Anda di halaman 1dari 16

Rekomendasi mengenai Air Susu Ibu dan Menyusui

Air susu ibu dan menyusui bukan hanya bermanfaat bagi bayi, melainkan juga
bagi ibu, keluarga, masyarakat, rumah sakit, dan lingkungan. Menyusui juga memiliki
pengaruh positif terhadap kesehatan fisik dan emosional baik ibu maupun bayi. ASI
bukan hanya sumber nutrisi optimal, melainkan juga mengandung antibodi yang
melindungi bayi terhadap berbagai penyakit. Oleh karena manfaatnya yang sedemikian
besar, baik jangka pendek maupun jangka panjang, sudah sepantasnya setiap tenaga
kesehatan maupun anggota masyarakat turut mendukung dan menggalakkan pemakaian
ASI.
Manfaat ASI dan menyusui
Air susu ibu tidak hanya bermanfaat bagi bayi, melainkan juga bagi ibu, keluarga,
masyarakat, dan lingkungan.
Manfaat bagi ibu

Proteksi kesehatan ibu. Oksitosin yang dilepaskan sewaktu menyusui menolong

uterus untuk kembali ke ukuran semula dan mengurangi perdarahan pasca-persalinan.


Menyusui mengurangi risiko kanker payudara dan kanker ovarium pada ibu. Analisis
data dari 47 studi epidemiologi di 30 negara menunjukkan bahwa risiko relatif kanker

payudara menurun sebanyak 4,3% untuk setiap tahun menyusui.


Menjarangkan kehamilan. Selama enam bulan pertama setelah melahirkan, jika
seorang wanita belum mendapat kembali haidnya dan menyusui secara eksklusif
maka proteksi terhadap terjadinya kehamilan adalah 98%. Semakin lama menyusui,
makin lama periode amenore dan makin lama dapat menunda kehamilan.

Manfaat bagi bayi


1. Nutrisi optimal.
ASI mengandung nutrien terbaik yang mudah dicerna dan diserap secara efisien.
Bayi yang mendapat ASI tidak perlu lagi diberikan air putih maupun cairan lain,
karena sebagian besar komponen penyusun ASI adalah air (70%) dan kandungan
air dalam ASI cukup untuk memenuhi kebutuhan cairan bayi.
2. Meningkatkan imunitas.
Sistem imun bayi belum berkembang sempurna pada tahun pertama kehidupan,
sehingga bayi bergantung pada ASI untuk melawan infeksi.

3. Menurunkan risiko diare


Bayi yang mendapat ASI non-eksklusif lebih sering mengalami diare
dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif, namun risiko ini lebih kecil
dibandingkan bayi yang tidak mendapat ASI.
Studi di Skotlandia menunjukkan bahwa pada usia 0-13 minggu, bayi yang
mendapat ASI lebih jarang mengalami diare dibandingkan mereka yang
mendapat susu formula sejak lahir (IK 95% untuk reduksi insidens 6,6%16,8%).
Studi di Amerika Serikat terhadap 1743 pasangan ibu-anak menunjukkan bayi
yang sama sekali tidak mendapat ASI lebih sering mengalami diare
dibandingkan kelompok yang mendapat ASI eksklusif (OR 1,8). Efek profektif
ASI sebanding dengan jumlah ASI yang didapat.6Studi PROBIT (Promotion of
Breastfeeding Intervention Trial) dilakukan di rumah sakit yang dipilih secara
acak untuk menerima intervensi berupa peningkatan cakupan dan durasi
menyusui berdasarkan panduan Baby-friendly Hospital Initiative (BFHI) yang
disusun oleh WHO dan UNICEF. Sebanyak 16491 pasangan ibu-anak diikuti
selama 12 bulan. Kelompok ibu yang melahirkan di rumah sakit intervensi lebih
banyak yang memberikan ASI eksklusif pada usia tiga dan enam bulan. Anak
pada kelompok intervensi juga lebih jarang mengalami infeksi gastrointestinal
(OR 0,60; IK 95% 0,400,91).
4. Mengurangi risiko infeksi respiratorik.
Studi di Skotlandia menunjukkan bahwa bayi yang mendapat ASI lebih jarang
mengalami infeksi saluran napas. Pada usia 0-13 minggu, hanya 23% bayi ASI
yang mengalami infeksi saluran napas dibandingkan dengan 39% bayi yang
mendapat susu formula. (IK 95% untuk perbedaan insidens 3,9%-20,3%).5Studi
di Brazil menunjukkan bahwa risiko dirawat karena pneumonia lebih tinggi 17
kali lipat pada bayi yang tidak mendapat ASI (OR 16,7; IK 95% 7,736,0)
dibandingkan bayi yang mendapat ASI.
Survey rumah tangga nasional di Amerika yang diadakan tahun 1988-1994
menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif selama 4 sampai <6
bulan memiliki risiko lebih tinggi mengalami pneumonia (adjusted OR 4,27; IK
95% 1,27-14,35) dibandingkan anak yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan.

