Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSHIP

DISUSUN OLEH :

dr. Sazida Subetan

RUMAH SAKIT UMUM


ANDI DJEMMA MASAMBA
LUWU UTARA
2015

LAPORAN KASUS

I.

STATUS PASIEN
-

MRS

: Rabu, 26 Agustus 2015

Waktu Pemeriksaan

: 18.50 wita

Bangsal

: Melati

Identitas
-

Nama

: Nn. N

Usia

: 16 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Sabbang

Pekerjaan

Agama

: Islam

Suku

:-

: Pelajar

A. Hasil Anamnesa
1. Keluhan Utama
Demam
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Andi Jemma Masamba pada tanggal 26
Agustus 2015 dengan keluhan utama demam. Keluhan dialami sejak 4 hari
yang lalu. Demam berlangsung terus menerus. Keluhan disertai dengan nyeri
kepala, nyeri perut dan nyeri pada badan sejak 4 hari. Nafsu makan menurun.
Tidak ada perdarahan pada hidung dan gusi. Tidak ada batuk, tida ada sesak.
Tidak ada mual dan muntah. Buang air besar biasa, buang air kecil lancar.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak diketahui
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang serupa
5. Hasil Pemeriksaan Fisik
1. Status Praesens

Keadaan Umum

: Sakit Sedang

Kesadaran

: Composmentis, GCS E4V5M6

Tanda Vital

Tekanan Darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Pernafasan

: 16 x/menit

Suhu

: 38 0C

Bentuk normal

Konjungtiva anemis (-)

Pupil isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)

Bibir sianosis (-)

Pembesaran KGB (-)

Tampak benjolan di leher

Kepala

Leher

Thoraks
Paru
-

Inspeksi
simetris

: Bentuk normal, pergerakan

Palpasi

: Pelebaran ICS (-), krepitasi

Perkusi

: Sonor di seluruh lapangan

(-)
paru
-

Auskultasi :

Vesikuler,

rhonki

(-/-),

wheezing (-/-)

Jantung
- Inspeksi

: Iktus cordis tidak tampak

- Palpasi

: Iktus cordis tidak teraba

- Perkusi

: Batas jantung atas

ICS

III

sinistra
Batas jantung kanan : PSL dextra
Batas jantung kiri

: MCL sinistra

Batas jantung bawah : ICS V sinistra


- Auskultasi : S1-S2 tunggal, reguler. Murmur (-)

Abdomen
-

Inspeksi

Palpasi

: Bentuk flat
: Soefel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien

tidak teraba
-

Perkusi

: Timpani di seluruh abdomen

Auskultasi

: Bising usus dalam batas normal

Ekstremitas atas dan bawah


-

Akral hangat, edema (-).

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
-

Leukosit

: 6.4 x103/uL

Hb

: 10.6 g/dl

Ht

: 34,1%

Tr

: 69 x 103/uL

GDS

:-

Ureum

:-

Creatinin

:-

Uji Bendung :
-

Rumple Leed Test : +

7. DIAGNOSA

Diagnosa kerja

: Demam Dengue grade 1

Diagnosa Banding

: - Demam Typhoid
- Malaria
- Idiopathic thrombocytopenic purpura

8. PENATALAKSANAAN
1. Non Medkamentosa
- Tirah Baring
- Minum banyak air
- Observasi tanda-tanda vital
- Awasi Perdarahan
- Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam
2. Medikamentosa
- Infus IVFD RL 28 tetes per menit
- Inj. Paracitamol 500 mg/8 jam/drips
9. PROGNOSIS
Vitam

: Dubia et bonam

Fungsionam

: Dubia et bonam

Sanationam

: Dubia et bonam

FOLLOW UP RUANGAN
Sejak 27 Agustus 2015
Pemeriksaan

Tanggal

Perjalanan Penyakit

Terapi

27/08/2015

S:

- Tirah baring

- demam (+), lemas (-)

- Banyak minum

- nyeri ulu hati (-)

air

- Nyeri perut (-)

-IVFD

- nafsu makan menurun

tetes per menit

RL

Penunjang
Tidak dilakukan

20

- BAB biasa
O:
Tampak sakit sedang /
composmentis
TD = 100/70 mmHg
RR = 16 x/menit
N = 80 x/menit
T = 37 oC
28/08/2015

S:

- IVFD RL 20 -periksa darah rutin.

demam (-), lemas (-)

tetes per menit

Hasilnya :

O:

Tirah baring

-PCT 137.000

TD = 120/70 mmHg

- Banyak minum

RR = 16 x/menit

air

N = 80 x/menit
T = 36,5oC
A:
Demam berdarah grade 1

29/08/2015

S:
demam (-). Lemas

- IVFD RL 20 Tidak
(-), tetes per menit
7

dilakukan

pemeriksaan

keluhan NUH(+)

- Injeksi Ranitidin

O:

1 amp/12 jam/1v

TD = 130/80 mmHg
RR = 12 x/menit
N = 80 x/menit
T = 36,1 oC
A:
30/08/2015

Demam berdarah grade 1


S:
demam

(-),

lemas

(-),

keluhan lain (-)


O:
TD = 120/80 mmHg
RR = 16 x/menit
N = 70 x/menit
T = 36,5 oC
A:
Demam berdarah grade 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Cek darah rutin.


