Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


KERJASAMA ANTAR UMAT
BERAGAMA

MUHAMMAD HAFIZH SEPTIAN


NIM : 21215070
KELAS : TI / B1 / R2

FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI


UNIERSITAS SERA RAYA (USERA)

2015
PENDAHULUAN

Kerja sama akan menimbulkan asimilasi yaitu

suatu proses yang

ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat pada


perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga berusaha untuk
mempertinggi

kesatuan

tindak,

sikap

dan

proses

mental

memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama.

dengan
Dalam

masyarakat yang plural dari segi identitas agama, maka kerja sama, seperti
halnya konflik, menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari. Kerja sama
sehari-hari terjadi dalam bentuk interaksi yang sederhana dan rutin antar
anggota kedua kelompok. Kerja sama ini terjadi dalam bentuk kunjungan
antar tetangga, makan bersama, pesta bersama, mengizinkan anak-anak
untuk bermain, saling membantu antar tetangga dan lain-lain. Sementara
kerja sama

asosiasional terjadi dalam kelompok-kelompok yang lebih

terorganisir seperti asosiasi bisnis, organisasi profesional, perkumpulan olah


raga, atau perkumpulan antar anggota partai politik tertentu. Seiring dengan
dinamika masyarakat perkotaan, kerja sama sehari-hari semakin sulit
dilakukan. Oleh karena itu, kerja sama asosiasional menjadi pilihan untuk
lebih mendekatkan hubungan antar kelompok masyarakat termasuk antar
agama.
Kerja sama umat bragama yaitu hubungan sesama umat beragama
yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati,
saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan
kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Umat beragama
dan pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam memelihara
kerukunan

umat

beragama,

di

bidang

pelayanan,

pengaturan

dan

pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalammendirikan rumah ibadah harus

memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hukum dan


telah terdaftar di pemerintah daerah.

POKOK BAHASAN
1. Kerja sama dengan teman yang berbeda keyakinan, suku, Ras.
Kerja sama, atau kooperasi merujuk pada praktik seseorang atau
kelompok yang lebih besar yang bekerja di khayalak dengan tujuan atau
kemungkinan metode yang disetujui bersama secara umum, alih-alih
bekerja secara terpisah dalam persaingan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kerja sama adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh
beberapa orang untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama merupakan
suatu bentuk proses sosial yang didalamnya terdapat persekutuan antara
orang per orang atau kelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama.
Kerja sama dapat juga terjadi karena orientasi individu terhadap
kelompoknya sendiri atau kelompok lain. Kerja sama akan timbul apabila
orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan
pada saat yang

bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan

pengendalian diri sendiri untuk memenuhi kepentingan itu. Kerja sama


akan menimbulkan asimilasi yaitu suatu proses yang ditandai dengan
adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat pada perorangan
atau

kelompok-kelompok

mempertinggi

kesatuan

manusia

tindak,

sikap

dan
dan

juga
proses

berusaha
mental

memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama.

untuk
dengan
Dalam

masyarakat yang plural dari segi identitas agama, maka kerja sama,
seperti halnya konflik, menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari. Kerja
sama sehari-hari terjadi dalam bentuk interaksi yang sederhana dan rutin
antar anggota kedua kelompok. Kerja sama ini terjadi dalam bentuk

kunjungan antar tetangga, makan bersama, pesta bersama, mengizinkan


anak-anak untuk bermain, saling membantu antar tetangga dan lain-lain.
Sementara kerja sama asosiasional terjadi dalam kelompok-kelompok
yang lebih terorganisir seperti asosiasi bisnis, organisasi profesional,
perkumpulan olah raga, atau perkumpulan antar anggota partai politik
tertentu. Seiring dengan dinamika masyarakat perkotaan, kerja sama
sehari-hari

semakin

sulit

dilakukan.

