Oleh:
Adya Sitaresmi
G99142024
G99142025
Annisa Susilowati
G99142026
G99142027
G99142028
Pembimbing:
Retno Widiati, dr., SpM
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama
: Tn.D
Umur
: 79 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pensiunan
Alamat
: Jebres, Surakarta
Tanggal periksa
: 11 Januari 2016
No. RM
: 00 86 13 18
Cara Pembayaran
: BPJS
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
: Kontrol glaukoma
: disangkal
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat trauma
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
E. Kesimpulan
Anamnesis
Proses
Lokalisasi
Sebab
Perjalanan
Komplikasi
OD
Hambatan Pengeluaran
OS
Hambatan Pengeluaran
Cairan Mata
Trabeculum
Tidak Diketahui
Kronis
Kebutaan
Cairan Mata
Trabeculum
Tidak Diketahui
Kronis
Kebutaan
B. Pemeriksaan Subyektif
Visus Sentralis Jauh
OD
6/20
Pinhole
Tidak Maju
Refraksi
OS
non refraksi
Tidak Maju
non refraksi
Visus Perifer
Konfrontasi test
Lapang pandang
Lapang pandang
tidak ada
tidak ada
Luka
tidak ada
tidak ada
Parut
tidak ada
tidak ada
Kelainan warna
tidak ada
tidak ada
Kelainan bentuk
tidak ada
tidak ada
Warna
hitam
hitam
Tumbuhnya
normal
normal
sawo matang
sawo matang
2. Supercilium
Kulit
Geraknya
tidak ada
tidak ada
Strabismus
tidak ada
tidak ada
Pseudostrabismus
tidak ada
tidak ada
Exophtalmus
tidak ada
tidak ada
Enophtalmus
tidak ada
tidak ada
Anopthalmus
tidak ada
tidak ada
Mikrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Makrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Ptisis bulbi
tidak ada
tidak ada
Atrofi bulbi
tidak ada
tidak ada
Buftalmos
tidak ada
tidak ada
Megalokornea
tidak ada
tidak ada
Temporal superior
Temporal inferior
Temporal
Nasal
Nasal superior
Nasal inferior
6. Kelopak Mata
Gerakannya
Lebar rima
Blefarokalasis
10 mm
10 mm
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Margo intermarginalis
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Entropion
tidak ada
tidak ada
Ekstropion
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Kesan dbn
Kesan Meningkat
tidak dilakukan
tidak dilakukan
17 mmHg
sde
10. Konjungtiva
Konjungtiva Palpebra
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Pterigium
tidak ada
tidak ada
Oedem
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Injeksi konjungtiva
tidak ada
tidak ada
Konjungtiva Fornix
Konjungtiva Bulbi
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
putih
putih
tidak ada
tidak ada
12 mm
12 mm
11. Sklera
Warna
Penonjolan
12. Kornea
Ukuran
Limbus
jernih
keruh
Permukaan
rata, mengkilat
Sensibilitas
normal
normal
garis lonjong
sde
Keratoskop (Placido)
Fluoresin Test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Arcus senilis
(+)
(+)
jernih
sde
dangkal
sde
hitam
sde
spongious
sde
bulat
sde
tidak ada
sde
Ukuran
3 mm
sde
Bentuk
bulat
sde
Tempat
sentral
sde
(+)
sde
Pupil
Reflek direk
Reflek indirek
sde
sde
Reflek konvergensi
baik
sde
Ada/tidak
ada
sde
Kejernihan
jernih
sde
Letak
sentral
sde
dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
16. Lensa
Shadow test
17. Corpus Vitreum
Kejernihan
OD
6/20
Tidak Maju
OS
0
Tidak Maju
Sekitar mata
Supercilium
Pasangan bola mata dalam
dengan pemeriksa
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
dapat dievaluasi
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
orbita
Ukuran bola mata
Gerakan bola mata
Kelopak mata
Sekitar saccus lakrimalis
Sekitar glandula lakrimalis
Tekanan Intra Okuler
Konjunctiva bulbi
Sklera
Kornea
Camera oculi anterior
Iris
Pupil
Lensa
Corpus vitreum
NCT
V. GAMBARAN KLINIS
10
11
VII. DIAGNOSIS
OD Glaukoma Sudut Tertutup
OS Glaukoma Absolut
VIII. TERAPI
Non Medikamentosa
Edukasi pasien agar rutin kontrol terutama untuk menjaga penglihatan
mata kanan karena mata kiri sudah tidak dapat digunakan.
