Anda di halaman 1dari 26

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

PEDOMAN PENDAMPINGAN
AKREDITASI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk meningkatkan pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan primer khususnya
puskesmas dan klinik kepada masyarakat, dilakukan berbagai upaya peningkatan mutu
dan kinerja antara lain dengan pembakuan dan pengembangan sistem manajemen mutu
dan upaya perbaikan kinerja yang berkesinambungan baik pelayanan klinis, program dan
manajerial.
Akreditasi merupakan salah satu mekanisme regulasi yang bertujuan untuk mendorong
upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan primer yang
dilakukan oleh lembaga independen yang diberikan kewenangan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Dalam pelaksanaan akreditasi puskesmas dilakukan penilaian terhadap manajemen
puskesmas, penyelenggaraan program kesehatan, dan pelayanan klinis dengan
menggunakan standar akreditasi puskesmas yang ditetapkan
oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, sedangkan untuk pelaksanaan akreditasi klinik dilakukan
penilaian pada kepemimpinan dan manajemen klinik, serta pelayanan klinik.
Agar Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer dapat memenuhi standar akreditasi
dibutuhkan pendampingan oleh fasilitator yang kompeten agar fasilitas pelayanan
tersebut dapat membangun sistem pelayanan klinis serta penyelenggaraan program, yang
didukung oleh tata kelola yang baik dan kepemimpinan yang mempunyai komitemen
yang tinggi untuk menyediakan pelayanan yang mutu, aman, dan terjangkau bagi
masyarakat secara berkesinambungan.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tetang Pelayanan Publik,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144;
1

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistyem jaminan
Sosial Nasional, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 116;
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 24; (cek terlebih dahulu)
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan
Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi
Tenaga Kesehatan; (tinjau ulang)
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor .. tentang Revitalisasi puskesmas ........
C. Tujuan:
1. Tujuan Umum:
Tersedianya panduan bagi tenaga pendamping akreditasi dalam mempersiapkan
Puskesmas, Klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan primer yang lain untuk
mememenuhi standar nasional akreditasi.
2. Tujuan Khusus:
Menyediakan panduan bagi tenaga pendamping akreditasi agar dapat:
a. Memfasilitasi pengembangan komitmen pimpinan dan karyawan terhadap upaya
peningkatan mutu dan kinerja pelayanan.
b. Memfasilitasi pembakuan dan pengembangan sistem manajemen mutu di
Puskesmas, Klinik, dan fasilitas pelayanan kesehatan primer yang lain.
c. Memfasilitasi pengembangan sistem pelayanan klinis di Puskesmas, Klinik dan
fasilitas pelayanan kesehatan primer yang lain sesuai dengan standar akreditasi.
d. Memfasilitasi penyelenggaraan program puskesmas sesuai dengan pedoman dan
peraturan perundangan yang berlaku dan standar akreditasi puskesmas.

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

e. Memfasilitasi pengelolaan Puskesmas, Klinik, dan fasilitas pelayanan kesehatan


primer yang lain, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan standar
akreditasi.

D. Sasaran :
Pedoman ini disusun bagi anggota Tim Pendamping Akreditasi Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer sebagai acuan dalam pelaksanaan pendampingan akreditasi di
Puskesmas, Klinik, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer yang lain.

BAB II
PENDAMPINGAN AKREDITASI
A. Pengertian.
- Pendamping akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan primer adalah tim yang dibentuk
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan anggota yang berasal dari jajaran
3

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

fungsional atau struktural Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota dan / atau pihak ketiga
atau lembaga lain/pihak ketiga yg ditetapkan dengan SK Kepala Dinas Kesehatan
Kab/Kota, dan telah mengikuti dan dinyatakan lulus Pelatihan Pendamping
Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, yang selanjutnjya disebut Tim
Pendamping Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
-

Tim Pendamping Akreditasi tersebut melaksanakan tugas dan fungsinya dengan


persetujuan Kepala dinas Kesehatan Kabupaten / kota.

Pendampingan akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Tim Pendamping


Akreditasi untuk mempersiapkan Puskesmas, Klinik,d an fasilitas pelayanan
kesehatan primer yang lain agar memenuhi standar akreditasi.

Pendampingan pasca akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh tim pendamping
dari Dinas Kesehatan Propinsi dan tim pendamping dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing, setelah
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer dinyatakan lulus/terakreditasi, dalam rangka
memelihara serta meningkatkan pencapaian Standar Akreditasi dari waktu ke waktu
sampai dilakukan penilaian Akreditasi berikutnya.
Pendampingan Pasca Akreditasi oleh Tim Pendamping Akreditasi Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan, dengan kegiatan utama adalah
mendampingi Puskesmas, Klinik, atau fasilitas pelayanan kesehatan primer yang lain
dalam melaksanakan perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanan menindaklajuti
rekomendasi yang diberikan oleh Tim Penilai Akreditasi dari Komisi Akreditasi
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Pendampingan Pasca Akreditasi oleh Tim Pendamping Akreditasi Dinas Kesehatan
Propinsi dilaksanakan setiap tahun, dengan cara melakukan penilaian akreditasi
dengan menggunakan Standar dan Instrumen Akreditasi yang telah ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan- perbaikan
yang perlu dilakukan.

Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer adalah


kegiatan pelatihan yang diberikan kepada petugas Pendamping agar mampu
melaksanakan tugas Pendampingan Akreditasi. Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping
Akreditasi di Tingkat Pusat dilakukan oleh Komisi Akreditasi Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer, diikuti oleh Peserta yang dikirim Oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
Pelatihan Pendamping Akreditasi di tingkat Provinsi dilksanakan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi, diikuti oleh Peserta yang dikirim Oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten..
4

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

Penilaian Prasertifikasi adalah penilaian yang dilakukan oleh Tim Pendamping


Akreditasi setelah kegiatan pendampingan selesai dilakukan untuk mengetahui
kesiapan Puskesmas, Klinik, atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer yang lain
untuk diusulkan dilakukan penilaian akreditasi.

