Anda di halaman 1dari 3

Di dalam cerita pendek robohnya surau kami terdapat berbagai macam nilai-nilai

kehidupan jika kita dapat mencermatinya. Sekilas dongeng ini hanya gurauan
yang tak memiliki kebenaran dalam alur atau latar yang diceritakan pengarang.
Namun menurut saya, cerita pendek ini adalah pengalaman pribadi dari sang
pengarang tersebut. Dengan membuat beberapa tokoh sebagai pendukung
untuk mencapai keselarasan cerita,terlihat jelas bahwa di dalam cerita yang
pengarang buat tersirat tentang kegundahan dalam dirinya terhadap perilaku
masyarakat di kampung halamannya ataupun suatu lingkungan yang pengarang
amati dalam lingkup agama,sosial dan sastra . Sejatinya ini adalah fenomena
yang hadir pada masyarakat tradisional khususnya pada masa ini.
Robohnya surau kami menceritakan tentang kehidupan seorang kakek yang
hidup seorang diri. Kakek tersebut tinggal di sebuah surau tua dan menjadi garin
atau penjaga surau . Beliau menghabiskan sisa waktu hidupnya untuk beribadah
dan membersihkan surau. Para warga di kampung tersebut juga mengenal beliau
sebagai pengasah pisau yang handal, dan dari sedekah atau imbalan
mengasahkan pisau itulah beliau dapat bertahan hidup disana.
Suatu ketika ada seseorang bernama Ajo Sidi datang untuk bercerita kepada
sang kakek. Ajo sidi sendiri disini dikenal sebagai tukang ejek dan pembual.
Banyak warga yang sudah termakan omongannya dan menjadi peleo atau buah
bibir di kampung tersebut. Bualan ajo sidi kali ini menceritakan tentang
seseorang yang bernama Haji Soleh. Semasa hidupnya Haji Soleh ini sangatlah
taat Bergama dan hampir tidak ada jeda dalam langkahnya untuk mengucap
asma Allah. Ketaatan ibadahnya selama ia hidup membuat rasa percaya diri Haji
Soleh tinggi,ia yakin bahwa ia masuk surga sebagai imbalan atas kedisiplinannya
beribadah di dunia dahulu. Namun siapa sangka, dirinya malah dimasukan ke
neraka oleh Allah SWT. Haji Soleh pun bertanya-tanya tentang kesalahan apa
yang ia buat semasa hidup dan membuat dia sekarang terjerumus ke neraka.
Seingatnya dulu ketika masih hidup dia tidak pernah sekali pun berbuat jahat,dia
tidak pernah terbujuk oleh rayuan setan,dan dia mengisi detiknya dengan asmaasma Allah. Tapi mengapa sekarang ketika hari pembalasan tiba, dirinya malah
dijebloskan ke dalam api neraka? Pertanyaan itu yang selalu mengulang dan
mengulang dalam benaknya, sehingga ia memutuskan untuk memprotes Allah
tentang keadilan dan kebenaran janji-janjinya. setelah beberapa saat,
bertemulah Haji Soleh dan Tuhan, namun pernyataan yang dilontarkan Tuhan
terhadap pertanyaan yang diungkapkan Haji Soleh sangat mengejutkan dan
sekaligus menyadarkan akan kesalahannya semasa hidup. Tuhan menjawab
bahwa hidup yang diberikannya adalah untuk keserasian dan keseimbangan,
bukan berat pada satu sisi dan sisi yang lain di lupakan.
Setelah cerita dari Ajo sidi itu selesai, perasaan kesal dan menyesal
bercampur pada hati sang kakek pada saat itu. Kakek merasa bahwa cerita
tersebut mungkin di ilhami oleh dirinya. Kakek hanya bisa diam dengan rautnya
yang makin murung, ia tak mengerti apa yang harus dilakukan untuk menutup
kesalahannya ketika usianya sudah larut di makan kesunyian. Dan kakek
memutuskan untuk membalas segala sesalnya dengan membunuh diri.

