Anda di halaman 1dari 14

ISSN 0215-8250

KEBIJAKAN, TANTANGAN DAN PROYEKSI SISTIM


DESENTRALISASI PENGELOLAAN PENDIDIKAN NASIONAL
(ANALISIS STRATEGIK KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN
STANDARISASI MUTU)
oleh
Wayan Lasmawan
Jurusan PPKN
Fakultas Pendidikan IPS, IKIP Negeri Singaraja
ABSTRAK
Artikel ini menyajikan secara singkat tentang kebijakan, tantangan, dan
proyeksi desentralisasi pengelolaan pendidikan nasional. Pendidikan yang
demokratis sebagai bagian dari reformasi pendidikan membutuhkan paradigma
baru seperti berikut. Pertama, reformasi pendidikan merupakan salah satu aspek
reformasi total bangsa indonesia. Berikutnya, program, proses, dan manajemen
pendidikan nasional harus direformasi juga untuk mendorong lajunya reformasi itu
sendiri. Kedua, reformasi total masyarakat indonesia adalah untuk membangun
masyarakat madani yang berintikan pada demokrasi. Visi dari kebijakan
pendidikan menempatkan warga negara sebagai agen yang memainkan peranan
penting dalam demokrasi menuju masyarakat madani. Ketiga, dengan
desentralisasi pengelolaan pendidikan nasional, dibutuhkan sebuah paradigma
yang sangat efektif dan strategis dalam membangun masyarakat madani dalam
kebhinekaan budaya bangsa Indonesia. Akhirnya, paradigma baru mengenai
desentralisasi pendidikan menjadikan daerah lebih leluasa, fleksibel, dan lebih
bervariasi dengan standar mutu yang lebih terjamin.
Kata-kata kunci: sistim pendidikan, desentralisasi, kualitas.
ABSTRACT
This article presents a view about the polecy, treath, and prediction of
national education management. Democratic education as a part of educational
reformation certainly demands new paradigms as follows: (1) educational
reformation is an aspect of the total reform of the Indonesian nation. Therefore,
programs, process, and management of national education must be reformed so as
to support the mentioned reform movement, (2) the total reformation of
Indonesias society is to build a civil society of which the core is democracy. So
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.
2 TH. XXXVI April 2003

ISSN 0215-8250
the education reformed vision is the shaping of an individual as an agent who
plays an the important role in democracy towad a civil society, and (3) with the
decentralization of national education management, demands a new paradigm
which has a very effective and strategic function in reconstructing a civil society of
the diversity of the indonesian culture. Therefore, the new paradigm of education
decentralization make a local areas should be more enlarged, flexible and varied
by quaranted standard.
Key words: educational system, decentralization, quality.

1. Pendahuluan
Pembahasan tentang potensi kekuatan, kelemahan, proyeksi dan tantangan
yang dihadapi oleh suatu sistem pendidikan dengan mendasarkan pembahasan
pada sistem satu pintu (one door polecy), serta upaya memformulasikan esensimisi, visi, dan target akhir yang hendak dicapai merupakan suatu langkah
antisipatif dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi pendidikan. Hal ini
penting dalam rangka menyusun rencana strategis pengelolaan sistem pendidikan
nasional, baik dalam level departemen, institusi, maupun birokrasi. Konsekuensi
logis yang layak diketengahkan dalam kaitannya dengan analisis posisi dan
pengembangan rencana strategis pengelolaan pendidikan adalah arah dan bentuk
usaha apa yang mesti dilakukan, serta bagaimana hal itu bisa dilakukan. Konsepsi
ini penting dipahami, mengingat selama ini, tidak jarang sebuah kebijakan yang
diimplementasikan dengan maksud melakukan inovasi dan mengeliminir berbagai
masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan kita, justru melahirkan masalah baru
yang jauh lebih kompleks. Kondisi tersebut banyak dikontribusi oleh kurangnya
sense of responsibility dan common sense dari para perancang dan pengambil
keputusan terhadap nilai-nilai tertentu yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat, di mana kebijakan tersebut akan diimplementasikan.
Mengacu pada wacana di atas, maka sajian singkat ini difokuskan pada
permasalahan seputar pengelolaan sistem pendidikan nasional dari perspektif
posisi dan kejernihan ide awal tentang bentuk dan target akhir yang mesti
dilahirkan sebagai sebuah produk harapan (the dreams product) dari dunia
pendidikan dalam era otonomi pendidikan.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.
2 TH. XXXVI April 2003

