Penelitian Fix
Penelitian Fix
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sekitar delapan juta wanita /tahun mengalami komplikasi kehamilan dan lebih
dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi di negara
berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat komplikasi kehamilan dan
persalinan. Menurut data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), di
Indonesia sendiri angka kematian ibu masih salah 1 yang tertinggi di Asia yaitu
mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup.1
Eklampsia merupakan salah satu komplikasi serius dalam kehamilan dengan
insiden kejadian 1 dari 2000 kehamilan. Eklampsia adalah kasus akut pada penderita
preeklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan atau koma. Sama halnya
dengan preeclampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum.
Eklampsia postpartum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah
persalinan. 2
Kematian ibu hamil karena eklampsia dan preeclampsia berat tercatat sekitar
72000 setiap tahunnya, hal ini menunjukkan sekitar 200 wanita meninggal tiap hari
akibat eklampsia dan preeclampsia berat. Wanita di negara berkembang memiliki
risiko 300 kali lebih besar meninggal akibat eklampsia dan preeclampsia daripada
wanita yang berada di negara maju. 3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana angka kejadian preekalmpsia berat
dan eklampsia pada RSUD Prof.W.Z.Johannes Januari 2014 Desember 2015
C. Tujuan Penelitian
Untuk megetahui angka kejadian preekalmpsia berat dan eklampsia pada RSUD
Prof.W.Z.Johannes Januari 2014 Desember 2015
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Memberikan informasi tentang angka kejadian preekalmpsia berat dan eklampsia
pada RSUD Prof.W.Z.Johannes Januari 2014 Desember 2015
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi mahasiswa, dan sebagai bahan
penunjang mata kuliah kesehatan reproduksi tentang angka kejadian preekalmpsia
berat dan eklampsia pada RSUD Prof.W.Z.Johannes Januari 2014 Desember
2015
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Preeklampsia merupakan gejala yang timbul pada ibu hamil di atas usia 20
minggu, bersalin dan dalam masa nifas yang ditandai dengan adanya: hipertensi dan
proteinuria. Sedangkan seorang wanita dikatakan eklampsia bila memenuhi kriteria
preeklampsia dan disertai dengan kejang-kejang (yang bukan disebabkan oleh
penyakit neurologis seperti epilepsi) dan atau koma. Ibu tersebut tidak memiliki
riwayat hipertensi sebelumnya. 2
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut
dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa
didahului oleh tanda-tanda lain. Secara definisi eklampsia adalah preeklampsia yang disertai
dengan kejang tonik klonik disusul dengan koma. Eklampsia merupakan kasus akut
dari penderita preeklampsia yang disertai kejang menyeluruh dan koma. Pada
umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya
gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual yang hebat,
nyeri epigastrium dan hiperreflexia. Preeklampsia yang diikuti dengan tanda-tanda ini
disebut dengan impending eklampsia.2 Sama halnya dengan preeclampsia, eklampsia
dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya hanya
terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan. 2
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan salah satu atau lebih gejala
dan tanda di bawah ini:
1. Tekanan darah dalam keadaan istirahat sistolik 160mmHg dan diastolik
110 mmHg
2. Proteinuria 5 g/ jumlah urine selama 24 jam atau dipstick > atau = +2
3. Oliguria: produksi urine 400-500cc/24jam
4. Kenaikan kreatinin serum
5. Edema paru dan sianosis
6. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran kanan atas abdomen
7. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata, dan
pandangan kabur
8. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanin dan aspartat amino transferase
9. Hemolisis mikroangiopati
10. Trombositopenia < 100.000/mm3
11. Sindroma HELLP 6
Eklampsia adalah kasus akut pada penderita preeklampsia, yang disertai dengan
kejang menyeluruh dan atau koma. Sama halnya dengan preeclampsia, eklampsia
dapat timbul pada ante, intra, dan postpartum. Eklampsia postpartum umumnya hanya
terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan. 2(sarwano)
2.2 Epidemiologi
Insiden eklampsia telah menurun selama beberapa tahun terakhir. Hal ini
dapat terjadi karena dalam batas tertentu eklampsia dapat dicegah melalui asuhan
antenatal yang adekuat. Di negara maju, insiden eklampsia mungkin sekitar 1 dalam
2000 kelahiran. Pada National Vital Statistics Report, Ventura dkk., memperkirakan
insiden di Amerika Serikat pada tahun 1998 sebesar sekitar 1 dalam 3250. Menurut
Royal College of Obstetricians and Gynaecologist (2006) di UK, insiden eklampsia
sekitar 1 dalam 2000 kelahiran. Sedangkan Akkawi,dkk (2009) melaporkan insiden
sebesar 1 dalam 2500 di Dublin dan Zwart dkk.,(2008) melaporkan angka 1 dalam
1600 di Belanda. 4
Menurut laporan WHO tahun 2014, angka Kematian Ibu (AKI) di dunia yaitu
230.000 jiwa, diperkirakan karena perdarahan (27%), penyebab tidak langsung
(28%), infeksi (9%), aborsi yang tidak aman (8%), preeklampsia/eklampsia
(14%), persalinan yang kurang baik (9%) dan penyebab langsung lainnya (3%).