B. Pengorganisasian.
Pendamping akreditasi adalah :
Pendamping akreditasi di tingkat kabupaten/kota adalah Tim Pendamping Akreditasi
yang bekerja atas perintah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dengan tugas-tugas:
Melaksanakan fasilitasi dan pembinaan secara intensif ke Puskesmas, Klinik,
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer yang lain dalam rangka persiapan
menuju penilaian akreditasi
Melakukan penilaian prasertifikasi untuk mengetahui kelayakan Puskesmas,
Klinik, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer yang lain, untuk diusulkan
dalam penilaian akreditasi
Melaksanakan surveilans atau pembinaan pasca akreditasi
C. Pembiayaan
1. Biaya pendampingan puskesmas oleh Tim Pendamping Akreditasi dalam rangka
persiapan akreditasi maupun untuk pendampingan pasca akreditasi dibebankan
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota sesuai dengan jumlah puskesmas
yang dipersiapkan untuk akreditasi dan tahapan pelaksanaan pendampingan,
sedangkan untuk klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan primer yang lain
ditanggung oleh klinik atau fasilitas pelayanan kesehatan primer yang
membutuhkan
2. Besaran biaya pendampingan akreditasi ditetapkan sesuai dengan standar biaya
yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan atau sesuai dengan
kesepakatan pihak ketiga yang akan melaksanakan pendampingan
3. Apabila diperlukan Pendampingan lintas kabupaten, besaran biaya ditetapkan atas
dasar kesepakatan bersama para pihak, dinyatakan dalam Perjanjian Kerjasama.
4. Dalam kondisi tertentu, dimana diperlukan pelatihan pendamping akreditasi lintas
provinsi, biaya pelatihan pendamping dibebankan kepada Pemerintah Daerah
Provinsi yang membutuhkan, sesuai ketentuan yang berlaku.

D. Kriteria dan prosedur pendampingan akreditsasi.


1. Kriteria :

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

Dinas Kesehatan Kab/Kota membentuk satu atau beberapa tim pendamping


akreditasi yang bertugas untuk mendampingi fasilitas pelayanan kesehatan primer
dalam surveillance/pembinaan pasca akreditasi.
Tim Pendamping Akreditasi yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/Kota,
beranggotakan minimal 3 orang dengan kriteria sebagai berikut:
merupakan tenaga kesehatan, terdiri dari satu orang dokter umum dan dua
orang tenaga kesahatan lain dengan jenjang pendidikan minimal D3
memiliki kompetensi dalam bidang manajemen kesehatan, pelayanan klinis dan
penyelenggaraan upaya kesehatan di puskesmas
memiliki sertifikat kelulusan Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer
membuat pernyatan kesediaan melaksanakan tugas pendampingan selama 3
tahun masa kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan Surat Keputusan Kadinkes
Kab/Kota.
Bila Dinkes Kabupaten/Kota memiliki keterbatasan tenaga Tim Pendamping Akreditasi
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat meminta
bantuan kepada lembaga lain/pihak ketiga untuk ikut terlibat sebagai anggota Tim
Pendamping Akreditasi. Lembaga lain/pihak ketiga yang berminat, mendaftarkan calon
anggota tim, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, untuk mengikuti Pelatihan
Pendamping Akreditasi Puskesmas
Pendamping Akreditasi dari pihak ketiga yang berminat, mendaftarkan Calon
Pendamping Akreditasi untuk mengikuti Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer melalui Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota. Kriteria
Calon Pendamping Akreditasi dari Pihak Ketiga adalah sesuai dengan Kriteria Tim
Pendamping Akreditasi yang berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.

2. Prosedur rekrutmen, seleksi dan pelatihan pendamping :


a. Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di tingkat Pusat.
1). Fasilitator :
Fasilitator Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di tingkat Pusat
ditetapkan oleh BPSDM berdasarkan usulan dari Direktorat Bina Upaya
Pelayanan Kesehatan dasar, Sub Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Dasar.
Seleksi pemilihan Fasilitator Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi
Akreditasi di Tingkat Pusat dilakukan oleh Subdirektorat Pelayanan
Kesehatan Dasar dengan mekanisme sebagai berikut :
6

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

Mengidentifikasi calon-calon Fasilitator Pelatihan Pelatih (TOT)


Pendamping Akreditasi di tingkat Pusat
Mengusulkan calon-calon Fasilitator Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping
Akreditasi di tingkat Pusat kepada Badan PPSDM selaku penyelenggar TOT
Pendampingan Akreditasi.
2). Peserta :
Peserta Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di tingkat Pusat
terdiri dari Widyaiswara dan staf Dinas Kesehatan Provinsi atau peserta dari
individu atau Pihak Ketiga yang diusulkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi
dengan kriteria pendidikan dokter dan / atau tenaga kesehatan dengan
pendidikan minimal D3 dan memiliki kompetensi dalam bidang manajemen
kesehatan, upaya kesehatan dan pelayanan klinis yang akan diakreditasi.
b. Pelatihan Pendamping Akreditasi di Tingkat Propinsi.
1). Fasilitator
Fasilitator Pelatihan Pendamping Akreditasi di Tingkat Provinsi adalah
terdiri dari widyaiswara , staf Dinas Kesehatan Provinsi dan peserta dari
swasta / Pihak Ketiga yang telah mengikuti pelatihan serta mendapatkan
sertifikat Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di tingkat Pusat dari
Komisi Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
2). Peserta :
Peserta Pelatihan Pendamping Akreditasi di Tingkat Provinsi adalah Calon
Pendamping Akreditasi yang direkrut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten /
Kota, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
c. Pendamping Akreditasi Tingkat Provinsi:
Pendamping Akreditasi Tingkat Provinsi terdiri Fasilitator pada Pelatihan
Pendamping Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer di Tingkat
Propinsi, yang secara otomatis menjadi Pendamping Akreditasi Tingkat
Propinsi dan pendamping swasta / Pihak Ketiga yang direkrut oleh Dinas
Kesehatan Provinsi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
d. Pendamping Akreditasi Tingkat Kabupaten
Pendamping Kabupaten/Kota direkrut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dan telah mengikuti pelatihan serta
mendapatkan sertifikat Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer yang diselenggarakan di Provinsi.
e. Pendamping Swasta
7

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

Peserta individual dari swasta atau pihak ketiga yang akan menjadi
Pendamping Akreditasi harus mendaftarkan diri ke Dinas Kesehatan Provinsi
melalui Dinas Kesehatan Kabupaten. Seleksi dari individu maupun swasta
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