5. Mengurangi risiko otitis media.


Studi di Swedia melaporkan bahwa bayi yang mendapat ASI lebih jarang
menderita otitis media dibandingkan bayi yang diberi susu formula. Kejadian
otitis media pada bayi berusia 1-3 bulan yang mendapat ASI hanya 1%,
dibandingkan dengan 6% pada bayi yang tidak mendapat ASI.
Studi terhadap 1743 bayi di Amerika menunjukkan bahwa ASI memiliki efek
proteksi terhadap otitis media. Risiko otitis media lebih besar pada kelompok
yang diberi ASI campur formula (OR 1,6) dan yang tidak mendapat ASI sama
sekali (OR 1,7) dibandingkan kelompok ASI eksklusif. Efek protektif ini
dipengaruhi oleh banyaknya ASI yang diminum.
Survey rumah tangga nasional di Amerika yang diadakan tahun 1988-1994
menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif selama 4 sampai <6
bulan memiliki risiko lebih tinggi mengalami otitis media rekuren (adjusted OR
1,95; IK 95% 1,06-3,59) dibandingkan anak yang mendapat ASI eksklusif 6
bulan.9
6. Mengurangi risiko penyakit kronik.
Metaanalisis terhadap 17 studi kasus kontrol dan 2 studi ekologi menunjukkan
bahwa kelompok yang tidak pernah mendapat ASI lebih sering menderita insulin
dependent diabetes mellitus (IDDM), dengan OR 1,13 (IK 95% 1,04-1,23).
Subjek yang tmendapat ASI selama <3 bulan memiliki risiko lebih tinggi
menderita IDDM dibandingkan kelompok yang mendapat ASI 3 bulan (OR
1,23; IK 95% 1,12-1,35). Keterbatasan studi ini adalah kemungkinan recall bias
yang berpotensi terjadi pada studi kasus kontrol.
7. Mengurangi angka kematian bayi.
Analisis terhadap tiga studi mengenai kematian bayi di Ghana, Pakistan, dan
Filipina menunjukkan bahwa ASI merupakan faktor protektif terhadap kematian
akibat diare (OR 6,1; IK 95% 4,1-9,0) dan kematian akibat infeksi respiratorik
akut (OR 2,4; IK 95% 1,6-3,5) selama enam bulan pertama kehidupan. Daya
proteksi ASI menurun seiring dengan usia. Rasio odds gabungan (IK 95%) untuk
usia <2 bulan, 2-3 bulan, 4-5 bulan, 6-8 bulan, dan 9-11 bulan adalah berturutturut 5,8 (3,4-9,8), 4,1 (2,7-6,4), 2,6 (1,6-3,9), 1,8 (1,2-2,8), dan 1,4 (0,8-2,6).
Studi di Ghana, India, dan Peru yang mengikutsertakan 9424 pasangan ibu-bayi
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal risiko

