Anda di halaman 1dari 4

(KODE:PASCSARJ0261):TESISPENGARUHSERVANT

LEADERSHIP(KEPEMIMPINANMELAYANI)TERHADAP
MOTIVASIPELAYANANDANDAMPAKNYAPADAKOMITMEN
PELAYANANMAJELISJEMAAT(PROGRAMSTUDI:
MANAJEMEN)

BABI
PENDAHULUAN
A.LatarBelakang
Gereja Protestan Maluku secara institusi mengenal adanya jabatan organisasi dan jabatan pelayanan fungsional gereja.
Jabatan secara organisasi gereja yaitu Ketua Majelis, Wakil, Sekretaris, Bendahara, dan Komisi Pelayanan, atau yang
disebut juga Pimpinan Harian Majelis Jemaat (PHMJ). Jabatan pelayanan fungsional yaitu Pendeta, Diaken, Penatua,
dan Pengajar. Jabatan organisasi gereja Pendeta sebagai Ketua Majelis jemaat sekaligus pemimpin bagi organisasi
gereja. Jabatan pendeta tersebut memiliki peran, tugas dan tanggung jawab pendeta sebagai pelayaan umat dan
pemimpindalamjemaatGPMyangdiaturdalamTataGerejaGPM1998:BabIdanBabII,demikian:
Memimpin serta bertanggungjawab atas ibadah, Pemberitaan Firman dan Pelayanan Sakramen. Melaksanakan
pelayanan penggembalaan bagi semua pelayan dan anggota jemaat. Bersama Penatua dan Diaken bertanggungjawab
ataspenyelenggaraankatekisasi,pembinaanumat,pendidikanagamaKristendisekolah.BersamaPenatuadanDiaken
bertanggungjawabataspelaksanaanPekabaranInjil,PelayananKasihdanKeadilan.Membinasertamendorongsemua
wargajemaatuntukmenggunakanpotensidankaruniayangdiberikanTuhansecarabertanggungjawab.Melaksanakan
fungsi organisasi dalam Gereja Protestan Maluku sesuai ketentuan Tata Gereja dan PeraturanPeraturan Gereja yang
berlaku.

Proses pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin jemaat (pendeta)
dibantu oleh penatua dan diaken. Dan proses koordinasi pelayanan tersebut dikenal
dengan asas kolegial (Tata peraturan GPM) artinya, secara struktur memiliki
kedudukan yang berbeda. Namun secara koordinasi pelaksanaan pelayanan antara
pemimpinjemaatdanpartnerkerja(penatuadandiaken)memilikifungsikontrolyang
sama yakni, secara bersamasama mengkoordinasikan pelayanannya. Proses
koordinasi pelayanan itu penting dilakukan secara efektif supaya, tujuan dan proses
pelayanan dapat berjalan dengan baik. Terlebih penting pendeta selaku pemimpin
mampu memiliki kemampuan manajerial mencakup perencanaan, pengorganisasian,
pengontrolan, dan evaluasi. Dengan demikian dalam proses kepemimpinannya
(pendeta)dapatmemberikanpengaruhpositifbagipartnerkerjanyanamunjugabagi
wargajemaat.
Pengaruh kepemimpinan pendeta terkadang memberikan cara pandang yang berbeda pada setiap anggota organisasi.