PCT 260.000

2.1 Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD

(dengue

haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus


dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.1
2.2. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4
yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue
keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain
seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus.2
2.3. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat
dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar
biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas
DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi
9

nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan
tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue
yaitu :
1) Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dilingkungan, transportasi vektor dai satu tempat
ke tempat lain;
2) Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
3) Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (WHO,
2000).
2.4. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom
renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah :
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimeasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pad monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody
dependent enhancement (ADE).
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan
memproduksi

interferon

gamma,

IL-2

dan

limfokin,

sedangkan

TH2

memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10.


c) Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus
dan sekresi sitokin oleh makrofag.

10

d) Selain itu aktivitasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan


terbentuknya C3a dan C5a.
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang
virus dengue dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi
anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang
tinggi.
Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga
virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan
interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi.
Berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating
factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel
dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi
oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran
plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
1) Supresi sumsum tulang, dan
2) Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan
keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan
terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar
tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi tromobositopenia. Destruksi
trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody VD,
konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer.
Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,

11

peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda


degranulasi tromobosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik
(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi factor Xia
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).
2.5. Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue
atau sindrom syok dengue (SSD).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh
fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan
tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan
tidak adekuat.
2.6. Pemeriksaan penunjang
2.6.1. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis
relative disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap
dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :

Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma

12

biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.

Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan


hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam.

Hemostasis : Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau


FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.

Protein/albumin : Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.

Ureum, Kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.

Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.

IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

2.6.2. Pemeriksaan radiologis


Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
2.7. Diagnosis

13

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah.
2.7.1. Demam Dengue (DD).
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:

Nyeri kepala.

Nyeri retro-oebital.

Mialgia / artralgia.

Ruam kulit.

Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif).

Leukopenia.

dan pemeriksaan serologi dengue positif, ayau ditemukan pasien DD/DBD


yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

2.7.2. Demam Berdarah Dengue (DBD).


Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
ini di bawah ini dipenuhi :

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :


-

Uji bendung positif.

Petekie, ekimosis, atau purpura.

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau


perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain.

Hematemesis atau melena.

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)


sebagai berikut :

Peningkatan

hematokrit

standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.

14

>20%

dibandingkan

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat


terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura,


asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.
2.8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis
dengan demam tiroid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.

PEMBAHASAN
15

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesa, Pasien datang ke IGD
RSUD Andi Jemma Masamba pada tanggal 28 Agustus 2015 dengan keluhan
utama demam. Keluhan dialami sejak 4 hari yang lalu. Demam berlangsung terus
menerus. Keluhan disertai dengan nyeri kepala, nyeri perut dan nyeri pada badan
sejak 4 hari. Nafsu makan menurun. Tidak ada perdarahan pada hidung dan gusi.
Tidak ada batuk, tida ada sesak. Tidak ada mual dan muntah. Buang air besar
biasa, buang air kecil lancar.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesadaran composmentis
GCS E4V5M6, keadaan umum sakit sedang. Tanda vital tekanan darah 110/80
mmHg, nadi 88 x/menit, pernafasan 16 x/menit, suhu 38 0C. Pada pemeriksaan uji
bendung ditemukan bintik-bintik perdarahan pada lengan kanan (Rumple leed +)
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka diagnosa klinis pasien
ini adalah Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah IVFD RL 28 tetes per
menit. Injeksi Paracitamol 500 mg/8 jam/drips. Edukasi kepada pasien tirah
baring, minum banyak air.

KESIMPULAN
16

Dilaporkan perempuan usia 16 tahun dengan diagnose klinis, demam


dengue derajat 1. Terapi yang diberikan yaitu Infus IVFD RL 28 tetes per menit,
injeksi Paracitamol 500 mg/8 jam/drips. Edukasi kepada pasien tirah baring,
minum banyak air.

MENGETAHUI

17

Peserta Interenship

Pendamping 1

Pendamping 2

(dr.Sazida Subetan)

(dr. Nurjannah)

(dr. Hj. Fintje Jontah)

18

Anda mungkin juga menyukai