ISSN 0215-8250
Berdasarkan analisis empirikal dan konseptual, tampaknya banyak
kebijakan pendidikan selama ini yang salah sasaran atau terlalu dipaksakan demi
kepentingan-kepentingan politis tertentu. Kondisi ini menyebabkan dunia
pendidikan semakin jauh dari esensi dan visi-misi yang sebenarnya, yaitu sebagai
media transformasi values and cultural heritages serta institusi pembaharu bagi
kehidupan masyarakatnya. Jika kondisi ini terus berlangsung, niscaya kita akan
menghadapi masalah yang sangat pelik berkait dengan esensi dan substansi dari
pendidikan itu sendiri. Hal ini semakin diperkuat dengan wacana otonomisasi
pendidikan yang segera akan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah
Indonesia.
Sejumlah
analis
dan
kalangan
praktisi
berpendapat
bahwa pengelolaan sistem pendidikan nasional selama ini hanya bersifat monolitis,
sehingga cenderung mengabaikan sistem disekitarnya termasuk akar budaya
dimana pendidikan itu diselenggarakan. Jika pandangan ini benar, maka yang patut
disesalkan adalah mengapa hal itu sampai terjadi, lebih-lebih ditengah
multikultural masyarakat Indonesia yang dinamis. Tidakkah hal ini yang menjadi
sumbu pemicu gejala disintegrasi bangsa yang saat ini terjadi ?.
Rasionalnya, sistem pendidikan semestinya mampu menjadi instrumen
pemersatu dan produsen manusia-manusia teknokrat yang bermoral nasionalis bagi
kejayaan bangsa di tengah-tengah dinamika masyarakat global. Hal ini penting
dijadikan dasar pengambilan kebijakan berkait dengan masalah-masalah
pendidikan dan piranti yang mengiringinya. Pengelolaan sebuah sistem pendidikan
pada dasarnya lebih berkaitan dengan bagaimana, mengapa, apa, dan siapa yang
dilibatkan dalam mengatur dan memposisikan rencana, proses, target, dan tindak
lanjut dari produk pendidikan itu sendiri. Manusia yang bagaimana yang akan
dikembangkan dalam pendidikan, dan kualifikasi apa yang harus ada dan melekat
pada diri manusia itu (sebagai produk). Konsepsi ini hendaknya dipahami oleh
kalangan pengambil kebijakan, mengingat masalah kualitas manusia dalam
paradigma masyarakat Indonesia saat ini sangat rentan.
Model pengelolaan sistem pendidikan di Indonesia cendrung mengadopsi
atau paling tidak mengambil beberapa konsep pendidikan negara lain yang telah
maju (seperti Amerika dan Inggris), sehingga sulit dalam pengelolaannya. Di
samping itu, ada sejumlah indikator dan satuan gugus kendali yang terabaikan
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.
2 TH. XXXVI April 2003

ISSN 0215-8250
dalam pengelolaannya, yang akhirnya bermuara pada rendahnya kinerja dari
praktisi, dan kualitas produk pendidikan yang jauh dari harapan. Salah satu kunci
untuk mengeliminir hal tersebut adalah merancang sebuah strategi pengelolaan
yang bersifat terpadu dan sinergis dengan sentral stake holder, yaitu kalangan
berkepentingan baik yang berada dalam maupun di luar sistem pendidikan.
2. Pembahasan
2.1 Otonomisasi Pengelolaan Pendidikan
Wacana otonomi dalam bidang pendidikan yang saat ini sedang ramai
dibicarakan oleh berbagai kalangan, telah menghadirkan sejumlah kekhawatiran di
sebagian golongan masyarakat Indonesia, khususnya bagi mereka yang bernaung
di bawah kebesaran panji-panji pendidikan. Jika secara nasional dengan sistim
pengelolaan satu pintu dan national standard, kualitas pendidikan masih seperti
sekarang, bagaimana dengan pengelolaan pendidikan secara otonom oleh daerah,
yang secara riil sumber daya yang dimilikinya belum teruji dan tidak merata di
seluruh daerah. Tidakkah otonomisasi pendidikan justru melahirkan masalah baru
yang cenderung menjerumuskan pendidikan ke arah yang lebih buruk dan tak
terkendali secara kualitatif. Kekhawatiran tersebut, oleh sejumlah kalangan
khususnya mereka yang berasal dari daerah yang kualitas sumber daya manusia
dan sumber daya alamnya memadai telah dijawab, melalui adagium bahwa hal itu
hanyalah salah satu bentuk ketidakrelaan pemerintah pusat dalam menyerahkan
pengelolaan pendidikan kepada daerah. Namun, secara akademis bisa dilakukan
refleksi terhadap realitas masyarakat Indonesia yang ada dan akan terus ada dalam
balutan multicultur dan rentan konflik, bahwa sesungguhnya otonomisasi
pendidikan perlu dipersiapkan secara matang dengan memperhatikan semua
dimensi yang terlibat di dalamnya, khususnya mengenai sistim pengelolaan dan
standar mutu pendidikan itu sendiri.
Sistim pengelolaan dan standar mutu pendidikan merupakan dua aspek
terpenting dari banyak aspek penting lainnya dalam konstelasi pembangunan
pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pelaksanaan otonomi pendidikan
harus didukung oleh analisis dan kebijakan yang komprehensif dan akurat
mengenai kedua aspek tersebut. Rasionalnya, bahwa kualitas pendidikan suatu
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.
2 TH. XXXVI April 2003