BAB III
MANAJEMEN MUTU PELAYANAN KESEHATAN DI FASILITAS
PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
A. PROGRAM PENINGKATAN MUTU BERKESINAMBUNGAN
Didalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Kesehatan di Indonesia,
Puskesmas merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan primer di satu wilayah
kecamatan atau bagian wilayah kecamatan akan difungsikan sebagai Gate Keeper1 dari
satu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan perorangan yang akan dikelola oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Bidang Kesehatan, bersama dengan klinik,
praktik dokter mandiri, dan fasilitas pelayanan kesehatan primer yang lain.
Untuk dapat mengatur penyelenggaraan pelayanan kesehatan perseorangan dalam satu
sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang paripurna, dan melayani seluruh
pesertanya secara adil,merata, berkualitas dan memuaskan, maka pelayanan kesehatan
perseorangan yang diselenggarakan oleh BPJS Bidang Kesehatan, harus dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien. Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan
primer yang lain sebagai Gate Keeper dalam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
oleh BPJS Bidang Kesehatan,akan difungsikan dalam proses penjaringan pasien, agar
pelayanan kesehatan perseorangan dapat diberikan secara benar dan tepat sesuai tingkat
kebutuhannya. Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer sebagai Gate Keeper
selain sebagai pemberi layanan kesehatan perorangan tingkat pertama, juga akan
difungsikan sebagai salah satu simpul dalam satu sistem rujukan kesehatan perorangan di
tingkat kabupaten/kota yang dapat difungsikan secara mantap dan berkesinambungan.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer yang berfungsi dengan baik, akan dapat
memberikan jaminan untuk tersedianya sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan
perseorangan yang paripurna, adil, merata, berkualitas serta memuaskan, sesuai dengan
kebutuhan pelayanan yang diberikan, sehingga layanan rujukan kesehatan perorangan
dapat diselenggarakan secara berkesinambungan dalam satu sistem penyelenggaraan
pelayanan kesehatan perseorangan yang paripurna.
Disamping fungsinya sebagai penyedia pelayanan kesehatan perseorangan tingkat
pertama, puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer yang lain juga berfungsi
sebagai penyedia pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama dalam satu sistem
kesehatan tingkat pertama, yang juga harus diselenggarakan secara berkualitas, adil dan
merata, memuaskan seluruh masyarakat di wilayah yang menjadi tanggung-jawabnya.
1

Gate Keeper adalah fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang akan berfungsi
sebagai penjaring pertama dalam satu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan
perseorangan paripurna yang berkualitas.

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

Sesuai tahapan dan tingkat perkembangannya, maka upaya peningkatan mutu dan
manajemen pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan, perlu dirancang
dengan tujuan pencapaian yang pasti, yaitu standar pelayanan yang ditetapkan. yang
secara berkesinambungan akan terus ditingkatkan untuk mencapai satu tingkat kualitas
pelayanan yang sesuai dengan standar sebagaimana diharapkan.
Akreditasi adalah suatu proses penilaian dalam rangka pengakuan telah memenuhi
standar yang telah ditentukan. Akreditasi merupakan langkah kedua dari 3 (tiga) langkah
dalam program quality assurance. Program quality assurance sendiri terdiri atas:
1. Standarisasi, meliputi kriteria yang terukur (measurable) dan indikator satuan
waktu (time-frame).
2. Akreditasi, dilakukan setelah objek yang akan dinilai, melaksanakan penilian diri
(self-assessment), maksimal 2 (dua) kali terlebih dahulu.
3. Kegiatan mutu berkesinambungan (contiuous quality improvement), dengan
mempergunakan kaidah mutu (Plan-Do-Check-Action) dalam rangka
mempertahankan dan atau meningkatkan mutu.
Untuk melakukan penilaian melalui akreditasi, akan lebih baik kalau fasilitas pelayanan
kesehatan primer terlebih dahulu dipersiapkan, dengan menyesuaikan situasi dan kondisi
yang ada.
Mengingat begitu luasnya dimensi mutu, disini akan dibahas mengenai manajemen mutu
yang diperuntukkan bagi para pengelola program kesehatan di Indonesia. Manajemen
Mutu (Quality Management) adalah seluruh aktivitas kegiatan fungsi manajemen dari
kebijakan, tugas dan tanggung jawab yang dituangkan dalam bentuk perencanaan mutu
(quality planning), kendali mutu (quality control), jaminan mutu (quality assurance) dan
peningkatan mutu (quality improvement) ,serta kendali biaya dalam satu sistem mutu.
Mutu dapat ditinjau dari berbagai perspektif, baik dari perspekstif penerima pelayanan
kesehatan, pengelola program kesehatan, profesi tenaga pelaksana pelayanan kesehatan,
dan penyandang dana, maupun pembuat dan pelaksana kebijakan pelayanan kesehatan,
dalam hal ini khususnya pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Sistem mutu itu sendiri terdiri atas tiga komponen yakni struktur, proses dan hasil
(outcome) yang sama pentingnya, saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Oleh
karena itu perlu kualifikasi penguasaan materi mutu bagi pimpinan puskesmas dan
pembinanya serta manajer mutu (quality manager).
Seiring dengan perkembangan era globalisasi, terbukanya arus informasi dan semakin
meningkatnya tuntutan pengguna jasa layanan kesehatan akan mutu,keselamatan serta
10

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

biaya, maka prinsip-prinsip good corporate governance (dalam hal ini mencakup
Health Center governance dan Clinical governance), yakni keterbukaan
(transparency) ,tanggap (responsiveness) dan dapat dipertanggung-jawabkan
(accountable) akan semakin menonjol, serta mengedepankan efisiensi dan efektifitas
suatu pelayanan.
Istilah efisiensi akan sangat berhubungan erat antara inputs dan proses,sedangkan
efektifitas akan berhubungan dengan proses dan hasilnya. Efisiensi dapatdigolongkan
pada efisiensi tehnik (technical efficiency), efisiensi produksi/hasil (productive
efficiency) dan efisiensi alokatif (allocative/societal efficiency) termasuk didalamnya
bidang market dan kesehatan. Oleh karena itu saat ini dibutuhkan tidak hanya doing
things right, akan tetapi juga diperlukan prinsip manajemen doing the right things,
(dikenal sebagai increasing effectiveness) sehingga kombinasi keduanyadisebut sebagai
prinsip manajemen layanan modern doing the right things right, sebagaimana
digambarkan berikut ini:

Evolusi Prinsip Manajemen

11

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

Perkembangan akan mutu itu sendiri dari cara (1) inspection, (2) quality control, (3)
quality assurance sampai ke (4) total quality (Management & Services),sangat bervariasi
sesuai dengan perkembangan ilmu.
Jepang menggunakan istilah quality control untukseluruhnya, sedangkan di Amerika
memakai istilah continuous quality Improvement untuk total quality dan Inggris
memakai istilah quality assurance untuk quality assurance, continuous quality
improvement maupun untuk total quality (Management & Services) dan tidak
membedakannya.

