BAB 10
Oleh:
Muhammad Habibie
NIM. 15726251040
GAYA INTERMOLEKULER
Pada bab sebelumnya, molekul-molekul gas diperlakukan sebagai titik-titik geometris yang
tidak memiliki interaksi gaya antara satu dengan yang lainnya. Gaya yang terjadi pada setiap
pasangan molekul berasal dari gaya listrik origin; dan oleh karena struktur rumit dari sebuah
atom atau molekul, gaya antara setiap pasangan molekul tidak dapat diekspresikan secara
sederhana. Secara umum, pada jarak pemisahan (jarak antarmolekul/ partikel) yang relatif
besar, yaitu gaya van der Waals, besarnya menurun drastis seiring dengan meningkatnya
jarak pemisahan. Ketika dua molekul saling berdekatan yang menyebabkan awan elektron
dari molekul-molekul tersebut saling tumpang tindih, gaya yang timbul menjadi gaya tolak
yang akan meningkat karena jarak pemisahan semakin berkurang. Dengan demikian gaya
intermolekuler harus memiliki bentuk umum yang ditunjukkan oleh kurva tebal sesuai
dengan Gambar. 10-1.
( P+ va ) ( vb)=RT
2
(10-1)
(10-2)
Dan jalan bebas rerata adalah kebalikannya dari tampang lintang tumbukan makroskopik.
Satuan tampang lintang tumbukan makroskopik adalah kebalikan dari satuan panjang, satuan
dari jalan bebas rerata adalah satuan dari panjang. Catatan bahwa jalan bebas rerata tidak
tergantung pada kelajuan molekul.
Konsep jalan bebas rerata dapat divisualisasikan dengan membayangkan seseorang
menembakan peluru tanpa arah ke dalam hutan. Semua peluru akhirnya akan mengenai
pohon, tetapi beberapa akan bergerak menjauh dari pada yang lainnya. Hal ini mudah
diartikan bahwa rerata jarak yang ditempuh akan bergantung secara kebalikan dengan
kepadatan dari kayu (n) dan ukuran dari pohon ( ).
Sebuah teknik eksperimen umum adalah untuk merancang gas sinar partikel (baik
netral ataupun memiliki muatan listrik) dan untuk mengukur jumlah N0 dan jumlah N sisa
dari sinar setelah bergerak sejauh x. Penurunan secara eksponensial dapat diprediksi oleh
persamaan (10-10) dan ternyata terpenuhi, dan kita sekarang mengubah penalaran bagaimana
menurunkan persamaan ini. N0, N, dan x adalah besaran yang dapat diukur secara eksperimen,
persamaan (10-10), dapat diselesaikan untuk n atau l, dan kita dapat menganggap
besaran ini dapat didefinisikan oleh persamaan (10-10), dan tidak terpengaruh oleh berbagai
teori mengenai tumbukan molekuler.
Meskipun kita menurunkan persamaan di atas dengan menganggap sebuah sinar dari
molekul tersebar dalam gas, jalan bebas rerata adalah sama jika sekelompok molekul
dianggap terdiri dari molekul sebuah gas yang bergerak random diantara molekul lainnya dan
bertumbukan dengannya. Pergerakan sebuah molekul tunggal adalah zig zag seperti yang
diperlihatkan oleh gambar 10-3, dan kita mengerti mengapa kelajuan rerata molekul sangat
besar, sebuah molekul menjauh dari posisi tertentu dan relatif melambat.
Sebagai contoh, andai diameter molekul d sama dengan 2 x 10-10 m. Pada tumbukan
dalam keadaan standar, sekitar 3 x 1025 molekul m-3 pada gas. Tampang lintang tumbukan
makroskopik adalah:
n =n d 2 3 x 1025 x 3.14 x 4 x 1020 40 x 105 m1 ,
Dan jalan bebas reratanya adalah
1
l= 2.5 x 107 m ,
n
Besarnya lebih kecil dibandingkan dengan panjang gelombang dari cahaya tampak. Jarak
pisah rerata antar molekul pada kondisi standar adalah sekitar 3 x 10-9 m, sehingga jalan
bebas reratanya lebih besar dari jarak pisah rerata antarmolekul, dan gambar 10-3 tidak
sesuai.
Jumlah molekul per satuan volume, n, berbanding terbalik dengan tekanan, jalan
bebas rerata meningkat ketika tekanan menurun. Sistem yang sedang vakum akan
mengurangi tekanan sampai 10-3 Torr, atau sekitar 10-6 atm. Jalan bebas rerata besarnya lebih
dari berjuta-juta kali lipat jika pada tekanan atmosfer atau 25 cm.