kematian antara anak yang mendapat ASI eksklusif dan yang mendapat ASI
predominan (adjusted hazard ratio, HR 1,46; IK 95% 0,752,86). Bayi yang
tidak mendapat ASI memiliki risiko mortalitas lebih besar dibandingkan mereka
yang mendapat ASI predominan (adjusted HR 10,5; IK 95% 5,022,0), demikian
pula bila dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI sebagian (adjusted HR
2,46, IK 95% 1,444,18). Temuan ini menggarisbawahi risiko kematian pada
anak yang tidak mendapat ASI, dan risiko ini jauh lebih rendah pada anak yang
mendapat ASI predominan maupun ASI eksklusif.1
8. Mengurangi risiko alergi.
Studi di Swedia yang mengikutsertakan 4089 bayi yang diikuti sejak lahir
sampai usia 2 tahun menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif
selama 4 bulan lebih jarang mengalami asma (OR 0,7; IK 95% 0,5-0,8). Anak
yang mendapat ASI sebagian selama 6 bulan juga lebih jarang mengalami asma
(OR 0,7; IK 95% 0,5-0,9). Studi PROBIT dilakukan di rumah sakit yang dipilih
secara acak untuk menerima intervensi berupa peningkatan cakupan dan durasi
menyusui berdasarkan panduan Baby-friendly Hospital Initiative (BFHI) yang
disusun oleh WHO dan UNICEF. Sebanyak 16491 pasangan ibu-anak diikuti
selama 12 bulan. Kelompok ibu yang melahirkan di rumah sakit intervensi lebih
banyak yang memberikan ASI eksklusif. Anak pada kelompok intervensi juga
memiliki risiko dermatitis atopi lebih rendah (OR 0,54; IK 95% 0,310,95).7
9. Mengurangi risiko obesitas.
Studi di Jerman menunjukkan bahwa prevalens obesitas pada anak usia 5-6
tahun yang tidak pernah mendapat ASI adalah 5 kali lipat dibandingkan mereka
yang mendapat ASI selama >1 tahun. Makin lama durasi pemberian ASI, makin
kecil prevelens obesitas. Analisis statistik menunjukkan ASI merupakan faktor
protektif terhadap obesitas (OR 0,75; IK 95% 0,57-0,98).
Studi di Amerika terhadap lebih dari 15000 anak menunjukkan bahwa prevalens
gizi lebih (overweight) pada anak usia 9-14 tahun yang mendapat ASI atau ASI
predominan selama sedikitnya 7 bulan lebih rendah dibandingkan kelompok
yang mendapat ASI selama 3 bulan (adjusted OR 0,8; IK 95% 0,67-0,96).
10. Meningkatkan kecerdasan dan kemampuan psikososial dan perkembangan

ASI menguatkan bonding antara ibu dan bayi. Kontak erat setelah melahirkan
akan menciptakan hubungan saling mencintai antara ibu dan bayi. Bayi lebih
jarang menangis dan ibu dapat memahami serta merespons kebutuhan bayinya
lebih baik.
Studi PROBIT di Belarus yang melibatkan 17046 bayi melaporkan bahwa ASI
eksklusif meningkatkan perkembangan kognitif anak. Hasil studi ini
menunjukkan perbedaan rerata skor Wechsler Abbreviated Scaled of Intelligence
(WASI) antara anak yang mendapat ASI dengan yang tidak adalah 7,5 (IK 95%
0,8-14,3) untuk IQ verbal, 2,9 (IK 95% -3,3-9,1) untuk IQ performance, dan 5,9
(-1,0-12,8) untuk IQ secara keseluruhan.Studi di Kopenhagen menunjukkan
bahwa pemberian ASI berkorelasi secara bermakna terhadap skor IQ pada usia
27,2 tahun. Makin lama durasi ASI, makin tinggi skor IQ.
Manfaat bagi keluarga
Kesehatan dan status nutrisi yang lebih baik.
Manfaat ekonomi. ASI sama sekali tidak membutuhkan biaya dibandingkan susu
formula. Uang yang dibelanjakan untuk susu formula dapat digunakan untuk membeli
makanan bergizi bagi ibu dan anggota keluarga lainnya.
Mengurangi biaya kesehatan, karena bayi ASI lebih jarang menderita sakit
dibandingkan bayi yang mendapat susu formula.
Manfaat bagi rumah sakit
Menyusui menciptakan atmosfir yang lebih tenang dan hangat, karena bayi lebih jarang
menangis dan ibu lebih cepat merespon tangisan bayinya.
Bila kebijakan rooming-in berjalan dengan baik, maka tidak dibutuhkan ruang
perawatan bayi sehingga sumber daya manusia, waktu, maupun biaya rumah sakit yang
terserap untuk ruang perawatan bayi dapat dikurangi. Special care nursery masih
dibutuhkan untuk bayi yang sakit.
Rooming-in dan dukungan terhadap ASI akan meningkatkan citra rumah sakit dan
menunjukkan bahwa rumah sakit tersebut memberikan pelayanan yang terbaik bagi ibu
dan bayi.
Manfaat bagi komunitas
Menurunkan biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh negara.