Schema Sederhana Perkembangan Mutu


Perkembangan Quality: Inspection, Quality Control,
12

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

Quality Assuranca,Total Quality Quality (Management, Service)


Evolusi perkembangan mutu itu sendiri berasal dari bidang industri pada awalakhir abad
ke sembilan belas dan awal abad ke dua puluh di masa perang duniapertama (PD I). Pada
waktu itu industri senjata menerapkan kaidah inspectiondalam menjaga kualitas
produksi amunisi dan senjata. Kemudian Shewartmengembangkan dan mengadopsi serta
menerapkan kaidah statistik sebagaiquality control serta memperkenalkan pendekatan
siklus P-D-S-A (Plan, Do, Study dan Act) yang mana hal ini kemudian dikembangkan
oleh muridnyaDeming sebagai P-D-C-A (Plan, Do, Check dan Action). Kaidah PDCA
inimenjadi cikal bakal yang kemudian dikenal sebagai generic form of quality system
dalam quality assurance.
Tatkala Deming diperbantukan ke Jepang dalam upaya memperbaiki dan
mengembangkan industri, beliau mengembangkan dengan memadukan unsur budaya
Jepang Kaizen dan filosofi Sun Tzu dalam hal benchmarking maupun manajemen
dan dikenal sebagai total quality. Sedangkan Total Quality Management/Service
(TQM/S) adalah suatu carapendekatan organisasi dalam upaya meningkatkan efektifitas,
efisiensi dan responsif organisasi dengan melibatkan seluruh staf manajemen, pemberi
pelayanan, dan karyawan-karyawan penunjang, dalam segala proses aktifitas peningkatan
mutu untuk memenuh ikebutuhan / tuntutan konsumen pengguna jasa organisasi
(Process driven dan customer-focused oriented). Ini merupakan tingkat tertinggi upaya
organisasi tersebut dalam mencapai tingkat kualitas tinggi dengan berorientasi pada
pelanggan. Dalam WHA 2008 tentang Revitalisasi Primary Health Care (PHC),
disebutkan sebagai people centred.
Secara ringkas ada 5 struktur komponen utama dalam Total Quality Management/Sevice
(TQM/S), yakni bagaimana memahami: (1) pelanggan, (2) kepentingan institusi (contoh
puskesmas), (3) sistem mutu (quality systems), (4) peningkatan kualitas yang
berkesinambungan (continuous quality improvement) dan (5) instrument mutu (quality
tools).
Untuk dapat menguasai TQM/S harus menguasai kaidah/tehnik dariperkembangan mutu
itu sendiri dari inspection, quality control dengan seven basic statistics process control /
SPC dan quality assurance dengan ketiga kompenen utamanya yang terdiri setting
standards, checking the standards (audit and accreditation) dan continuous quality
improvement (CQI). Quality Assurance (QA) adalah tahap ke tiga dan yang paling
penting dalamperkembangan mutu suatu institusi/organisasi menuju tingkat yang lebih
luas dan tinggi (total quality), dan QA itu sendiri terdiri dari beberapa komponen
sebagai berikut;

13

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

1. Standar
Standar dibuat berdasarkan kebijakan (policy), tujuan (aims) dan objektif yang telah
disepakati bersama dalam institusi tersebut, untuk dijadikan kriteria yang dapat ditinjau
dari segi input/struktur, proses dan output / outcome.
Untuk bidang kesehatan, Donabedian dengan structure, process dan outcome pada awal
tahun 80-an memperkenalkan tentang cara penilaian untuk standar, kriteria dan
indikator. Selang beberapa tahun kemudian Maxwell mengembangkan six dimensions
of quality. Tehnik Donabedian dan Maxwell ini lebih menitik beratkan tentang hal
membuat standar dan penilaiannya (akreditasi) yang merupakan 2 dari 3 komponen
Quality Assurance.

Hubungan antara tujuan dan objekif suatu organisasi/ institusidalam hal


standar, kriteria dan indikator mutu berdasarkan pendekatan tehnik
Donabedian dan Maxwell.
14

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

Ada beberapa tehnik/cara dalam membuat standar, yaitu: cara Donabedian atau Maxwell
atau bahkan kombinasi antar keduanya (cara Don-Max) sebagaimana contoh berikut:
Structure of the @ Human Resources
Organization@ Physical Resources

QA
QA
Appro
Appro
ach
ach

Process of care in
Performances

DONABEDIA
N (SPO)

Outcome of intput @ Effectiveness of


Treatment
MAXWELL
(SIX
DIMENSION)

And Process

(MAXWELL &

Access

RUMBA

C
C
D
D

Relevant

&

Reliable
Understandable
Measureable
Behavioural
Achieveable

C
C
D
D

@ Complication rate

1. Access to Service 2. Equity (Fairness)


2. Relevans to need 4. Acceptability to
service
5. Effectiveness of 6. Efficiency and
economy

KOMBINASI

A
A
PP

@ Technical

Relevancy

Effectiveness

Equity

Acceptability

Structure
Process
Outcome

QA
QA
Implemen
Implemen
tation
tation
Plan the Service
Control the Process
Maintain the (service)
system

STRUCT
URE
Patient
Focussed Care
Care revolves
around the
patient
Service are
brought closer to
the patient
The Majority of
care should be
delivered by a
small multi di-

PROCESS

Clinical Audit
What has an impact on
quality
High frequency
High Risk
High Problem concern
15 Criteria (most
Set
common)
Sei standard: % of event
that should comply with

OUTCOM

Donabed

Define the
service
Identifying best
Clinical
practice
Measuring
Effectivenes
performance
s
Changing
Care Pathway practice
Consensus in
filling the form

Efficiency

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

Sumber:
Dr. Dody Firmanda,SpA MA

Contoh Implementasi Hubungan Tehnik Donabedian dan Maxwell


dalam hal standar, kriteria dan indikator mutu.

2.

