Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dari waktu ke waktu permintaan masyarakat akan gula terus
meningkat. Hal ini disebabkan perkembangan penduduk dan semakin
maraknya industri yang menggunakan bahan baku gula. Meningkatnya
konsumsi masyarakat akan gula hendaknya disertai dengan meningkatnya
produksi gula.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi gula.
Salah satu caranya adalah dengan menggunakan mesin-mesin dalam proses
pembuatan gula. Dengan adanya mesin-mesin ini pembuatan gula tidak lagi
dilakukan secara tradisional.
Seiring dengan semakin berkembangnya mesin-mesin pembuat gula,
maka produksi gula pun semakin meningkat. Produksi gula dewasa ini jauh
lebih baik dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas bila dibandingkan
dengan produksi gula pada waktu sebelum adanya mekanisasi. Proses
pembuatan gula yang dilakukan secara tradisional tidak efektif dan efisien.
Pabrik pabrik gula tradisional hanya mampu memproduksi gula dalam skala
kecil. Selainitu gula yang dihasilkan berkualitas rendah, karena gula yang
dibuat secara tradisional berwarna merah kecoklatan atau kuning. Hal ini
menyebabkan masyarakat enggan mengkonsumsi gula tersebut, sehingga
distribusi gula jenis ini terbatas pada masyarakat pedesaan sekitar pabrik
gula tradisional.
Apa yang dialami pabrik gula tradisional tentunya tidak dialami oleh
pabrik-pabrik gula modern yang telah menggunakan mesin-mesin dalam
proses pembuatan gula mampumemperoleh gula dalam skala besar, selain itu
mutu gula yang dihasilkan lebih baik. Gula yang dihasilkan merupakan gula
SHS (Superieure Hoofd Suiker) yang berwarna putih.

Lain hal nya dengan beras atau jagung atau bahan pokok lain, proses
pembuatan gula dari tebu memerlukan beberapa tahapan dan proses kimia
serta mekanis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tentang masalah diatas, dapat
diajukan pokokpokok perumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan gula?
2. Bagaimana sejarah perkembangan pabrik gula di Jawa Barat?
3. Apa sajakah pabrik gula pasir yang berada di Jawa Barat?
4. Bagaimana proses pengolahan gula pasir di Jawa Barat khususnya oleh
PT Rajawali II?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari karya tulis ini adalah :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan gula.
2. Mengetahui sejarah perkembangan pabrik gula di Jawa Barat.
3. Mengetahui letak pabrik-pabrik gula pasir di Jawa Barat.
4. Mempelajari proses pengolahan gula pasir di Jawa Barat khususnya oleh
PT Rajawali II.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1. Pengolahan
Pengolahan adalah sebuah proses mengusahakan atau mengerjakan
sesuatu (barang dsb) supaya menjadi lebih sempurna. (Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: 1988)
2.1.2. Gula Pasir
2

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi


dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan
dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah
rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula
sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim
atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh
sel.
2.1.3. Jawa barat
Provinsi jawa barat terletak di Pulau Jawa, beribukota di Bandung,
terletak pada posisi 6-8 LS dan 105-108 BT. Provinsi jawa Barat
Berdiri pada tanggal 14 Juli 1950 dengan dasar hukum UU No.
11/1950.

BAB III
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gula

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi


dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan
dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa
menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti
glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam),
menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel. Gula sebagai sukrosa
diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren.
Adapun syarat mutu gula yang telah menjadi syarat di Indonesia, yaitu:

2.2 Sejarah Perkembangan Pabrik Gula di Jawa Barat


Wilayah Cirebon memiliki ketinggian 5 m s.d 3.078 m dpl, beriklim
tropis dan mempunyai kandungan tanah jenis Litasol, Aluvial, Mediteran,
latosol, Potsolik, Regosol, Gleihumus, dan Grumosol yang sangat
mendukung untuk pembudidayaan tanaman tebu. (Kabupaten-kabupaten di
Cirebon dalam angka, 2001).
Belanda mengusai daerah Cirebon secara penuh pada 1705,
kekuasaan tersebut diperolehnya sebagai bentuk imbalan atas batuan yang

telah mereka berikan kepada Pakubuwono I dalam menduduki tahta


Mataram. Pada masa itu pula Belanda menjadikan Cirebon sebagai salah
satu keresidenannya. Keresidenan Cirebon terbagi menjadi beberapa
wilayah, antara lain Indramayu, Gebang, daerah Kesultanan Cirebon, yang
meliputi daerah-daerah yang kemudian menjadi wilayah Kabupaten Cirebon,
Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, serta tanah partikelir di
Kandanghaur dan Indramayu; dan daerah Cirebon-Priangan, yang meliputi
Galuh, Limbangan, dan Sukapura (Encyclopaedie van Nederlandsch-Indi,
1917: 475).
Keresidenan Cirebon pada kurun waktu pelaksanaan Sistem Tanam
Paksa (1830-1870) dianggap sebagai daerah yang memiliki populasi
memadai untuk perkembangan industri gula, dan dengan adanya
pertimbangan bahwa letak Keresidenan Cirebon yang memiliki pelabuhan
dapat memudahkan pengangkutan komoditas tersebut ke Eropa. Daerah
Cirebon yang merupakan dataran rendah dan banyak memiliki sawah-sawah
merupakan daerah yang sangat mendukung untuk penanaman tebu. Dalam
periode itu Keresidenan Cirebon terdiri menjadi empat kabupaten, yaitu
Kabupaten