Edukasi pasien agar memeriksakan tekanan bola mata secara teratur.
Edukasi pasien bahwa glaukoma tidak dapat disembuhkan, namun dapat
dikontrol dengan penggunaan obat-obatan, sehingga pasien harus teratur
menggunakan dan mengkonsumsi obat yang diberikan.
Medikamentosa
Timolol ED 2 dd gtt 1 OD
Glaucon 2x1tab
KSR 2x1tab
IX. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam
OD
OS
dubia et malam
malam
dubia et malam
malam
Ad kosmetikum
bonam
malam
Ad fungsionam
dubia et malam
malam
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A.
sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam diantara corpus siliare dan
kanal schlemm, tempat iris dan corpus siliare menempel. Saluran-saluran
eferen dari kanal schlemm (sekitar 300 saluran pengumpul dan 12 vena
aqueous) berhubungan dengan sistem vena episklera.2
Bagian mata yang penting dalam glaukoma adalah sudut filtrasi. Sudut
filtrasi ini berada dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi
oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran descement dan membran
bowman, lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian ke dalam mengelilingi kanal
schlemm dan trabekula sampai ke COA. Limbus terdiri dari dua lapisan epitel
dan stroma. Epitelnya dua kali setebal epitel kornea. Di dalam stroma terdapat
serat serat saraf dan cabang akhir dari arteri siliaris anterior. Pada sudut
filtrasi terdapat garis schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan
membran descement dan kanal schlemm yang menampung cairan mata keluar
ke salurannya.1,2
Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi
kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam
terdapat lubang lubang, sehingga terdapat hubungan langsung antara
14
trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor, 20
30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episkelera
dan vena siliaris anterior di badan siliar.1,2
B.
Humor Aquous
1. Fisiologi Humor Aquous
Akuos humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi ruang kamera
okuli anterior dan posterior. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi dari
plasma. Komposisi akuos humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa
cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih
tinggi, dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah. Akuos humor
berfungsi sebagai media refraksi dengan kekuatan rendah mengisi bola
mata dan mempertahankan tekanan intraokuler.3 Akuos humor disekresi
oleh epithel badan siliaris dengan kecepatan 2-3 l/menit dan mengisi
kamera okuli posterior 60l, serta mengisi kamera okuli anterior 250l.
Peranan penting akuos humor dalam fisiologi mata manusia adalah
sebagai pengganti sistem vaskular untuk bagian mata yang avaskular,
seperti pada kornea dan lensa, memberi nutrisi penting bagi mata, antara
lain oksigen, glukosa, dan asam amino, mengangkat metabolit dan
substansi toksik seperti asam laktat dan CO2, akuos humor berputar
dan mempertahankan tekanan intra okuler yang penting bagi pertahanan
struktur dan penglihatan mata, akuos humor mengandung askorbat dalam
kadar yang sangat tinggi yang sangat berperan untuk membersihkan
radikal bebas dan melindungi mata dari serangan sinar ultra violet dan
radiasi lainnya, saat terjadinya infeksi dan proses inflamasi, akuos humor
memberi respon imun humoral dan seluler. selama inflamasi, produksi
akuos humor menurun dan meningkatkan mediator imun.4,5
15
oleh
tight junction,
yang
merupakan
bagian
penting
berhubungan dengan sawar darah akuos. Lapisan epitel dalam yang tidak
berpigmen yang menonjol ke kamera okuli posterior, berisi banyak
mitokondria dan mikrovilli, sel-sel ini diduga sebagai tempat produksi
akuos humor.5,6.7 Adapun mekanisme fisiologis pembentukan aquos humor
adalah sebagai berikut:
a. Difusi
Adalah pergerakan pasif ion-ion melalui membran karena
perbedaan konsentrasi. Pada waktu akuos humor melewati kamera
okuli posterior menuju kanalis schlemm, mengalami kontak dengan
korpus siliaris, iris, lensa, vitreus, kornea dan trabekular meshwork.
