Anda di halaman 1dari 32

BAB I

STATUS PASIEN
I.

Identitas Pasien
Nama

: Tn. Eko Nurhayadi

Usia

: 24 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jl. H. Saleh benda baru Rt 02/Rw 04, kelurahan

benda baru, kecamatan Pamulang


Pekerjaan

: belum bekerja

Status

: belum kawin

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Jawa

Tanggal masuk RS : 5 Desember 2010


II.

Anamnesis
Autoanamnesa dan Alloanamnesa pada bapak pasien dilakukan pada
tanggal 5 Desember 2009
Keluhan utama

Nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari sebelum masuk rumah


sakit (SMRS)

Keluhan tambahan

Mual dan muntah.

Riwayat penyakit sekaran


Dua hari SMRS pasien mengeluh nyeri pada ulu hatinya. Dalam
beberapa jam nyeri berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri dirasakan
seperti di remas-remas. Nyeri dirasakan pasien terus menerus. Nyeri
bertambah bila pasien berjalan dan nyeri dirasakan berkurang

jika

pasien tidur dengan posisi kaki menekuk. Selain itu pasien mengalami
mual dan muntah. Dalam sehari pasien muntah 2 kali per hari. pasien
1

muntah kira-kira seperempat gelas aqua setiap kali muntah. Muntah


berisi makanan. Pasien

juga mengeluh tidak nafsu makan selama

pasien sakit. Pasien mengalami demam setelah mengalami nyeri pada


perutnya. Demam tidak berhubungan dengan waktu. Pasien sudah
berobat ke dokter dan diberikan obat namun tidak membaik. Buang air
besar tidak ada keluhan. Adanya perut terasa kembung disangkal
pasien. BAB berwarna kuning, konsistensi keras, tidak ada lendir dan
darah. BAK lancar, berwarna kuning, sebanyak 5-6 kali per hari tidak
berbau dan tidak berpasir. Saat kencing pasien mengaku tidak terasa
sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu.
Pasien

tidak

pernah

menderita

sebelumnya. Riwayat sakit maag

penyakit

radang

usus

buntu

juga disangkal oleh pasien. Riwayat

demam tipes dan demam berdarah juga tidak ada. Riwayat alergi makanan
dan obat-obatan disangkal oleh pasien. Adanya kencing manis dan tekanan
darah tinggi disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat tekanan darah tinggi pada ayah pasien sejak 3 tahun yang
lalu, minum obat anti hipertensi tetapi tidak teratur, saat ada keluhan saja.
Riwayat kencing manis disangkal oleh pasien.
Riwayat Sosial dan kebiasaan
Sehari-hari pasien memiliki kebiasaan makan ikan dan telur. Pasien
tidak suka makan sayur-sayuran. Makan buah pun jarang.
Pemeriksaan Fisik
Status generalis
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

: TD

: 120 / 80 mmHg

Nadi

: 84 x / menit

Suhu

: 37,8 C

Pernafasan: 18 x / menit
Kepala

normocephali,

rambut

berwarna

hitam,

distribusi
2

rambut merata
Mata

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil


bulat
isokor, Refleks Cahaya Langsung +/+, Refleks
Cahaya Tidak Langsung +/+,

Hidung

: deviasi septum nasi (-), konka hipertrofi (-),


mukosa tidak hiperemis, sekret (-)

Mulut

: bibir kering(+), sianosis (-), arcus faring tidak


hiperemis, uvula lurus ditengah

Telinga

: normotia, serumen +/+, sekret -/-

Leher

: KGB leher tidak teraba membesar, kelenjar


tiroid tidak teraba membesar

Thorax
Paru
Inspeksi

: kedua hemithorax simetris dalam keadaan statis


dinamis, penonjolan (-)

Palpasi

: vocal fremitus kanan = kiri, massa (-)

Perkusi

: sonor di kedua lapang paru

Auskultasi

: suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung :
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi

: teraba pada 1-2 cm sebelah medial garis


midclavicularis kiri di ICS 5

Perkusi

: Batas jantung kanan : garis sternalis dextra.


Batas jantung kiri : ICS 5, 2 cm sebelah medial linea
midclavicularis sinistra.

Auskultasi

: S1 S2 reguler,murmur (-), gallop (-).

Abdomen

: lihat status lokalis

Ekstremitas
Obturator sign (-), Psoas sign (+), Oedem (-), akral hangat, sianosis
akral (-)

Status lokalis abdomen


Inspeksi

: perut tampak datar, tidak ada bekas operasi pada kulit,


tidak tampak massa pada permukaan kulit

Auskultasi

: BU (+) normal

Palpasi

: nyeri tekan (+) dan nyeri lepas (+) pada titik MC


Burney, defans musculer (-),Rovsing Sign (-), Blumberg
sign (-), massa (-), ballotement ginjal (-), undulasi (-)

Perkusi

: nyeri ketok (-) CVA

Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan Rectal Touche: Tonus Sfingter Ani baik, mukosa licin,
rata, massa (-), Ampulla recti tidak kollaps, Nyeri tekan (+) pada jam
11
Prostat: pool atas teraba, kenyal, licin, Nyeri tekan (-)
Sarung tangan: feses (-), darah (-), lendir (-)
III.