Cirebon,

Kabupaten

Majalengka,

Kabupaten

Kuningan,

Kabupaten Galuh, dan Kabupaten Indramayu (Algemeen Verslag 1832;


Beschrijving der Grenzen van de Residentie Cheribon 1845 dalam Nugraha,
2000: 26).
Pada masa setelah kemerdekaan Indonesia dan dihapuskannya sistem
keresidenan maka sekarang wilayah Cirebon terdiri dari beberapa kabupaten,
antara

lain:

Kabupaten

Cirebon,

Kabupaten

Kuningan,

Kabupaten

Majalengka, Kabupaten Indramayu, dan Kota Cirebon (Setyawati, 1982: 11).


2.3 Pabrik Gula Pasir di Jawa Barat
Jawa Barat memiliki beberapa pabrik gula pasir yang dikelola oleh satu
perusahaan pemerintah. Perusahaan tersebut adalah PT PG Rajawali II. PT
PG Rajawali II berkedudukan di Cirebon, Jawa Barat. Perusahaan ini

mengelola 5 (lima) unit pabrik gula dengan total kapasitas giling 14.000
TCD yaitu PG Sindang Laut, PG Karangsuwung, PG Tersana Baru, PG
Jatitujuh, dan PG Subang.

Peta
Kabupaten Subang

Peta Kabupaten Majalengka

Peta Kabupaten Cirebon


2.4 Proses Pengolahan Gula Pasir di PT Rajawali II

Proses pembuatan gula ada beberapa tahapan dari penerimaan tebu


hingga sampai proses pengepakan. Tahapan-tahapan dalam proses
pembuatan gula dimulai dari penanaman tebu, proses ekstraksi, pembersihan
kotoran, penguapan, kritalisasi, afinasi, karbonasi, penghilangan warna, dan
sampai proses pengepakan sehingga sampai ketangan konsumen. Pada
umumnya proses pembuatan gula di Pabrik Gula menggunakan sistem
double sulfitasi dan menggunakan bahan dasar tebu. Produksi yang dapat
dihasilkan SHS (Super High Sugar) yang berwarna putih. Hasil sampingan
pabrik gula ini adalah ampas sebagai bahan bakar ketel uap dan tetes dapat
digunakan sebagai bahan bakar pembuatan alkohol dan lain-lain.
Alur pembuatan gula pasir dapat di gambarkan dalam diagram alur
berikut.

Proses pembuatan gula dapat dilakukan dalam beberapa tahapan


yang terbagi atas stasiun-stasiun. Stasiunnya antara lain :
1. Stasiun Penerimaan tebu
Tahap pertama didalam pembuatan gula pasir adalah tebu dihancurkan
dalam penggiling tebu yang berukuran besar. Sebelum tebu diolah lebih

lanjut hingga menjadi gula pasir, awalnya tebu mengalami perlakuan


pendahuluan yaitu tebu diterima pada stasiun penerimaan. Stasiun ini
berperan penting karena sebagai control kualitas tebu yang akan
digunakan dalam proses pengolahan. Pada stasiun penerimaan tebu ini
melalui beberapa tahapan-tahapan, seperti yang dijelaskan pada gambar
dibawah ini;

Fungsi alat-alat diatas adalah:


1. Overhead crane / Cane crane
Alat ini digunakan untuk mengangkut tebu dari lori atau truck dan
meletakkannya di meja tebu. Overhead crane dijalankan oleh
operator untuk diletakkan di meja tebu.
2. Cane Table atau Meja Tebu
Alat ini digunakan sebagai penampung umpan tebu serta mengatur
banyaknya jumlah tebu yang akan digiling secara kontinu karena
alat ini dilengkapi dengan laveler berupa rol bergerigi yang akan
mengatur permukaan atau ketebalan tebu agar dapat jatuh dengan
tepat dalam cane carrier. Meja tebu memiliki panjang berkisar
antara 2 3 meter.
3. Cane carrier
Alat ini berfungsi untuk membawa tebu yang telah diatur dalam
meja tebu ke dalam cane cutter.
4. Cane cutter