Menurunkan angka absensi orangtua sehingga meningkatkan produktivitas dan pada


akhirnya meningkatkan pendapatan negara.
Mengurangi beban lingkungan untuk mengolah limbah kaleng susu fomula dan botol,
serta mengurangi konsumsi energi untuk memproduksi susu formula.
Rekomendasi IDAI
1. Dokter spesialis anak dan tenaga medis merekomendasikan ASI bagi semua bayi
yang tidak memiliki kontraindikasi medis serta memberikan edukasi mengenai
manfaat ASI dan menyusui.
Kontraindikasi medis yang dimaksud mengacu pada Panduan WHO 2009, termuat
pada bagian selanjutnya dari rekomendasi ini. Bila terdapat kontraindikasi, maka
harus ditelaah lebih lanjut, apakah kontraindikasi tersebut bersifat sementara atau
permanen. Bila kontraindikasi hanya bersifat sementara, maka ibu dianjurkan
memerah ASI untuk menjagai kesinambungan produksi ASI. Bila menyusui
langsung tidak memungkinkan, maka dianjurkan memberikan ASI yang diperah.
Keputusan untuk tidak menyusui atau menghentikan menyusui sebelum waktunya
didasarkan pada pertimbangan bahwa risiko menyusui akan lebih membahayakan
dibanding manfaat yang akan didapatkan.
2. ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan
maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu selain ASI.
Pemberian vitamin, mineral, dan obat-obatan diperbolehkan selama pemberian ASI
eksklusif.
3. Seluruh kebijakan yang memfasilitasi pemberian ASI/menyusui harus didukung.
Edukasi orang tua sejak kehamilan merupakan komponen penting penentu
keberhasilan menyusui. Dukungan dan semangat dari ayah dapat berperan besar
dalam membantu ibu menjalani proses inisiasi dan tahapan menyusui selanjutnya,
terutama saat terjadi masalah.
4. Bayi sehat diletakkan pada dada ibunya agar tercipta kontak kulit ke kulit segera
setelah persalinan sampai bayi mendapat ASI pertamanya. Bayi sehat dan siaga
mampu melakukan perlekatan tanpa bantuan dalam waktu satu jam pertama setelah
melahirkan. Keringkan bayi, nilai skor Apgar, dan lakukan pemeriksaan fisis awal
saat bayi sedang kontak dengan ibunya. Prosedur penimbangan, pengukuran,
memandikan, pengambilan darah, pemberian suntikan vitamin K, dan profilaksis
mata dapat ditunda sampai bayi mendapat ASI pertamanya. Bayi yang terpengaruh

oleh obat-obatan ibu mungkin membutuhkan bantuan agar mampu melakukan


perlekatan yang efektif.
5. Suplemen (air, air gula, susu formula, dan cairan lain) tidak diberikan pada bayi
kecuali atas permintaan dokter sesuai dengan indikasi medis.
6. Empeng/dot dihindari pada bayi yang menyusui. Rekomendasi ini tidak melarang
penggunaan empeng untuk tujuan nonnutritive sucking, oral training untuk bayi
prematur, dan bayi yang membutuhkan perawatan khusus.
7. Pada minggu-minggu pertama menyusui, bayi disusui sesering kemauan bayi. Ibu
menawarkan payudara apabila bayi menunjukkan tanda-tanda lapar seperti terjaga
terus, aktif, mouthing, atau rooting.
Penempatan ibu dan bayi dalam satu ruangan (rooming-in) sepanjang hari sangat
membantu keberhasilan menyusui. Lamanya menyusui tergantung pada kehendak
bayi. Payudara diberikan bergantian kanan dan kiri pada awal menyusui, agar
kedua payudara mendapat stimulasi yang sama dan mendapat pengeringan yang
sama. Pada minggu-minggu pertama, bayi sebaiknya dibangunkan atau dirangsang
untuk menyusui maksimum setiap 3 jam.
8. Evaluasi keberhasilan menyusui selama dirawat dilakukan oleh tenaga kesehatan
sekurangnya dua kali sehari.
Hal yang dinilai meliputi posisi menyusui, perlekatan, dan transfer susu. Kemajuan
dan hambatan dalam proses menyusui selama bayi dirawat dicatat di rekam medis
Edukasi ibu untuk mencatat waktu dan durasi setiap kali menyusui, demikian juga
dengan produksi urin dan tinja pada minggu-minggu pertama.
Setiap masalah yang ditemui segera dicarikan solusinya sebelum ibu dan bayi
meninggalkan rumah sakit.
9. Bayi yang telah pulang dari rumah sakit mendapat pemeriksaan tenaga kesehatan
pada usia 3-5 hari.
Dilakukan penilaian bayi yang mencakup pemeriksaan fisis, terutama untuk
mendeteksi ikterus (kuning) dan status hidrasi, pola berkemih dan defekasi, begitu
pula masalah payudara (nyeri, pembengkakan).
Teknik menyusui juga harus dinilai, meliputi posisi, perlekatan, dan transfer susu.
Penurunan berat badan lebih dari 7% berat lahir mengindikasikan kemungkinan
masalah menyusui dan harus dievaluasi lebih lanjut.
10. Bayi yang mendapat ASI diperiksa kesehatannya kembali pada usia 2-3 minggu
agar dapat dipantau pertambahan berat badan dan memberikan dukungan pada
periode awal menyusui ini
11. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama cukup untuk mencapai tumbuh
kembang optimal.