Terjadi pertukaran secara difusi dengan jaringan sekitarnya, sehingga
akuos humor pada kamera okuli anterior lebih menyerupai plasma
dibandingkan dengan akuos humor pada kamera okuli posterior.2
b.
Ultrafiltrasi
Adalah
suatu
proses
dimana
cairan
dan
bahan
terlarut
16
3.
17
18
dengan aliran
aquos
humor
adalah
kecepatan
19
+ Pev
keluar
aquos
humor
0.28l/menit/mmHg. Kecepatan
rata-rata
aliran
ini
normalnya
berkurang
0.22seiring
C.
Glaukoma
1. Definisi
Glaukoma merupakan penyakit neurooptik yang menyebabkan
kerusakan serat optik (neuropati optik), yang ditandai dengan kelainan
atau atrofi papil nervus optikus yang khas, serta kerusakan lapang pandang
20
pengaliran pada pupil waktu pengaliran cairan dari bilik mata belakang ke
bilik mata depan (glaukoma blockade pupil), serta pengeluaran dari sudut
mata tinggi (glaukoma simpleks, glaukoma sudut tertutup, glaukoma
sekunder akibat geniosinekia).12
4. Faktor Risiko
Deteksi dan perawatan dini glaukoma adalah satu-satunya jalan untuk
menghindari
hilangnya
penglihatan.
Beberapa
faktor
risiko
ikut
glaukoma
yang
multifaktorial
atau
paling
mungkin
poligenik
yang
melibatkan
diturunkan.
22
1) Tekanan Intraokular
Tekanan intraokular yang tinggi, mempunyai efek langsung
yang dapat menyebabkan glaukoma. Seseorang dengan tekanan
intraokuler diatas 21 mmHg memiliki faktor risiko sebanyak 16
kali lipat dibandingkan jika tekanan dibawah 16 mmHg. Tekanan
intraokular
diatas
21
mmHg
tanpa
adanya
tanda
dan
merupakan
faktor
utama
yang
dapat
Ketebalan Kornea
Menurut
Ocular
hypertension
treatment
study
dalam
Baltimore Eye
23
24
atau stres nitrat, yang keduanya mempengaruhi trabekular dan sel ganglion
retina, reaksi autoimun yang mempengaruhi sistem imun seseorang/
degenerasi axon sel ganglion retina, toksisitas glutamat, serta penurunan/
hilangnya faktor neurotropik. Beberapa hal tersebut mempengaruhi
terjadinya glaukoma. Sel glial pada nervus optikus (sel lamina kribosa),
sel astrosit merupakan bagian khusus sel glial memiliki peran penting
terhadap perubahan matriks ekstraseluler pada sel ganglion pada proses
glaukomatosa.14
Pada proses lain perubahan ekspresi matriks metaloproteinase (MMPs)
dan inhibitornya (TIMPs) terjadi pada nervus optikus sehingga
menyebabkan glaukoma. Perubahan ekspresi protein seperti MMP1 dan
MTI-MMP telah dilaporkan mempengaruhi nervus optik pada manusia.
Pada sentral nervus system, injuri atau stres dapat menyebabkan astrosit
yang normal menjadi reaktif, sehingga memperlihatkan perubahan
morfologi dan ekspresi protein yang meningkatkan glial fibrillary acidic
protein (GFAP). Astrosit juga berespon terhadap perbedaan stress
termasuk injuri, endotelin-1, dan gangguan oksigen-glucose.14
6. Klasifikasi
Glaukoma mempunyai beberapa klasifikasi yang dapat ditentukan
yaitu glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup dan glaukoma
pada anak-anak.
25
penderita. Proses
kerusakan
syaraf
optik
berlangsung
mencapai
kerusakan
yaitu
meliputi
progresifitas yang lambat, dan tidak nyeri, mata tidak merah atau tidak
terdapat keluhan, yang mengakibatkan terdapat gangguan susunan
anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita. Penyempitan lapang
pandangan mata dimulai dari tepi lapangan pandang dan lambat laun
meluas
ke
bagian
tengah.
