman
berdasarkan Stasiun
2
Jumlah Individu
Indeks Keanekaragamn
Berdasarkan Kedalaman
Indeks Keanekaragaman
Berdasarkan Stasiun
3
Jumlah Individu
Indeks Keanekaragamn
Berdasarkan Kedalaman
Indeks Keanekaragaman
Berdasarkan Stasiun
Subtransek
I
Substransek
II
Substransek
III
1.680
2.100
1.140
2,719
2,758
2,434
2,851
1.200
1.860
900
2,649
2,638
2,523
2,917
1.380
1.980
1.140
2,668
2,793
2,580
2,948
44
45
2.600
2.500
2.400
2.300
2.200
46
keanekaragaman
yang
berbeda
menunjukkan
terjadinya
ketidakseimbangan lingkungan perairan yang ditandai dengan munculnya kelaskelas tertentu yang lebih dominan terhadap kelas lainnya dalam komunitas. Hasil
penelitian menunjukkan Chlorophyceae merupakan kelas yang paling mendominasi
di Perairan Waduk Sei Pulai karena persentase jumlah spesiesnya melebihi 50% dari
jumlah total spesies yang ada. Kelas yang dominan dalam suatu komunitas
memperlihatkan kekuatan kelas itu dibandingkan dengan spesies lain (Odum, 1971),
dengan demikian terdapat jenis-jenis plankton yang mengendalikan perairan dan
47
48
G.
1.
Suhu
No
1
Parameter
Suhu
Rata-rata
Stasiun/
Transek
1
2
3
Substransek I
28,25
28,00
28,21
28,15
Substransek
II
27,25
27,50
28,11
27,62
Substransek
III
27,18
27,10
27,05
27,11
49
GRAFIK NILAI SUHU PADA SETIAP VARIASI KEDALAMAN UNTUK SEMUA STASIUN
28.50
28.00
kisaran Suhu oC
27.50
27.00
26.50
26.00
51
2.
Kecerahan
No
Parameter
Kecerahan
Rata-rata
Stasiun/
Transek
1
2
3
Substransek
I
Substransek
II
62.80
73.75
55,95
64.16
Substransek
III
dibawa oleh limpasan air hujan maupun materi organik yang bersumber dari inflow
pada stasiun III dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air waduk menjadi rendah,
sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan. Menurut Sellers dan
Markland (1987) dalam Arfiati, dkk. (2002), perairan oligotropik mempunyai batas
kecerahan > 6 m, mesotropik 36 m dan eutropik <3 m. Berdasarkan keterangan
tersebut dan melihat dari hasil penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa perairan
waduk Sei Pulai tergolong peraiaran eutropik. Parameter kecerahan dapat digunakan
untuk mengetahui sampai dimana proses asimilasi dapat berlangsung di dalam air.
Air yang tidak terlampau keruh dan tidak terlampau jernih baik untuk kehidupan
biota maupun vegetasi perairan. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang
disebabkan oleh jasad renik atau plankton.
Berdasarkan kandungan hara (tingkat kesuburan) danau diklasifikasikan
dalam 3 jenis, yaitu: danau eutropik, danau oligotrofik dan danau mesotropik.
Danau eutropik (kadar hara tinggi) merupakan danau yang memiliki perairan yang
dangkal, tumbuhan litoral melimpah, kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi
blooming alga dengan tingkat penetrasi cahaya matahari umumnya rendah.
Sementara itu, danau oligotropik adalah danau dengan kadar hara rendah, biasanya
memiliki perairan yang dalam, dengan bagian hipolimnion lebih besar dibandingkan
dengan bagian epilimnion. Semakin dalam danau tersebut semakin tidak subur,
tumbuhan litoral jarang dan kepadatan plankton rendah, tetapi jumlah spesiesnya
tinggi. Danau mesotropik merupakan peralihan antara kedua sifat danau eutrofik
dan danau oligotrofik. Klasifikasi ini juga berlaku bagi perairan waduk, karena
waduk dan danau memiliki karakteristik yang sama sebagai perairan tergenang.
53
3.
Kekeruhan
No
Parameter
Kekeruhan
Rata-rata
Stasiun/
Transek
1
Substransek
I
3.5
Substransek
II
3.9
Substransek
III
4.9
2.4
2.5
5.1
6.9
7.3
9.8
4.2
4.5
6.6
54
padatan tersuspensi pada stasiun 2 disebabkan oleh karena sebagian besar tanggul
sudah dikonstruksi dengan material beton sehingga debit dan laju run off yang
membawa materi organik dari sempadan waduk tidak begitu besar. sedangkan nilai
kekeruhan tertinggi 9.8 NTU terdapat pada stasiun 3 hal ini dikarenakan banyaknya
padatan tersuspensi berupa sedimen yang dibawa oleh air dari Saluran inflow.
Disamping itu kondisi eksisting Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Pulai yang
terdegradasi oleh kegiatan pembangunan dan perkebunan lokal serta di dominasi
oleh vegetasi yang homogen menyebabkan DAS tidak mampu menahan laju erosi
oleh air hujan.
4.
No
Stasiun/
Transek
1
pH
Rata rata
8,19
Substransek
II
7,39
Substransek
III
6,97
8,24
7,64
7,10
8,07
7,97
7,02
8.1
7.6
7.0
Substransek I
56
sebagai perairan yang mengarah pada badan perairan yang tidak produktif, namun
masih dalam batas toleransi untuk keperluan kehidupan.