Alat ini berfungsi untuk memotong dan menyayat tebu agar menjadi
potongan tebu kasar agar lebih memudahkan saat dicacah dalam
unigrator.
5. Unigrator
Alat ini berfungsi untuk memukul dan mencacah potongan tebu
kasar agar menjadi serpihan halus sehingga memmudahkan dan
mempercepat ekstraksi pada saat penggilingan.
Untuk pemenuhan kualitas gula yang baik, bahan baku tebu yang
diterima harus memenuhi pola MBS yaitu Manis, Bersih dan Segar.
Proses penilaian bahan baku pola MBS ini dilakukan oleh petugas
lapangan pabrik gula (PLPG) setiap kali tebu akan dikirim ke
pabrik sehingga tebu yang masuk dapat terjamin kualitasnya.Sistem
pemasukan tebu menuju stasiun penggilingan menggunakan prinsip
FIFO (first in first out) dimana tebu yang pertama kali masuk dalam
stasiun penerimaan adalah tebu yang pertama kali akan digiling, hal
ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penurunan rendemen
dalam tebu. Penurunan rendemen terjadi karena tebu mengalami
proses respirasi terus menerus yang dapat mengakibatkan
menurunnya kandungan gula. Pada stasiun penerimaan ini juga
terdapat proses penimbangan tebu guna untuk mengetahui bobot
tebu yang akan digiling seperti alur yang dijelaskan pada gambar
berikut ini;

10

Besarnya persentasi rendemen secara riil dapat diketahui dengan


menghitung perbandingan antara gula yang dihasilkan dengan
sejumlah tebu yang digiling di pabrik, kemudian nilai tersebut
dikalikan 100%, oleh karena itu kita memerlukan penimbangan tebu
ini supaya dapat mempermudah dalam menghitung rendemen tebu
yang digiling selama penggilingan berlangsung.
Penimbang tebu ini terdiri dari:timbangan brutto, timbangan tarra
dan timbangan lori. Pada masing-masing timbangan memiliki
kegunaan yang berbeda-beda seperti yang dijelaskan pada
pengertian dibawah ini:
1. Timbangan brutto
Untuk menimbang truk yang bermuatan tebu sehingga
diketahui berat kotor (brutto) dari truk dan tebu.
2. Timbangan tarra
Untuk menimbang truk yang tebunya telah di giling sehingga
dapat di ketahui berat bersih tebu yang di di giling.
3. Timbangan lori
Untuk menimbang berat tebu yang di angkut dengan lori, lori
yang ada di beri kode dan telah di ketahuim beratnya sehingga
tebu yang di angkut dengan lori langsung dapat di ketahui
beratnya, lori biasanya di gunakan untuk mengangkut daerah
daerah histories yang berada di sekitar pabrik. tebu masuk ke
dalam pabrik untuk diproses lebih lanjut, tebu harus ditimbang
terlebih dahulu.
Tujuan dari penimbangan ini adalah :
1. Mengetahui bobot tebu yang masuk ke pabrik dari kebun tebu
2. Menghitung biaya upah tebang yang harus dibayarkan
3. Menghitung pengawasan proses lainnya
4. Mempermudah dalam pengambilan keputusan di dalam pabrik.

11

2. Stasiun Gilingan

Tahap selanjutnya dalam pembuatan gula tebu adalah ekstraksi. Caranya


dengan

menghancurkan

tebu

dengan

mesin

penggiling

untuk

memisahkan ampas tebu dengan cairannya. Setelah tebu menjadi


serpihan halus selanjutnya diolah dalam stasiun gilingan yang bertujuan
untuk memerah nira dari batang tebu sebanyak mungkin dengan
kehilangan nira seminimal mungkin, diharapkan nira yang dapat diperah
adalah 90%. Pada stasiun ini terjadi pemisahan antara bagian tebu yang
mengandung cairan dengan kotoran dan ampas yang berupa padat.
a.

Gilingan I
Pada gilingan pertama hanya terdiri dari serpihan serpihan tebu
sari unigrator yang setelah digiling akan menghasilkan nira perahan
pertama (NPP) dan ampas. NPP selanjutnya dipompa menuju DSM
Screen untuk dilakukan penyaringan agar terpisah nira dengan
ampas. Dari DSM Screen nira dipompa ke Door Clone untuk
dilakukan pemisahan dengan pasir yang masih terikut. Nira yang
telah dipisahkan pasirnya dialirkan ke bak penampungan nira
mentah, sedangkan ampasnya diangkut dengan Intermediet Carrier
(IMC) menuju gilingan kedua.