Dengan
demikian
penglihatan
medikasi,
laser
(laser
trabekuloplasti)
dan
operatif
27
28
glaukoma
kongenital
primer
dan
glaukoma
yang
dengan USG
ophtalmoscopy.9
7. Penegakkan Diagnosis
1) Anamnesis
Pemberian terapi pada glaukoma tergantung pada seorang dokter
dalam menegakkan diagnosa secara spesifik dan menetapkan tingkat
keparahan dan progresifitas pada status pasien. Anamnesis dilakukan
dengan beberapa pertanyaan, seperti kapan keluhan dimulai, riwayat
keluarga,
penggunaan
alkohol
dan
rokok,
riwayat
penyakit
manifestasi
okuler
atau
mungkin
pengaruh
dari
29
umum
(ketamin),
rokok,
graves
disease,
agen
30
mata
ditetesi anestesi
topikal
3) Gonioskopi
Gonioskopi adalah metode pemeriksaan sudut bilik mata depan
dengan pembesaran binokuler dan sebuah lensa genio khusus. Tes
ini sebagai cara diagnostik untuk melihat langsung keadaan
patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang
terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing.2 Lensa genio
jenis Goldmann dan Posner/Zeiss memiliki cermin khusus
membentuk sudut sehingga menghasilkan garis pandangan yang
31
diagnosa
maupun
untuk
meneliti
perjalanan
Gambar 2.8. Lapang pandang dalam berbagai stadium A: Lapang pandangan yang
masih normal, B: Skotoma parasentral, C: Lapang Pandang Perifer mulai ikut rusak,
D: Tunnel vision dalam tahap yang sangat lanjut.
ganglion
retina
sebanyak
40%.
Berbagai
Pemeriksaan Oftalmoskop
33
34
35
banyak
digunakan,
tetapi
terdapat
alternatif
yaitu
segera
dikontrol.
Obat-obat
ini
mampu
menekan
antikolinesterase
ireversibel
merupakan
obat
36
hiperosmotik
menyebabkan
darah
menjadi
37
hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral dan urea atau manitol
intravena.19
4) Miotik, midriatik dan siklopegik
Kontriksi
pupil
sangat
penting
dalam
penatalaksanaan
38
penyembuhan
terhadap
luka
sehingga
tekanan
b) Iridektomi perifer
Pada tindakan ini dibuat celah kecil pada kornea bagian
perifer dengan insisi di daerah limbus. Pada tempat insisi ini,
iris dipegang dengan pinset dan ditarik keluar. Iris yang keluar
digunting sehingga akan didapatkan celah untuk mengalirnya
cairan aquos secara langsung tanpa harus melalui pupil dari
bilik mata belakang ke bilik mata depan. Teknik ini biasanya
39
gagal.
Pada
operasi
ini,
optalmologis
Beberapa
keadaan
yang
tidak
memungkinkan
40
sudut bilik mata depan yang sangat sempit dengan jaringan iris
yang sangat dekat dengan endotel kornea, penderita yang
pernah menjalani operasi ini sebelumnya namun gagal dan
pada penderita yang tidak bisa diajak bekerja sama.2
41
c) Laser Trabekuloplasti
Dilakukan pada glaukoma sudut terbuka. Sinar laser
(biasanya argon) ditembakkan ke anyaman trabekula sehingga
sebagian
anyaman
mengkerut.
Kerutan
ini
dapat
42
9. Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total.
Pada glaukoma sudut terbuka primer sebagian besar pasien dapat
mempertahankan penglihatannya semasa hidup. Prevalensi terjadinya
buta bervariasi antara 27% dan 9% (unilateral dan bilateral) setelah 20
tahun terjadinya glaukoma.9 Apabila proses penyakit terdeteksi dini
sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik.2 Pada
glaukoma kongenital untuk kasus yang tidak diobati, kebutaan timbul
dini. Mata mengalami peregangan hebat dan bahkan dapat ruptur
hanya akibat trauma ringan.2
43
44
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Glaukoma merupakan penyakit neurooptik yang menyebabkan kerusakan
serat optik (neuropati optik), yang ditandai dengan meningkatnya tekanan
intraokuler, kelainan atau atrofi papil nervus optikus yang khas, serta
kerusakan lapang pandang.
2. Pada pasien ini didapatkan diagnosa okuler dekstra glaukoma sudut
tertutup dan okuler sinistra glaukoma absolut. Hal tersebut ditegakkan
dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan okuler serta pemeriksaan
tambahan.