ISSN 0215-8250
negara sangat ditentukan oleh sistim pengelolaan dan standar mutu yang
ditetapkan untuk diterjadikan. Bila otonomi pendidikan benar-benar diterapkan di
seluruh wilayah Indonesia, maka semestinya ada standar nasional yang
diberlakukan dan digunakan sebagai dasar pengujian berbagai komponen
pendidikan yang dikembangkan oleh daerah, selain standar yang telah ditetapkan
oleh daerah itu sendiri berdasarkan potensi yang dimilikinya.
2.2 Eksistensi Pengelolaan Sistem Pendidikan
Eksistensi latar sebuah sistem sangat penting dalam menjalankan suatu
manajemen, karena produk dari analisis tersebut akan menyajikan seperangkat
deskripsi mengenai kondisi sistem itu sendiri secara komprehensif. Kondisi yang
dimaksud adalah potensi kekuatan dan potensi kelemahan kondisi internal dari
sistem, peluang dan tantangan yang datang baik dari lingkungan internal maupun
eksternal. Deskripsi yang komprehensif tentang sebuah sistem sangat bermanfaat
dalam membuat perbandingan antara sistem yang telah ada dengan sistem yang
sedang dirancang. Bahan utama penyusunan dan perancangan serta esensi-misi
dan target yang mesti diterjadikan, dan landasan operasional untuk merancang dan
memformulasikan strategi yang kompetitif dengan sistem-sistem lainnya
merupakan instrumen pokok dalam perancangan sistem bersangkutan.
Secara umum menejemen operasional menempatkan analisis posisi dan
potensi kekuatan serta kelemahan sebagai dasar dalam merumuskan sebuah
keputusan (Tilaar, 1993). Artinya, bagaimana potensi kekuatan tersebut
dioptimalkan dan dijadikan sebagai acuan mengelola sebuah sistem, dan
sebaliknya bagaimana mengeliminir dan jika mungkin menghilangkan potensi
kelemahan dalam sebuah manajemen. Konsepsi di atas (analisis kekuatan dan
kelemahan) merupakan langkah penting dalam sebuah manajemen sistem.
Dalam manajemen sistem (system management), analisis terhadap
kekuatan dan kelemahan merupakan kunci pokok dalam melakukan langkah
selanjutnya, yaitu perancangan keputusan (Hellen, 2002). Jika konsep di atas kita
hubungkan dengan pengelolaan sistem pendidikan yang bersifat desentrralistik,
tampak dengan jelas bahwa pendidikan harus dikelola secara profesional dan
dengan sistem yang laik, baik secara kualitas maupun birokratis.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.
2 TH. XXXVI April 2003