Instrumen Penilaian Diri (self assessment) dan proses akreditasi:

Instrumen self assessment disusun mengacu pada standar akreditasi puskesmas yang
disusun oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, selain akan digunakan sebagai
alat ukur Akreditasi puskesmas yang akan digunakan oleh tim surveyor dari Komisi
Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer baik untuk penilaian survey akreditasi
oleh Komisi Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer maupun untuk surveilans
yang dilakukan tiap tahun oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Instrumen ini digunakan juga
oleh puskesmas untuk melakukan kajian awal, dan untuk menilai perkembangan kondisi
puskesmas oleh puskesmas sendiri, yang akan dilakukan per tahun, sehingga pada saat
akan dinilai Tim Penilai pada periode 3 tahunan maupun surveilans, pencapaiannya sudah
mampu mencapai tingkat ataupun bahkan melebihi tujuan yang diharapkan.

3.

Peningkatan Kualitas Berkelanjutan (Continuous Quality Improvement/(CQI)

CQI adalah langkah selanjutnya dalam siklus QA yang merupakan upaya institusi
mempertahankan dan atau meningkatkan mutu melalui berbagai kegiatan sesuai standar,
kriteria dan indicator (yang disebut juga elemen penilaian), yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam suatu sistem manajemen mutu. CQI merupakan salah satu kunci
utama dalam Quality Assurance bila institusi tersebut akan meningkatkan mutunya,
menuju standar pelayanan tertinggi yang ditetapkan saat itu.
B. IMPLEMENTASI PROGRAM PENINGKATAN MUTU BERKESINAMBUNGAN.

Sebagai contoh implementasi program peningkatan mutu berkesinambungan akan


dijelaskan penerapan di Puskesmas, yang dapat digunakan juga oleh Klinik dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer sebagai acuan.
16

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

Pelayanan yang baik, ramah, dan memberikan hasil sesuai dengan tujuan dan harapan
dari penggunanya merupakan syarat untuk terbangunnya hubungan berkelanjutan
(loyalitas) dari para pengguna pelayanan kesehatan di Puskesmas dalam memanfaatkan
pelayanan sampai terpenuhi kebutuhannya, baik sebagai pengguna pelayanan kesehatan
perseorangan maupun sebagai target sasaran program-program kesehatan prioritas.
Luaran atas hasil pelayanan teknis yang berkualitas antara lain pada individu,
penyakitnya dapat disembuhkan, persalinannya berjalan dengan selamat baik ibu dan
bayinya, dan lainnya; sedangkan pada pelayanan kesehatan masyarakat, masalah
kesehatannya dapat teratasi, tumbuh-kembang Balita di posyandu berhasil baik, CDR dan
Cure Rate program P2TB mencapai target, dan lainnya.
Proses pelayanan yang bermutu, membuat pengguna merasakan diperhatikan dan
dilayani dengan baik sehingga bila kedua-duanya diperoleh sesuai dengan harapanharapannya, para pengguna pelayanan akan mempunyai kesan (citra/image) layanan di
puskesmas memang baik dan bila pelayanan diberikan dengan baik, ramah, perhatian,
pengguna akan merasa puas atas layanan yang diterimanya.
Layanan yang customized merupakan layanan yang berorientasi pada pelanggannya
(people centred), yang dengan beragamnya kondisi masyarakat tidak akan sama, terutama
pada masyarakat yang heterogen. Tuntutan masyarakat pengguna jasa pada pelayanan
kesehatan yang bermutu dan memuaskan, akan dibentuk oleh:
a. Tingkat perkembangan masyarakat dari aspek: tingkat pendidikan dan kondisi kondisi
kehidupan sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan sosial-spiritualnya,
b. Ada tidaknya alternatif untuk mencari fasilitas pelayanan kesehatan lain yang mampu
dijangkau.
Dengan kemampuan menyesuaikan diri pada situasi yang beragam, Puskesmas akan
dimanfaatkan oleh masyarakat, terutama di wilayah kerja tanggung-jawabnya, maupun
masyarakat yang dapat menjangkau pelayanannya. Hal ini penting ketika model
pembiayaan pelayanan kesehatan perseorangan melalui SJSN diterapkan, dengan
puskesmas sebagai salah satu Gate Keeper-nya.
Puskesmas dengan konsep wilayah, bertanggung-jawab melayani kesehatan masyarakat
yang berada didalamnya, terutama pelayanan kesehatan masyarakat, sedangkan untuk
pelayanan kesehatan perseorangan, banyak puskesmas terutama di perkotaan akan
menghadapi pesaing yang juga ditunjuk oleh BPJS melayani masyarakat tertentu sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Pada kondisi demikian, puskesmas akan dihadapkan pada
pesaing-pesaing dalam pelayanan kesehatan perseorangan. Untuk hal tersebut, maka
17

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

Puskesmas harus berupaya memenuhi tuntutan masyarakat,dengan pelayanan yang


berkualitas dan customized.
Dengan keberagaman kondisi masyarakat yang harus dilayani, dapat diperkenalkan
beberapa pendekatan berikut ini:
a. Puskesmas sebagai pemberi layanan tunggal di wilayah kerja.
Pada kondisi ini, tidak ada fasilitas pelayanan kesehatan perseorangan dan kesehatan
lainnya di wilayah kerja Puskesmas. Kondisi ini umumnya dijumpai di daerah-daerah
tertinggal, terpencil, sangat terpencil, dan daerah yang tidak diminati pemberi layanan
kesehatan perseorangan swasta, Selain itu di lokasi tersebut juga tidak banyak perubahan
berarti yang dialami masyarakat, yang pada gilirannya membuat masyarakat menuntut
terlalu banyak, yang menyebabkan Puskesmas harus mengembangkan sesuatu program
secara khusus.
Di wilayah seperti ini, Puskesmas seolah memonopoli pelayanan kesehatan
perseorangan dan kesehatan masyarakat, karena memang tidak ada pesaing disana.
Sekalipun kondisinya demikian, pelayanan puskesmas tetap harus diberikan secara
berkualitas. Walaupun pelayanan yang diberikan minimal (bahkan sangat minimal),
sepanjang tetap dilakukan secara bertanggung-jawab sesuai standar kualitas, masyarakat
disana akan merasa puas. Metode manajemen mutu yang dilakukan pada tingkat
perkembangan ini adalah Inspeksi/inspection, dengan mempertahankan pelayanan
tetap mengikuti prosedur.
Dengan pendekatan demikian, tanggapan masyarakat pengguna pelayanan puskesmas
akan tetap OK saja, dalam arti hampir tidak ada penolakan dari para pengguna jasa,
karena memang tidak ada lagi fasilitas lain yang memberikan pelayanan, sementara
puskesmas sudah melayaninya dengan baik, dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
disana.
b. Adanya fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, disamping Puskesmas.
Pada situasi ini, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya walaupun ada, tetapi
kemampuannya masih belum melebihi kemampuan Puskesmas dalam melayani
masyarakat, kalaupun akan disebut sebagai pesaing dengan situasinya yang sudah
mulai terasa terganggu / interupted oleh kehadiran fasilitas lainnya dalam menarik
pengunjung Puskesmas, aliran perpindahan dari masyarakat pengguna jasanya belum
nyata benar, sehingga tingkat persaingannya dianggap masih ringan-ringan saja. Pada
kondisi ini, Puskesmas sudah harus melakukan Quality Control (QC), untuk selalu
18