Secara umum nilai pH antara 7 9 mengindikasikan sistem perairan yang
sehat(WHO, 1992). pH air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks
pencemaran dengan melihat tingkat keasaman dan kebasaan (Siagian,2009).
Kondisi perairan yang bersifat sangat asam atau sangat basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organime karena akan menyebabkan terjadinya gangguan
metabolism dan respirasi.
5.
No
1
Parameter
DO
Rata-rata
Stasiun/
Transek
1
Substransek I
9,89
Substransek
II
9,20
Substransek
III
8,55
9,51
9,06
8,28
9,26
9.28
7,05
9.5
9.1
7.9
57
perairan selama penelitian berkisar antara 7,05- 9.89 mg/L. Kandungan oksigen
terlarut di waduk Sungai Pulai tergolong tinggi yang diduga karena kelimpahan
fitoplanktonnya juga cukup tinggi.
Diantara ketiga stasiun pengamatan, nilai DO terendah terdapat pada stasiun
III yang diduga sebagai akibat tingginya proses degradasi materi organik oleh
bakteri pengurai. Hal ini terindikasi oleh rendahnya nilai pH. Disamping itu suhu
yang relatif tinggi di setiap variasi kedalaman serta rendahnya laju fotosintesis
menyebabkan minimnya kadar oksigen terlarut pada stasiun III. Karaketristik
stasiun III yang dicirikan oleh tingginya kerapatan vegetasi perairan yang memberi
naungan serta menghalangi penetrasi cahaya matahari untuk masuk kebadan
perairan juga diduga sebagai penyebab rendahnya kadar DO, karena fotosintesis
tidak berlangsung optimal.
Kandungan Oksigen terlarut (DO). Merupakan salah satu penentu
karakteristis kualitas air yang terpenting dalam lingkungan kehidupan biota air.
Konsentrasi oksigen dalam air mewakili status kualitas air pada tempat dan waktu
tertentu (saat pengambilan air). Dengan kata lain keberadaan dan besar kecilnya
oksigen di dalam air dapat dijadikan indikator ada atau tidaknya pencemaran
disuatu parairan. Oksigen terlarut dapat membanu proses penghilangan beberapa
senyawa yang tidak diinginkan dalam air minum, seperti Fe dan Mn. Penghilangan
senyawa-senyawa tersebut dengan cara presipitasi bentuk teroksidasi atau
mengoksidasi amoniak menjadi nitra. Oksigen terlarut dalam badan air juga dapat
mencegah terjadinya reduksi aneaerob dan sulfat terlarut menjadi H2S.
58
6. Kecepatan arus
No
1
Parameter
Kecepatan
Arus
Stasiun/
Transek
1
2
3
Substransek I
Rata-rata
Substransek
II
0.23
0.07
0.18
0.16
Substransek
III
Tabel 12. Nilai parameter Kecepata Arus di Perairan Waduk Sei Pulai
Arus merupakan salah satu faktor yang membatasi penyebaran biota dalam
perairan (Odum, 1971). Arus dapat membawa larva planktonik jauh dari habitat
induknya menuju ke tempat mereka menetap dan berkembang. Arus mempunyai arti
penting dalam menentukam pergerakan dan distribusi plankton pada suatu perairan.
Pada daerah Litoral waduk, arus yang disebabkan oleh hembusan angin mempunyai
pengaruh nyata terhadap distribusi fitoplankton. Arus merupakan sarana transportasi
baku untuk makanan maupun oksigen bagi suatu organisme air. Pergerakan
fitoplankton terjadi secara vertikal pada beberapa lapisan perairan, tetapi kekuatan
berenangnya sangat kecil bila dibandingkan dengan kekuatan arus tersebut
Berdasarkan pengukuran pada masing-masing stasiun pengamatan diketahui
bahwa kecepatan arus berkisar antara 0.18 0.23 m/s. kecepatan arus terbesar
terdapat pada stasiun I yang merupakan inlet bagi waduk dan diduga disebabkan
oleh proses penyadapan air untuk keperluan PDAM. Sedangkan kecepatan arus
terendah terdapat pada stasiun II dimana hal ini sangat dipengaruhi oleh
karakteristik stasiun II yang tidak menerima pengaruh eksternal yang dapat
mempengaruhi kecepatan arus seperti inflow dan overflow. Kondisi diatas
menyebabkan adanya perbedaan kelimpahan dan kenakeragaman jenis fitoplankton
pada masinng-masing stasiun pengamatan.
59
V. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, identifikasi dan pembahasan, penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa :
1.
2.
subtransek/ kedalaman.
Trend distribusi fitoplankton pada ketiga stasiun tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata, dimana jumlah spesies fitoplankton paling banyak
ditemukan pada subtransek II yakni pada kedalaman 0.5 m, sedangkan
distribusi fitoplankton paling rendah ditemukan pada subtransek III yakni
3.
4.
60
berada pada nilai 2,3026 < H < 6,9078, yang berarti keanekaragaman
5.
maka rekomendasi yang dapat disampaikan untuk menjaga kondisi waduk agar
dapat terus menopang kehidupan organisme yang ada didalamnya adalah :
1.
Menjaga Daerah Aliran Sungai Beserta Hutan Lindung Sungai Pulai yang
berperan besar dalam manjaga debit air waduk dan menahan laju erosi serta
2.
3.
61