Oleh

karena

itu,

kerja

sama

asosiasional menjadi pilihan untuk lebih mendekatkan hubungan antar


kelompok masyarakat termasuk antar agama. Kerja sama umat bragama
yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi,
saling

pengertian,

kesetaraan

saling

pengamalan

menghormati,

ajaran

saling

agamanya

dan

menghargai

dalam

kerja

dalam

sama

kehidupan masyarakat dan bernegara. Umat beragama dan pemerintah


harus melakukan upaya bersama dalam memelihara kerukunan umat
beragama, di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai
contoh yaitu dalam mendirikan rumah ibadah

harus memperhatikan

pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hokum dan telah


terdaftar di pemerintah daerah. Pemeliharaan kerukunan umat beragama
baik di tingkat Daerah, Provinsi, maupun Negara pusat merupakan
kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi pemerinth lainnya.
Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk memfalisitasi terwujudnya
kerukunan umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instansi vertikal,
menumbuh

kembangkan

menghormati,
menerbitkan

saling
rumah

keharmonisan

percaya
ibadah.

diantara
Sesuai

saling
umat

dengan

pengertian,

saling

beragama,

bahkan

tingkatannya

Forum

Kerukunan Umat Beragama dibentuk di Provinsi dan Kabupaten. Dengan


hubungan yang bersifat konsultatif dengan tugas melakukan dialog
dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, menampung
aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan
aspirasi dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan. Kerukunan
antar umat beragama dapat diwujdkan dengan;

1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi

antar umat

beragama
2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun
peraturan Negara atau Pemerintah.
Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban
antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan
masyarakat berbangsa dan bernegara.
2. Kerja sama antar umat beragama
Memahami dan mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan
masyarakat tidak selalu hanya dapat diharapkan dalam kalangan
masyarakat yang taat beragama saja. Agama dapat diaplikasikan dalam
masyarakat manapun, sebab secara esensial ia merupakan nilai yang
bersifat universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa agama yang hakiki
hanya dirujukkan kepada konsep anutan kepercayaan, tetapi dampak
sosial yang lahir dari pelaksanaan ajaran agama secara konsekwen dapat
dirasakan oleh manusia secara keseluruhan.
Demikian pula pada tataran yang lebih luas, yaitu kehidupan
antar bangsa,nilai-nilai ajaran agama menjadi sangat relevan untuk
dilaksanakan guna menyatukan umat manusia dalam suatu kesatuan
kebenaran dan keadilan.
Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan pengingkatan
terhadap makna agama, sebab ia hanya setia pada nilai kebenaran dan
keadilan yang bersifat universal.
Universalisme pada agama dapat dibuktikan anatara lain dari
segi agama, dan sosiolog. Dari segi agama, ajaran menunjukkan
universalisme dengan doktrin monoteisme dan prinsip kesatuan alamnya.
Selain itu tiap manusia, tanpa perbedaan diminta untuk bersama-sama
menerima satu dogma yang sederhana dan dengan itu ia termasuk ke
dalam suatu masyarakat yang homogen hanya denga tindakan yang
sangat mudah ,yakni membaca alkitab atau al-quran .

Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme ditampakkan bahwa


wahyu ditujukan kepada semua manusia agar mereka menganut agama ,
dan dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat beragama secara
khususu untuk menunjukan peraturan-peraturan yang harus mereka ikuti.
Karena itu maka pembentukan masyarakat yang terpisah merupakan
suatu akibat wajar dari ajaran Alkitab dan Al-Quran tanpa mengurangi
universalisme. Melihat agama di atas tampak bahwa esensi ajaran agama
terletak pada penghargaan kepada kemanusiaan secara univarsal yang
berpihak

kepada

kebenaran,

kebaikan,dan

keadilan

dengan

mengedepankan kedamaian.;menghindari pertentangan dan perselisian,


baik ke dalam intern umat maupun ke luar. Dengan demikian tampak
bahwa nilai-nilai ajaran agama menjadi dasar bagi hubungan antar umat
manusia secara universal dengan tidak mengenal suku,bangsa dan
agama.
Hubungan antara agama satu dengan penganut agama lain tidak
dilarang, kecuali bekerja sama dalam persoalan ibadah. persoalan
tersebut merupakan hak intern umat beragama yang tidak boleh
dicampuri pihak lain, tetapi aspek sosial kemasyarakatan dapat bersatu
dalam kerja sama yang baik. Kerja sama antar umat bergama merupakan
bagian dari hubungan sosial anatar manusia yang tidak dilarang dalam
ajaran agama. Hubungan dan kerja sama ydalam bidang-bidang ekonomi,
politik, maupun budaya tidak dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang
berada dalam ruang lingkup kebaikan.
a. Karakteristik Individu dan Status Sosial Ekonomi
Kelompok