Teori lain mengenai jalan bebas rerata masuk ke dalam gerakan relatif dari semua
molekul gas, mereka menganggap molekul target, sama halnya seperti molekul uji,
dalam aspek gerakan. Perubahan hanya terjadi pada hasil akhir untuk menunjukkan sebuah
faktor koreksi yang kecil pada persamaan (10-12). Pengaruh sebaliknya pada jumlah molekul
per satuan volume dan pada tampang lintang tumbukan tidak berubah. Asumsikan bahwa
semua molekul memiliki kelajuan yang sama, Clausius memperoleh hasil:
3 1 0.75
l=
=
4 n n
Jika molekul memenuhi distribusi kecepatan Maxwellian (lihat Bagian 12-2)
1 1 0.707
l=
=
2 n n
Kita akan melanjutkan untuk menggunakan hasil yang lebih sederhana dari persamaan (1012).
Pada diskusi sebelumnya, molekul target dan molekul uji dianggap sebagai bola pejal
identik, dengan diameter d. Semua orang ingin mengetahui jalan bebas rerata sebuah
elektron, bergerak melalui molekul gas netral atau terionisasi dalam sebuah plasma, atau
diantara ion logam tetap dalam sebuah logam konduktor. Diameter dari sebuah elektron
lebih kecil dibandingkan dengan molekul dan elektron yang dapat dianggap sebagai sebuah
titik-titik geometri, dan jarak pusat dengan pusat dalam tumbukan (lihat gambar 10-2)
menjadi d/2 lebih kecil dari d, dimana d adalah diameter molekul. Lebih jauh, kecepatan
elektron lebih besar dibandingkan dengan molekul yang kemudian dapat diasumsikan dalam
keadaan diam, dan koreksi untuk kecepatan relatif perlu ada perhitungan lagi. Berdasarkan
anggapan di atas, jalan bebas rerata elektron l0 adalah
1
l 0=4
(10-13)
n
Dimana n adalah kerapatan dari molekul dan n
e1
Hasil ini menimbulkan pertanyaan menarik selanjutnya. jika jarak rata-rata ditempuh oleh
kelompok sebelum kita mempertimbangkan itu adalah l, dan jarak rata-rata setelah kita
mempertimbangkan itu juga adalah l, mengapa rata-rata jarak bebas tidak sama dengan 2l
bukannya l?
Konsep penting lainnya adalah frekuensi tumbukan z, jumlah rata-rata tumbukan persatuan
waktu yang terjadi antara molekul yang satu dengan molekul lainnya. Pada interval waktu t,
sebuah molekul menempuh jarak rata-rata v t sepanjang garis lengkungnya. Jumlah ratarata tumbukan pada waktu ini adalah v
v
z= =v n
l
dari nilai v , n dan
(10.15)
rata-rata waktu bebas , atau waktu rata-rata antara tumbukan, merupakan tibal balik
frekuensi tumbukan z dan karena
1 1
1
= = =
z v v n
(10.16)
1
10
1.8 10
9
5.5 10
Hasil penelitian terdahulu membentuk dasar teori konduksi logam yang dikembangkan oleh
Drude* pada tahun 1900. Kita mengasumsikan bahwa elektron bebas pada konduktor logam
dapat dianggap sebuah gas ideal dan kecepatan acak rata-ratanya sama dengan kecepatan
acak rata-rata pada molekul gas pada massa yang sama, pada temperatur yang sama. (Kita
akan tunjukkan pada chapter 13 bahwa asumsi ini tidak begitu bagus). Jika kuat medan listrik
pada konduktor adalah E, gaya F pada masing-masing elektron, pada muatan (negatif) e,
adalah E=eE. Sebagai hasil gaya ini, elektron-elektron memiliki sebuah perceptan a yang
berlawanan arah dengan medan dan magnitudo.
F eE
a= =
m m
Elektron tidak mengalami percepatan secara tak terhingga, dikarenakan bertumbukan dengan
ion logam yang tetap. Kita asumsikan bahwa pada masing-masing tumbukan sebuah elektron
beristirahat dan kembali kehilangan kecepatan sebelumnya. Pada rata-rata waktu bebas
diantara tumbukan, sebuah elektron memperoleh kecepatan yang berlawanan dengan arah
medan sebesar a, dan kecepatan rata-ratanya di antara tumbukan, atau kecepatan hanyut u,
adalah
u=n0 eu=
n0 e l 0
E
2mv
Resivitas (daya hambat) pada logam didefinisikan sebagai perbandingan intensitas listrik E
dengan kerapatan arus J: = E/J. Sehingga
=
2 m v
n0 e 2 l 0
(10-17)
Pada logam tertentu dan temperatur tertentu, semua jumlah pada sisi kanan pada persamaan
sebelumnya adalah konstan sehingga prediksi teori Drude bahwa pada kondisi tersebut
resistivitas pada sebuah konduktor logam adalah konstan, tidak terikat terhadap E. Dengan
kata lain, kerapatan arus J berbading lurus dengan intensitas listrik E, dan logam, sesuai
dengan eksperimen, mengikuti/mematuhi Hukum Ohm.