Sedangkan di Indonesia perkiraan jumlah kematian Ibu menurut penyebabnya pada
tahun 2013 adalah perdarahan sebanyak 30.3%, pre-eklampsia dan eklampsia
sebanyak 27.1% dan infeksi sebanyak 7.3%, lain lain 40.8% 1, 3. Hasil data ini sejalan
dengan data yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan yang menyebutkan angka
kejadian eklampsia di Indonesia cukup tinggi. Data Departemen Kesehatan
menyebutkan bahwa eklampsia menjadi penyebab kedua kematian ibu di Indonesia.
2.3 Faktor Risiko
Faktor risiko pada preeklampsia-eklampsia dapat disebabkan oleh:
Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
Hipertensi kronik
Pada hamil normal dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas
kedalam lapisan otot arteri spiralis yang menyebabkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi dilatasi. Invasi ini juga memasuki jaringan sekitar arteri
spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri
mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan dilatasi ini yang memberi dampak
menurunkan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler dan peningkatan aliran
darah pada daerah uteroplasenta, sehingga aliran darah ke janin cukup banyak dan
perfusi jaringan cukup.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel sel trofoblas tadi pada
lapisan otot dan jaringan sekitarnya. Sehingga tidak terjadi distensi dan dilatasi pada
pembuluh darah akibatnya arteri mengalami vasokonstriksi dan terjadilah hipoksemia
dan iskemia placenta.
a. Iskemia placenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Placenta yang mengalami iskemia akan menghasilkan oksidan atau radikal
bebas (senyawa penerima electron yang tidak berpasangan) salah satu yang penting
ialah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel
pembuluh darah. Dengan mengubah lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak yang
dapat merusak membran, nucleus dan protein sel endotel. Peroksida lemak sebagai
radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar diseluruh tubuh dalam aliran darah
yang akan merusak sel endotel, hal inilah yang menyebabkan terjdi hipertensi dalam
kehamilan
b.
Disfungsi endotel
Kerusakan membran endotel menyebabkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur endotel. Keadaan ini disebut disfungsi endotel,
yang akan mengakibatkan
Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi endotel adalah
memproduksi endotel yaitu menurunnya prostasiklin yang merupakan susatu
vasodialtator kuat
Agregasi sel sel trombosit pada endotel yang mengalami kerusakan akan
memproduksi tromboksan yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat. Pada
preeklampsia kadar tromboksan sangat tinggi dibandingkan dengan
prostasiklin sehingga lebih dominan vasokonstriktor
Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerular
Peningkatan permeabilitas kapiler
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor yaitu endotelin
Peningkatan faktor koagulasi.
Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang
sebelumnya.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama
periode ini makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leucocyte Antigen
Protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga
ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat
melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu dan
mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan decidua ibu.
Plasenta pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
Berkurangnya HLA-G menghambat invasi trofoblas kedalam decidua. Invasi
trofoblas sangat penting agar jaringan decidua menjadi lunak, dan gembur sehingga
fenotipik akan berbeda antara genotipe yang sama tergantung pada interaksi dengan
faktor lingkungan.