Jika kita telaah lebih jauh,cerita ini syarat akan makna dan nilai moral di
dalamnya. kehidupan adalah suatu karunia yang diberikan Tuhan kepada kita
makhluknya. Bukan semata-mata memuja dan mengucap asmanya menjadi
suatu yang mutlak sebagai kewajiban manusia di dunia. Cerita ini mengajarkan
tentang alam,dunia dan yang ilahi.
Alam adalah suatu rangkaian yang diberikan kepada kita sebagai sesuatu
yang semestinya dijaga dan dimanfaatkan untuk hal-hal positif. Hakikatnya
Tuhan memberi alam untuk menunjang manusia dalam bertahan hidup.
Dibuatnya alam sebagai teman dalam kesendirian manusia dan keheningan yang
riuh akan gemercik,dan dedaunan yang membuat hati dan pikiran manusia
tenang dari segala perkara yang ada di dunia. Alam itu sendiri hidup dalam
pribadinya yang ramah. Robohnya surau kami menjelaskan alam sebagai suatu
bentuk titipan Tuhan yang semestinya dimanfaatkan dan dijaga secara bijak
untuk anak cucu kita dalam meneruskan hidup kelak.
Dalam cerita pendek ini, dunia itu di ibaratkan keserasian antara manusia
dengan yang lain, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan. Dunia
mencakup segala relasi yang mutlak ada di dalamnya. Manusia satu sama lain
diciptakan untuk saling mengingat dan diingat , dan untuk menjadi petanda dan
penanda bagi saudaranya dalam setiap langkah yang mereka jalani dalam
hidupnya.
Dan terakhir ilahi. Tuhan memfanakan kehidupan kita agar kita ingat
padanya,pada dia yang membuat segala riwayat kita,agar kita bersyukur bahwa
setiap nafas yang kita hembus itu pemberiannya.

Namun disamping itu semua, pengarang membangkitkan isu bagaimana cara


melihat unsur kealiman seseorang. Ironi sekali jika kita menengok kisah Haji
soleh . Di dalam cerita pendek ini di titik beratkan dosa Haji Soleh yaitu
mengabaikan tanggung jawab kepada sesamanya. Pada masa yang sama ,
kealiman seseorang juga boleh berunsur egoistis. Dalam arti lain, kesalehan
secara luar tidak membawa makna ketika ia hanya untuk mendapatkan balasan
atau pahala yang dijanjikan Tuhan dan keselamatan diri sendiri di akhirat kelak,
tanpa memikirkan hak-hak orang lain yang ada di sekitarnya. Keikhlasan dalam
mengerjakan perintah Tuhan yang ditanggapi pengarang secara luas adalah
dijadikannya kesadaran paling dalam untuk mengukur sejauh mana agama itu
hidup subur di dalam sanubari individu tersebut.
Cerita robohnya surau kami ini tidak luntur di telan jaman,karena persoalan di
dalamnya abadi dalam kehidupan manusia itu sendiri. Persoalan yang
sebenarnya kita hadapi sekarang ini adalah corak kegamaan seperti apa yang
mau kita ambil,antara corak keagamaan individualistik dan egois yang hanya
mementingkan keselamatan diri sendiri saja tanpa menghiraukan lingkungannya

atau corak keagamaan yang taat pada pesan dasar agama,,dan peka akan
perihal kemanusian dan bijak dalam menata lingkungannya.
Kesimpulannya adalah kehidupan itu keseimbangan,keseimbangan antara
kebahagiaan dan penderitaan,antara kegembiraan dan kedukaan,antara harapan
dan kenyataan. Dan justru dalam keseimbangan itulah kebahagian dan
penderitaan lenyap,harapan dan kenyataan menghilang kata-kata itu saya
kutip berdasarkan buku yang pernah saya baca,menurut saya duniawi dan
akhirat seperti langit dan bumi,entah siapa yang bisa menyeimbangkan segala
perbuatannya. Kenyataan yang terjadi, banyak diantara kita saling timpang
dalam melakukannya,berat pada satu titik dan titik lain di lupakan. Robohnya
surau kami mengajarkan sesuatu bentuk kesadaran akan beragama dan
berkehidupan,cerita ini menguak segala macam bentuk kekurangan manusia
dalam segi hal alam,dunia,dan yang ilahi.

Anda mungkin juga menyukai