12. Makanan pendamping ASI kaya besi diberikan secara bertahap mulai usia 6 bulan.
Bayi prematur, bayi dengan berat lahir rendah, dan bayi yang memiliki kelainan
hematologi tidak memiliki cadangan besi adekuat pada saat lahir umumnya
membutuhkan suplementasi besi sebelum usia 6 bulan, yang dapat diberikan
bersama dengan ASI eksklusif.
13. Kebutuhan dan perilaku makan setiap bayi adalah unik.
Pengenalan makanan pendamping sebelum usia 6 bulan tidak meningkatkan asupan
kalori maupun kecepatan pertumbuhan berat badan.
Selama 6 bulan pertama, bayi yang mendapat ASI tidak membutuhkan air putih
maupun jus buah, bahkan dalam cuaca panas sekalipun. Pemberikan minuman atau
makanan selain ASI berisiko mengandung kontaminan atau alergen.
Pemanjangan durasi menyusui bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan dan
perkembangan bayi. Bayi yang telah disapih sebelum usia 12 bulan tidak menerima
susu sapi, tetapi harus mendapat formula bayi yang difortifikasi zat besi.
14. Semua bayi yang mendapat ASI mendapat injeksi vitamin K1 1 mg yang diberikan
setelah mendapat ASI pertamanya dalam kurun waktu 6 jam setelah lahir. Bila tidak
tersedia vitamin K1 injeksi, maka dapat diberikan vitamin K1 oral namun diulang
dalam kurun waktu 4 bulan.
15. Ibu dan bayi baru lahir berada dalam satu ruangan dan bayi berada dalam
jangkauan ibu selama 24 jam untuk memfasilitasi menyusui.
16. Bila ibu atau bayi dirawat di rumah sakit, diusahakan untuk menjaga
kesinambungan ASI, baik dengan menyusui langsung atau memberikan ASI yang
diperah.
17. Durasi pemberian ASI eksklusif yang dianjurkan adalah selama enam bulan
pertama kehidupan untuk mencapat tumbuh kembang optimal. Setelah enam bulan,
bayi mendapat makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan
sampai usia 24 bulan.
18. Bayi risiko tinggi :
Pemberian ASI direkomendasikan untuk bayi prematur dan bayi risiko tinggi lain,
baik secara langsung maupun pemberian ASI perah. Dukungan dan edukasi untuk
ibu mengenai menyusui dan teknik memerah ASI diberikan sedini mungkin.
Kontak kulit ke kulit dan menyusui langsung dimulai sedini mungkin.
Sebagian besar bayi dengan berat lahir sangat rendah terindikasi mendapat ASI
yang difortifikasi. Di negara maju terdapat bank ASI. Air susu ibu yang berasal dari
bank ASI telah memenuhi persyaratan dan berasal dari donor yang telah diksrining.
ASI segar dari donor yang belum diskrining tidak dianjurkan karena risiko
transmisi kuman.