Selain teori diatas ada beberapa teori yang digagas dapat menyebabkan
preeklampsia yaitu teori adaptasi vaskuler, teori genetik, teori defisienso gizi, teori
stimulus inflamasi.
5. Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya preeklamsia (eklampsia). Beberapa peneliti menganggap
bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya
preeklamsia / eklamsia. Penelitian di Negara Equador andes dengan metode uji klinik
ganda tersamar dengan membandingkan pemberian kalsium dan plasebo. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup,
kasus yang mengalami preeklamsia (eklampsia)adalah 14 % sedang yang diberi
glukosa 17 %.
6. Teori Stimulus inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepas debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai sisa sisa proses apoptosis
dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif. Bahan bahan ini sebagai bahan
asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi
dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklamsia (eklampsia),
di mana pada preeklamsia (eklampsia) terjadi peningkatan stres oksidatif, sehingga
produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel
trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres
oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin
meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu
menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons
inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel dan sel sel makrofag / granulosit yang
lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala
gejala preeklamsia (eklampsia) pada ibu.
2.5 Perubahan Sistem Dan Organ Pada Preeklampsia
1. Volume plasma
Pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma hingga 30-40%
dibandingkan yang normal, hipovolemia ini selalu diimbangi dengan vasokonstriksi,
sehingga terjadi hipertensi, volume plasma yang menurun memberi dampak luas pada
organ-organ penting.
2. Hipertensi
Sama halnya dengan kadar asam urat serum, kadar kreatinin plasma pada
preeklampsia juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, maka aliran
darah ginjal menurun, mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, sehingga
menurunnya sekresi kreatinin, disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai
kadar kreatinin plasma 1 mg/cc dan biasanya terjadi pada preeklampsia berat
dengan penyulit pada ginjal.
5. Edema
Dapat terjadi pada kehamilan normal, edema yang terjadi pada kehamilan
mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40 % edema dijumpai pada hamil normal,
60 % edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan 80 % edema dijumpai
pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria.
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar.
Edema yang patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan atau
edema generalisata dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.
6. Hematokrit
Perubahan
hematokrit
disebabkan
hipovolemia
akibat
vasospasme,
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia dan perdarahan. Bila
terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer akan terjadi nekrosis sel hepar dan
peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar
dan disebut subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri
di daerah epigastrium dan menimbulkan ruptur hepar, sehingga perlu pembedahan.
8. Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa :
- Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema.
- Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan
visus dapat berupa : pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa
jelas adanya kelainan dan ablasio retinae (retinal detachment).
- Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat, tetapi bukan faktor prediksi
terjadinya eklampsia.
- Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum diketahui dengan
jelas. Faktor faktor yang menimbulkan kejang eklamptik ialah edema serebri,
vasospasme serebri dan iskemia serebri.
- Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklampsia berat dan
eklampsia.
2.7 Penatalaksanaan
Prinsip perawatan eklampsia ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital,
yang harus diingat airway, breathing dan circulation, mengatasi dan mencegah
kejang, mengatasi hipoksemia, dan asidemia mencegah trauma pada pasien pada
waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu kritis hipertensi,
melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.
Medikamentosa
1. Obat anti kejang
Yang menjadi pilihan utama ialah MgSO4. MgSO4 telah digunakan sejak
tahun 1920an di eropa dan amerika. Tujuan pemberian MgSO4 yaitu untuk mencegah
dan mengurangi angka kejadian eklampsia serta mengurangi morbiditas dan
mortalitas maternal dan perinatal. Mekanisme utama MgSO4 belum di mengerti
sepenuhnya. Salah satu mekanisme kerjanya ialah menyebabkan vasodilatasi melalui
reaksi otot polos. MgSO4 secara in vivo dan in vitro, meningkatkan endotelial
vasodilatator prostacyclin. Mg juga menjaga dari kerusakan endotelial dan kerusakan
karena iskemia dengan mengganti ion Ca dan mencegah Ca masuk ke dalam sel yang
rusak. Dan terakhir sebagai anti konvulsan, dengan menghambat reseptor N-metil Daspartat di otak, yang dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron, yang
dapat merusak sel dan epileptogenic. Pemberian MgSO4 hendaknya observasi
toksisitasnya seperti hilangnya reflek patela, gagal ginjal, somnolen, paralisis dll.