status

merupakan

penggolongan

individu

dalam

lapisan sosial berdasarkan penghormatan atau prestise (prestige),


seperti yang dinyatakan dalam gaya hidup mereka. Sedangkan
dimensi kekuasaan dicerminkan dari kesempatan seseorang untuk
melakukan keinginannya dalam tindakan komunal. Dengan kata lain
susunan

lapisan

sosial

yang

berdasarkan

dimensi

kekuasaan

dipandang dari segi

adanya kesempatan untuk memperoleh atau

mewujudkan keinginan, yang tidak sama bagi setiap individu. Lebih


lanjut, beberapa pendapat dan hasil penelitian mengkaitkan ketiga
aspek struktural tersebut di atas, ternyata berhubungan secara
signifikan dengan karakteristik individu anggota sistem sosial itu. Oleh
sebab itu karakteristik individu dan status sosial ekonomi seseorang
berpengaruh terhadap kerja sama.

b. Sikap Keberagamaan
Tiga macam sikap keberagamaan yaitu:
1. Eksklusivisme.
Sikap ini cenderung memutlakkan kebenaran pendapatnya
(dalam hal ini agamanya) sendiri, dengan meniadakan sama sekali
akan kebenaran di luar agamanya. Sikap seperti ini tentu saja tidak
menguntungkan

bagi

kerukunan

dan

kerja

sama

antarumat

beragama.
2. Inklusivisme.
Sikap ini cenderung untuk menginterpretasikan kembali teksteks keagamaan, sehingga interpretasi tersebut tidak hanya cocok
tetapi juga dapat diterima. Tegasnya, ia meyakini agamanya yang
paling benar, tetapi dalam waktu bersamaan ia mengakui agamaagama

juga

boleh

jadi

memiliki

kebenaran,

dan

ia

tidak

mempermasalahkan adanya agama-agama lain tersebut.


3. Paralelisme/pluralisme.
Sikap ini memandang agama sebagai sesuatu yang jauh dari
sempurna, namun juga agama dipahami sebagai simbol dari jalan
yang

benar.

dipeluknya

Tegasnya,

adalah

sikap

benar

dan

kebenarannya masing-masing.
c. Tingkat Kepercayaan (Trust)

ini

memandang

agama

lainnya

agama
juga

yang

memiliki

Konsep trust merupakan inti kepercayaan ataupun rasa saling


percaya antar manusia senyatanya terdiri dari tiga hal yang saling
terkait yaitu menyangkut hubungan sosial antara dua orang atau lebih.
Selain itu kepercayaan mengandung adanya harapan menunjuk pada
suatu yang akan terjadi di masa datang, dan hal ini berhubungan
dengan sesuatu yang menjadi cita-cita untuk dicapai. Terakhir, inti rasa
saling percaya itu adalah adanya tindakan sosial atau interaksi sosial
sebagai buah dari rasa saling percaya. Dengan demikian maka tingkat
kepercayaan yang dimaksudkan adalah hubungan antara dua pihak
atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu
atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial. Faktor-faktor yang
ditengarai mempengaruhi seseorang bersedia atau tidak bersedia
untuk melakukan kerja sama adalah karakteristik individu, status sosial
ekonomi, sikap keberagamaan dan tingkat kepercayaan/trust terhadap
umat beragama lain.
1. Hubungan Karakteristik Individu dengan Sikap Keberagamaan,
Karakteristik individu merupakan ciri khas dari seorang
individu. Karakter individu ditentukan oleh berbagai faktor antara
lain tingkat pendidikan yang dia capai, pengetahuan agama yang dia
peroleh, lokasi dimana dia tinggal, dan latar belakang pekerjaan.
Sedangkan sikap keberagamaan adalah sikap seseorang terhadap
orang

lain

dalam hal

keberagamaan

itu

yang berkaitan

bisa

terwujud

dengan

berupa

agama.