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

memantau proses dan kualitas pelayanannya, kalau tidak ingin ditinggalkan masyarakat
pengguna jasanya.
Masyarakat yang meninggalkan pelayanan Puskesmas, bukan berarti juga akan
memperoleh layanan yang benar-benar berkualitas sebagaimana seharusnya, karena
seringkali kenyamanan yang diberikan tidak menyentuh kebutuhan kesehatan yang
sebenarnya, sehingga outcome layanan belum pasti akan tercapai. Karenanya untuk
menghindarkan larinya masyarakat dari Puskesmas, proses pelayanan perlu diawasi /
dikontrol agar para pemberi layanan dapat memenuhi standar teknis dan standar
fungsionalnya dapat dipertanggung-jawabkan. Metode manajemen mutu dalam kondisi
ini disebut metode Quality Control (QC).
c. Adanya fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dengan kinerja cukup bagus.
Pada situasi ini, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di wilayah kerja
Puskesmas sudah dapat menarik perhatian masyarakat pengguna jasa, sehingga
perpindahan dalam mencari pelayanan sudah tampak jelas. Kalau kondisi ini dianggap
sebagai suatu persaingan, maka tingkat persaingannya dianggap sudah cukup berat
(complicated), sehingga Puskesmas harus memastikan bahwa layanan yang disediakan
memang benar-benar berkualitas. Peningkatan kualitas pelayanan di Puskesmas
dilakukan agar Puskesmas tidak semakin kehilangan pengunjung / pelanggannya, bahkan
bilamana mampu harus dapat memperbaiki posisinya dalam peta persaingan di wilayah
kerjanya sendiri.
Metode manajemen mutu dalam kondisi ini disebut metode Quality Assurance (QA),
dimana Puskesmas berani menyatakan dan menjamin bahwa pelayanannya memang
berkualitas. Puskesmas di daerah perbatasan negara tetangga minimal harus berada
pada kondisi seperti ini, sehingga Puskesmas di perbatasan harus menerapkan pendekatan
kualitas dengan metode QA.
d. Adanya fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dengan kinerja yang bagus.
Pada situasi ini, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di wilayah kerja
Puskesmas sudah semakin menarik perhatian masyarakat pengguna jasa karena
kemampuannya melayani sesuai dengan tuntutan dari para pengguna jasanya. Kalau pada
situasi demikian Puskesmas tidak melakukan perubahan dalam memberikan layanan,
maka perpindahan pengguna jasa dalam mencari pelayanan akan semakin meningkat
jelas. Kalau kondisi ini dianggap sebagai suatu persaingan, maka tingkat persaingannya
sudah cukup berat/ hebat (sophisticated),
19

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

Pada kondisi ini, Puskesmas harus memastikan bahwa layanan yang disediakan memang
benar-benar berkualitas, dengan biaya (cost) yang mampu bersaing, dan memperlakukan
para pengguna jasanya dengan sangat customized, sesuai dengan tuntutan para pengguna
jasanya. Untuk menuju kemampuannya tersebut, Puskesmas harus melibatkan pihak
pengelola (manajemen) Puskesmas, dalam hal ini adalah para penanggung-jawab
penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Puskesmas secara keseluruhan. Dan metode
manajemen mutu dalam kondisi ini disebut metode Total Quality Management
(TQM).
e. Banyaknya fasilitas pelayanan kesehatan lain dengan kinerja sangat bagus.
Pada situasi ini, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di wilayah kerja
Puskesmas sudah semakin banyak seperti misalnya di kota-kota besar, dengan
keberagaman pelayanannya. Kalau tidak secara tegas diatur, maka fasilitas pelayanan
kesehatan tingkatan atas (kedua dan ketiga) dapat saja melakukan pelayanan tingkat
pertama yang sebenarnya bukan porsinya. Pada kondisi demikian, tidak jelas lagi
pembagian peran dalam penyelenggaraan pelayanannya, sehingga dapat saja fasyankes
rujukan memberikan pelayanan kesehatan perseorangan tingkat pertama,disampaing
porsinya memberikan pelayanan kesehatan perseorangan tingkat kedua atau ketiga.
Masyarakat pengguna jasa di sekitar lokasi keberadaan fasilitas kesehatan non puskesmas
tersebut, dengan kemampuan finansialnya dapat secara bebas memilih fasilitas mana
yang dapat memuaskannya, yaitu fasyankes yang mampu memberikan hasil (outcome)
yang jelas sekalipun hanya untuk kebutuhan pelayanan tingkat pertama / dasar. Fasyankes
rujukan, dengan kemampuandan kemauan melayani pelanggannya sangat baik, akan
menjadi tempat pilihan masyarakat mampu untuk mencari pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan sekalipun untuk masalah-masalah kesehatan non spesialistis. Fasyankes yang
dapat melayani secara berkualitas, baik dalam aspek teknis tujuan pelayanan tercapai, dan
secara personal dapat memenuhi harapan pelanggannya, sehingga pelanggan merasa puas
dengan pelayanannya.
Pada situasi demikian kalau Puskesmas tidak melakukan perubahan dalam memberikan
layanannya (services) dalam berbagai aspeknya, maka Puskesmas hanya akan
dimanfaatkan oleh penduduk setempat yang mempunyai jaminan kesehatan masyarakat
(Jamkesmas) bagi orang-orang miskin saja. Kesan bahwa Puskesmas adalah tempat
pelayanan bagi orang miskin seolah-olah menjadi terbukti, sementara orang-orang
mampu yang nanti telah terikat dengan model pelayanan dalam BPJS, tidak akan
memanfaatkan pelayanannya. Hal ini akan dapat dibuktikan ketika BPJS melakukan
20