3. Pemberian terapi pada pasien ini dilakukan dengan medikamentosa dan
non-medikamentosa tertuama untuk mempertahankan penglihatan mata
kanan. Terapi operatif pada mata kiri pasien belum perlu dilakukan karena
diagnosis glaukoma absolut tidak disertai nyeri.
B.
Saran
Pada pasien dengan glaukoma selalu dilakukan pemeriksaan visus serta
lapang pandang yang digunakan sebagai evaluasi terhadap gejala serta
pengobatan yang diberikan. Tindakan operatif perlu dilakukan apabila pasien
tidak berespon terhadap pengobatan untuk mempertahankan visus dan tidak
menyebabkan kondisi yang lebih parah (glaukoma absolut).
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001.
hal: 212-216.
2. Salmon, J. F. Glaukoma. Dalam: Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum
Edisi 17. Jakarta. EGC. 2009. Hal 212-228.
3. Crik and Khaw. A Textbook of Clinical Ophtalmology. 3rd edition. British
Library. World Scientific Publishing; 2003.
4. Tanihara H, Inoue T, Yamamoto T, Kuwayama Y, Abe H, Araie M. Phase 2
Randomized Clinical Study of a Rho Kinase Inhibitor, K-115, in Primary
Open-Angle Glaucoma and Ocular Hypertension. American Journal of
Ophthalmology. 2013;156(4):731-736.e2.
5. American Academy Of Ophthalmology; Glaucoma, section 10, Basic and
Clinical Science Course, 2005-2006, pp. 3-30.
6. Solomon Ira Seth. MD; Aqueous Humour Dynamics; journal. [diakses 7
agustus 2015]; tersedia di: http://www.nyee.edu/pdf/solomonaqhumor.pdf
7. American Academy of Ophthalmology; Fundamentals and Principles of
Ophthalmology, section 2, Basic and Clinical Science Course, 2005-2006,
pp. 52-59
8. Sehu, K.W., and Lee, W.R. Glaucoma. Dalam: Ophthalmic Pathology An
Illustrated Guide for Clinicians, Chapter 7. Blackwall Publishing. USA.
2005. Page 135-156.
9. Liesegang, T. J., Skuta, G. L., Cantor, L. B. Glaucoma. American
Academy of Ophtalmology. New York. 2005.
10. Kulkarni, Uma. Early Detection of Primary Open Angle Glaucoma: Is It
Happening. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2012. Vol. 6(4):
667-670.
11. Duker, Jay S. Glaucoma, Therapy to Use in Glaucoma. Dalam: Yanoff &
Duker: Ophthalmology, 3rd ed. 2008. Copyright 2008 Mosby, An
Imprint of Elsevier.
46
12. Ilyas, S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. hal : 97-100.
13. American Optometric Association. Care of the Patient with Open Angel
Glaucoma. Journal; 2011. [diakses 7 agustus 2015]; tersedia di :
http://www.aoa.org/documents/CPG-9.pdf
14. Shahidulloh, M., Al-Malki, W.H., Delamere, N.A. Mechanism of Aqueous
Humor Secretion, Its Regulation and Relevance to Glaucoma. Basic and
Clinical Concept. 2011. Page 1-31.
15. Yale School of Medicine. Heading off the Silent Thief of Sight.
Newsarticles; March 2012. [diakses 7 agustus 2015]; tersedia di:
http://medicine.yale.edu/publications/medicineatyale/mar2012/news/news
articles/11
16. Duker, Jay S. Glaucoma, Therapy to Use in Glaucoma. Dalam: Yanoff &
Duker: Ophthalmology, 3rd ed. 2008. Copyright 2008 Mosby, An
Imprint of Elsevier.
17. PERDAMI. Glaukoma. Dalam : Ilmu Penyakit mata edisi 2. Jakarta :
Sagung Seto; 2002.
18. Dipiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke, B. G. Wells, and L.
M. Posey. 2008. Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, 7th
Edition, 1551-1564. New York: McGraw Hill.
19. Fiscella, R. G., Lesar, T. S., and Edward D.P., in Glaucoma, Dipiro, J.T.,
Talbert, R.L., Yee, G.C. Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., (Eds),
2008, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, seventh Edition,
1551-1564, McGraw Hill, Medical Publishing Division, New York.
47