dapat

Sikap

menerima

keberadaan orang yang beragama lain (inklusif), atau dia menolak


keberadaan penganut agama lain (ekslusif). Sikap keberagamaan
seseorang dapat dipengaruhi oleh karakteristik individu. Bagi
seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang cukup tinggi,
pengetahuan agama yang mendalam, tinggal dalam budaya yang
terbuka, dan mempunyai pekerjaan yang memadai, diperkirakan
akan memiliki hubungan dengan sikap keberagamaannya terhadap

orang lain, demikian pula sebaliknya, mereka yang berpendidikan


rendah, memiliki pengetahuan agama yang sempit, berasal dari
budaya yang tertutup, dan tidak memiliki pekerjaan

yang tetap

akan mempunyai hubungan yang berbeda nyata dalam masalah


sikap

keberagamaan.

Oleh

sebab

itu

dalam

penelitian

diasumsikan bahwa karakteristik individu mempunyai

ini

hubungan

dengan sikap keberagamaan.


2. Hubungan Karakteristik Individu dengan Tingkat Kepercayaan (Trust).
Sebagaimana

diuraikan

sebelumnya

bahwa

karakteristik

individu ditentukan oleh berbagai faktor seperti tingkat pendidikan


yang diperoleh, pengetahuan agama yang dimiliki, lokasi dimana
mereka tinggal (setting budaya), dan latar belakang pekerjaan.
Sedangkan tingkat kepercayaan adalah sejauh mana seseorang
yang

berbeda

agama

itu

dapat

dipercaya.

Seseorang

yang

mempunyai pendidkan yang tinggi, akan selalu menggunakan


rasionya dalam mengadakan kontak dengan orang lain, oleh sebab
itu mereka yang berpendidikan tinggi akan selalu berpikir positif
thingking terhadap orang lain, sehingga tidak gampang curiga
terhadap orang lain. Demkian pula seseorang yang memiliki
pengetahuan agama yang luas, tidak mudah curiga terhadap
penganut agama lain, sehingga mudah untuk memiliki

trust

terhadap orang yang berbeda agama. Faktor budaya dan pekerjaan


juga mempunyai hubungan dengan trust. Di Manado umpamanya
karena adanya budaya yang terbuka dan semboyan Torang Samua
Basudara sangat mudah memunculkan trust diantara mereka yang
berbeda

agama. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa

karakteristik

individu

kepercayaan (Trust).

mempunyai

hubungan

dengan

tingkat

3. Pengaruh Akses Informasi dan Status Sosial Ekonomi

terhadap

Eksklusivitas dan Inklusivitas.


Akses informasi adalah kemudahan/ kemampuan seseorang
untuk menyerap informasi dari berbagai sumber, seperti surat kabar,
majalah,

radio

dan

televisi.

Bagi

mereka

yang

mempunyai

kemudahan untuk menyerap informasi maka mereka akan kaya


terhadap berbagai informasi yang diperolehnya dari

berbagai

sumber tersebut. Kekayaan informasi yang dimilikinya tersebut akan


berpengaruh terhadap tingkat eksklusivitas sikap keberagamaannya.
Diperkirakan mereka yang sangat sedikit menyerap informasi akan
mempunyai sikap keberagamaan yang eksklusive, sebab mereka
kurang mengenal akan keberadaan kelompok lain. Demikian pula
mereka yang mempunyai

status sosial ekonomi yang tergolong

menengah keatas, akan banyak bergaul dengan orang dari berbagai


suku dan agama yang berbeda, dengan demikian diharapkan
mereka dapat menerima keberadaan orang lain yang berbeda. Tetapi
sebaliknya bagi mereka yang tingkat status sosial ekonominya
tergolong rendah,

pergaulannya terbatas pada kelompok yang

berada disekitarnya, sehingga cendrung untuk bersikap hati-hati


terhadap

keberadaan

kelompok

lain,

sehingga

sikap

keberagamaannya cendrung bersifak eksklusive.