ISSN 0215-8250
Pendidikan merupakan investasi (Devidson, 1989), sehingga pengelolaan
pendidikan secara desentralitik minimal mampu mengadopsi dan menterjadikan 4
(empat) tujuan melalui program pendidikan, yaitu: (1) peningkatan potensi diri,
yang meliputi; pengetahuan, sikap, nilai-moral, dan keterampilan, (2) akses
terhadap dunia kerja, (3) pelatihan bermasyarakat (business community), dan (4)
pengembangan ilmu dan pengetahuan. Untuk itu, sistem pengelolaan pendidikan
pada dasarnya bisa juga menerapkan prinsip-prinsip pendekatan sistem dalam
operasionalnya, walaupun secara heuristik harus melewatkan beberapa komponen
mendasar dari pendekatan itu sendiri, yaitu unsur propit (keuntungan finansial).
Dilihat dari aspek pengorganisasiannya, desentralisasi pengelolaan sistem
pendidikan pada dasarnya sangat kompleks (Bhutankar, 2001). Jika hal itu kita
buat pengkatagorian, minimal ada tiga katagori yang bisa dijadikan sebagai unit
analisisnya, yaitu: (1) tingakat departemen, yang meliputi; badan-badan dan biro,
termasuk dinas Provinsi dan Kabupaten, (2) tingkat institusi, yang meliputi;
perguruan tinggi, sekolah menengah umum dan kejuruan, sekolah lanjutan umum
dan kejuruan, dan sekolah dasar, dan (3) tingkat operasional, yang meliputi;
bidang studi, mata pelajaran, jurusan, dan fakultas. Disamping ketiga level
tersebut, hal lain yang perlu dipertimbangkan juga esensi dan eksistensi dari LSM
dan badan swasta yang mengkonsentrasikan kajiannya pada bidang pendidikan.
Implikasi konseptual dan operasional dari sistim di atas adalah bagaimana kita
mampu meredefinisikan dan mereposisikan secara jelas pada setiap levelnya dan
memasukkan analisis posisi serta pendekatan sistem pendidikan itu sebagai bagian
yang utuh dari sistem itu sendiri.
2.3 Analisis dan Pendekatan Sistem Pendidikan
Substansi dari analisis posisi desentrralisasi pengelolaan sistem pendidikan
pada dasarnya difokuskan pada upaya mengakses dan mengidentifikasi latar
alamiah yang komprehensif dan objektif tentang posisi dari sistem pendidikan itu
sendiri, dilihat dari perspektif: (1) kelayakan sistem, sub sistem, dan perangkat
pengiringnya, (2) prestasi dan performa sistemnya dilihat dari perspektif kelayakan
dan standar mutunya dalam kurun waktu tertentu. Untuk memperoleh pemahaman
yang memadai tentang ketercapaian dari sistem itu sendiri, secara mendasar dapat
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.
2 TH. XXXVI April 2003

ISSN 0215-8250
dilihat dari: (1) potensi kekuatan dan kelemahan internal dan personal, (2) tujuan,
tantangan, dan proyeksi eksternal (Tilaar, 1993; Hellen, 2000).
Perumusan hasil analisis posisi dan pendekatan sistem, juga dimaksudkan
untuk mengidentifikasi isu strategis dan alternatif proyektif dalam rangka;
eksistensi sistem, reposisi sistem, mergerisasi, dan follow up dalam bentuk
rekomendasi dan desiminasi kepada fihak-fihak yang terkait, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Sasaran dan target dari analisis posisi dan pendekatan
sistem pendidikan, secara umum meliputi: (1) untuk memperoleh gambaran yang
komprehensif mengenai sistem dan pirantinya, termasuk potensi kekuatan dan
kelemahan dari sistem itu sendiri, (2) untuk memperoleh deskripsi yang
komprehensif tentang diagnosa dan prognosa sistem pendidikan, termasuk
instrumen substantif yang mendukung dan menghambat sistem, dan (3) untuk
memperoleh informasi yang representatif mengenai isu, kendala, dan peluang
pengembangan desentrralisasi pengelolaan sistem pendidikan, termasuk alternatif
strategis pengembangan sistem pendidikan kedepan (future oriented) secara
nasional.
Langkah-langkah analisis posisi dan pendekatan sistem pendidikan pada
umumnya dapat dijabarkan dalam struktur kerja yang piramidak (Devidson, 1989),
yaitu: identifikasi dan redefinisi masalah/isu, akselerasi data dan informasi,
reduksional data dan pengolahannya, interpretasi dan triangulasi data, justifikasi
simpulan dan follow up, seminari dan desiminasi, serrta rekomendasi. Untuk
melakukan analisis posisi dan pendekatan sistem, kita tidak mesti memulainya dari
hipotesis, karena dengan pengenalan dan memposisikan ulang berbagai masalah
sesuai dengan jenis dan gradasinya, secara otomatis akan terformulasikan hipotesa
dari masalah itu sendiri. Upaya mengakses data dan informasi bisa dimulai dari
berbagai lini, seperti: (1) unit-unit sistem dan istrumen di bawahnya, (2) laporan
kemajuan (progress report) tentang sistem, (3) hasil riset bebagai fihak termasuk
LSM dan badan swasta lainnya, (4) produk yang telah dihasilkan (rate product),
dan (5) standar mutu sistem pendidikan ideal (standard of quality).
Produk dari analisa terhadap kelaikan/kelayakan sistem tersebut nantinya
dapat dijadikan sebagai parameter indikator kelayakan komponen-komponen
sistem itu sendiri. Semua temuan tersebut, termasuk standar mutu yang disepakati
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.
2 TH. XXXVI April 2003