Sebuah pernyataan umum pada hukum Ohm yaitu pada temperatur tertentu, perbedaan
potensial V diantara dua titik pada sebuah kawat penghantar berbanding lurus dengan kuat
arus I pada kawat penghantar. atau dituliskan V = IR, dimana R adalah konstan tak terikat
pada I. Kuat arus total I sebuah konduktor pada daerah silang yang konstan A adalah I = JA.
Jika panjang konduktor adalah L, beda potensial V diantara kedua ujungnya adalah V = EL,
maka persamaannya pj = E dapat dituliskan
I V
= ,
A L
atau
V=
L
I =IR
A
dimana hambatan R =
L
A
Koefisien Viskositas
Gambar 10-6 Aliran kental antara sebuah lapisan bawah tetap dan sebuah lapisan atas yang bergerak
Tampak berlawanan dengan pandangan terdahulu bahwa gas terdiri dari molekul yang
terpisah secara luas menyebabkan tumbukan elastik sempurna dengan molekul lainnya harus
melibatkan viskositas atau friksi internal. Tiap-tiap gas nyata, bagaimanapun, memiliki
viskositas; dan kita sekarang menunjukkan bahwa sifat gas ini merupakan konsekuensi lain
yang diperlukan pada model sederhana kita dan tidak membutuhkan penilaian terhadap sifat
baru pada molekul.
Gambar 10-6 menyajikan sebuah bagian dari dua plat besar yang dipisahkan oleh suatu
lapisan gas dengan ketebalan L. Karena viskositas pada gas, gaya F harus digunakan pada
lapisan atas plat untuk menekannya pada kecepatan relatif yang lebih rendah, plat
tetap/stasioner. (sebuah gaya yang sama dan berlawanan arah harus digunakan pada plat yang
lebih rendah untuk menahannya pada posisi diam). Molekul pada lapisan gas memiliki
komponen kecepatan depan u yang meningkat secara teratur dengan jarak y di atas plat yang
lebih rendah. Koefisien viskositas pada gas, , didefinisikan dengan persamaan
F
du
=
A
dy
(10-18)
Kecepatan ke arah sumbu x u pada molekul merupakan superposed pada besar kecepatan
acaknya, oleh karena itu gas tidak dalam ekuilibrium termodinamika. Akan tetapi, pada
kebanyakan masalah praktek, kecepatan acak jauh lebih besar daripada masing-masing
kecepatan ke arah sumbu x yang dapat kita gunakan hasil-hasil sebelumnya yang
memperoleh suatu keadaan seimbang /ekuilibrium.
Garis putus-putus S-S pada Fig. 10-6 menyajikan menyajikan gambar sumbu imajiner suatu
gas pada sembarang tinggi y di atas plat yang lebih rendah. Karena perpindahan acaknya,
terdapat fluks molekul sepanjang permukaan yang diberi titik, baik dari atas maupun dari
bawah. Kita akan asumsikan bahwa pada tumbukan terakhirnya sebelum melintasi
permukaan, masing-masing molekul memperoleh suatu arus kecepatan ke arah kanan, sesuai
dengan tinggi tertentu dimana tumbukan terjadi. Karena kecepatan yang mengalir di atas
permukaan garis putus-putus lebih besar daripada kecepatan di bawah permukaan, molekul
yang bergerak dari atas memuat momentum yang lebih besar (ke arah kanan) pada
permukaan daripada momentum molekul yang bergerak dari bawah. Dari hasil kecepatan
rata-rata dari transport momentum pada permukaan, dan dari Hukum II Newton kita dapat
menghitung kecepatan rata-rata pada transport momentum, persatuan luas, ke gaya viskositas
per satuan luas.
Dengan demikian viskositas pada sebuah gas muncul bukan dari gaya gesekan antara
molekulnya, tetapi dari fakta bahwa molekul memiliki momentum pada permukaan sebagai
hasil dari gerak acaknya.