4. Pengaruh Akses Informasi dan Status Sosial Ekonomi Terhadap Trust
Berdimensi Ekspektasi.
Akses informasi dan status sosial ekonomi diasumsikan
mempunyai pengaruh terhadap trust berdimensi ekspektasi. Setiap
orang akan mempunyai kepercayaan terhadap orang lain bila orang
tersebut diperkirakan akan memberikan keuntungan baginya atau 8
kedua belah pihak, Harapan akan keberuntungan itu akan muncul
melalui informasi yang diperolehnya, dan status sosial ekonomi
orang yang berinteraksi dengannya. Dengan status sosial ekonomi

yang memadai dimiliki oleh seseorang, ia akan dengan mudah


dipercaya bila ia ingin meminjam sesuatu barang yang berharga,
karena dengan harapan kalau terjadi sesuatu terhadap barang yang
dipinjamnya dia akan mampu untuk menggantinya. Lain halnya
terhadap mereka yang eknominya tergolong rendah, seseorang akan
merasa

ragu-ragu

untuk

meminjamkan

barang

berharga

milikinya,sebab kalau terjadi sesuatu, orang tersebut tidak mampu


untuk menggantinya.
5. Pengaruh Akses Informasi dan Status Sosial Ekonomi Terhadap Trust
Berdimensi Hubungan Sosial.
Akses informasi dan status sosial ekonomi diperkirakan
mempunyai pengaruh terhadap trust berdimensi hubungan sosial.
Hubungan sosial dalam masyarakat yang semakin maju, sulit untuk
dihindari. Oleh sebab itu perlu ditumbuhkan trust yang berdimensi
hubungan sosial. Untuk dapat menumbuhkan trust yang berdimensi
hubungan sosial, maka akses informasi terhadap berbagai kelompok
perlu dibuka dengan lebar. Demikian pula kesenjangan ekonomi
diantara penduduk perlu dibatasi, agar tidak muncul kecemburuan
sosial. Kecemburuan sosial akan menghilangkan trust terhadap
kelompok lain.
6. Pengaruh

Akses

Keberagamaan,

Informasi,
Dan

Trust

Status

Sosial

Terhadap

Kerja

Ekonomi,
sama

Sikap

Antarumat

Beragama.
Variabel inti dari penelitian ini adalah Kerja sama antarumat
beragama. Kerja sama antarumat beragama tersebut dipengaruhi
oleh

tingkat

akses

informasi,

keadaan

sosial

ekonomi,

sikap

keberagamaan dan trust, Akses informasi diasumsikan mempunyai


pengaruh terhadap kerja sama. Informasi yang kurang memadai 9
terhadap kelompok lain yang berbeda agama, sering menimbulkan

kecurigaan dan issu-issu yang kurang menguntungkan. Dikalangan


umat Islam umpamanya, dengan munculnya banyak gereja disuatu
daerah sering dimunculkan issu Kristenisasi, hal itu disebabkan
kurangnya informasi tentang keberadaan aliran-aliran keagamaan
didalam agama Kristen. Dimana diantara aliran-aliran tersebut tidak
dapat menggunakan gereja yang sama untuk beribadah, berbeda
dengan umat Islam bisa beribadah di masjid mana saja dia mau.
Kurangnya informasi tersebut antara lain berpengaruh terhadap
kerja sama antarumat beragama. Status sosial ekonomi seseorang
diperkirakan

berpengaruh

terhadap

kerja

sama

antarumat

beragama. Seseorang yang mempunyai status sosial ekonomi yang


memadai, dalammenjalankan roda

perekonomiannya, cendrung

untuk berhubungan dengan orang lain yang berbeda baik suku


maupun agama. Begitu pula seseorang yang memiliki usaha
tertentu, biasanya merekrut pegawai yang profesional dengan tanpa
melihat latar belakang agamanya. Oleh sebab itu diperkirakan status
sosial ekonomi seseorang berpengaruh terhadap kerja sama antar
umat beragama. Sikap keberagamaan diasumsikan mempunyai
pengaruh terhadap kerja sama antarumat beragama. Seseorang
untuk dapat bekerja sama dengan orang lain, didorong oleh sikapnya
terhadap orang atau kelompok tersebut. Kalau sikapnya tidak
menghargai orang atau kelompok lain, maka sudah barang tentu
akan

sulit

untuk

menciptakan

kerja

sama

diantara

mereka.