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium tanggal 05-12-2010


Kimia Klinik
Pemeriksaan
Fungsi Hati
Hematologi
- SGOT
- Hemoglobin
- SGPT
- Hematokrit
Fungsi
Ginjal
- Leukosit
- - Ureum
Darah
Eritrosit
- - Creatinin
Darah
Trombosit
Diabetes
VER/HER/
KHER/RDW
- Gula darah sewaktu
- VER
ELEKTROLIT
- HER
Natrium
- KHER
Kalium
- RDW
Klorida
- Masa perdarahan
Urinalisa
- Masa pembekuan
- Urobilinogen
- Protein urine
- Keton
- Bilirubin
- Nitrit
- pH
- Lekosit
- Darah/Hb
- Glukosa
- Warna

Hasil

Nilai rujukan

Interpretasi

20
15,2
9
45
12,4
24 mg/dl
4,93
0.9 mg/dl
258

0-34 U/I
13.2-17.3 g/dl
0-40 U/I
33-45 %
5-10 ribu/Ul
20-40 mg/dlribu/Ul l
41.40-5.90
0.6-1.5 mg/dl
150-440

Normal
Normal
Normal
Normal
Meningkat
Normal
Normal
Normal
Normal

87 mg/dl
93,9 fl
30,8 pg
144
32,8 g/dl
4.10
13,1%
108
2,0
4,0
0,2
+1
Negative
Negative
Negative
6,0
Negative
+3
Negative
Kuning

70-140 mg/dl
80.0-100.0 fl
26.0-34.0
135 - 147
32.0-36
3.10 -5.10 mmol/L
11.5-14.5 %
95 -108 mmol/L

Normal
Menurun
Menurun
Normal
Menurun
Normal
Normal
Normal

<1
Negative
Negative
Negative
Negative
4,8-7,4
Negative

Normal
Meningkat
Normal
Normal
Normal
Normal

Negative
Yellow
4

- Kejernihan

IV.

Keruh

Clear

Resume
Pasien laki-laki, 23 tahun, datang dengan keluhan dua hari
SMRS pasien mengeluh nyeri pada ulu hatinya. Dalam beberapa jam
nyeri berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri dirasakan seperti di
remas-remas. Nyeri dirasakan pasien terus menerus. Nyeri bertambah
bila pasien berjalan dan nyeri dirasakan berkurang jika pasien tidur
dengan posisi kaki menekuk. Mual, muntah, tidak nafsu makan selama
sakit. Adanya demam setelah mengalami nyeri pada perutnya. Pasien
sudah berobat ke dokter dan diberikan obat namun tidak membaik.
Buang air besar tidak ada keluhan. Kembung (-). BAK lancar, berwarna
kuning, tidak berbau dan tidak berpasir. Saat kencing pasien mengaku
tidak terasa sakit. Pasien tidak pernah menderita penyakit radang usus
buntu sebelumnya. Riwayat sakit maag (-), demam tipes (-), demam
berdarah (-)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan febris, dan pemeriksaan Abdomen
didapatkan nyeri tekan (+), nyeri lepas (+) pada titik Mc Burney, rovsing
sign (-), blumberg sign (-),nyeri ketok CVA (-),psoas sign (+) dan
obturator

sign

(-).

Pada

pemeriksaan

hematologi

didapatkan

leukositosis.
V.

Diagnosa kerja
Appendicitis akut

VI.

Diagnosa banding
Limfadenitis mesenterika
Urolitiasis ureter kanan

VII.

Penatalaksanaan
Pro Appendiktomi
Puasa minimal 8 jam untuk persiapan apendiktomi.
IVFD RL 20 tetes/menit.
5

Ketesse 2 x 10 mg IV
VIII.

Prognosis
Ad vitam

: bonam

Ad fungsionam

: bonam

Ad sanationam

: bonam

Lampiran
Laporan operasi
Nama operator: dr.ramadhana, Sp B
Tanggal 05 desember 2010
Diagnosis sebelum operasi: Appendisitis Akut
Nama Operasi: Appendiktomi
Diagnosis sesudah operasi: Appendisitis akut
Laporan operasi:
1. Pasien terlentang di meja operasi dalam spinal anestesi
2. A dan Antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
3. Insisi grid iron menembus kutis, subkutis, fasia, otot dipisahkan
secara tumpul
6

4. Ketika peritoneum dibuka tidak keeluar apa-apa


5. Tampak omentum, identifikasi caecum, ditemukan Appendiks
letak retrosekal, ukuran 5 x 2 cm, meradang, perforasi(-),
fekolith (-)
6. Dilakukan appendiktomi, pungtum appendiks dibenamkan
dengan jahitan tembakal
7. Perdarahan dikontrol
8. Rongga abdomen di lap dengan kassa lembab steril
9. Luka operasi ditutup lapis demi lapis
10. Operasi selesai
Instruksi Post-Op