Siapkan antidotumnya Ca Glukonas.
Bila masih sukar diatasi dapat dipakai obat jenis lain seperti thiopental,
diazepam dapat dipakai sebagai alternatif pilihan, namun harus diberikan oleh tenaga
medis yang berpengalaman. Pemberian diuretikum hendaknya memonitori plasma
elektrolit. Anti hipertensi diberikan sesuai indikasi
2. Pengobatan Obstetrik
b. Pengelolaan umum
Jika tekanan diastolic > 110 mmHg berikan antihipertensi sampai tekanan
diastolic antara 90-100
Pasang infus ringer laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
Observasi tanda vital, reflex, dan denyut jantung janin setiap1 jam
Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi tanda
edema paru. Jika ada tanda edema paru hentikan cairan dan berikan diuretic
Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi
setelah 7 menit. Kemungkinan terdapat koagulopati.
3. Anti konvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi
kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternative lain adalah diazepam, dengan
risiko terjadinya depresi neonatal.
Siapkan antidotum
Dosis pemeliharaan
c. Anti hipertensi
Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 5-10mg oral yang dapat diulang
sampai 8 kali/ 24 jam
Labetolol 10 mg oral, jika respon tidak membaik setelah 10 menit berikan lagi
Labetolol 20 mg oral.
d. Persalinan
Pada PEB, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada eklampsia dalam
6 jam sejak gejala eklampsia timbul.
Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada
eklampsia), lakukan seksio (SC) sesaria
Jika SC akan dilakukan, perhatikan bahwa:
Tidak terdapat koagulopati
Anestesi yang aman adalah anestesi umum untuk eklampasia dan spinal untuk
PEB
Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5
IU dalam 500 ml Dekstrose 10 tpm atau dengan cara pemberian prostaglandin/
misoprostol
e. Perawatan postpartum
2.8. Komplikasi
Tergantung derajat preklampsia atau eklampsianya. Termasuk komplikasi
antara lain atonia uteri, sindrom HELLP, ablasia retina, KID (koagulasi intravascular
diseminata), gagal ginjal, perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok
dan kematian
Wanita dengan riwayat preeklampsia memiliki risiko penyakit kardiovaskular,
termasuk hampir 4x peningkatan risiko hipertensi dan 2x risiko penyakit jantung
iskemik, stroke dan DVT di masa yang akan datang.
Risiko kematian pada wanita dengan riwayat preeklampsia lebih tinggi,
termasuk yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular. Dimana preeklampsia < 37
minggu miliki risiko relatif yang lebih tinggi.
Komplikasi pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensi
uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Kerangka Konsep
Eklampsia
Preeklampsia Berat
Keluaran Ibu
Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti dalam penelitian adalah gambaran kejadian Preeklamsi
Berat dan Eklamsia di RSUD Prof W Z Yohannes Tahun 2014-2015
3.3
Definisi Operasional
Definisi operasional
Skala
Eklampsia
3.4
Hasil ukur
Nominal
3.5
3.6
3.7
3.7.1
Populasi
Populasi data penelitian ini adalah jumlah seluruh pasien yang
didiagnosa preeklamsia berat dan eklamsia berdasarkan pemeriksaan tekanan
darah dan dilanjutkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
protein urine di RSUD Prof. W. Z. Johannes Kupang pada 2014-2015.
3.7.2
Sampel
Sampel penelitian adalah pasien yang didiagnosa Preeklamsia Berat
dan Eklamsia
3.8.1
Kriteria Inklusi
Pasien didiagnosa mengalami Preekalmsia Berat dan Eklamsia di
ruang
Kriteria Ekslusi
3.9
3.9.1
3.9.2
Alur Penelitian
Persiapan awal dan
perizinan peneitian
Laporan hasil
penelitan
Pengambilan,
Pencatatan, dan
pengumpulan data
Penentuan sampel
penelitian
Penyajian data
hasil analisis
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini didapatkan bahwa angka kejadian Preeklamsia Berat dan Eklamsia
di RSUD Prof W.Z. Johanes periode 2014-2015 adalah sebagai berikut : Total pasien
Preeklampsia Berat pada Tahun 2014 = 78 pasien, 2015 = 115 pasien , Total pasien
dengan eklamsia pada Tahun 2014 = 16 pasien, 2015 = 19 pasien . Dari 19 kejadian
Eklamsia pada 2015 terdapat 1 pasien yang meninggal, pasien ini yang akan dibahas
penatalaksanaannya apakah sudah sesuai protab penatalaksanaan PEB dan Eklamsia
di RSUD Prof WZ Johannes Kupang.