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

survai tentang kepuasan pelanggan, dalam rangka mengevaluasi pemanfaatan fasyankes


sebagai PPK yang ditunjuk.
Pada kondisi lingkungan dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang banyak dan beragam
dianggap sebagai suatu peta persaingan bagi puskesmas, maka tingkat persaingan disini
sudah cukup kacau/chaos. Untuk hal tersebut maka Puskesmas sebagai penyedia
pelayanan kesehatan perseorangan tingkat pertama, harus mampu mengetahui value
yang diharapkan pelanggan atas pelayanan Puskesmas, membuat strategi pemasarannya,
dan membuat seluruh karyawan Puskesmas menyadari akan hal tersebut, meninjau
kembali proses pelayanannya dan secara terus menerus memantau hasilnya. Metode
manajemen mutu dalam kondisi ini disebut metode Total Quality Services (TQS)
Model pendekatan manajemen mutu sebagaimana dijelaskan diatas, akan sangat
bermanfaat untuk dipelajari secara lebih mendalam, apalagi model pendekatan pelayanan
sesuai Undang-undang No. 24 tahun 2011 tentang BPJS akan segera diterapkan, karena
baik peserta Jaminan Kesehatan maupun pengelolanya yaitu BPJS akan memilih institusi
yang mampu memberikan layanan terbaik dan memuaskan para pengguna jasanya. Untuk
hal tersebut bukan hanya kemampuan teknis yang berkualitas yang akan menjadi pilihan
pengguna jasa, akan tetapi juga kemampuan melayani dengan personal yang baik dan
berkualitas, sehingga dapat membangun image yang baik, disamping layanan yang
berhasil memberi outcome yang baik.
BAB IV
LANGKAH-LANGKAH PENYIAPAN AKREDITASI

Upaya peningkatan mutu pelayanan dilakukan sebenarnya untuk meminimalkan adanya variasi
proses dalam sistem pelayanan. Variasi proses adalah suatu perbedaan-perbedaan yang terjadi
dalam pelaksanaan suatu proses yang sama. Variasi proses tersebut berakibat pada hasil yang
tidak sesuai dengan yang diharapkan yang akhirnya bermuara pada ketidak puasan pasien atau
pelanggan. Variasi proses tersebut terjadi sebagai akibat dari proses atau sistem tidak diukur
dengan baik, tidak dimonitor dengan baik, tidak dikendalikan dengan baik, tidak dipelihara
dengan baik, tidak disempurnakan secara berkesinambungan, dan tidak didokumentasikan
dengan baik.
Untuk meminimalkan variasi proses maka perlu dilakukan pengukuran terhadap sistem
pelayanan melalui ditetapkannya indikator dan standar kinerja, pengendalian dengan ditetapkan
aturan internal yang berupa kebijakan, pedoman, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional. Dengan menggunakan indikator, standar, pedoman, serta standar prosedur
operasional maka dapat dilakukan monitoring terhadap sistem pelayanan. Pemeliharaan dapat
21

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata graha dengan berpedoman pada 5 R: Ringkas,
Rapih, Resik, Rawat, Rajin, sedangkan penyempurnaan sistem atau proses pelayanan dilakukan
dengan menerapkan Continuous Quality Improvement yang mengikuti siklus Plan Do Check
Action.
Oleh karena itu perlu dibangun suatu sistem yang mengarahkan Puskesmas, Klinik, dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer yang lain untuk melakukan pengukuran, monitoring, pengendalian,
pemeliharaan, penyempurnaan yang berkelanjutan, dan pendokumentasian yang baik. Sistem
tersebut disebut dengan Sistem Manajemen Mutu. Dengan adanya sistem manajemen mutu yang
berjalan dengan baik, maka akan memandu sistem pelayanan di Puskesmas, Klinik, dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer untuk mematuhi standar, pedoman, dan peraturan-peraturan yang
berlaku dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat. Kedua sistem tersebut, yaitu
sistem manajemen mutu, dan sistem pelayanan demikian juga sistem pengelolaan program upaya
puskesmas perlu dibakukan dan dilaksanakan. Akreditasi akan menilai apakah kedua sistem
tersebut berjalan dengan baik. Dengan demikian langkah awal dalam persiapan akreditasi adalah
membangun dan membakukan sistem manajemen mutu dan sistem pelayanan pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer.
A. Langkah-langkah penyiapan akreditasi.
1. Langkah Penyiapan Akreditasi di Puskesmas
Puskesmas yang akan diakreditasi ditetapkan oleh Dinas Kesehatan
kabupaten/Kota. Pelaksanaan penyiapan akreditasi dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Tim
Pendamping Akreditasi Puskesmas dan / atau Pihak Ketiga yang ditunjuk dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Lokakarya di puskesmas selama dua hari efektif untuk menggalang komitmen
dan pemahaman tentang Standar dan Instrument Akreditasi, pembentukan
Panitia Persiapan Akreditasi Puskesmas, dan pembentukan Kelompok Kerja,
yaitu kelompok kerja manajemen, kelompok kerja program, dan kelompok
kerja pelayanan klinis.
b. Pendampingan di Puskesmas diikuti oleh seluruh karyawan puskesmas untuk
memahami secara rinci standar dan instrument akreditasi puskesmas dan
persiapan self-assessment.
c. Penyiapan Dokumen Akreditasi, dengan tahapan:
Identifikasi dokumen-dokumen yang dipersyaratkan oleh standar
akreditasi,
Penyiapan tata naskah penulisan dokumen
Penyiapan dokumen akreditasi
o dokumen internal, meliputi :
surat-surat keputusan
pedoman mutu
22

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

pedoman-pedoman yang terkait dengan pelayanan dan


program
kerangka acuan
standar prosedur operasional (SPO)
rekaman-rekaman (dokumen sebagai bukti telusur).
o dokumen eksternal yang perlu disediakan
Pelaksanaan self-assessment oleh Panitia Persiapan Akreditasi Puskesmas
Panitia Persiapan Akreditasi Puskesmas melakukan pembahasan hasil self
assessment bersama Tim Pendamping Akreditasi Puskesmas dan menyusun
Rencana Aksi untuk persiapan akreditasi.
Pengendalian dokumen akreditasi yang meliputi pengaturan tentang
kewenangan pembuatan, pemanfaatan dan penyimpanan seluruh
dokumen puskesmas.
Pelaksanaan kegiatan persiapan akreditasi dilaksanakan minimal 5 kali @ 2
hari dalam kurun waktu 6 (enam) bulan
Penilaian Prasertifikasi oleh Tim Pendamping Akreditasi Puskesmas, untuk
mengetahui kesiapan puskesmas untuk diusulkan dilakukan penilaian
akreditasi.
Pengusulan Puskesmas yang siap diakreditasi dilakukan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota berdasarkan rekomendasi hasil Penilaian
Pprasertifikasi oleh Tim Pendamping Akreditasi.

d.
e.

f.
g.
h.