Awasi tanda-tanda vital

IVFD RL:Dextrose = 2:1 / 24 jam

Stabactam 2 x 1 gr

Ketorolac 3 x 30 ,mg

Puasa sampai pasase usus baik/flatus (+) , jika pasase usus baik
diet bertahap: clear fluid 30 cc/jam diet cair 6x 50 cc

Follow up tanggal 06-12-2010


S : Nyeri pada luka operasi (+), puasa (+), BAB (-), kentut (-)
O : KU/KS : tampak sakit sedang/ kompos mentis
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit, reguler, isi cukup
RR

: 20x/mnt

Suhu : 36,5 o C
Status Generalis: dalam batas normal
Status lokalis regio abdomen iliaca kanan
7

Inspeksi : luka operasi tertutup perban (+), rembesan darah (-)


Palpasi: nyeri tekan (+)
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
A : Post Appendiktomi hari ke 1 e.c Appendisitis Akut
P:

Stabactam 2 x 1 gr
Ketorolac 3 x 30 ,mg

Follow up tanggal 08-12-2010


S : Nyeri pada luka operasi (-),kentut (+)
O : KU/KS : tampak sakit sedang/ kompos mentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit, reguler, isi cukup
RR

: 18x/menit

Suhu : 36,5 o C
Status Generalis: dalam batas normal
Status lokalis regio abdomen iliaca dextra
Inspeksi : luka operasi tertutup perban (+), rembesan darah (-)
Palpasi: nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
A : Post Appendiktomi hari ke 2 e.c Appendisitis Akut
P:

minum bertahap
Stabactam 2 x 1 gr
Ketorolac 3 x 30 ,mg

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
APENDISITIS
I. PENDAHULUAN
Apendiks suatu organ yang merupakan bagian dari traktus digestivus
yang sering disebut juga umbai cacing. Fungsi organ ini belum diketahui
namun sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks
( =apendisitis) memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasinya. 10

II. ANATOMI

10

Apendiks vermiformis atau processus vermiformis atau umbai cacing


dan disebut juga usus buntu. Bentuk seperti cacing, panjang 2 23
sentimeter ( rata-rata 8 sentimeter ), diameter 5 10 milimeter, mulai dibagian
dorso medial sekum kira-kira 2,5 3,7 sentimeter kaudal dari orifium ileo
caecalis. 5,7,10
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung. Pada orang dewasa,
apendiks lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Sedangkan pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya
dan menyempit ke arah ujungnya, keadaan ini mungkin menjadi penyebab
rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada anak-anak appendiks
relative lebih panjang dan ukurannya makin berkurang dengan bertambahnya
usia. 5,7,10
Separuh bagian proksimal mempunyai penggantung yang dinamakan
messoappendiks. Appendiks vermiformis banyak terdapat kelenjar limfoid.

5,6

Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu


memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoapendiks penggantungnya.

Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang


sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens.
Gejala klinik apendiksitis ditentukan oleh letak apendiks. Lokalisasi pangkal

11

apendiks adalah pada regio iliaka dextra abdomen, tepatnya di titik


Mc.Burney, 1/3 lateral garis yang menghubungkan umbilicus dan SIAS kanan.
Wakeley menemukan pada 10.000 cadaver variasi posisi appendiks, yaitu :

Retro caecalis ( postcaecalis, retrocaecais ) 65,28%


Appendiks mengarah ke cranial, di sebelah dorsal caecum ( postcaecalis ) atau dorsal terhadap bagian paling distal colon ascenden
( retrocolica ).

Caudo positio ( pelvic/desending position ) 31,01%


Appendiks mengarah ke kaudal di permukaan ventral Muskulus Psoas
dan dapat mencapai rongga panggul.

Latero position ( sub- caecal position ) 2,26%


Appendiks mengarah ke kaudal kanan.

Medio positio; dimana appendiks mengarah ke medial.


1.

antero ileal ( 1 % ), appendiks terletak di sebelah ventral


ileum terminalis.

2.

retro ileal ( 0,4 % ), appendiks terletak di sebelah dorsal ileum


terminalis. !,2,5,10

12

Persarafan appendiks, yaitu :

Parasimpatis, cabang N.vagus yang mengikuti A. Mesenterika


superior dan A. Apendicularis.

Simpatis, berasal dari N.Torakalis X, karena itu nyeri viseral pada


appendiks bermula di sekitar umbilikus.

13

Perdarahan appendiks berasal dari A. Apendikularis dipercabangkan dari


A.Ileo caecalis, yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini
tersumbat, misalnya trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami
ganggren. 7,10,11
Lumen appendiks dilapisi oleh epitel toraks yang sama dengan kolon.
Folikel limfoid ada di dalam tela submukosa saat lahir dan secara bertahap
meningkat jumlahnya menjadi 200 folikel saat pubertas. Pengurangan jumlah
folikel secara progresif dalam jaringan limfoid sampai hilang dalam dasawarsa
kelima atau keenam dari kehidupan.

