Pembimbing :
dr. Satya Joewana, Sp.KJ
Disusun Oleh:
Jennifer D.M. Ohee (2014-061-036)
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN JIWA DAN PERILAKU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA
30 November 2015 10 Januari 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas rahmat dan kasih karuniaNya, penulisan referat dengan judul Gangguan Terkait Alkohol dapat diwujudkan dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Satya Joewana, Sp.KJ atas bimbingan dan saran
Beliau selama penulisan referat ini. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang
membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan referat ini.
Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan permohonan maaf yang
sebesar-besarnya atas segala kesalahan baik yang disengaja maupun tidak. Penulis menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini. Oleh karena itu, segala saran atau kritik yang
membangun akan dijadikan sebagai pemacu untuk membuat karya yang lebih baik lagi. Akhir
kata, penulis berharap semoga referat ini bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, 03 Januari 2016
................................................
Penulis
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
I.
DEFINISI
Gangguan terkait alkohol merupakan suatu gangguan yang ditimbulkan dari
konsumsi alkohol yang berlebihan yang menimbulkan perubahan kesadaran, perilaku,
II.
Selatan, Gorontalo, dan Maluku utara. Jenis alkohol yang dikonsumsi oleh penduduk
laki-laki 15 tahun ke atas dalam 1 bulan terakhir adalah bir 24,7%, likuor (whiskey,
III.
EFEK ALKOHOL
A. Absorpsi
Sekitar 10 persen alkohol yang dikonsumsi diabsorpsi melalui lambung,
sisanya melalui usus halus. Konsentrasi puncak alkohol dalam darah tercapai
dalam 30 sampai 90 menit dan biasanya dalam 45 sampai 60 menit, bergantung
apakah alkohol dikonsumsi dalam keadaan perut kosong (meningkatkan absorpsi)
atau dengan makanan (menunda absorpsi). Waktu untuk mencapai konsentrasi
puncak dalam darah juga bergantung pada jangka waktu mengonsumsi alkohol;
minum dengan cepat mengurangi waktu untuk mencapai konsentrasi puncak;
minum secara lambat meningkatkannya. Absorpsi paling cepat pada minuman
yang mengandung 15 sampai 30 persen alkohol (30 sampai 60 persen proof).
Tubuh memiliki alat pelindung terhadap pembanjiran oleh alkohol.
Misalnya, jika konsentrasi alkohol di lambung terlalu tinggi, mukus disekresi, dan
katup pilorik menutup. Aksi ini memperlambat absorpsi dan mencegah alkohol
masuk ke usus halus, yang tidak memiliki hambatan absorpsi yang signifikan.
Dengan demikian, sejumlah besar alkohol dapat tetap tak diabsorpsi dalam
lambung selama berjam-jam. Lebih lanjut, spasme pilorus sering menyebabkan
mual dan muntah. Sekali diabsorpsi dalam aliran darah, alkohol akan
didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Karena alkohol secara menyeluruh
1
terlarut dalam cairan tubuh, jaringan yang mengandung proporsi air yang lebih
tinggi mendapat alkohol dalam konsentrasi tinggi. Efek intoksikasi lebih besar
ketika konsentrasi alkohol meningkat dibanding bila sedang menurun (efek
Mellanby). Atas alasan ini, laju absorpsi secara langsung berhubungan dengan
respon intoksikasi.
B. Metabolisme
Sekitar 90 persen alkohol yang diabsorpsi dimetabolisme melalui oksidasi
di hepar; 10 persen sisanya dieksresi tanpa mengalami perubahan oleh ginjal dan
paru. Laju oksidasi oleh hepar konstan dan tidak dipengaruhi kebutuhan energi
tubuh. Tubuh dapat memetabolisasi sekitar 15 mg/dL per jam, dengan kisaran
antara 10 sampai 34 mg/dL per jam. Pada orang dengan riwayat konsumsi alkohol
berlebihan,peningkatan enzim yang diperlukan mengakibatkan metabolisme
alkohol cepat.