ISSN 0215-8250
(ditetapkan) dapat dinterpretasikan dan diaktualisasikan kedalam prinsip dasar
sebuah sistem, yaitu: kekuatan, kelemahan, proyeksi, dan tantangan serta mutu
ideal dari sistem yang dirancang.
Ada sejumlah kondisi yang diprasyaratkan dengan mengacu pada wacana
teoritik di atas, yaitu: (1) kualifikasi sumber daya (SDM), (2) kualitas dan
kuantitas instrumen, (3) pola dan pendekatan yang regular dan dinamis, (4) standar
mutu yang dianut (disepakati), dan (5) iklim yang kondusif serta proyektif
(Abraham, 1999). Kondisi awal ini, juga merupakan salah satu unit analisis dalam
pengelolaan sistem pendidikan nasional. Karena dalam pos/unit analisis
pendidikan, pra-kondisi strategi awal dari sebuah rencana analisis strategis.
Sebagaimana sudah disampaikan di bagian awal, bahwa tujuan dari analisis posisi
sistem pendidikan adalah untuk memperoleh deskripsi yang komprehensif tentang
posisi sistem pendidikan pada waktu tertentu, baik menyangkut kelayakan sub
sistemnya (piranti) maupun kelayakan kinerja dari semua komponennya. Oleh
sebab itu, maka langkah berikutnya adalah menentukan unit (satuan) dan jenjang
analis dari sistem itu sendiri. Artinya, apa yang akan dijadikan sebagai satuan
analisis dan pada jenjang berapa hal tersebut akan dilakukan, seperti: (1) unit
kerja/institusi, (2) tingkat lokal atau regional, dan (3) sektoral atau lintas sektoral.
Dalam konteks ini, mungkin azas dan prinsip manajemen umum yang sering
diistilahkan dengan 4 W+H (what, where, when, who, dan how) akan
teraplikasikan, walaupun substansi dan visinya telah difokuskan pada masingmasing unit analisis posisi dari sistem pendidikan itu sendiri. Dalam pengelolaan
sistem pendidikan, dari yang paling operasional (sekolah) sampai tingkat
manajerial, unsur dan variabelnya sangatlah kompleks, sehingga perlu dilakukan
choosing proccess, agar diperoleh gambaran/pilihan, mana yang paling strategis
dan proyektif untuk diikut sertakan dalam telaah substansial analisisnya (produk
analisis). Ada sejumlah pendekatan yang bisa digunakan untuk melakukan pilihan
tersebut, seperti: (1) pendekatan birokratik, (2) pendekatan humanistis, dan (3)
pendekatan phenomenologis (Abraham, 1999).
Terdapat berbagai model pendekatan yang mungkin dapat digunakan sesuai
dengan jenis dan karakteristik masalah dan standar mutu yang diharapkan, namun
dalam analisis posisi desentrralisasi pengelolaan sistem pendidikan, banyak
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.
2 TH. XXXVI April 2003