2,5,7,11

Ada dua lapisan otot di dalam dinding appendiks, yaitu :

Lapisan dalam ( sirkularis ), penerusan otot sekum yang sama,

Lapisan luar ( longitudinalis ), dari penyatuan tiga taenia sekum,


yaitu taenia coli sekum anterior, posteromedial dan posterolateral.

14

Stratum sirkularis dan lobgitudinalis tunika muskularis sering tidak ada dalam
sejumlah area, yang memungkinkan kesinambungan tela submukosa dan
serosa, fakta penting dalam appendicitis akut.
III. FISIOLOGI 5,7
Appendisitis menghasilkan lendir 1 2 milliliter per hari. Hambatan
aliran lendir di mukosa appendiks tampaknya berperan pada patogenesis
appendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT ( gut
associated lymphoid tissue ) yang terdapat di sepanjang saluran cerna
termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi.
Namun pengangkatan appediks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh sebab jumlah jaringan limfe di appendiks kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlah di saluran cerna.
IV. DEFINISI 5,7
Appendicitis adalah suatu peradangan usus buntu yang umumnya
disebabkan oleh sumbatan, dan merupakan penyebab abdomen akut paling
sering. Appendistis akut paling sering terjadi pada decade kedua dan ketiga.
Rasio pria : wanita 2:1 antara usia 15 -25 tahun,tetapi selanjutnya 1:1 insiden
telah menurun dalam beberapa decade terakhir.
V. ETIOLOGI

5,7

Appendicitis merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai


faktor pencetusnya. Sumbatan lumen appendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus utama. Penyebab sumbatan antara lain,
ialah:

Hiperplasi kelenjar getah bening tela submukosa pada anak ( 60 % ),

Fekalit, feses yang membatu ( 35 % ),

Benda asing termasuk cacing ( 4 % ),

Striktur lumen yang bisa disebabkan oleh karsinoma ( 1 % ).

Faktor

penyebab

apendicitis

tanpa

obstruksi

intralumen

mencakup

penekanan eksternal appendiks oleh pita dan tekanan intra lumen yang tinggi
15

di dalam sekum. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendicitis


ialah erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.hystolitica.
Peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi dapat menimbulkan appendicitis. Konstipasi akan menaikkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks
dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa, sehingga
mempermudah timbulnya appendicitis.
Pada anak-anak penyebab paling sering adalah hiperplasi folikel
limfoid. Bila terjadi infeksi di tempat lain dan kelenjar getah bening appendiks
ikut meradang, maka dapat terjadi appendicitis. Karena itu, appendicitis pada
anak sering disertai faringitis dan ISPA yang lain.

VI. PATOGENESIS

1,2,3,4,5

Proses terjadinya appendicitis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor


antara lain, ialah :

Adanya isi lumen ( obstruksi ),

Derajat sumbatan yang terus menerus,

Sekresi mukus yang terus menerus,

Sifat yang inelastis / tidak lentur dari mukosa appendiks.

Urutan atau patologi terjadinya proses appendisitis, yaitu :


Obstruksi

Sekresi mucus yang berlanjut terus menerus, menumpuk dalam lumen

Tekanan intra lumen meningkat

Appendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan


dinding appendiks dalam waktu 24 48 jam pertama

Multiplikasi bakteri setempat yang cepat, menyebabkan mucus menjadi pus


( jaringan nekrotik )

16

Sekresi mukosa terus berlanjut serta sifat inelastic dari jaringan serosa
menyebabkan tekanan intra lumen semakin menigkat

Tekanan yang tinggi menimbulkan gangguan drainage saluran limfe sehingga


terjadi edema appendiks

Kuman dan edema appendiks menyebabkan ulserasi mukosa appendiks (


fase fokal appendicitis acuta ). Saat ini keluhan yang timbul adalah nyeri
visceral akibat regangan mukosa. Hal ini dirasakan sebagai sakit di ulu hati,
karena inevasi terpusat di epigastrikum oleh N. Torakalis X, umumnya disertai
mual dan muntah.

Sekresi mukosa yang berlangsung terus menerus serta meningkatnya


tekanan intra lumen, terjadilah gangguan drainage saluran limfe dan
sumbatan vena.

Trombosis dan iskhemi, seluruh appendiks terinvasi kuman ( fase


appendisitis acut supuratif )

Setelah mukosa terkena, menyusul serosa juga terinvasi, sehingga


merangsang peritoneum parietale,

Nyeri somatic yang khas untuk appendicitis, yaitu di perut kanan bawah (
titik Mc.Burney ), 1/3 lateral garis yang menghubungkan SIAS dan umbilicus

Proses berjalan terus arteri mengalami sumbatan sehingga terjadi nekrosis


( daerah mesenterial lebih dahulu, karena lebih sensitive terhadap iskhemi ),
kemudian terjadilah ganggren ( appedisitis ganggrenosa )

Dinding lumen appendiks menjadi rapuh dan mudah pecah ( appendicitis


perforasi ).