12

b. Gilingan II
Pada gilingan kedua terdiri dari ampas gilingan pertama dan ampas
dari DSM Screen, yang kemudian ditambahkan nira imbibisi (N3)
atau nira dari hasil perahan gilingan ketiga, banyak air imbibisi
yang diperlukan sebanyak 20 30% dari berat batang tebu yang
digiling. Tujuan dari penambahan nira imbibisi adalah untuk
melarutkan gula yang masih terkandung dalam ampas dan
kemudian mengeluarkannya dengan pemerasan pada gilingan
berikutnya.
Dari gilingan kedua ini akan dihasilkan nira perahan kedua (NPK)
dan ampas. NPK akan ditampung dalam bak penampung nira
mentah yang sama dengan NPP, selanjutnya ditambahkan Ca(OH) 2
dan asam phosphate (H3PO4). Penambahan Ca(OH)2 bertujuan
untuk menjaga kondisi nira agar tidak terlalu asam karena jika
terlalu asam akan menyebabkan terbentuknya gula inverse dan
mencegah berkembangnya mikroorganisme yang dapat merusak
sukrosa yang terdapat dalam nira dan sedangkan H3PO4 bertujuan
agar terbentuk endapan kalsium phosphate (Ca3(PO4)2) sebagai inti
endapan yang mampu mengikat koloid. NPP dan NPK yang telah
ditambahkan H3PO4 dan Ca(OH)2 disebut nira mentah dengan pH
6,8 yang akan diolah dalam stasiun berikutnya. Ampas dari gilingan
kedua akan dibawa dengan IMC menuju gilingan ketiga.
c. Gilingan III
Pada gilingan ketiga, ampas dari gilingan kedua ditambahkan
ampas dari DSM screen dan ditambahkan nira imbibisi (N4) atau
nira yang berasal dari gilingan keempat, kemudian diperah
menghasilkan ampas dan nira perahan ketiga (N3). N3 akan
digunakan untuk nira imbibisi gilingan kedua dan ampasnya dibawa
oleh IMC menuju gilingan keempat.
d. Gilingan IV

13

Pada gilingan keempat, ampas gilingan ketiga yang digunakan


sebagai umpan ditambahkan dengan air imbibisi dan nira imbibisi
(N5) atau nira perahan gilingan kelima. Air imbibisi yaitu air panas
dengan suhu 60 70C yang berasal dari air condesat. Suhu air
berkisar 60 70C jika suhunya terlalu tinggi akan melarutkan zat
lilin (peptin) dalam tebu sehingga akan mengganggu proses
pemurnian dan pengendapan, selain itu juga akan menyebabkan
selip dalam gilingan, namun jika suhunya terlalu rendah akan
menyebabkan pelarutan yang kurang sempurna dan kemungkinan
masih ada bakteri yang belum mati dalam nira. Dari gilingan ini
akan menghasilkan ampas dan nira perahan keempat (N4), N4 akan
digunakan sebagai nira imbibisi gilingan ketiga, sedangkan ampas
dibawa IMC menuju gilingan kelima.
e. Gilingan V
Pada gilingan kelima, umpan dari gilingan keempat ditambahkan air
imbibisi sebagai air pencuci ampas terakhir dan diharapkan mampu
melarutkan nira sebanyak banyaknya sehingga nira yang terbawa
oleh ampas terakhir sedikit. Dari gilingan kelima ini akan
menghasilkan ampas (baggase) dan nira perahan kelima (N5). N5
digunakan sebagai nira imbibisi gilingan keempat, sedangkan
ampasnya diangkut dengan baggase carrier menuju dapur
pembakaran ketel dan digunakan sebagai bahan bakar ketel.
3. Stasiun Pemurnian
Pada stasiun pemurnian ini nira mentah yang dihasilkan dari
penggilingan merupakan cairan berwarna coklat kehikauan yang terdiri
dari 77 88% air, 8 21% sukrosa, 0,3 3% gula pereduksi, 0,5 1%
senyawa organic dan 0,2 0,6% senyawa anorganik. Stasiun pemurnian
bertujuan untuk menghilangkan kotoran kotoran atau zat bukan gula

14

yang sebanyak mungkin yang terdapat dalam nira mentah dengan cara
kimia dan fisik sehingga akan diperoleh kadar sukrosa yang maksimal
dari nira tersebut serta menghilangkan kekeruhan dengan pengendapan.
Proses pemurnian dapat dilakukan melalui beberapa proses di antaranya
yaitu proses defekasi, sulfitasi dan karbonatasi. Pemurnian berfungsi
untuk menghilangkan atau mengurangi bukan gula dari nira mentah
seoptimal mungkin. Proses pemurnian ini dapat dilakukan secara fisis
maupun kimiawi. Secara fisis dengan cara penyaringan sedangkan
secara kimia melalui pemanasan, pemberian bahan pengendap serta
penggunaan unit peralatan berupa pemanas pendahuluan (heat
exchanger), defekator, sulfitator, expandeur, clarifier, rotary vacuum
filter. Proses pemurnian nira dapat dilihat pada gambar berikut:

Terdapat tiga metode dalam proses pemurnian nira, yaitu :


1.