ISSN 0215-8250
ditentukan oleh peranan kebijakan dan kemauan politik dari berbagai fihak,
khususnya para perancang dan pengambil keputusan di tingkat makro maupun
mikro. Desentralisasi pengelolaan sistem pendidikan juga harus memperhatikan
beberapa gugus perangkat komponen sistem dan gugus perangkat indikator kinerja
sistem tersebut. Secara umum, gugus kendali mutu di atas, meliputi beberapa
perangkat lunak dan perangkat keras (software and hardware). Sementara gugus
kendali dalam level indikator kinerja, termasuk parameternya meliputi beberapa
unit dan satuan analisis situs (analisis lintas sektoral), yaitu: (1) prinsip efesiensi
dan efektivitas, (2) prinsip produktivitas, (3) prinsip relevansi, (4) prinsip
akseptibilitas, dan (5) prinsip inovatif dan adaptif. Berdasarkan kedua sistem
gugus analisis tersebut, kalangan perencanaan dan kalangan analis dapat
mendeskripsikan dan melakukan berbagai kombinasi yang akan diaplikasikan oleh
para pengambil keputusan untuk dijadikan sebagai instrumen produk dalam
melakukan analisis posisi sistem pendidikan dalam level daerah (loka), regional,
dan nasional.
Sistem pendidikan juga tidak lepas dari pengaruh lingkungan ekstrenal. Hal
ini didukung oleh beberapa rasional, yaitu: (1) sistem pendidikan menerima
masukan dari sistem-sistem lainnya, dan memberikan keluarannya kepada sistem
tersebut sebagai masukan (masyarakat sebagai konsumen). Lingkungan luar
tersebut, termasuk lingkungan kultural, geografis, dan demografis, dan (2)
dinamika eksistensi dan posisi sistem pendidikan tidak terlepas dari dinamika
proses yang terjadi dalam lingkungannya, dan sebaliknya jika sistem pendidikan
mampu memberikan pengaruh atau menunjukkan jati dirinya sebagai sebuah
kekuatan, maka sistem pendidikan akan mampu mengendalikan semua sistem lain
yang ada di masyarakat (sebagai kumpulan sistem lain diluar sistem pendidikan).
Berangkat dari analisis posisi eksternal desentralisasi pengelolaan sistem
pendidikan, maka tampak kedua hal di atas sangat menentukan eksistensi dan
substansi dari sistem pendidikan baik untuk saat sekarang maupun untuk masa
mendatang. Satu dimensi lain yang merupakan akumulasi dari berbagai sistem
diluar sistem pendidikan yang banyak menentukan kualitas dan produktivitas
sistem pendidikan adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini penting
dipahami oleh para perencana dan analis, agar sistem pendidikan mampu
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.
2 TH. XXXVI April 2003

ISSN 0215-8250
memfasilitasi inovasi dalam masyarakat, dan secara otomatis memanfaatkan
inovasi tersebut bagi peningkatan degree dan substansi dari sistem pendidikan itu
sendiri.Untuk itu diperlukan pendekatan yang kontekstual sehingga kita tidak
terjebak pada posisi rentan dan sensitif, yang pada akhirnya dapat mengancam
eksistensi sistem yang lebih besar, seperti disintegrasi bangsa dan nasionalisme.
Berangkat dari analisis konseptual dan empiris mengenai desentrralisasi
sistem pendidikan nasional dan cara pengelolaannya, tampaknya kita harus
meredifinisi konsep dan beberapa piranti substansial terkait dengan standar mutu
yang kita sepakati. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari sebuah sistem yang
kompleks seperti halnya sistem pendidikan kita. Langkah ini penting dilakukan
sesegera mungkin, mengingat tantangan pendidikan di masa mendatang sangat
kompleks dan dinamis. Dengan demikian, produk institusionalnya dapat
diharapkan mampu bersaing dalam tataran masyarakat global yang semakin
membumi saat ini.
Pentingnya analisis sistem dalam konteks internal dan eksternal pada
desentralisasi pendidikan, sangat bergantung pada kelayakan dan standar mutu dari
berbagai piranti dan sub unit-unit kerja yang ada (Abraham, 1999), termasuk
kualifikasi sumber daya manusianya. Telah dijelaskan di atas, bahwa acuan dasar
pengembangan pola analisis sistem dengan pendekatan terpadu banyak
dikontribusi oleh lingkungan internal dan eksternal dan akselerasi nilai-nilai
budaya dimana sistim itu diaplikasikan.
2.4 Standarisasi Mutu Sistem Pendidikan
Berbicara tentang mutu pendidikan, banyak faktor dan kondisi yang harus
dipertimbangkan. Kompleksitas mutu pendidikan, banyak terkait dengan sumber
daya dan parameter sistem yang ditetapkan dan dicita-citakan. Artinya, mutu
pendidikan banyak dipengaruhi oleh kualitas personal perancang dan pengambil
keputusan, termasuk keinginan politis penguasa (pemerintah). Hal ini secara
langsung berkaitan dengan posisi pendidikan sebagai salah satu lokomotif politik
pemerintah. Masalahnya sekarang, bagaimana menjadikan pendidikan terlepas dari
tendensi dan pesan-pesan politis penguasa yang secara langsung dapat menodai
misi dan visi pendidikan itu sendiri (Kartasasmita, 1993). Untuk itu, perlu
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.
2 TH. XXXVI April 2003