17

Badan kita memiliki mekanisme pertahanan terhadap berbagai


penyakit, pada appendicitis jika proses tidak terlalu cepat saat terjadi
perandangan appendiks, sehingga omentum, usus halus dan adneksa
melingkupi appendiks membentuk massa periapendikular membentuk proses
pertahanana untuk melokalisir radang, dikenal dengan istilah infiltrate
appendiks. Tanpa terapi yang baik appendiks ini menjadi abses, disebut
appendicular abses.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
daerah sekitarnya. Pada anak-anak proses appendicitis berjalan cepat
karena, omentumnya lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding
appendiks lebih tipis, ditunjang dengan daya tahan tubuh masih kurang
sehingga, mudah terjadi perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
terjadi karena daya tahan tubuh yang menurun dan adanya gangguan
pembuluh darah.
VII. GEJALA KLINIS

1,2,3,4,5

Appendisitis mempunyai gejala klasik ialah nyeri samar-samar dan


tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrikum sekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah.
Umumnya nafsu makan berkurang. Dalam 2 - 12 jam nyeri akan berpindah ke
kuadran kanan bawah, menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk .
Nyeri di titik Mc.Burney dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatis setempat. Terdapat juga keluhan
anoreksia, malaise dan demam yang tidak terlalu tinggi. Kadang tidak
terdapat nyeri viseral tetapi terjadi kontipasi sehingga pasien merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi. Pasien ada juga yang mengeluhkan
obstipasi dan diare.
Permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan
semakin progesif, dengan pemeriksaan seksama dapat ditujukan satu titik

18

dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kudran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri.

Appendiks yang terletak retrosekal rasa nyeri timbul lebih ke arah perut
sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot Psoas
mayor yang menegang dari dorsal, dan tidak ada tanda rangsangan
peritoneal.
Appendiks yang terletak di rongga pelvis bila meradang, menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang ulang. Bila appendiks menempel di kantung kemih akan terjadi peningkatan
frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.
VIII. PEMERIKSAAN FISIK 5,6,7,8
Suhu badan biasanya normal atau demam ringan (suhu sekitar 37,538,5 0C). Bila suhu sudah lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.
Takikardia sepadan dengan peningkatan suhu tubuh.
Pada inspeksi, tidak ditemukan gambaran spesifik. Penonjolan perut
kanan bawah bisa dilihat pada abses / massa periapendikuler.
Pada palpasi, didapatkan nyeri tekan pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale, hal ini berarti proses peradangan sudah mengenai
peritoneum. Palpasi dimulai dari kuadran kiri bawah, dilanjutkan ke kuadran
kiri atas, kuadran kanan atas dan diakhiri dengan pemeriksaan kuadran
kanan bawah.
19

Ada beberapa tes yang dapat dilakukan untuk pasien yang dicurigai
menderita apendisitis, tetapi perlu diingat bawah uji-uji tersebut tidak selalu
positip pada semua kasus karena seringkali tergantung pada letak apendiks.
-

Mc.Burneys sign : dengan penekanan ujung jari pada regio iliaka

kanan didapatkan nyeri tekan positip, maksimum pada titik Mc. Burney.
-

Blumbergs sign : dengan menekan pelan-pelan sisi kiri abdomen

kemudian dilepaskan secara tiba-tiba, penderita merasa nyeri di daerah


apendiks.
-

Rovsings sign : nyeri dijalarkan ke bagian kuadran kanan bawah

sewaktu dilakukan penekanan di daerah kuadran kiri bawah menandakan


iritasi peritonium
-

Tonhom sign : pada penderita laki-laki bila testis ditarik pelan-pelan

maka akan timbul nyeri sebab testis ada hubungan dengan peritoneum.
-

Psoas sign

: bila apendiks berdekatan dengan M.psoas, maka

gerakan M.psoas akan menimbulkan rasa nyeri. Tes dilakukan dengan


rangsangan M.psoas lewat hiperekstensi aktif tungkai kanan dengan posisi
pasien miring ke kiri. memperlihatkan adanya inflamasi di dekatnya saat
meregangkan otot Iliopsoas.
-

Obturator sign : biasanya positip pada apendisitis letak pelvica.

Dilakukan dengan cara penderita tidur terlentang, tungkai kanan difleksi ke


atas, pemeriksa memutar sendi panggul ke dalam (endorotasi) untuk
meregangkan M.obturator internus, jika terasa nyeri daerah apendiks berarti
positip menandakan iritasi di dekat obturator internus.
-

Rectal toucher

: nyeri colok dubur antara jam 9-11 biasanya

ditemukan pada apendisitis intra pelvis.

20

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A.

LABORATORIUM

12,13,18

Tes laboratorium untuk apendisitis akut bersifat nonspesifik, sehingga


hasil nya tidak dapat digunakan
diagnosis. Nilai hitung

untuk mengkonfirmasi atau menyangkal

leukosit akibat fakta bahwa sekitar 90% pasien

apendisitis akut menderita leukositosis lebih dari 10.000/mikroliter dan


kebanyakan juga mempunyai pergeseran ke kiri dalam hitung jenis. Akibatnya
gambaran leukositosis sedang dengan peningkatan granulosit sesuai dengan
diagnosis apendisitis akut. Penekanan tak semestinya pada kelainan hitung
jenis leukosit harus dihindari, karena sekitar 5 % pasien apendisitis akut
mempunyai hitung jenis dan hitung leukosit total normal.
Kebanyakan pasien apendisitis akut mempunyai kurang dari 30 sel
( leukosit atau eritrosit) per LPB dalam pemeriksaan urin. Jumlah sel yang
lebih besar menggambarkan kemungkinan masalah urologi primer dan
21

perlunya pemeriksaan traktus urinarouis yang lebih spesifik. Apendiks yang


meradang akut, dekat atau berkontak dengan ureter bisa menimbulkan
peningkatan sedang dalam hitung jenis ini.
B.