Kewaspadaan diperhatikan untuk bayi dengan defisiensi glukosa-6-fosfat


dehidrogenase (G6PD) karena rentan terhadap hemolisis, hiperbilirubinemia, dan
kernikterus. Ibu yang menyusui bayi dengan defisiensi atau tersangka defisiensi
G6PD harus menghindari obat yang dapat menginduksi hemolisis.
19. Keadaan bencana dan situasi darurat :
Air Susu Ibu (ASI) dengan daya perlindungan yang dimilikinya menjadi sangat
penting pada keadaan bencana atau situasi darurat.
Dalam situasi bencana, bayi yang tidak disusui mempunyai risiko tinggi terkena
penyakit, karena kurangnya air dan sanitasi, terhentinya persediaan makanan,
tempat tinggal yang tidak memadai, serta tidak adanya fasilitas untuk memasak.
Selain itu, tidak adanya dukungan dan pengetahuan tentang bagaimana cara
pemberian makan pada bayi dan anak dalam keadaan darurat, ikut berkontribusi
meningkatkan risiko timbulnya penyakit.
Pemberian susu formula pada keadaan bencana perlu memperhatikan beberapa hal :
Pemberian susu formula dibawah pengawasan dan pemantauan tenaga kesehatan
terlatih.
Susu formula diberikan kepada bayi piatu dan bayi yang ibunya tidak lagi dapat
menyusui
Telah dilakukan penilaian terhadap status menyusui ibu dan relaktasi tidak
memungkinkan.
Ibu atau pengasuh bayi perlu diberi informasi memadai tentang cara penyajian
susu formula yang aman dan pemberian makan bayi yang tepat.
Ada petunjuk yang jelas tentang cara penyajian susu formula dalam bahasa yang
dimengerti oleh masyarakat setempat dengan masa kadaluwarsa minimal 1 tahun
Susu kental manis dan susu cair tidak boleh diberikan kepada bayi berumur
kurang dari 12 bulan.
Menggunakan air dan alat yang bersih untuk menyiapkan susu dan
menyimpannya (bila sulit menyiapkan air bersih karena terbatasnya bahan bakar,
dapat menggunakan air dalam kemasan).
Sediakan alat untuk menakar air dan susu bubuk
Promosi menyusui secara terus menerus untuk agar ibu yang masih dapat
menyusui tidak memberikan susu formula.
Industri susu formula tidak diperbolehkan mempromosikan produknya

Peran dokter spesialis anak dalam melindungi, mempromosikan, dan mendukung


ASI
Umum

Mempromosikan, mendukung, dan melindungi menyusui. Dokter spesialis anak


sangat dianjurkan membaca literatur mengenai bukti ilmiah mengenai manfaat ASI

bagi kesehatan dan perkembangan bayi.


Mempromosikan menyusui sebagai norma budaya dan memotivasi keluarga dan

masyarakat untuk mendukung ASI.


Mengetahui keragaman budaya dan adat istiadat mengenai praktik menyusui dan
mengolah kemajemukan tersebut untuk keberhasilan menyusui.

Edukasi

Memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai fisiologi dan manajemen

menyusui.
Mendukung pelaksanaan pelatihan menyusui dan laktasi untuk mahasiwa, pendidikan
dokter spesialis anak, maupun dokter spesialis anak.

Praktik klinis
Bekerjasama dengan dokter spesialis kebidanan untuk memastikan bahwa ibu hamil
mendapat informasi yang cukup sejak dari masa antenatal. Dokter spesialis anak dapat
menjadi promotor dan motivator dalam menciptakan lingkungan yang ramah untuk
menyusui/menyusu, agar menyusui menjadi budaya di lingkungan tempat kerjanya.
Dokter spesialis anak bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain dan jajaran pimpinan
rumah sakit menciptakan Rumah Sakit Sayang Bayi.
Dokter spesialis anak melakukan upaya perbaikan kebijakan dan praktik yang tidak
mendukung menyusui (misalnya, pemberian paket formula saat ibu dan bayi pulang,
kupon diskon, dan pemisahan ibu dan bayi), minmal di lingkungan kerjanya.
Rumah sakit dianjurkan memiliki klinik laktasi, konselor laktasi, dan pojok menyusui.
Bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk memberikan penyuluhan tentang ASI
dan menyusui bagi masyarakat.
Komunitas

Menganjurkan media untuk mempresentasikan menyusui sebagai sesuatu yang positif

dan normatif.
Menganjurkan pemilik gedung untuk menyediakan ruangan khusus untuk menyusui
Kondisi medis yang memungkinkan pemberian pengganti ASI21
ASI merupkan nutrisi terbaik bagi bayi. Meskipun demikian, terdapat beberapa
kondisi medis yang menjustifikasi pemberian pengganti ASI (susu formula) baik
sementara maupun permanen. Bila memutuskan untuk memberikan susu formula,
tenaga medis harus yakin bahwa risiko harmful pemberian ASI lebih besar dibanding
dengan manfaatnya.