Gambar 10-7 Jalan bebas rerata terakhir sebelum molekul bergerak melewati permukaan dimulai pada jarak
mulanya di dalam silinder, di sana aka nada tumbukan lainnya yang mengakibatkan
v yang identik terutama pada titik yang sama. Akan
terbentuknya sebuah molekul
tetapi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, molekul yang tiba pada permukaan akan
berada di atas rata-rata mereka memulai jalan bebas terakhir sebelum mencapai permukaan
pada jarak l menjauh dari permukaan. Jarak yang tegak lurus dari permukaan y, untuk tiap
molekul (lihat Fig. 10-7) adalah y=l cos . Nilai rata-rata y, atau y , dicari dengan
mengalikan
lcos
1
v nl sin cos 2 d
2
2
0
y=
= l
1
3
v n
4
(10-19)
Karena rata-rata tersebut, sebuah molekul yang melintasi permukaan menyebabkan tumbukan
terakhirnya yang melintas pada jarak yang sama dengan dua pertiga jalan bebas rata-rata di
atas (atau di bawah) permukaan.
Dimana u0 menyatakan kecepatan ke arah sumbu x gas pada bidang S-S. pada jarak 2/3 di atas
permukaan, kecepatannya ke arah sumbu x adalah
2 du
u=u 0+ t
3 dy ,
Karena gradien kecepatan ke arah sumbu x du/dy dapat dianggap konstan di atas jarak yang
ditempuh jalan bebas, momentum ke arah sumbu x dari melekul dengan kecepatan tersebut
adalah
2 du
mu=m u 0+ l
3 dy
permukaan per satuan waktu dan per satuan luas oleh molekul yang menyebrang dari atas,
adalah hasil kali momentum mu dan fluks total :
1
2 du
G = nm v u0 + l
4
3 dy
Dengan cara yang sama, momentum yang dibawa menyebrang permukaan oleh molekul yang
melintasi dari bawah adalah
1
2 du
G = nm v u0 l
4
3 dy
Netto rata-rata dari transport momentum per satuan luas merupakan perbedaan antara jumlah
tersebut, atau
1
du
G= nm v l
3
dy
(10-20)
Gambar 10-8 Nilai viskositas dari helium, argon, dan neon dan mengikuti fungsi linier
Tabel 10-1. Nilai jalan bebas rerata dan diameter molekular beberapa gas yang ditentukan dari pengukuran
viskositas. Nilai l dan d pada tabel dihitung menggunakan persamaan. (10-13) untul l.
Dan dari hukum newton kedua ini sama dengan gaya viskositas per satuan luas. Oleh karena
itu, dengan membandingkan definisi koefisien viskositas pada persamaan (10-18), kita
dapatkan
1
1 m v
= nm v l=
3
3
(10-21)
Kesimpulan yang tidak diharapkan dari persamaan ini yaitu viskositas gas tidak tergantung
pada tekanan atau kepadatan, dan merupakan fungsi temperatur sendiri yang bergantung pada
v pada T.
=
1 m v 1 8 k mT
=
3
3
(10-22)
T , dan
m/ .
Konduktivitas Termal
Konduktivitas termal dari sebuah gas diperlakukan dengan cara yang sama seperti
viskositasnya. Biarkan pelat atas dan bawah di gambar 10-6 pada keadaan diam tetapi pada
temperatur yang berbeda, sehingga terdapat gradien suhu (temperature gradient) dan bukan
gradien kecepatan (velocity gradient) dalam gas. (Mencegah aliran panas konduktif dalam
gas agar tidak tertutupi oleh arus konveksi adalah hal yang sulit. Lapisan gas harus tipis, dan
pelat atas harus berada pada suhu yang lebih tinggi dari plat bawah.) Jika dT /dy adalah
gradien suhu normal terhadap permukaan dalam gas, konduktivitas termal
oleh persamaan:
didefinisikan
H=
dT
dy
(10-23)
di mana H adalah aliran panas atau arus panas per satuan luas dan per satuan waktu di seluruh
permukaan. Tanda negatif dimasukkan karena jika dT /dy positif maka arus panas ke
bawah dan negatif. Dalam sistem MKS, satuan H adalah 1 joule per meter persegi per detik
dan satuan gradien suhu dT /dy adalah 1 kelvin per meter. Oleh karena itu satuan
konduktivitas termal
adalah 1 joule per meter persegi per detik, per kelvin per meter,
1 1 1
atau disingkat menjadi 1 J m s K
.