RADIOGRAFI

4,18,19

Radiografi bermanfaat tetapi tidak bersifat diagnostik, foto polos


abdomen dapat memperlihatkan distensi sekum, satu atau dua lingkaran usus
yang berdistensi atau fekalit pada kuadran kanan bawah yang menandakan
appendisitis. Barium enema yang dilakukan secara perlahan dalam
appendisitis akut ataupun kronis memperlihatkan tidak adanya pengisian
appendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari sekum.
Ultrasonografi mungkin bersifat diagnostik. Radiografi thoraks menyingkirkan
penyakit lapangan paru kanan bawah, yang dapat menyerupai nyeri kuadran
bawah karena iritasi saraf T10, T11 dan T12.

X. DIAGNOSIS BANDING

5,10

Diagnosis praoperasi dari appendisitis harus akurat 85%, tergantung


pada lokasi dari appendiks, lama gejala, usia serta jenis kelamin pasien.
Diagnosis banding biasanya kita hubungkan dengan kasus abdomen akut
pada perut kanan bawah, antara lain :
a.

Gastroenteritis dan lymphadenitis mesenterica. Pada gastroenteritis

mual, muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan
tidak

berbatas

tegas.

Hiperperistaltik

sering

ditemukan.

Panas

dan

leukositosis kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut. Lymphadenitis


mesenterica yang biasa didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai
dengan nyeri perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri
tekan perut samar, terutama kanan.
b.

Keadaan gastrointestinalis lain (ulkus peptikum periorata divertikulitis

kolon divertikulitis meckel dan enteritis regional). Usia pasien membantu


mengurangi kemungkinan ini karena divertikulitis dan karsinoma usus besar
jarang terlihat pada pasien muda. Pembuktian udara bebas intraabdomen
pada foto tegak abdomen lazim didapatkan dengan perforasi lambung,
duodenum dan kolon, tetapi jarang timbul pada apendisitis yang ruptur.
22

Pembedaan divertikulitis Meckel dari apendisitis akuta bisa tak mungkin


dilakukan, tetapi kegagalan melakukan ini tidak kritis karena penatalaksanaan
bedah kedua keadaan ini serupa.
c. Mittelschmerz atau disebut folikel ovarium yang pecah saat ovulasi.
Memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada
tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin
dapat mengganggu selama dua hari.
d. Kelainan ginekologi lain seperti torsi neoplasma ovarium, ruptura kista
ovarium ruptura, kehamilan ektopik dan penyakit peradangan pelvis. Seluruh
gejala ini memberikan gejala nyeri kuadran kanan bawah seorang wanita.
Nyeri pada kelainan ini dapat dibedakan denan nyeri pada apendisitis yaitu
tidak adanya gejala prodromal. Waktu nyeri juga dapat dibedakan dengan
apendisitis. Pada salphingitis timbul selam atau tepat setelah masa haid,
mittelschmerz selama pertengahan siklus dan kehamilan ektopik setelah 6-8
minggu amenore dengan bercak pendarahan vagina belakangan ini.
e. Kelainan urologi seperti ureter atau ginjal. Rasa nyeri dapat dibedakan
dengan nyeri apendisitis, pada nyeri akibat batu, lokasi nyeri terasa pada
punggung bersifat kolik dan biasanya unilateral serta menjalar ke lipat paha.

XI. TERAPI

5,6,7,10

Tindakan yang paling tepat apabila diagnosis klinik sudah jelas adalah
apendektomi. Penundaan tindakan bedah sambil pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses atau perforasi. Terapi dengan antibiotik saja tidak
cukup karena apendisitis adalah suatu obstruksi, bukan hanya peradangan
saja dan lumen yang terobstruksi tidak akan sembuh dengan antibiotik saja.
Appendektomi dapat dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara
laparoskopi. Bila apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih
ahli bedah. Sebelum pembedahan, pasien sebaiknya diberikan sistemik
antibiotik untuk mengurangi insiden dari infeksi luka dari post-operasi.
Penanganan optimal dari pasien yang stabil dengan apendisitis perforasi dan
sebuah abses yang terselubung sangat kontroversial. Direkomendasikan
untuk melakukan drainase dan apendektomi dikerjakan setelah 6-8 minggu
23

kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan
pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukan tanda radang
abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.
Apabila ada kesulitan memastikan diagnosis apendisitis, dapat
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi dan laboratorium. Bila ada laparoskopi
diagnostik pada kasus meragukan akan segera menentukan akan dilakukan
operasi atau tidak.
Apendisitis akut yang terdiagnosis lebih dari 48 jam memerlukan
tindakan karena tindakan operasi pada kasus ini lebih sulit dan banyak
manipulasi karena sudah banyak perlengketan, dapat merusak barrier yang
sudah ada sehingga infeksi mudah menyebar, pada waktu pengambilan
appendiks dapat menyebabkan pecahnya appendiks dan mesoappendiks
dalam keadaan oedem sehingga jahitan operasi tidak rapat.
Apendiktomi direncanakan pada infiltrat apendikular tanpa pus yang
telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah tenang yaitu 6 8 minggu baru
dilakukan apendiktomi. Pada anak kecil, wanita hamil dan penderita lanjut
usia jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses
dianjurkan untuk operasi secepatnya. Jika sudah menjadi abses dianjurkan
drainage, apendiktomi dikerjakan 6 8 minggu kemudian.
Antibiotik praoperasi merendahkan komplikasi infeksi, tetapi panduan
kontroversialnya ialah :
1. Antibiotik praoperasi hanya untuk dugaan adanya perforasi,
2. Antibiotik praoperasi untuk semuanya, dilanjutkan seperti yang
diindikasikan bila ditemukan perforasi atau gangren,
3. Antibiotik praoperasi untuk semunya, dilanjutkan 3 5 hari jika
ditemukan setiap tahap appendisitis.
Patogen dalam appendisitis adalah flora kolon campuran, baik aerob maupun
anaerob, Bacteroides fragillis membutuhkan antibiotik. Klindamisin ditambah
aminoglikosida atau sefalosporin generasi kedua merupakan yang popular.
XII. APENDIKTOMI

5,6,7,10,19

Incisi harus dilakukan pada kuadran kanan bawah untuk pasien


dengan dugaan appendisitis. Incisi Mc.Burney memberikan pajanan terbaik
24

tetapi membutuhkan incisi kedua jika dibutuhkan prosedur alternatif. Incisi


Rocky Davis dengan pemisahan otot dapat diperluas ke medial bila
diperlukan. Incisi paramedian kanan atau garis tengah bawah digunakan
untuk eksplorasi umum, namun kontraindikasi pada abses, karena bagian
terinfeksi harus dibawa melalui kavum peritonium yang belum terkontaminasi.
Pangkal apendiks diligasi secara tradisional dan dibalik, kecil
kemungkinan terjadinya abses sekal intramural dari pembalikan pangkal
apendiks yang terinfeksi. Ligasi tanpa pembalikan pengamankan hemostasis
tetapi memungkinkan terjadinya kontaminasi peritonium dari mukosa pangkal
yang terpajan atau pengikatan tergelincir.

XIII. KOMPLIKASI

5,6,7,8,10

25

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa


perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks,
caecum, dan lekuk usus. Pada masa periapendikuler yang dindingannya
belum sempurna dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum
jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu
disarankan masa periapendikuler yang masih mobile dioperasi segera untuk
mencegah penyulit tersebut. Di samping itu operasi masih mudah.
Pada masa periapendikuler yang terfiksir dan pendindingannya
sempurna, pada orang dewasa dirawat dulu dan diberi antibiotik sambil
diawasi suhu tubuh, ukuran massa serta luasnya peritonitis.
Bila sudah tidak ada demam, pada massa periapendikuler, hitung jenis
dan lekosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat
dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat
ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi akan terbentuk abses apendiks.
Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya
nyeri dan pembengkakan massa, serta bertambahnya kenaikan leukosit.
Selain

itu

dapat

juga

terjadi

portoflebitis

merupakan

suatu

trombophlebitis dari vena sekitar apendiks dan thrombus yang mengalami


infeksi ini menyebar dari apendiks melalui vena ileocolica, mesenterika
superior dan vena porta menuju hepar dan menimbulkan multiple abcess.
Akan mengakibatkan panas tinggi, menggigil dan ikterus. Merupakan penyulit
yang terjadi.
APPENDISITIS KRONIS
Appendisitis kronis adalah peradangan pada appendiks yang berulang
ulang dalam waktu tiga minggu. Merupakan lanjutan proses peradangan
appendisitis akut. Peradangan dimulai dari mukosa kemudian berkembang ke
seluruh lapisan appendiks dalam waktu 24 48 jam, pertahanan tubuh
membatasi proses radang.
Diagnosis appendisitis kronik dapat ditegakkan jika terpenuhi semua syarat,
yaitu

Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,


26

Mual dan nafsu makan berkurang atau hilang,

Suhu badan subfebris,

Nyeri tekan perut kanan bawah dan nyeri lepas positif,

Tidak terdapat defence muskular,

Pada rectal toucher nyeri arah pukul 9 11,

Biasanya leukosit normal hingga leukositosis sedang,

Radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik,

Keluhan hilang setelah appendiktomi.