1. Kondisi Bayi

Bayi yang tidak boleh menerima ASI maupun susu jenis lain, kecuali susu formula
khusus.
Galaktosemia klasik: memerlukan susu formula khusus bebas galaktosa.
Maple Syrup Urine Disease: memerlukan susu formula khusus bebas leusin, isoleusin,
dan valin.
Fenilketonuria: memerlukan susu formula khusus bebas fenilalanin (pada beberapa
kondisi, pemberian ASI masih memungkinkan dengan pengawasan ketat).
Bayi yang membutuhkan penggantian sementara (temporary), namun sebenarnya
baginya ASI tetap merupakan pilihan terbaik.
Bayi dengan berat lahir <1500 gram (very low birth weight).
Bayi lahir dengan usia gestasi <32 minggu (very preterm).
Bayi baru lahir dengan risiko gangguan adapatasi metabolik atau adanya peningkatan
kebutuhan glukosa (prematur, kecil untuk masa kehamilan, stress hipoksik/iskemik
intrapartum bermakna, bayi sakit, serta bayi lahir dari ibu DM yang kadar gula darahnya
tidak membaik setelah pemberian ASI).
2. Kondisi Ibu
Kondisi ibu yang menjustifikasi penghentian ASI permanen.
Ibu dengan infeksi HIV, dengan memenuhi kriteria AFASS terpenuhi (acceptable,
feasible, affordable, sustainable, and safe). Bila kriteria AFASS tidak dapat dipenuhi
maka sebaiknya ASI eksklusif selama 6 bulan. Tidak diperbolehkan untuk mencampur
ASI dan susu formula.
Kondisi ibu yang menjustifikasi penghentian ASI sementara.
Ibu sedang sakit berat sehingga tidak dapat menyusui dan merawat bayinya, misalnya
sepsis.
Ibu menderita HSV tipe-1 sehingga kontak langsung antara lesi di payudara ibu dengan
mulut bayi harus dihindari sampai lesi aktif sembuh
Ibu mengkonsumsi obat-obat berikut:

Obat psikoterapi sedatif, anti-epileptik, opioid, maupun kombinasinya yang dapat


mengakibatkan drowsiness dan depresi nafas sebaiknya dihindari bila obat alternatif
tersedia.
Bahan radioaktif iodine-131 sebaiknya dihindari dengan menggunakan alternatif lain,
namun bila terpaksa menggunakan bahan tersebut maka ibu dapat menyusui kembali 2
bulan setelah mendapat iodine-131.
Penggunaan iodine topikal untuk perawatan luka secara berlebihan dihindari karena
dapat mengakibatkan supresi tiroid dan gangguan elektrolit pada bayi yang mendapat
ASI.
Kemoterapi, ibu yang sedang menjalani kemoterapi harus menghentikan menyusui
selama menjalani kemoterapi.
Kondisi ibu yang menyebabkan ASI masih dapat diberikan namun menghadapkan bayi
pada risiko mengalami gangguan kesehatan.
Abses payudara: menyusui tetap dilanjutkan pada payudara yang sehat dan bila
pengobatan telah dimulai, maka payudara yang sakit pun dapat diberikan.
Hepatitis B: ASI tetap diberikan dan pastikan bayi mendapat vaksin Hepatitis B dalam
24 jam setelah lahir.
Hepatitis C.
Mastitis: bila menyusui sangat menyakitkan bagi ibu, ASI tetap harus dikeluarkan
untuk mencegah memburuknya mastitis dan cegah agar tidak menjadi abses.
Tuberkulosis: bukan merupakan kontra indikasi namun baik ibu maupun bayi harus
mendapat tata laksana sesuai panduan.
Penggunaan zat berbahaya:
Ibu menggunakan nikotin, alkohol, ekstasi, amfetamin, kokain, stimulant lain yang
terbukti mengakibatkan efek merugikan bagi bayi yang disusui.
Alkohol, opioid benzodiazepine, dan ganja dapat mengakibatkan sedasi bagi ibu dan
bayinya.