PenelitianLatumahina(2011)membuktikanbahwacarapandanganggotajemaatterhadappemimpinnyadapatdilihat
dari dua sisi yang berbeda yakni, dari sisi negatif dan positif. Pemahaman jemaat yang negatif disebabkan, proses
manajemen pelayanan kepada anggota jemaat yang kurang baik, timbulnya rasa resah, kegelisahan, dan rasa tidak
nyaman terhadap cara hidup pendeta dalam kegiatan formal gereja ataupun juga kehidupan kesehariannya. Sedangkan
darisisipositifpendetadipandangsebagaihambaTuhanyangmelakukanpelayanandenganbaikdanmenjaditeladan.
Kerja keras pendeta dengan kesungguhan dan kegigihannya dalam melayani jemaat, serta spiritualitas pendeta telah
melahirkanterciptanyarasahormatjemaat,sehinggamenunjukancarapandangyangpositifdarianggotajemaat.
SecaraumumMaxwell(2012)mendefinisikankepemimpinansebagaicarapemimpinmempengaruhioranglain.Dalam
halini,mempengaruhiberartimembantuoranglainuntukdapatmelakukanperubahan.Artinyakepemimpinanmenjadi
unsurkunciuntukmelakukanpengelolaansuatuorganisasiyangefektif.Semuabentukkepemimpinanitupentingbagi
semua organisasi, dan kepemimpinan yang efektif adalah penting (www.com/aboutdefinitionleadershiptheories).
Fungsidarikepemimpinanyangefektifyaitu,dapatmenggerakkanparaanggotakelompoknyadalammencapaitujuan
yang ditetapkan oleh organisasi (Prodjowijono : 2008). Sejalan dengan itu, Stutzman dan Shenk (1988) sebagaimana
dikutip dalam Bennis dan Nanus mengidentifikasikan pemimpin yang efektif adalah memberi diri untuk memimpin
orang lain tetapi, harus menjadi pelayaan kepada komunitas orang yang dipimpinnya. Selain itu penelitian Zaluchu
(2011)menunjukanfaktabahwaanggapanbanyakorangtentangkepemimpinanyanglebihmelekatkepadakekuasaan,
posisiataujabatandibandingkanmenjadipelayanitutidakbenar.Lebihlanjutdiungkapkan,kepemimpinanmerupakan
posisi atau jabatan tertentu dan kedudukan itu membuat orang menjadi takut dan segan. Kedudukan demikian tidak
seharusnya membuat anggotanya menjadi takut dan segan namun, dibutuhkan pemimpin yang mampu memberikan
pengaruhyangpositifbagianggotanya.

Pendeta sebagai pemimpin dalam organisasi gereja memiliki peran penting yang
mampu menguatkan aspek pemberdayaan jemaat dan memanajemen proses
pelayanan. Namun menurut Prodjowijono (2008) pendeta tidak hanya melihat aspek
aspekitusaja,tetapipendetadalamkonteksorganisasigerejadiharapkanjugamenjadi
manajer bagi anggota organisasi. Artinya bahwa, kehadiran atau kepemimpinannya
menjadi perekat dan solusi atas masalahmasalah yang di hadapi jemaat. Sebagai
pemimpin organisasi gereja dan pelayan perlu menunjukkan karakter kepada jemaat
yang dapat memberikan teladan. Untuk itu kekuatan karakter pemimpin yang sesuai
dengan lingkungan jemaat sangat diperlukan, yakni bertanggung jawab menjadi
pemimpinyangtepat,dalamwaktuyangtepat(RightLeaderInTheRightTime).
Kondisiinimemberigambaranbahwakepemimpinandapatdiwujudkanmelaluisuatupendekatankepemimpinanyang
berbeda. Kepemimpinan yang mampu memberikan pelayanan dan dari pelayanannya dapat memberikan pengaruh
kepadaanggotanya.Olehsebabitudalammewujudkankondisitersebuttentunyaadasebuahmodelkepemimpinanyang
memberikan pembelajaran tentang kepemimpinan sejati yang dikenal dengan servant leadership (kepemimpinan
melayani). Zaluchu (2011) berpendapat bahwa, kepemimpinan ini masih relevan sebagai sumber inspirasi bagi
kepemimpinanKristendimanapununtukdikembangkandandipraktekkan.
MenurutSenjaya(1997)mengutippendapatyangdikemukakanolehCoveybahwa,servantleadership(kepemimpinan
melayani) sematamata bukan hanya melayani untuk mendapat hasil, tetapi perilaku untuk melayani adalah hasilnya.
Pendapat tersebut didukung oleh Blanchard dan Hodges (2006) mengungkapkan, bahwa bagi para pengikut Yesus,