Alkohol dimetabolisasi oleh dua enzim yaitu alkohol dehydrogenase
(ADH) dan aldehid dehydrogenase. ADH mengkatalisasi konversi alkohol
menjadi asetaldehid, yang merupakan senyawa toksik; aldehid dehydrogenase
mengkatalisasi konversi asetaldehid menjadi asam asetat. Aldehid dehydrogenase
diinhibisi oleh disulfiram (Antabuse), yang sering digunakan dalam penanganan
gangguan terkait alkohol. Sejumlah studi menunjukkan bahwa wanita memiliki
kandungan ADH dalam darah yang lebih sedikit dibanding pria; fakta ini mungkin
menyebabkan kecenderungan wanita untuk menjadi lebih terintoksikasi dibanding
pria setelah minum alkohol dalam jumlah yang sama. Penurunan fungsi enzim
yang memetabolisasi alkohol pada beberapa orang Asia juga dapat menyebabkan
mudahnya mengalami intoksikasi dan gejala toksik.
C. Efek pada Otak
menoleransi konsentrasi alcohol yang jauh lebih tinggi dibanding orang tidak
pernah mengonsumsi alkohol; toleransi alkohol mereka dapat menyebabkan
mereka seolah tampak tidak terlalu terintoksikasi dibanding sebenarnya.
Efek Tidur. Meski alkohol yang dikonsumsi pada malam hari biasanya
meningkatkan kemudahan untuk jatuh tertidur (penurunan latensi tidur), alkohol
juga memiliki efek samping pada arsitektur tidur. Secara spesifik, penggunaan
alcohol dikaitkan dengan penurunan tidur rapid eye movement (REM atau tidur
bermimpi) dan tidur dalam (stadium 4) serta lebih banyak fragmentasi tidur,
dengan episode terbangun yang lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena itu,
gagasan bahwa minum alkohol dapat membantu seseorang untuk tidur adalah
sebuah mitos.
Efek Fisiologis Lain
Hepar. Efek samping utama penggunaan alkohol berkaitan dengan kerusakan
hepar. Penggunaan alkohol, bahkan sesingkat episode peningkatan minum
seminggu penuh, dapat mengakibatkan akumulasi lemak dan protein, yang
menyebabkan timbulnya perlemakan hati, yang kadang ditemukan pada
pemeriksaan fisik sebagai pembesaran hepar. Hubungan antara infiltrasi lemak
pada hepar dan kerusakan hepar yang serius masih belum jelas. Namun,
penggunaan alkohol dikaitkan dengan timbulnya hepatitis alkoholik dan sirosis
hepatis.
Sistem gastrointestinal. Minum-minum berat dalam jangka panjang dikaitkan
dengan timbulnya esophagitis, gastritis, akhlorhidria, dan tukak lambung.
Timbulnya varises esofagus dapat menyertai penyalahgunaan alkohol terutama
yang berat; ruptur varises merupakan suatu kedaruratan medis yang sering
menyebabkan kematian akibat eksanguinasi. Gangguan pada usus halus sesekali
D. Gejala
B. Dua (atau lebih) hal berikut, yang timbul dalam beberapa jam sampai
beberapa hari setelah kriteria A :
Hiperaktivitas otonom (cth, berkeringat atau frekuensi denyut jantung
C. Gejala
klinis bermakna dalam fungsi sosial, okupasional, atau area fungsi penting
lain
D. Gejala tidak disebabkan suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain.
Tentukan apakah :
Dengan gangguan persepsi
Tanda klasik keadaan putus alkohol adalah gemetar. Gemetar (biasanya
disebut goncangan atau gugup) muncul 6 sampai 8 jam setelah
penghentian minum dan delirium tremens setelah 72 jam. Sindrom putus zat
terkadang melompati urutan yang biasa dan, contohnya, langsung terjadi DT.
Tremor pada putus alkohol dapat serupa dengan tremor fisiologis. Gejala
putus zat lain meliputi iritabilitas umum, gejala gastrointestinal (contohnya
mual dan muntah), dan hiperaktivitas otonom simpatis, termasuk ansietas,
arousal, berkeringat, muka memerah, midriasis, takikardia dan hipertensi
ringan. Pasien yang mengalami putus alkohol biasanya secara umum waspada
tetapi dapat dengan mudah dikagetkan.
3. Delirium
C. The memory disturbance does not occur exclusively during the course of a
delirium or a dementia and persists beyond the usual duration of
substance intoxication or withdrawal.