Sebaliknya bila seseorang mempunyai sikap terbuka, tolerans dan


menghargai orang atau kelompok lain, maka sangat terbuka untuk
membangun kerja sama diantara mereka yang berbeda agama.
Maka kerja sama tersebut dapat diwujudkan, tergantung pada sikap
keberagamaan seseorang. Kerja sama antarumat beragama dapat
tercipta bila diantara merekaterdapat rasa saling percaya. Bila rasa
saling percaya itu belum tumbuh pada masing-masing kelompok
agama, sangat sukar untuk menciptakan kerja sama antar umat

beragama. Untuk menumbuhkan rasa saling percaya tersebut, perlu


dilakukan

semacam

dialog,

seminar,

temu

karya,

untuk

membicarakan hal-hal yang kemungkinan dapat dikerja samakan.


Dalam kerja sama rasa saling percaya itu sangat diperlukan. Oleh
sebab itu diasumsikan bahwa trust mempunyai pengaruh terhadap
kerja sama antarumat beragama.
3. Manfaat Kerjasama Antar Umat Beragama
Umat Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama
dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan
stabilitas dan kemajuan Negara. Menteri Agama Muhammad Maftuh
Basyuni

berharap

dialog

antar-umat

beragama

dapat

memperkuat

kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu


dalam kehidupan berbangsa."Sebab jika agama dapat dikembangkan
sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan sumbangan bagi
stabilitas dan kemajuan suatu negara," katanya dalam Pertemuan Besar
Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar NKRI di Jakarta.

Pada

pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu,


Buddha,

dan

Konghucu

itu

Maftuh

menjelaskan,

kerukunan

umat

beragama di Indonesia pada dasarnya telah mengalami banyak kemajuan


dalam beberapa dekade terakhir namun beberapa persoalan, baik yang
bersifat internal maupun antar-umat beragama, hingga kini masih sering
muncul.

Menurut

dia,

kondisi

yang

demikian

menunjukkan

bahwa

kerukunan umat beragama tidak bersifat imun melainkan terkait dan


terpengaruh dinamika sosial yang terus berkembang. "Karena itu upaya
memelihara kerukunan harus dilakukan secara komprehensif, terusmenerus,

tidak

boleh

berhenti,"

katanya.

Dalam

hal

ini,

Maftuh

menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan kontribusi


dengan berdialog

secara

jujur,

berkolaborasi

dan bersinergi

untuk

menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial


termasuk kemiskinan dan kebodohan. Ia juga mengutip perspektif

pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan bahwa misi agama atau
dakwah

yang

kini

harus

digalakkan

adalah

misi

dengan

tujuan

meningkatkan sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun


karakter. "Hal itu kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda
bersama lintas agama," katanya. Kita sekarang membahas masalah yang
amat

relevan

dengan

perkembangan

pembangunan

bangsa

ini

bersamasama, dengan melibatkan berbagai organisasi kecendekiawanan


dari bermacam-macam agama. Ini berarti langsung atau tidak langsung
mengasumsikan adanya kemungkinan kita bertemu dalam suatu landasan
bersama (common platform). Maka sekarang pertanyaannya ialah, adakah
titik-temu agama-agama ? Pertanyaan yang hampir harian itu kita ketahui
mengundang jawaban yang bervariasi dari ujung keujung, sejak dari yang
tegas mengatakan "ada", kemudian yang ragu dan tidak tahu pasti secara
sekptis atau agnostis, sampai kepada yang tegas mengingkarinya.
Mungkin, mengikuti wisdom lama, yang benar ada disuatu posisi antara
kedua ujung itu, berupa suatu sikap yang tidak secara simplistik
meniadakan atau mengadakan, juga bukan sikap ragu dan penuh
kebimbangan. Karena kita bangsa Indonesia sering membanggakan atau
dibanggak sebagai bangsa yang bertoleransi dan berkerukunan agama
yang tinggi, maka barangkali cukup logis jika jawaban atas pertanyaan
diatas kita mulai dengan suatu sikap afirmatif. Sebab logika toleransi,
apalagi kerukunan ialah saling pengertian dan penghargaan, yang pada
urutannya mengandung logika titik-temu, meskipun, tentu saja, terbatas
hanya kepada hal-hal prinsipil. Hal-hal rinci, seprti ekspresi -ekspresi
simbolik dan formalistik, tentu sulit dipertemukan. Masing-masing agama,
bahkan sesungguhnya masing-masing kelompok intern suatu agama
tertentu sendiri, mempunyai idiomnya yang khas dan bersifat esoterik.
3. Hubungan Antar Agama
Walaupun pemerintah Indonesia mengenali sejumlah agama
berbeda, konflik antar agama kadang-kadang tidak terelakkan. Di masa