2. Langkah Persiapan Akreditasi di Klinik.


Klinik yang akan diakreditasi dapat mengajukan permohonan kepada Dinas
Kesehatan kabupaten/Kota untuk mendapatkan pendampingan jika dibutuhkan..
Pelaksanaan penyiapan akreditasi dilakukan oleh Tim Pendamping Akreditasi
Puskesmas dan/atau Pihak Ketiga yang ditunjuk dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Lokakarya di Klinik selama dua hari efektif untuk menggalang komitmen dan
pemahaman tentang Standar dan Instrument Akreditasi, pembentukan Panitia
Persiapan Akreditasi, dan pembentukan Kelompok Kerja sesuai kebutuhan,
misalnya dibentuk kelompok kerja sesuai dengan Bab dari standar akreditasi.
b. Pendampingan diikuti oleh seluruh karyawan untuk memahami secara rinci
standar dan instrument akreditasi dan persiapan self-assessment.
c. Penyiapan Dokumen Akreditasi, dengan tahapan:
Identifikasi dokumen-dokumen yang dipersyaratkan oleh standar
akreditasi,
Penyiapan tata naskah penulisan dokumen
Penyiapan dokumen akreditasi
o dokumen internal, meliputi :
surat-surat keputusan
pedoman mutu
pedoman-pedoman yang terkait dengan pelayanan dan
program
23

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

d.
e.

f.
g.
h.

Pedoman
Pendamping

kerangka acuan
standar prosedur operasional (SPO)
rekaman-rekaman (dokumen sebagai bukti telusur).
o dokumen eksternal yang perlu disediakan
Pelaksanaan self-assessment oleh Panitia Persiapan Akreditasi.
Panitia Persiapan Akreditasi melakukan pembahasan hasil self assessment
bersama Tim Pendamping Akreditasi Puskesmas dan menyusun Rencana Aksi
untuk persiapan akreditasi.
Pengendalian dokumen akreditasi yang meliputi pengaturan tentang
kewenangan pembuatan, pemanfaatan dan penyimpanan seluruh
dokumen.
Pelaksanaan kegiatan persiapan akreditasi dilaksanakan minimal 5 kali @ 2
hari dalam kurun waktu 6 (enam) bulan
Penilaian Prasertifikasi oleh Tim Pendamping Akreditasi, untuk mengetahui
kesiapan Klinik agar dapat diusulkan untuk dilakukan penilaian akreditasi.
Pengusulan Klinik yang siap diakreditasi dilakukan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota berdasarkan rekomendasi hasil Penilaian
Prasertifikasi oleh Tim Pendamping Akreditasi.

B. Pendampingan Pasca Akreditasi :


1.
Setiap 6 bulan sekali oleh Tim Pendamping Akreditasi, dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Kepala Dinas Kabupaten/Kota menugaskan Tim Pendamping Akreditasi untuk
menyusun jadual dan melaksanakan kegiatan pendamping pasca akreditasi bagi
puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer yang telah dilakukan survey
akreditasi.
b. Tim Pendamping Akreditasi melakukan pendampingan sesuai dengan
rekomendasi dari surveior akreditasi setiap enam bulan sekali untuk puskesmas atau
fasilitas pelayanan kesehatan primer yang telah lulus akreditasi, sedangkan untuk
puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan primer yang belum lulus, dapat
dilakukan pendampingan lebih dari satu kali sesuai dengan kebutuhan.
c. Tim Pendamping Akreditasi melaporkan hasil pendampingan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap kali selesai keseluruhan proses
pendampingan. Untuk puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan primer yang
belum lulus akreditasi, setelah pendampingan dan dinyatakan siap oleh tim
pendamping dapat diusulkan untuk penilaian ulang.

24

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

2.
Setiap satu tahun sekali Dinas Kesehatan Provinsi menugaskan Tim Pendamping
Akreditasi Tingkat Provinsi untuk melakukan surveilans pendampingan dengan langkahlangkah sebagai berikut:
a. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menugaskan Tim Pendamping Akreditsi Tingkat
Provinsi untuk menyusun jadual dan pelaksanaan pendampingan pada puskesmas
atau fasilitas pelayanan kesehatan primer yang telah lulus akreditasi setiap setahun
sekali.
b. Tim Pendamping Akreditsi Tingkat Provinsi melaksanakan pendampingan sesuai
dengan jadual dan melakukan penilaian ulang dengan menggunakan instrumen dan
standar akreditasi
c. Tim pendamping memberikan rekomendasi untuk perbaikan sesuai dengan hasil
penilaian.
d. Tim pendamping melaporkan hasil penilaian ulang kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Komisi Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.

BAB IV
PENUTUP
Dengan disusunnya pedoman pendampingan, diharapkan Puskesmas dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer akan mampu mempersiapkan system manajemen mutu dan system pelayanan
agar memenuhi standar akreditasi melalui pentahapan yang terencana dan sistematis.

25

Akreditasi Puskesmas dan Klinik

Pedoman
Pendamping

LAMPIRAN.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kurikulum Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi Puskesmas.


Kurikulum Pelatihan Pendamping Akreditasi ( di Provinsi).
Pedoman Lokakarya Persiapan Akreditasi di Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.
Pedoman Lokakarya Persiapan Akreditasi di Puskemas.
Pedoman Pertemuan Tinjauan Manajemen.
Audit Mutu Internal, Prosedur dan formulir Audit Mutu Internal.

26

Anda mungkin juga menyukai