Proses Defekasi
Dalam proses defekasi

pemurnian

nira

dilakukan

dengan

penambahan susu kapur sebagai reagen. Reaktor untuk proses


defekasi ini dinamakan defekator dan didalamnya terdapat

15

pengaduk sehingga larutan yang bereaksi dalam defekator menjadi


homogen. Pemurnian nira dengan cara defekasi dibagi menjadi :
a. Defekasi Dingin
Pada defekator ditambahkan susu kapur sehingga pH menjadi
7.2 7.4. Setelah itu baru nira dipanaskan lalu menuju ke
pengendapan. Pada defekasi dingin reaksi antara CaO dengan
Phospat lebih lambat, tetapi inversi dapat dikurangi. Karena
suhu dingin maka absorbsi bahan bukan gula oleh endapan
yang terbentuk lebih jelek dibandingkan defekasi panas.
b. Defekasi Panas
Nira mentah dari gilingan dipanaskan terlebih dahulu, lalu
direaksikan dengan susu kapur.
c. Defekasi Bertingkat
Susu kapur ditambahkan pada nira dalam keadaan dingin
hingga pH 6.5.
Kemudian nira dipanaskan dan ditambahkan susu kapur lagi
hingga pH 7.2 7.4.
d. Defekasi sachharat
Sebagian nira ditambahkan susu kapur sedangkan sebagian
yang lain dipanaskan, kemudian dicampur.
2. Proses Sulfitasi
Prinsip proses pemurnian ini adalah memproses nira mentah dengan
menambahkan susu kapur dan gas SO2. Susu kapur ditambahkan
berlebih kemudian dinetralkan oleh gas SO2. Dengan adanya
penambahan reagen tersebut akan timbul endapan yang berfungsi
sebagai pengadsorbsi bahan bukan gula. Beberapa modifikasi dalam
proses sulfitasi antara lain :
a. Sulfitasi asam
Pada proses ini nira yang sudah dipanasi ditambahkan gas
SO2 hingga pH 4.0 selanjutnya ditambahkan susu kapur
hingga pH 8.5 dan dinetralkan kembali dengan gas SO2
hingga pH 7.2 7.4.
b. Sulfitasi alkalis

16

Pada proses ini nira ditambahkan susu kapur hingga pH 10.5


kemudian dinetralkan dengan gas

SO2. Pertimbangan

penggunaan sulfitasi alkalis karena tingginya kadar P2O5.


c. Sulfitasi netral
Pada proses sulfitasi ini pH nira dalam defekator sekitar 8.5.
Pertimbangan melakukan sulfitasi netral adalah seimbangnya
kadar P2O5, Fe2O3 dan Al2O3.
3. Proses Karbonatasi
Proses karbonatasi adalah pemurnian dengan menambahkan susu
kapur berlebihan dan dinetralkan menggunakan gas CO2. Endapan
yang terbentuk adalah endapan CaCO3. Ada dua macam modifikasi
dalam proses karbonatasi, yaitu :
a. Karbonatasi tunggal
Pada proses ini proses pencampuran dilakukan dalam satu
reaktor. Nira ditambahkan susu kapur berlebih kemudian
dinetralkan menggunakan gas CO2. Alkalinitas dijaga antara
pH 9 10.
b. Karbonatasi rangkap
Pada dasarnya prosesnya adalah sama dengan karbonatasi
tunggal. Tetapi pemberian gas CO2 terbagi, yaitu apabila susu
kapur habis alkalinitas dijaga tetap pada pH 10.5 kemudian
nira ditapis. Hasil tapisan ini dialiri gas CO2 lagi.
Proses defekasi dimana pemurnian dilakukan dengan cara
pemberian kapur (air kapur) dan pemanasan pendahuluan.
Prinsip kerja defekasi yaitu nira mentah diberi susu kapur
sampai tercapai pH agak alkalis yaitu pH 7,3 7,8, kemudian
dipanaskan hingga mendidih dan diendapkan dalam tangki
pengendap.
Proses sulfitasi adalah pemurnian nira dengan menggunakan
susu kapur dan SO2 sebagai pembersih. Dari ketiga proses
pemurnian tersebut, proses sulfitasi adalah proses yang paling
banyak

yang

digunakan

17

di

Indonesia.

Proses

ini

membutuhkan biaya yang lebih murah dan gula yang


dihasilkan sudah dapat diterima konsumen sebagai gula putih.
4. Stasiun Penguapan / Evaporasi
Stasiun penguapan ini bertujuan untuk memekatkan nira encer dengan
jalan menguapkan kadar air yang terdapat dalam nira sehingga diperoleh
nira kental. Nira encer pertama kali masuk dalam evaporator memiliki
kekentalan 13% Brix, yang selanjutnya mengalami proses penguapan
hingga akan didapatkan nira dengan kekentalan 60 64Brix. Dibawah
ini adalah contoh pabrik gula yang menggunakan Quadrupple Effect
(lima buah evaporator yang disusun secara seri). Seperti yang dijelaskan
pada gambar dibawah ini.