Orde Baru, Soeharto mengeluarkan perundang-undangan yang oleh


beberapa kalangan dirasa sebagai anti Tionghoa. Presiden Soeharto
mencoba membatasi apapun yang berhubungan dengan budaya Tionghoa,
mencakup nama dan agama. Sebagai hasilnya, Buddha dan Khonghucu
telah diasingkan.
Antara 1966 dan 1998, Soeharto berikhtiar untuk de-Islamisasi
pemerintahan, dengan memberikan proporsi lebih besar terhadap orangorang Kristen di dalam kabinet. Namun pada awal 1990-an, isu Islamisasi
yang muncul, dan militer terbelah menjadi dua kelompok, nasionalis dan
Islam. Golongan Islam, yang dipimpin oleh Jenderal Prabowo, berpihak
pada Islamisasi, sedangkan Jenderal Wiranto dari golongan nasionalis,
berpegang pada negara sekuler.
Semasa

era

Soeharto,

program

transmigrasi

di

Indonesia

dilanjutkan, setelah diaktifkan oleh pemerintahan Hindia Belanda pada


awal abad ke-19. Maksud program ini adalah untuk memindahkan
penduduk dari daerah padat seperti pulau Jawa, Bali dan Madura ke
daerah yang lebih sedikit penduduknya, seperti Ambon, kepulauan Sunda
dan Papua. Kebijakan ini mendapatkan banyak kritik, dianggap sebagai
kolonisasi oleh orang-orang Jawa dan Madura, yang membawa agama
Islam ke daerah non-Muslim. Penduduk di wilayah barat Indonesia
kebanyakan adalah orang Islam dengan Kristen merupakan minoritas kecil,
sedangkan daerah timur, populasi Kristen adalah sama atau bahkan lebih
besar dibanding populasi orang Islam. Hal ini bahkan telah menjadi
pendorong utama terjadinya konflik antar agama dan ras di wilayah timur
Indonesia, seperti kasus Poso pada tahun 2005.
Pemerintah
ketegangan

tersebut

telah

berniat

dengan

untuk

pengusulan

mengurangi
kerjasama

konflik
antar

atau

agama.

Kementerian Luar Negeri, bersama dengan organisasi Islam terbesar di


Indonesia,

Nahdlatul

Internasional,

Ulama,

memperkenalkan

yang

dipegang

ajaran

Islam

oleh

Sarjana

moderat,

yang

Islam
mana

dipercaya akan mengurangi ketegangan tersebut. Pada 6 Desember 2004,

dibuka konferensi antar agama yang bertema Dialog Kooperasi Antar


Agama: Masyarakat Yang Membangun dan Keselarasan. Negara-negara
yang hadir di dalam konferensi itu ialah negara-negara anggota ASEAN,
Australia,