Kesimpulan
Ikatan Dokter Anak Indonesia secara tegas menyatakan bahwa pemberian ASI
menjamin tercapainya tumbuh kembang yang terbaik. Keterlibatan aktif dokter anak
untuk melindungi, mempromosikan, dan mendukung menyusui/pemberian ASI sangat
dibutuhkan untuk mencapai tumbuh kembang anak yang optimal

Kepustakaan
Lucas A, Prewett RB, Mitchell MD. Breastfeeding and plasma oxytocin concentrations.
Br Med J. 1980;281:834-5.
Beral V. Breast cancer and breastfeeding: collaborative reanalysis of individual data
from 47 epidemiological studies in 30 countries, including 50302 woman with breast
cancer and 96973 woman without the disease. Lancet. 2002;360:187-95.
Saadeh R, Benbouzid D. Breastfeeding and child spacing: importance of information
collection to public health policy. Bull World Health Organ. 1990;68:625-31.
Popkin BM, Adair L, Akin JS, Black R. Breastfeeding and diarrheal morbidity.
Pediatrics. 1990;86:874-82.
Howie PW, Forsyth JS, Ogston SA, Clark A, Florey CV. Protective effect of
breastfeeding against infection. BMJ. 1990;300:11-6.
Scariati PD, Grummer-Strawn LM, Fein SB. A longitudinal analysis of infant morbidity
and the extent of breastfeeding in the United States. Pediatrics. 1997;99:e5.
Kramer MS, Chalmers B, Hodnett ED, Sevkovskaya Z, Dzikovich I, Shapiro S, et al.
Promotion of breastfeeding intervention trial (PROBIT). JAMA. 2001;285:413-20.
Cesar JA, Victora CG, Barros FC, Santos IS, Flores JA. Impact of breastfeeding on
admission for pneumonia during postneonatal period in Brazil: nested case-control.
BMJ. 1999;318:1316-20.
Chantry CJ, Howard CR, Auinger P. Full breastfeeding duration and associated decrease
in respiratory tract infection in US children. Pediatrics. 2006;117:425-32.

Aniansson G, Alm B, Andersson B, Hakansson A. A prospective coherent study on


breasfeeding and otitis media in Swedish infants. Pediatr Inf Dis J. 1994;13:183-8.
Norris JM, Scott FN. A meta-analysis of infant diet and insulin-dependent diabetes
mellitus: do biases play a role? Epidemiology. 1996;7:87-92.
WHO collaborative study team on the role of breastfeeding in the prevention of infant
mortality. Effect of breastfeeding of infant and child mortality due to infections disease
in less developed countries: a pooled analysis. Lancet. 2000;355:451-5.
Bahl R, Frost C, Kirkwood BR, Edmund K, Martinez J, Bhandari K. Infant feeding
patterns and risks of death and hospitalization in the first half of infancy: multicentre
cohort study. Bull World Health Organ. 2005;83:418-26.
Kull I, Wickman M, Lilja G, Nordvall SL, Pershagen G. Breastfeeding and allergic
diseases in infants - a prospective birth cohort study. Arch Dis Child. 2002;87:478-81.\
Von Kries R, Koletzko B, Sauerwald T, von Mutius E, Barnert D, Grunert V, et al.
Breastfeeding and obesity: cross sectional study. BMJ. 1999;319:147-50.
Gillman MW, RIfas-Shiman SL, Camargo Jr CA. Risk of overweight among
adolescents who were breastfed as infants. JAMA. 2001;285:2461-7.
Kramer MS, Aboud F, Miranova F, Vanilovich I, Platt RW, Matush L, et al.
Breastfeeding and child cognitive development. New evidence from a large randomized
trial. Arch Gen Psychiatry. 2008;65:578-84.
Mortensen EL, Michaelsen KF, Sanders SA, Reinisch JM. The association between
duration of breastfeeding and adult intelligence. JAMA. 2002;287:2365-71.\
World Health Organization, UNICEF, and Wellstart International. Baby-friendly
hospital initiative : revised, updated and expanded for integrated care. Section 2.
Strengthening and sustaining the baby-friendly hospital initiative: a course for
decisionmakers. WHO and UNICEF. 2009. Geneva.
American Academy of Pediactrics, Section on Breastfeeding. Breastfeeding and the use
of human milk. Pediatrics. 2005;115:496-506.

World Health Organization. Acceptable medical reasons for use of breastmilk


substitutes. WHO. 2009. Geneva.

Anda mungkin juga menyukai