Kriteria mikroskopik appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding


appendiks, sumbatan parsial atau total lumen appendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama di mukosa, serta infiltrat sel inflamasi kronik

27

BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan
pasien berjenis kelamin laki-laki, umur 24 tahun datang dengan keluhan dua
hari SMRS pasien mengeluh nyeri pada ulu hatinya dan dalam beberapa jam
nyeri berpindah ke perut kanan bawah.
Pasien berjenis kelamin laki-laki, dengan dasar tersebut diagnosis banding
yang berhubungan dengan organ reproduksi perempuan dapat disingkirkan
seperti gangguan alat kelamin perempuan seperti folikel ovarium yang pecah
saat ovulasi, salpingitis akut kanan, kehamilan ektopik, kista ovarium terpuntir,
endometriosis eksterna.
Dari segi lokasi nyeri, pada kasus ini nyeri perut kanan bawah mewakili
beberapa organ dan yang paling sering adalah appendiks.
Nyeri dirasakan seperti di remas-remas. Nyeri dirasakan pasien terus
menerus.

Nyeri bertambah bila pasien berjalan dan nyeri dirasakan

berkurang jika pasien tidur dengan posisi kaki menekuk. Durasi nyeri yang
dirasakan pasien secara terus menerus khas pada appendisitis akut dan
harus dibedakan dengan nyeri perut akibat kolik.
Gejala tambahan pada pasien ini adalah mual dan muntah. Pada pasien
appendisitis akut sering disertai perasaan mual dan ingin muntah. Tetapi pada
gastorenteritis dann limfadenitis mesenterika juga disertai mual dan muntah.
Namun pada pasien ini gastroenteritis dapat disingkirkan. Data anamnesis
28

memperkuat hal tersebut yaitu pada pasien ini buang air besarnya dalam
batas normal. Sedangkan limfadenitis mesenterika dimasukkan dalam
diagnosis banding karena gejala nyeri perut terutama di kanan disertai
dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar terutama kanan.
Pasien juga mengalami demam setelah mengalami nyeri pada perutnya. Oleh
karena itu dari anamnesis demam dengue dan demam tifoid dapat
disingkirkan. Diperkuat dengan riwayat demam dengue dan demam tifes pada
pasien ini disangkal.
Adanya perut terasa kembung disangkal pasien. Oleh karena itu dari
anamnesis adanya perforasi pada pasien ini dapat disingkirkan. Dengan
diperkuat pemeriksaan fisik suhu sub febris, defans muskular (-),
Buang air kecil lancar, berwarna kuning, tidak berbau dan tidak berpasir.
Adanya batu ureter atau batu ginjal kanan dapat disingkirkan. Diperkuat
dengan tidak adanya nyeri ketok CVA. Saat kencing pasien mengaku tidak
terasa sakit. Adanya infeksi saluran kemih juga dapat disingkirkan. Diperkuat
dengan hasil urinalisis dalam batas normal.
Diagnosis kerja appendisitis akut pada pasien ini ditegakkan dengan
anamnesis berupa nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari SMRS, dengan sifat
nyeri terus menerus, dari pemeriksaan fisik Abdomen didapatkan nyeri tekan
(+), nyeri lepas (+) pada titik Mc Burney, rovsing sign (-), blumberg sign
(-),nyeri ketok CVA (-),psoas sign (+) dan obturator sign (-). Pada
pemeriksaan hematologi didapatkan leukositosis.
Tatalaksana pada pasien ini adalah appendiktomi cito. Dilakukan
persiapan sebelum dilakukan apppediktomi berupa pemeriksaan di bagian
ilmu penyakit dalam dan anestesi. Dilaksanakan puasa sebelum operasi.
Serta untuk mengurangi rasa nyeri diberikan analgetik.
Prognosis pada pasien ini Ad vitam, Ad fungsionam

, Ad sanationam

bonam. Karena setelah dilakukan appendiktomi perjalanan penyakitnya lebih


ringan.

29

DAFTAR PUSTAKA
1. www. emedicine.com. Craig Sandy, MD. Appendicitis, Acute. May 26,
2005
2. http:// digestive.niddk.gov/ddiseases/pubs/appendicitis/index.htm
3. www.emedicine.com. Santacroce, MD. Appendicitis. June 15, 2005
4. www.mayoclinic.com.Appendicitis
5. McIlrath,CD, MD. Buku Ajar Bedah Sabiston
6. Mann C.V. Bailey & Loves Short Practice of Surgery. 21st
ed1.http://www.bedahugm.net/BedahDigesti/Apendik/Epidemiologi.html
7. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
EGC. Jakarta.
8. http://www.medicinenet.com/appendicitis/
9. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas
Kedokteran UNAIR. Surabaya.
10. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent
edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies.
Enigma an Enigma Electronic Publication.
11. Kartika, Dina, 2005. Chirurgica. Tosca Enterprise. Yogyakarta.
12. Anonim, 2005. Appendix. PathologyOutlines.
13. http://www.patholoyoutlines.com
14. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa
Appendisitis Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatra Utara.
15. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf.
30

16. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid
Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
17. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10):
10-15. www.emedmag.com
18. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The
American Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health
Science Center, Temple, Texas .http://www.aafg.org
19. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

31

32

Anda mungkin juga menyukai