kepemimpinan sebagai tindakan pelayanan bukanlah pilihan, itu adalah mandat atau perintah. Dijelaskan servant
leadership (kepemimpinan melayani) harus menjadi statemen hidup bila tinggal dalam Yesus, cara memperlakukan
sesamamemperlihatkancarahidupYesus.Carahidupyangharusmenjaditeladanbagiseorangpemimpinbukanuntuk
dilayanimelainkanuntukmelayani.Pendapattersebutdidukungdenganpendapat(Neuschel:2008)yangmenyatakan
bahwa, servant leadership (kepemimpinan melayani) sebagai seseorang yang memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi,
bukannasibpemimpinuntukdilayani,tetapiadalahhakistimewanyauntukmelayani.
Salah satu tugas seorang pemimpin meliputi memotivasi pengikutnya dan menciptakan kondisi yang menyenangkan
dalam melaksanakan pekerjaan (Yulk : 2010). Bront Kark dan Dina Va Dijk (2007) serta Anderson et al., (2008)
mengemukakanbahwakepemimpinanmempunyaipengaruhdanmemainkanperanpentingterhadapmotivasidiridari
pengikutnya. Begitupun dengan penelitian Smith, Monlango, Kuzmenko (2004) yang menunjukan bahwa, servant
leadership (kepemimpinan melayani) diarahkan untuk memotivasi pertumbuhan pribadi pengikut atau anggotanya.
Tulisan ini diperkuat oleh Patterson (2003) yang memperlihatkan bahwa dasar servant leadership (kepemimpinan
melayani) adalah kasih atau cinta. Kasih atau cinta dapat memberikan motivasi yang kuat pada diri seseorang untuk
berbuat sesuatu. Dapat disimpulkan kepemimpinan melayani juga dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap
motivasi yang terbangun dalam diri individunya. Namun bila tidak bisa memotivasi bawahannya tidak mungkin
pemimpinorganisasidapatsuksesdalammencapaitujuandariorganisasi.
Secaraumummotivasidiartikansebagaifaktoryangtimbuldaridalamdiriseseorang,sehinggahalitumendorongdan
menggerakkanindividumelakukansesuatuperbuatanatautindakan,untukmencapaisatutujuantertentu.MenurutKini
dan Hobson (2002), motivasi didefinisikan sebagai suatu kesatuan proses yang membangkitkan, mengarahkan, dan
memelihara perilaku ke arah pencapaian tujuan. Dengan motivasi yang tinggi akan menciptakan sebuah komitmen
terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya dalam menyelesaikan setiap pekerjaan (McNeeseSmith et al : 1995).
Pendapat ini didukung oleh penelitian Burton, J Lee Thomas Holtom, B (2002), yang menunjukan hasil bahwa
motivasi anggota organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap komitmen organisasi. Selanjutnya penelitian
KuVaasBard(2006)mengutippendapatyangdikemukakanolehFurthermore,GanesandanWeitz,menemukanadanya
pengaruhpositifantaramotivasiterhadapkomitmeninduviduyangtimbuldaridalamdirinya.
Penelitian diatas membuktikan motivasi kerja dalam konteks organisasi secara umum bisa memberikan pengaruh
terhadapkomitmen.Namunperludilihatdalamkonteksgerejamotivasipelayananlebihbanyakmunculdarikesadaran
induvidu secara internal. Motivasi pelayanan itu timbul dari ketulusan hati individu untuk melayani, melayani tanpa
mengharapkan imbalan atau penghargaan. Karena motivasi pelayanan tidak bisa diukur dengan uang atau materi.
Namun ada nilai yang terkandung dari proses pengabdian yakni kesadaran akan suatu panggilan pelayanan. Dengan
demikianindividumampuakanmempunyaikomitmenyangtinggi.
Motivasi pelayanan itu lebih penting, diperlukan dan harus timbul dari dalam diri individu. Motivasi pelayanan itu
muncul lebih kuat dari dalam diri induvidu, sehingga mampu meningkatkan kehidupan rohani atau spiritual individu
tersebut. Seorang pendeta yang memiliki servant leadership (kepemimpinan melayani) itu akan bisa meningkatkan
motivasi pelayanan individu, dan memberikan tambahan dorongan untuk melakukannya walaupun sudah ada dari
dalam diri. Dan servant leadership (kepemimpinan melayani) dari pendeta yang baik mampu menjadi teladan bagi
induvidu tersebut. Akibatnya induvidu akan lebih berkomitmen tapi tidak secara langsung. Dimaksudkan tanpa
induvidu itu mempunyai motivasi internal pelayanan. Untuk itu servant leadership (kepemimpinan melayani) tidak
berpengaruh secara langsung terhadap komitmen namun ada kemungkinan melalui motivasi pelayanan. Dengan
demikian motivasi pelayanan menjadi variabel mediasi antara servant leadership (kepemimpinan melayani) dan
komitmenpelayanan.