Dari sudut pandang molekul, kita mempertimbangkan konduktivitas termal pada sebuah gas
sebagai hasil resultan flux dari energi kinetik molekul di permukaan. Total energi kinetik per
mol molekul gas ideal adalah energi internal U, yang kemudian sama dengan c p T . Oleh
karena energi kinetik rata-rata molekul tunggal adalah
NA
Avogadro,
cv T
cv
sebagai
permukaan
2l /3
T0
adalah suhu di
di bawah permukaan
adalah
2 dT
c v T c v T 0 l
3 dy
Energi yang diangkut dengan arah ke atas, per satuan luas dan per satuan waktu, adalah
produk dari jumlah-jumlahnya. Fluks molekuler :
1
2 dT
H = n c T 0 l
4
3 dy
v
Dengan cara yang sama, energi yang diangkut oleh molekul yang menyeberang dari atas
adalah
1
2 dT
H = n c T 0 l
4
3 dy
v
Laju resultan dari perpindahan per satuan luas, yang kita identifikasi dengan arus panas H,
adalah
1
dT
H= n c l
3
dy
v
(10-24)
dan dengan perbandingan dengan persamaan (10-23) kita tahu bahwa konduktivitas termal
adalah
1
1 c v
= n c l=
3
3
v
(10-25)
Sehingga konduktivitas termal, seperti viskositas, harus independen dari massa jenis. Ini juga
bersesuaian dengan eksperimen yang menurunkan tekanan sangat rendah sehingga berarti
mean free path menjadi satu orde (urutan) yang sama dengan besarnya dimensi wadah.
Rasio konduktivitas termal untuk viskositas adalah
c
c
cv
= = v= v
m NA M
Dan
M
=1
cv
(10-26)
di mana M adalah berat molekul gas. Oleh karena itu teori memprediksi bahwa untuk semua
gas kombinasi dari sifat eksperimental seharusnya memiliki satuan sama. Beberapa angka
diberikan dalam Tabel 10-2 untuk perbandingan. Rasio menghasilkan urutan yang besarnya
sesuai, tapi kita lihat lagi bahwa model molekul hard-sphere tidak memadai.
, berat molekul M , viskositas . dan kapasitas panas
spesifik c v dari sejumlah gas
Difusi
Bejana pada Gambar 10-9 dibagi menjadi berpartisi, di sisi berlawanan dari dua gas yang
berbeda A dan B pada suhu dan tekanan yang sama, sehingga jumlah molekul per satuan
volume adalah sama di kedua sisi. Jika partisi dihilangkan, tidak ada gerakan skala besar dari
gas di kedua arah, tapi setelah waktu yang cukup lama, seseorang akan menemukan bahwa
kedua gas tersebut terdistribusi secara merata di seluruh volume.
Fenomena ini, sebagai akibat dari masing-masing gas secara bertahap meresapi gas lainnya,
disebut difusi. Hal ini tidak terbatas pada gas tetapi terjadi dalam cairan dan padatan juga.
Difusi merupakan akibat dari gerakan molekul acak dan terjadi setiap kali ada kemiringan
konsentrasi (concentrate gradien) pada spesies molekul apapun, yaitu, ketika jumlah partikel
dari suatu gas per satuan volume pada satu sisi permukaan berbeda dari yang di sisi lain.
Fenomena ini dapat digambarkan sebagai pengangkutan zat, (yaitu, molekul) di seluruh
permukaan.
Fenomena difusi mungkin dipersulit ketika terdapat lebih dari satu jenis molekul, laju difusi
dari satu ke yang lain tidak sama. Kita dapat menyederhanakan masalah dengan
mempertimbangkan difusi molekul dari satu spesies ke spesies-spesies yang sama lainnya,
yang dikenal sebagai self-diffusion.
mewakili resultan fluks molekul yang ditandai di permukaan, per satuan waktu dan per
dn dy
(10-27)
adalah ke bawah
dan negatif.
Dalam sistem MKS, satuan
konsentrasi gradien dn dy
adalah 1 molekul per meter kubik, per meter. Oleh karena itu,
satuan koefisien difusi D 1 molekul per meter persegi per detik, per molekul per meter kubik,
2 1
per meter, yang disingkat menjadi 1 m s .
Kami berasumsi seperti sebelumnya bahwa setiap molekul membuat tumbukan terakhirnya
sebelum menyeberang pada jarak tegak lurus 2l /3 dari permukaan. Jika n adalah
jumlah molekul yang ditandai per satuan volume pada permukaan
satuan volume pada jarak 2l /3
SS , jumlah per
dn
dy
n 02
n
l
3
Dalam ekspresi yang sebelumnya diturunkan untuk fluks
dengan n*, dan ke fluks
ke atas kemudian
dn
dy
2
n0 l
3
1
=
4
Dengan cara yang sama, fluks kebawah adalah
dn
dy
2
n0 l
3
1
=
4
Resultan fluks
(10-28)
(10-29)