Proses penguapan dimulai dengan memanaskan nira pada pemanas


pendahuluan dengan temperature 110C, pemanasan ini bertujuan
sebagai pemanasan awal sehingga dapat mengurangi beban pada
evaporator selanjutnya. Kemudian nira dialirkan ke badan III, IV dan V.
Suhu nira pada badan I dan II di atas 100C, oleh karena itu pada
evaporator badan IV dan V dikondisikan vaccum sehingga dapat

18

menurunkan titik didih larutan dan air didalam larutan dapat terurapkan
dengan cepat, selain itu juga untuk menjaga aliran tetap kontinyu dan
menjaga nira agar tidak rusak pada suhu tinggi. Dari badan V nira keluar
sebagai nira kental atau diskap dengan kekentalan 64% Brix atau 32Be.
Nira kental (diksap) yang keluar dari badan IV selanjutnya dipompa ke
bejana sulfitir nira kental dan di dalam bejana sulfitir ditambahkan gas
belerang sampai pH 6,5. Tujuan penambahan gas belerang adalah untuk
memucatkan nira agar nantinya diperoleh gula reduksi yang bermutu
bagus dan putih.
Nira kental tersulfutasi ini kemudian ditampung dalam tangki diksap
tersulfitasi sebagai tangki tunggu sebelum digunakan sebagai umpan
masakan dalam proses kristalisasi. Uap pemanas dari masing masing
badan evaporator dan pemanas pendahuluan akan mengembun sebagai
kondesat. Jika kondesat tidak mengandung gula, digunakan untuk air
imbibisi pada stasiun penggilingan, air semprotan pada vaccum filter
dan sebagai pencuci gula pada stasiun puteran. Untuk evaporator badan
I atau pemanasan pendahuluan, uap nira hasil penguapannya digunakan
sebagai bleeding, yaitu uap untuk pemanas pada juice heater. Peralatan
yang digunakan dalam stasiun penguapan ini yaitu evaporator yang
terdiri dari evaporator badan I, II, III, IV.
Pembuatan vakum pada badan evaporator dilakukan dengan cara
menginjeksikan air dari spray pond ke dalam jet kondensor, disini air
yang diinjeksikan sebaiknya sedini mungkin. Adanya perbedaan suhu
yang makin tinggi antara injeksi dengan uap air nira dari badan terakhir
akan mengakibatkan vakum yang semakin tinggi. Dengan adanya
perbedaan suhu akan mengakibatkan perbedaan tekanan, sehingga akan
menarik uap nira dalam badan evaporator. Pada temperatur ini air injeksi

19

yang masuk sebesar 34 37C sedangkan uap nira yang keluar sebesar
60 62C.
Tekanan vakum harus diperhatikan, karena jika tekanan terlalu tinggi
maka kandungan air di dalam nira menjadi lebih sedikit karena banyak
yang teruapkan. Hal tersebut akan menyebabkan larutan menjadi jenuh
dan dapat terjadi pengkristalan sedangkan jika terlalu rendah maka
kandungan nira akan semakin banyak karena air yang teruapkan sedikit,
hal ini mengakibatkan larutan menjadi encer dan akan memberatkan
kerja pan masakan.
5. Stasiun Masakan / Kristalisasi
Umumnya Pabrik Gula menggunakan proses pemasakan ACD karena
nira yang dihasilkan mempunyai harga kemurnian sekitar 79. Tujuan
adanya stasiun ini adalah untuk mengubah bentuk gula atau sukrosa dari
zat terlarut dalam nira menjadi zat padat dalam bentuk Kristal.
Proses kristalisasi dilakukan secara bertahap atau bertingkat, agar
didapat kristal gula sebanyak mungkin. Tahap tahapnya yaitu:
a. Tahap pembuatan inti kristal
Nira kental ditarik ke pan masakan, kemudian dikentalkan lagi
sampai masakan menjadi tua kemudian ditambahkan fondan hingga
terbentuk inti Kristal
b. Tahap pembesaran kristal
Pembesaran inti Kristal yang telah terbentuk dengan cara pelapisan
molekul molekul sukrosa pada inti Kristal. Pelapisan molekul
terjadi karena adanya gaya adhesi antara permukaan inti Kristal
dengan molekul sukrosa.