ISSN 0215-8250
ditetapkan standar mutu pendidikan, baik pada tingkat nasional maupun daerah.
Pada tingkat nasional, masalah mutu pendidikan berhubungan dengan trends
masyarakat dan pangsa pasar sebagai pengguna keluaran. Ada tiga faktor penting
yang harus dipertimbangkan secara makro dalam melakukan penyusunan strategi
sistem pendidikan, yaitu: (1) ketersediaan perangkat dan sumber daya, (2)
kecendrungan masyarakat secara umum, dan (3) kualifikasi out put dari sistem itu
sendiri. Konsepsi ini, penting dipahami oleh kalangan pengambil kebijakan,
mengingat begitu kompleksnya permasalahan seputar mutu pendidikan. Di
samping itu, dinamika masyarakat dunia, dan isu-isu internasional juga harus
dijadikan sebagai dasar pijakan pengambilan keputusan. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari miss-concention and miss-orientation pengelolaan sistem
pendidikan. Pada tingkatan daerah, ada sejumlah faktor dan dimensi sosiologis
yang harus dijadikan dasar pijakan, yaitu: (1) unit analisis sistem yang tersedia, (2)
kelayakan rencana yang disusun, (3) kesiapan sumber daya, (4) alokasi dana yang
tersedia, (5) dukungan masyarakat, (6) kondisi sosial budaya masyarakat setempat,
dan (7) faktor-faktor non teknis, seperti: stratifikasi masyarakat, kebutuhan pasar,
dan stabilititasi pasar (pengguna out put). Kelayakan dari masing-masing unit atau
faktor baik secara makro maupun mikro sangat menentukan arah dan kelayakan
analisis sistem yang dirumuskan atau direkomendasikan (Devidson, 1989).
Sistem pengelolaan pendidikan nasional Indonesia selama ini, memang
sudah menggunakan pendekatan terpadu, namun operasionalnya belum sesuai
dengan ide dan konsep awal sebagaimana yang telah disepakati. Ada beberapa
instrumental ekstern yang terabaikan, sehingga implementasi dari sistem itu tidak
berjalan dengan baik. Hal ini diperburuk dengan kekurangsiapan dari sumber daya
manusia yang dimiliki oleh departemen pendidikan nasional, sehingga inovasi
yang dilakukan dalam penyelenggaraan sistem itu tidak terantisipasi dengan baik
oleh para pejabat birokratis di daerah.
Jakarta sebagai sentral perancangan dan lahirnya berbagai kebijakan, pada
dasarnya telah menerapkan sistem analisis posisi dan lingkungan yang memenuhi
standar kelayakan, namun azas dekonsentrasi yang diberlakukan di departemen
pendidikan nasional, belum bisa berjalan dengan baik. Artinya, masih banyak
kalangan birokrasi di daerah yang berjiwa birokratis absolut, sehingga tidak
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.
2 TH. XXXVI April 2003

ISSN 0215-8250
mampu menerapkan transparansi dan demokratisasi dalam pengelolaan
pendidikan. Hal ini merupakan fakta yang tidak terbantahkan dalam pelaksanaan
desentralisasi pengelolaan pendidikan yang telah diujicobakan di beberapa daerah.
Kondisi ini membawa dampak pada kemandegan sistem, yang pada akhirnya
bermuara pada tidak tercapaiannya standar mutu yang telah ditetapkan.
Kurikulum, sebagai salah satu bentuk operasional kebijakan, pada dasarnya
telah memuat sejumlah rumusan dan wacana yang sangat demokratis bagi
kalangan pelaku di daerah (Lasmawan, 2000), namun sayang mereka tidak mampu
menterjemahkan makna dan jiwa dari kurikulum itu dengan baik. Akhirnya,
terjadilah apa yang sering disebut dengan chaos dalam sistem pendidikan kita.
Untuk itu diperlukan pendekatan sistem yang demokratis dan transparan dari
kalangan pengambil kebijakan baik di tingkat daerah maupun pusat. Salah satu
alternatif yang di duga dapat membawa sistem pendidikan Indonesia kearah itu,
adalah dengan sistem desentralisasi pengelolaan pendidikan (otonomi pengelolaan
pendidikan). Dengan demikian, benang kusut yang selama ini menghantui sistem
pendidikan kita, secara perlahan dan pasti akan mudah terurai dan dirajut menjadi
sebuah kain bermutu dan memiliki kelaikan daya saing yang tinggi.
Berbicara mengenai standar mutu, berarti harus mendiskusikan kembali,
manusia indonesia yang seperti apa yang kita harapkan lahir dari dunia
pendidikan. Apakah manusia yang menguasai teknologi tinggi sehingga dunia
pendidikan harus mencetak para teknokrat ulung, ataukah kita ingin membangun
manusia yang dipenuhi dengan iman dan ketaqwaan yang tinggi sesuai dengan
filosophis pembangunan bangsa, atau mungkin keduanya secara bersama-sama
dalam satu wujud manusia yang komprehensif (dalam ukuran sosial budaya).
Menyadari posisi dan karakteristik bangsa Indonesia sebagai bangsa yang multi
etnis dan sedang berkembang, maka manusia Indonesia yang kita harapkan lahir
sebagai produk pendidikan adalah manusia yang berteknologi tinggi dan sekaligus
bermoral. Inilah pada dasarnya parameter mutu pendidikan nasional. Penetapan
standar mutu ini harus mempertimbangkan berbagai potensi dan kecendrungan
masyarakat, sehingga kualitas manusia Indonesia yang lahir melalui dunia
pendidikan benar-benar tangguh baik penguasaan teknologinya maupun moral
humanisnya.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.
2 TH. XXXVI April 2003