D. There is evidence from the history, physical examination, or laboratory
findings that the memory disturbance is etiologically related to persisting
effects of substance use (e.g., a drug of abuse, a medication)
6. Gangguan Psikotik Terinduksi Alkohol
Kriteria diagnosis sebagai berikut :
A. Prominent hallucinations or delucions
B. There is evidence from the history, physical examination, or laboratory
findings of either (1) or (2) :
1) The symptoms in criterion A developed during, or within a month
of, substance intoxication or withdrawal
2) Medication use is etiologically related to the disturbance
C. The disturbance is not better accounted for by a psychotic disorder that is
not substance induced. Evidence that the symptoms are better accounted
for by a psychotic disorder that is not substance induced might include
following : the symptoms precede the onset of the substance use
(medication use); the symptoms persist for a substantial period time (e.g.,
about a month) after the cessation of acute withdrawal or severe
intoxication, or are substantially in excess of what would be expected
given the type or amount of the substance used or the duration of use; or
there is other evidence that suggest te existence of an independent nonsubstance-induced psychotic
D. The disturbance does not occur exclusively during the course of a delirium
7. Gangguan Mood Terinduksi Alkohol
Kriteria diagnosis sebagai berikut :
A. A prominent and persistent disturbance in mood predominates in the
clinical picture ad is characterized by either (or both) of the following :
TATALAKSANA
A. Intervensi
Tujuan pada tahap ini, yang disebut juga konfrontasi, adalah memutus rasa
penyangkalan dan membantu pasien mengenal konsekuensi simpang yang akan
terjadi jika gangguan ini tidak diobati. Intervensi, sebagai suatu proses, bertujuan
memaksimalkan motivasi terapi dan abstinensi berkelanjutan.
Keluarga dapat sangat membantu dalam intervensi. Anggota keluarga
harus belajar untuk tidak melindungi pasien dari masalah yang disebabkan
alkohol; bila tidak, pasien mungkin tidak mampu mengumpulkan energy dan
motivasi yang diperlukan untuk berhenti minum. Selama tahap intervensi,
keluarga juga dapat menyarankan pasien untuk menemui orang yang telah
sembuh dari alkoholisme, dan kelompok pendukung alkohol. Kelompok
pendukung untuk keluarga tersebut bertemu pada banyak kesempatan dalam satu
minggu dan membantu anggota keluarga serta teman untuk melihat bahwa mereka
tidak sendiri dalam rasa takut, khawatir dan rasa bersalah. Para anggota berbagi
strategi penyelesaian masalah dan membantu satu sama lain untuk menemukan
sumber di komunitas. Kelompok tersebut dapat sangat berguna dalam membantu
anggota keluarga membangun kembali hidup mereka, bahkan bila alkoholik
tersebut menolak untuk mencari bantuan.
B. Detoksifikasi
Sebagian besar orang dengan ketergantungan alkohol memiliki gejala
yang relatif ringan bila mereka berhenti minum. Jika kesehatan pasien relatif baik,
nutrisi adekuat, dan memiliki sistem dukungan sosial yang baik, sindrom putus
depresan biasanya merupai kasus flu ringan.
Langkah penting pertama detoksifikasi adalah pemeriksaan fisik
menyeluruh. Bila tidak ada gangguan medis serius atau penyalahgunaan obat
gabungan, keadaan putus alkohol yang berat jarang terjadi. Langkah kedua adalah
memberi istirahat, nutrisi adekuat, dan vitamin multipel, terutama mengandung
tiamin.
C. Rehabilitasi
Bagi sebagian besar pasien, rehabilitasi mencakup tiga komponen utama
yaitu : (1) upaya berkelanjutan untuk meningkatkan dan mempertahankan kadar
motivasi abstinensi yang tinggi, (2) bekerja membantu pasien menyesuaikan
kembali ke gaya hidup bebas alkohol, dan (3) pencegahan relaps. Oleh karena
langkah ini dilaksanakan dalam konteks sindrom putus zat dan krisis hidup yang
akut dan berlarut-larut, penanganan membutuhkan presentasi berulang materi
serupa yang mengingatkan pasien pentingnya abstinensi serta yang membantu
pasien mengembangkan sistem pendukung dari hari ke hari dan gaya penyelesaian
masalah yang baru.