Tabel 3.2 Angka Kejadian Preeklampsi dan Eklampsi pada tahun 2014 - 2015
Pada grafik di atas terlihat gambaran insidensi dari kejadain Preeklamsia berat
dan Eklamsia pada bula januari 2014 sampai desember 2015. Kejadian preeklampsi
berat masih merupakan penyakit yang sering ditemui pda kehamilan di Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Hal ini diperjelas dengan rerata kejadian preeklampsia berat di
rumah sakit rujukan Provinsi NTT RSUD Prof.W.Z.Johannes lebih dari 10 pasien per
bulannya. Kejadian preeklampsi tertinggi pada tahun 2014 yaitu bulan maret dan april
yaitu 16 kasus.
Kejadian Preeklampsia dapat berlanjut menjadi eklampsia pada grafik di atas
juga menjelaskan bahwa rerata kejadian eklampsi tertinggi pada bulan maret 2014
yaitu terdapat 8 kasus dan terendah pada bulan april 2014 yaitu 1 kasus. Pada
kejadian eklampsi ini terdapat 1 kasus kematian yang terjadi pada bulan desember
2015.
Eklamsi : 35
pasien
1 Pasien
Meninggal
Pada grafik diatas didapatkan bahwa angka kejadian kematian akibat preeklampsi dan
eklampsi ada 1 kasus yaitu pada bulan desember 2015. Pada penelitian ini akan
dibahas penanganan yang didapatkan oleh kasus itu sudah sesuai dengan protap
penatalaksanaan kasus preeklampsi dan eklampsi.
Kasus ini terjadi pada tanggal 15 desember 2015 pada Ny.TS 34 tahun datang dengan
diagnosa G3P2A0 AH2 UK 22-23 minggu + PEB +Observasi Febris masuk ke
ruangan edelweys. Pada saat observasi pasien mengalami penurunan kesadaran dan
dipindahkan ke ruangan ICU. Pasien telah diberikan terapi awal yaitu oksigen 4 liter
per menit, kemudian diberikan MgSO4 dosis awal dan dosis rumatan untuk
mengatasi keadaannya. Pasien juga telah di konsulkan ke Ts Interna dan saraf dan
telah mendapat terapi sesuai keilmuan dari masing-masing bidang.
Prinsip perawatan eklampsia ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital, yang
harus diingat airway, breathing dan circulation, mengatasi dan mencegah kejang,
mengatasi hipoksemia, dan asidemia mencegah trauma pada pasien pada waktu
kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu kritis hipertensi,
melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat. Untuk mengatasi
PEB dan penurunan kesadarannya diberikan penatalaksanaan preeklampsi dan
eklampsi yaitu
Dosis pemeliharaan
Dosis pemeliharaan
Siapkan antidotum
Pada kasus ini terapi yang diberikan sesuai dengan protap penatalaksanaannya.