ISSN 0215-8250

3. P enutup
Mengacu pada pembahasan di muka, maka ada beberapa hal yang dapat
dijadikan sebagai titik sentral pemikiran dalam pengelolaan sistim pendidikan
Indonesia kedepan, yaitu: (1) pelaksanaan otonomisasi pengelolaan pendidikan
hendaknya didukung oleh sistim pengelolaan dan standar mutu yang memiliki
kelaikan dan prediksi yang akurat, dengan tetap mempertimbangkan latar sosialbudaya daerah, (2) analisis posisi dan lingkungan melalu pendekatan terpadu,
merupakan satu diantara banyak alternatif yang bisa di implementasikan berkait
dengan desentralisasi pengelolaan sistem pendidikan nasional, termasuk
mempertimbangkan stake-older baik yang berada dalam sistem maupun di luar
sistem. (3) desentralisasi pengelolaan sistem pendidikan nasional hendaknya
mempertimbangkan potensi kekuatan dan kelemahan, peluang serta tantangan
yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, mengingat kondisi geografis dan
sosial bangsa indonesia yang multikultural, dan (4) pengembangan rencana
strategis, merupakan wujud dari kehausan kalangan analis dan kalangan
perencanaan terhadap etos kerja sistem yang demokratis dan transparan, sehingga
memerlukan kajian yang mendalam dan komprehensif berkait dengan proyeksi,
kualitas, dan efektivitas sistem dengan tingkat kelayakan yang tinggi dalam
pelaksanaan desentralisasi pengelolaan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Abraham, David. (1999). Quality Controll: New Approach in Our Bussiness. New
York: McMillan, Co.
Bhutankar, David. (2000). Deregulation Cost of Education Programs in
Development Countries. http://www. awebster@bhutankar.Bhutan.ac.uk.
Devidson, Roger H. (1989). Breaking Up Those Cozy Trangle: An Imposible
Dreams. New York: Pranger, Inc.
Ginandjar, Kartasasmita. (1993). Pembangunan Bidang Pendidikan dan
Kebudayaan dalam PJPT-II. Surabaya: Gema Kliping.
__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.
2 TH. XXXVI April 2003

ISSN 0215-8250
Hellen, C.R. (2001). Educational Programs of Indonesia: Polecy and Practice.
http://www.ind.edu/ ~wwwitr/docs/ hellen/ indec.html
Lasmawan, W. (2000). Pengelolaan dan Operasionalisasi Pembelajaran IPS
yang Ramah Lingkungan. (Makalah). Program Pascasarjana UPI Bandung.
Suryadi, Ace dan H.A.R. Tilaar. (1993). Analisis Kebijakan Pendidikan: Suatu
Pengantar. Bandung: PT. Rosdakarya.
Tilaar, H.A.R. (1993). Deregulasi Pendidikan Nasional dalam Implementasi UU
Nomor 2 Tahun 1989 dalam Repelita VI. Buletin LPMP Nomor 4 Februari
1993.
Tim Perencanaan STKIP. (1997). Pengembangan Renstra STKIP Singaraja Bali.
STKIP Singaraja.
Tilaar, H.A.R. (1999). Pendidikan dan Masyarakat Madani: Strategi Reformasi
Pendidikan Nasional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Wahab, Azis. (1999). Otonomi Pendidikan: Pokok-pokok Pikiran Pengelolaan
Sistem Pendidikan Nasional (makalah). Bandung: Lembaga Penelitian
Universitas Pendidikan Bandung.

__________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.


2 TH. XXXVI April 2003

Anda mungkin juga menyukai