20

Proses masakan pertama nira kental tersulfitasi dimasukan kedalam


pan masakan untuk proses kristalisasi pada keadaan vaccum. Tujuan
dari kondisi masakan vakum supaya sukrosa tidak mengalami
karamelisasi. Gula yang dihasilkan pada pan masakan ini terdiri
dari 3 tingkatan yaitu:
1. Gula A sebagai gula produk
2. Gula C (babonan C) sebagai bibitan untuk pembuatan gula A
3. Gula D (babonan D) sebagai bibitan untuk gula C
Hasil masakan yang diturunkan ke palung pendingin sesuai dengan
jenisnya A, C, dan D untuk ditampung dan diaduk sampai batas volume
tertentu dan selanjutnya dibawa ke stasiun puteran.
6. Stasiun Puteran

Pada stasiun ini bertujuan untuk memisahkan kristal gula dari stroopnya.
Pemisahan ini dilakukan dalam putaran dengan menggunakan gaya
centrifugal atau gaya pemusing sehingga diperoleh gula yang bersih.
Putaran mula mula digerakan pelan pelan setelah itu diputar dengan
kecepatan penuh, karena pengaruh gaya putaran kristal gula akan
terlempar ke dinding tromol kemudian stroopnya menerobos keluar
melalui saringan yng terdapat dalam tromol sedangkan kristal gulanya
21

tertahan di dinding tromol. Untuk mempermudah pemisahan antara


stroop dan kristal gula dilakukan berbagai cara, antara lain:
a. Pemutaran dua kali
Pemutaran dua kali

bertujuan

untuk

menyempurnakan

penghilangan kotoran. Tahapannya yaitu Kristal yang dihasilkan


oleh putaran pertama dikirim ke mixer dan ditambahkan klare
lalu diputar dua kali. Putaran dua kali ini untuk gula A dan D.
b. Dengan penyiraman air
Pemisahan Kristal dengan stroopnya dipermudah melalui
penyiraman memakai air panas suhu 80oC, karena dengan air
akan mencuci kotoran dan melautkan film stroop yang masih
menempel pada Kristal gula.
c. Pembersihan dengan steam
Pembersihan dengan menggunakan

steam

selain

untuk

memisahkan film stroop melapisi Kristal yang masih ada dan


juga untuk mengeringkan gula setelah disiram dengan air.
Penyiraman steam ini dilakukan pada putaran SHS saja.
Proses didalam stasiun puteran ini ada beberapa puteran yaitu
puteran gula A, puteran gula C dan puteran gula D.
Proses didalam stasiun puteran yaitu:
a. Puteran Gula A
Mascuite dari palung pendingin A masuk ke dalam continous
crystallizer untuk dilakukan rekristalisasi sukrosa, selanjutnya
masuk ke mixer dan secara batch gula A diputar di putaran A, di
spray dengan menggunakan air panas dengan suhu 80 90C.
Dari putaran A ini memisahkan gula A dan stroop A. Dalam
stroop A yang dihasilkan dalam stasiun putaran ini mengandung
sukrosa, air, glukosa, fruktosa, bahan organic dan anorganik
lainnya, namun mempunyai HK yang masih tinggi yaitu berkisar

22

antara 60 55 sehingga stroop A masih dapat diolah kembali


untuk diubah menjadi Kristal.
Stroop A yang telah terpisah ditampung dalam tangki yang
nantinya akan digunakan untuk bahan masakan gula C,
sedangkan gula A dimasukkan pada putaran SHS. Putaran A
bekerja dengan kecepatan 900 1200 rpm.
b. Putaran Gula C
Mascuite dari palung pendingin C dipompa ke putaran C untuk
memisahan stroop C dan gula C. Dalam stroop C yang
dihasilkan dalam stasiun puteran ini mengandung sukrosa, air,
glukosa, fruktosa, bahan organik dan anorganik lainnya, dan
memiliki HK yang lebih rendah dibandingkan dengan stroop A
yaitu kurang dari 50, namun stroop C masih dapat diolah
kembali menjadi Kristal dengan cara digunakan sebagai bahan
masakan gula D. Sedangkan gula C masuk ke peti babonan C
yang selanjutnya digunakan sebagai bahan masakan gula A.
Putaran C bekerja dengan kecepatan 2000 2200 rpm yang
beroprasi secara continue dan dicuci dengan air panas.
c. Putaran Gula D dan D2
Mascuite D dari palung pendingin D dipompa pada putaran D.
Putaran gula D terdiri dari dua bagian yaitu putaran D dan
putaran D2, seluruh puteran ini bekerja secara continue dengan
kecepatan putar 1800 2000 rpm. Pada putaran D dan D 2
ditambahkan air panas berfungsi untuk mencuci Kristal. Putaran
D akan menghasilkan gula D dan tetes, dimana tetes akan
dipompa ke dalam peti penampungan tetes, sedangkan gula D
dipompa pada puteran D2 menghasilkan gula D2 dan klare III.
Klare III akan dipompa menuju peti penampung klare dan
digunakan sebagai bahan masakan gula D. Gula D 2 masuk ke
peti babonan D sebagai bahan masakan gula C.