Pendekatan penanganan umum yang sama digunakan pada situasi rawat
inap dan rawat jalan. Pemilihan metode rawat inap yang intensif dan lebih mahal
sering kali bergantung pada bukti adanya sindrom psikiatri atau medis yang berat,
tidak adanya kelompok dan fasilitas rawat jalan yang dekat dan sesuai, serta
riwayat pasien gagal pada perawatan rawat jalan. Proses penanganan pada situasi
manapun mencakup intervensi, optimalisasi fungsi fisik dan psikologis,
meningkatkan motivasi, menjangkau keluarga, dan menggunakan 2 sampai 4
minggu pertama perawatan sebagai periode intensif pertolongan. Upaya tersebut
harus diikuti sekurangnya 3 sampai 6 bulan perawatan rawat jalan yang lebih
jarang. Perawatan rawat jalan menggunakan kombinasi konseling individual dan
kelompok, penghindaran obat psikotropika kecuali dibutuhkan untuk gangguan
independen.
1. Konseling
Upaya konseling dalam beberapa bulan pertama sebaiknya
berfokus pada isu kehidupan hari ke hari untuk membantu pasien
mempertahankan kadar motivasi abstinensi yang tinggi serta meningkatkan
fungsi mereka. Teknik psikoterapi yang memprovokasi ansietas atau yang
membutuhkan tilikan mendalam tidak terbukti menguntungkan pada
bulan-bulan pertama pemulihan dan setidanyaknya secara teoritis, justru
dapat mengganggu upaya mempertahankan abstinensi.
Konseling dan terapi dapat dilaksanakan pada individu atau
kelompok; sedikit data mengindikasikan salah satu pendekatan superior
dibanding yang lain. Untuk mengoptimalkan motivasi, sesi terapi
sebaiknya menggali konsekuensi minum-minum, kemungkinan perjalanan
masalah kehidupan terkait alkohol selanjutnya, dan perbaikan nyata yang
diharapkan dengan abstinensi. Baik pada situasi rawat inap maupun rawat
jalan, konseling individu atau kelompok biasanya diberkan minimal tiga
1
pertama
selama
beberapa
bulan.
Namun,
uji
klinis
terkontrol
Kesimpulan
Gangguan terkait alkohol merupakan suatu gangguan yang ditimbulkan dari konsumsi
alkohol yang berlebihan yang menimbulkan perubahan kesadaran, perilaku, dan gejala
intoksikasi. Prevalensi penduduk Indonesia umur 15 tahun ke atas yang minum alkohol 1 bulan
terakhir 4,9% pada laki-laki, 0,3% pada perempuan dan 2,5% pada keduanya. Prevalensi
penduduk perkotaan yang minum alkohol tertinggi pada provinsi Riau, Yogyakarta, Jawa Timur,
Banten, Kalimantan Selatan, Papua Barat dan Papua. Prevalensi penduduk pedesaan yang minum
alkohol tertinggi pada provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur,
Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Maluku utara. Jenis alkohol yang
dikonsumsi oleh penduduk laki-laki 15 tahun ke atas dalam 1 bulan terakhir adalah bir 24,7%,
likuor (whiskey, vodka dll) 9,7%, wine 22,5% dan alkohol tradisional 43,1%.
Etiologi gangguan terkait alkohol dapat disebabkan karena riwayat masa kanak-kanak,
teori psikodinamik, teori sosiokultural, faktor perilaku dan pembelajaran, serta teori genetik.
Untuk diagnosa klinisnya dapat digunakan pedoman dari DSM- IV yang mencakup
intoksikasi alkohol, keadaan putus alkohol, delirium, demensia persisten terinduksi alkohol,
gangguan amnestic persisten terinduksi alkohol, gangguan psikotik terinduksi alkohol, gangguan
mood terinduksi alkohol, gangguan ansietas terinduksi alkohol, disfungsi seksual terinduksi
alkohol, gangguan tidur terinduksi alkohol, dan gangguan terkait penggunaan alkohol yang tak
tergolongkan.
Penanganan dapat diberikan berupa intervensi, detoksifikasi, dan rehabilitasi yang terdiri dari
pemberian medikasi, konseling dan kelompok swa bantu.
II.
Saran
Penelitian mengenai prevalensi penduduk yang konsumsi alkohol belum memadai
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan and Sadocks Pocket Handbook of Clinical Psychiatry.
Lippincott Williams & Wilkins; 2010. 584 p.
2. American Psychiatric Association: Diagnostic and statistical manual of mental disorders. 4 th ed.
Arlington, VA: American Psychiatric Publishing, 2013.
3. Joewana S. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif, edisi 2. Jakarta:
EGC, 2004.
4. Depkes RI. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2007. Depkes RI, Jakarta,
2008.