Penelitian Cavin dan McCuddy (2009) melibatkan responden yang bekerja di gereja Lutheran. Penelitian ini
memperlihatkanpenerapansepuluhkarakteristikservantleadershipdalamkerangkademografis(statussosialekonomi,
tingkat pendidikan, gender, usia, dan tempat tinggal responden). Hasilnya menunjukkan bahwa perilaku servant
leadership beragam berdasarkan empat karakteristik demografi (status social ekonomi, tingkat pendidikan, usia dan
tempat tinggal responden). Cohen, Colwell, dan Reed (2011) melakukan penelitian yang menghasilkan sebuah
pengukuranbaruterhadapservantleadershipparaeksekutifdalamkontekskepemimpinanetisdandampaknyaterhadap
anggota,organisasidanmasyarakat.
Melalui penjelasan di atas bahwa ada pertimbangan lain yang mendasari penelitian ini adalah masih minimnya
penelitian yang berorientasi pada servant leadership pendeta, dalam kaitan dengan motivasi dan dampaknya pada
komitmenpelayanankhususnyadigereja.
B.PerumusanMasalah
Berdasarkanuraianyangtelahdikemukakanpadalatarbelakangdiatas,makamasalahdalampenelitianiniadalah:
1.ApakahterdapatpengaruhServantleadershipterhadapmotivasipelayananpadaMajelisJemaat?
2.ApakahterdapatpengaruhmotivasipelayananterhadapkomitmenpelayananpadaMajelisJemaat?
3.Apakahmotivasipelayananmenjadivariabelpemediasiantaraservantleadership(kepemimpinanmelayani)dengan
komitmenpelayanan.
C.TujuanPenelitian
Sejalandenganrumusanmasalahdiatasmakayangmenjaditujuandaripenelitianiniadalah:
1.UntukmengetahuidanmengujipengaruhServantleadershipterhadapmotivasipelayananpadaMajelisJemaat.
2.UntukmengetahuidanmengujipengaruhmotivasipelayananterhadapkomitmenpelayananpadaMajelisJemaat.
3. Untuk mengetahui dan menguji motivasi pelayanan menjadi variabel pemediasi antara Servant leadership dengan
komitmenpelayanan.
D.ManfaatPenelitian
Penelitianinidiharapkanakanmemberikanmanfaat,antaralain:
1.SecaraTeori,hasilpenelitianinidiharapkandapatmemberikansuatubuktiempirisbahwa:teoriteorimotivasidan
komitmen secara manajemen bisa diterapkan di dalam organisasi gereja. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan
sebagaiinformasi,referensidanpertimbanganbagipihakyangakanmelakukanpenelitianselanjutnya.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai pentingnya mengetahui dan
memilikiservantleadership(kepemimpinanmelayani)sebagairolemodelkepemimpinanseorangpendeta.Selanjutnya
dapat memberikan pengaruh terhadap anggota jemaat (diaken dan penatua) dalam meningkatkan motivasi dan
komitmenpara(diakendanpenatua)dalammelaksanakanpelayanannya.

Anda mungkin juga menyukai