23

Tetes yang dihasilkan dalam stasiun ini mengandung sukrosa,


gula invert, garamgaram dan bahan non gula. Tetes bersifat
asam dan mempunyai pH 5,55,6 yang disebabkan oleh adanya
asamasam organic bebas dan mempunyai HK yang sangat
rendah sebesar 31 sehingga sukrosa dalam tetes merupakan
komponen yang sudah tidak dapat dikristalkan dalam proses
pemasakan, karena jika dimasak akan menyebabkan kristalisasi
yang lambat dengan hasil yang lembek.
d. Puteran SHS
Gula A hasil dari puteran A dipompa menuju ke puteran SHS.
Puteran SHS adalah puteran ke dua dari gula A, pada puteran ini
akan menghasilkan Kristal gula. Kristal gula yang melekat pada
saringan dicuci dengan menggunakan air panas dan dikeringkan
dengan steam sehingga air yang ada di antara Kristal benar
benar bersih dari air maupun stroop dan klristal akan menjadi
kering. Gula SHS yang dihasilkan turun ke talang goyang untuk
didinginkan, selanjutnya masuk ke dalam silo yang dipindahkan
dengan bantuan alat bucket elevator.

7. Stasiun Penyelesaian
Stasiun penyelesaian ini adalah tahap akhir untuk menyelesaikan hasil
dari stasiun putaran sehingga menghasilkan gula produk yang siap untuk
dipasarkan. Selain itu juga untuk menurunkan temperature gula menjadi
50C. Proses didalam stasiun penyelesaian ini diawali dengan kristal
gula di alirkan kedalam talang goyang yang digetarkan oleh gaya
elektrik motor yang dilengkapi dengan vibrating screen yang berfungsi
untuk membantu penyaringan dan sebagai alat transportasi yang
mengangkut gula ke rotary dryer sugar dan selanjutnya oleh elevator

24

dibawa menuju hummer screen untuk memisahkan ukuran gula. Contoh


gambar talang goyang dapat dilihat pada Gambar.
Hummer screen yang terdapat pada talang goyang terdiri dari tiga
saringan yang tersusun bertingkat dengan susunan sebagai berikut:
1. Saringan I, untuk menahan Kristal agak kasar dengan ukuran 8
mesh
2. Saringan II, untuk menahan ukuran normal dengan ukuran 16 mesh
3. Saringan III, untuk menahan Kristal yang halus dengan ukuran 24
mesh.
Tahap selanjutnya adalah kristal gula dari saringan II dibawa ke sugar
storage bin yang dilengkapi dengan timbangan untuk mengatur agar
gula yang jatuh beratnya 50 kg, gula kemudian dikemas dalam karung.
Setelah gula dikemas dalam karung, maupun dikemas kedalam plastik
kemasan yang kemudian dimasukkan kedalam kardus. Gula yang sudah
dikemas kemudian dimasukkan kedalam gudang gula.
Agar mutu gula dapat terjaga dengan baik, gudang penyimpanan gula
harus kering dengan kelembaban tidak lebih 75%. Gula yang disimpan
ditempat yang lembab akan mudah mendapatkan gangguan dari
mikroorganisme terutama Penicillium glaucum, Aspergillus niger dan
Monila nigra serta Monila fusca yang akan menyebabkan terjadinya
inverse sukrosa.

BAB IV

25

PENUTUP
4.1.

Kesimpulan
1. Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energy.
Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan
enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan
oleh sel. Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau
aren.
2. Pabrik gula pasir di Jawa Barat kebanyakan didirikan oleh Belanda.
Cirebon dan sekitarnya dipilih oleh Belanda sebagai tempat mendirikan
pabrik gula karena lokasinya yang straregis dekat dengan pelabuhan,
sehingga memudahkan eksport gula ke Belanda.
3. Proses pembuatan gula pasir terdiri atas 7 stasiun, yaitu:
a. Stasiun Penerimaan tebu
b. Stasiun Gilingan
c. Stasiun Pemurnian
d. Stasiun Penguapan / Evaporasi
e. Stasiun Masakan / Kristalisasi
f. Stasiun Puteran
g. Stasiun Penyelesaian

DAFTAR PUSTAKA

26

Anonim.

2012.

Tentang

Gula

https://amanmartabak.wordpress.com/2012/08/19/tentang-gula-pasir/ .

Pasir.
Diakses

tanggal 05 Mei 2015.


Anonim. 2014. Mengenal Proses Pengolahan Gula. http://www.gubuktani.com/2014 /
05/mengenal-proses-pengolahan-gula.html . Diakses tanggal 04 Mei 2015.
Anonim. 2014. Mengenal Proses Pengolahan Gula. http://www.gubuktani.com/2014 /
05/mengenal-proses-pengolahan-gula-2.html. Diakses tanggal 04 Mei 2015.
Anonim. 2014. Mengenal Proses Pengolahan Gula. http://www.gubuktani.com/2014 /
05/mengenal-proses-pengolahan-gula-3.html. Diakses tanggal 04 Mei 2015.
Anonim. 2014. Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat.
http://www.negeripesona.com/2013/04/ kabupaten-kota-di-provinsi-jawa-barat.html .

Diakses tanggal 05 Mei 2015.

27

Anda mungkin juga menyukai