Timor

dimaksudkan

Timur,

untuk

Selandia

Baru

mendiskusikan

dan

Papua

kemungkinan

Nugini,

yang

kerjasama

antar

kelompok agama berbeda di dalam meminimalkan konflik antar agama di


Indonesia. Pemerintah Australia, yang diwakili oleh menteri luar negerinya,
Alexander Downer, sangat mendukung konferensi tersebut.
4. Dari Dialog Ke Kerjasama
Dialog dan kerjasama adalah dua hal yang bertalian satu sama
lain.Tidak ada kerjasama yang tanpa didahului oleh dialog. Dan dialog
yang tidak berlanjut pada kerjasama merupakan dialog setengah hati,
bahkan verbalisme. Di Indonesia, rintisan yang dilakukan oleh berbagai
lembaga dialog, mulai mengarah kepada aksi aksi kolaboratif yang
melibatkan berbagai kalangan agama. Mereka tidak berhenti hanya
sekedar duduk berdiskusi. Dalam konteks ini patut disebut lembagalembaga semacam Institute for Interfaith Dialogue in Indonesia atau dialog
antar Iman, disingkat Interfidei/Dian di Yogyakarta, dan Masyarakat Dialog
Antar Agama ( MADIA ) di Jakarta. Kedua lembaga itu lahir untuk merespon
kebutuhan ummat beragama akan dialog dialog yang mungkin dilakukan
diantara

mereka.

Keduanya

juga

banyak

berkiprah

pada

kegiatan

kolaboratif antar agama. Lebih awal dari dua lembaga tersebut adalah
Paramadina di Jakarta. Lembaga yang didirikan oleh Nurcholish Madjid
Dkk, pada tahun 1986.Lembaga ini merupakan ajang pertemuan bagi
berbagai kalangan agama untuk berdialog secara bebas dan terbuka,
namun tetap dalam syasana kekeluargaan dan persaudaraan. Lembaga ini
juga mendirikan SOSMA ( Sosial Paramadina ) yang menghususkan diri
pada kegiatan pelayanan dan aksi sosial. Ada banyak bentuk dialog dan
kerjasama, atau gabungan antara dialog dan kerjasama yang bisa
dilakukan oleh kalangan lintas agama. Kerjasama tersebut bisa di

sesuaikan dengan kebutuhan lokal para pemeluk agama itu sendiri.


Azsyumardi Azra menyebut bidang-bidang yang bisa menjadi lahan
garapan

bersama

adalah

pada

tingkatan

etis,

sosial,politis

dan

ekonomis.Tentu kita bisa menambahkan bidang bidang garapan yang lain


sesuai kebutuhan dan kemampuan. Juga patut dipertimbangkan lingkup di
mana aktivitas kerjasama itu dilakukan. Lingkup sosial terkecil seperti
keluarga, tentu berbeda dengan lingkungan sekolah, dan berbeda pula
dengan lingkungan masyarakat. Kenndati demikian, ketiganya saling
berkaitan, entah dalam pengertian positif atau negatif.

KESIMPULAN

Dari pokok bahasan di atas, kita dapat menguraikan komentar bahwa :


kita sebagai umat yang beragama hendaknya menerapkan budaya saling
bekerjasama antar satu sama lain walaupun dibatasi dengan perbedaan
agama, akan tetapi hal itu bukanlah sebuah alasan untuk kita menghindari
orang yang berbeda keyakinan dengan kita dan tidak mau bekerjasama
dengan mereka. Karena kita tahu bahwa negara kita yaitu negara Indonesia
memiliki beragam suku, ras dan agama, untuk itu kita harus bisa saling
menghargai, menghormati dan saling tengang rasa terhadap agama yang di
anut oleh rekan kita yang berbeda kepercayaan.
Kerja sama akan menimbulkan asimilasi yaitu suatu proses yang
ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat pada
perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga

berusaha untuk

mempertinggi

mental

memperhatikan

kesatuan

tindakan,

sikap

dan

proses

dengan

kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama. Karena

dengan adanya suatu kerjasama, kita dapat menghindari berbagai konflik


yang bisa saja terjadi di antara kita dan menghindari sikap ketidak adilan
terhadap mereka yang lain agamanya.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari hubungan
sosial anatar manusia yang tidak dilarang dalam ajaran agama. Hubungan
dan kerja sama dalam bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak
dilarang,

bahkan

dianjurkan

sepanjang

berada

dalam

ruang

lingkup

kebaikan. Dari sudut pandang itulah kita sebgai umat manusia yang
menganut agama yang berbeda dapat membentuk suatu kerjasama yang
baik dan tanpa harus bekerjasama dengan orang-orang yang se-iman saja
dan mengasingkan orang yang berbeda keyakinan karena hal itu sebuah
kesalahan yang besar juka kita mengucilkan mereka.

Anda mungkin juga menyukai