Terapi yang diberikan selama pasien dirawat :
14/12/2015 : MRS
1. 17.45 WITA
A/N Ny. Taroci Selan, 34 tahun
No. MR 430139
S: Pasien baru masuk di edelweys dengan Penurunan kesadaran pada tanggal 14
Desember 2015 pukul 17.45 WITA
Keadaan umum pasien lemah, tidak sadarkan diri,
O: TTV : TD : 120/90 mmhg, N : 92x/menit, T : 38,5OC, RR : 26x/menit
A : G3P2A0 AH2 UK 22-23 minggu + Riwayat urut-urut +Observasi Febris
P:
-
Oksigen 4 lpm
PCT 3x1 tab
Dulcolax supp 1/rectal
2. 19.20 WITA
Pasien kelihatan gelisah,
Inj. Ranitidin
Inj. ondansentron
Pasang NGT
PCT infus 3x1
Konsul saraf + interna
Pasien tidak sadarkan diri, terpasang infus RL drip MgSO4 40% Fls II, DC (+), BC
(+), oksigen (+), keadaan menurun
TTV : TD : 130/90 mmhg, N: 89x/menit, T : 39,2oC, RR : 26x/menit
Terapi :
- Oksigen 4 lpm
- Drip MgSO4 fls II habis, diganti dengan MgSO4 fls III
- Misoprostol 50 meq/vaginam
3 jam kemudian, saat observasi TTV didapatkan nadi tidak teraba, pupil midriasis,
pasien dinyatakan meninggal.
BAB 5
KESIMPULAN & SARAN
5.1
Kesimpulan
Preeklamsia dan eklamsia merupakan salah satu masalah serius pada wanita
hamil yang sampai saat ini belum dapat dicegah kejadiannya. Hal ini dibuktikan
dengan hasil penelitian mengenai insidensi kejadian preeklamsi dan eklamsi pada
bulan Januari 2014 Desember 2015 di RSU Prof W. Z. Johannes yang masih
dikatakan cukup tinggi yakni dengan rerata lebih dari 10 pasien perbulan yang masuk
di rumah sakit dengan diagnosis preeklamsi atau eklamsi. Terdapat berbagai masalah
yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat dari preeklamsi atau
eklamsi seperti hipertensi dan edema paru yang dapat mengakibatkan terjadinya
dispnea, gagal ginjal atau sampai kematian.
Kematian yang terjadi pada pasien dengan preeklamsi dan eklamsi biasanya
disebabkan karena telatnya pencegahan penyakit untuk menuju ke komplikasi yang
lebih berat atau salahnya penanganan yang diberikan, sehingga menyebabkan
morbiditas pasien semakin meningkat.
5.2
Saran.
DAFTAR PUSTAKA
1. Infodatin. Mother Day. Pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI. 2013.
(diakses pada 26 juli 2015) di unduh dari http://www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/infodatin/infodatin-ibu.pdf
2. Prawirohardjo Sarwono; Ilmu Kebidanan Hipertensi dalam Kehamilan Edisi
Keempat; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta, 2009 ; hal 281
301.
3. Sanjay Gupte, Giraja Wagh; Preeclampsia-eclampsia. The Journal of Obstetrics
and Ginkology of India. January February 2014
4. Tim Poned. Buku Acuan Preklampsia-eklampsia. Depkes RI. 2008
5. Magee LA, et al. Diagnosis, Evaluation, and Management of the Hypertensive
Disorders of Pregnancy: Executive Summary. SOGC Clinical Practice Guideline.
USA. May 2014.
6. Cunningham F. Bary; Hypertensive Disorders in Pregnancy in Williams Obstetrics
23st edition; McGraw Hill, USA, 2010.
7. WHO. Maternal mortality. May 2014. (Diakses pada 20 April 2016). Diunduh dari:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs348/en/.
8. Hernawati Ina.Analisis Kematian Ibu di Indonesia Tahun 2010. Bina Kesehatan
Ibu. 2011
9. Naljayan M, Karumanchi S. New Developments In The Pathogenesis Of
Preeclampsia. Howard Hughes Medical Institute. Pubmed Centra.2013
10. World Health Organization (WHO). Managing eklampsia. International
confederation of midwives. 2008.
11. Singhai AB, Kimberly WT, et al. Case 8-2009: a 36 years old woman with
headache, hypertension and seizure 2 week postpartum. The New England journal of
medicine. March 2009
12. Osungbade KO, Aboyeji PA. Eklampsia: a global problem. 2011. (Diakses pada
20
april
2016).
Diunduh:
https://www.unilorin.edu.ng/publications/aboyejiap/Eklampsia%20%20A%20Global
%20Problem.pdf
13. Alex C. Vidaeff; Mary A. Carroll SMR. Acute hypertensive emergencies in
pregnancy. Crit Care Med. 2005;33:S307-S12