PENDAHULUAN
2. Mengukur distribusi butir tiap ukuran saringan, 3,00; 5,00; 7,50; 10; dan 12,50
mm.
3. Menghitung rata-rata ukuran butir tiap percobaan.
4. Membandingkan distribusi tiap percobaan
5. Membandingkan distribusi ukuran butir batugamping giling dari hasil
penelitian sebelumnya.
1.2.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah produk dari
sebuah reduksi dipengaruhi oleh ukuran saringan dan karakteristik bahan bakunya
menggunakan analisis varian.
1.3. Rumusan Masalah
1. Berapa rata rata ukuran butir untuk tiap percobaan ?
2. Bagaimana hubungan ukuran butir terhadap ukuran lubang saringan ?
3. Adakah perbedaan distribusi ukuran butir untuk tiap ukuran lubang
saringan ?
4. Apakah kekerasan batuan juga mempengaruhi distribusi ukuran butirnya ?
1.4. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini dilakukan di laboratorium tambang Institut Teknologi Medan.
2. Batu gamping yang digunakan berasal dari daerah Karo, Penen, dan Bahorok.
2. LANDASAN TEORI
2.1. BatuGamping
Batu gamping adalah batuan sedimen karbonat yang terdapat di alam. Tampak
luar bahan tambang batu gamping berwarna putih, putih kekuningan, abu-abu
hingga hitam. Berdasarkan determinasi bahan tambang batu gamping merupakan
salah satu bahan galian industri yang potensinya sangat besar. Cadangan batu
gamping di seluruh Indonesia diperkirakan lebih dari 28 milyar ton yang tersebar
hampir diseluruh wilayah Indonesia, salah satu lokasi depositnya yang cukup
besar adalah di Tasikmalaya bagian Selatan (AnonimI.2010).
Batu gamping menurut definisi Reijers dan Hsu (1986) adalah batuan yang
mengandung kalsium karbonat hingga 95 %. Sehingga tidak semua batuan
karbonat adalah batu gamping.
2.2. Komponen Penyusun Batu Gamping
Komponen penyusun batuan sedimen dapat berupa mineral, dan dapat pula
fragmen cangkang, fragmen tumbuhan atau fragmen batuan lain. Semua
komponen berupa fragmen tersebut bila ada akan dapat kita kenal dengan mudah.
Untuk komponen berupa mineral, mungkin sulit mengenal jenis mineralnya, tetapi
kita dapat kita kenal dari sifat fisiknya seperti mineral lempung yang lunak.
Mineral-mineral kristalin umunya terasa seperti butiran pasir. Menurut Tucker
(1991), komponen penyusun batugamping dibedakan atas non skeletal grain,
skeletal grain, matrix dan semen.
2.2.1. Non Skeletal Grain
a. Ooid dan Pisoid
Ooid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat atau elips yang punya satu
atau lebih struktur lamina yang konsentris dan mengelilingi inti. Inti penyusun
biasanya partikel karbonat atau butiran kuarsa (Tucker, 1991). Ooid memiliki
ukuran butir < 2 mm dan apabila memiliki ukuran > 2 mm maka disebut pisoid.
b. Peloid
Peloid adalah butiran karbonat yang berbentuk bulat, elipsoid atau merincing yang
tersusun oleh mikrit dan tanpa struktur internal. Ukuran peloid antara 0,1 0,5
mm. Kebanyakan peloid ini berasala dari kotoran (faecal origin) sehingga disebut
pellet (Tucker 1991).
c. Agregat dan Intraklas
Agregat adalah kumpulan dari beberapa macam butiran karbonat yang
tersemenkan bersama-sama oleh semen mikrokristalin atau tergabung akibat
material organik. Sedangkan intraklas adalah fragmen dari sedimen yang sudah
terlitifikasi atau setengah terlitifikasi yang terjadi akibat pelepasan air lumpur
pada daerah pasang surut atau tidal flat (Tucker,1991).
2. Skeletal Grain
Skeletal grain adalah butiran cangkang penyusun batuan karbonat yang terdiri dari
seluruh mikrofosil, butiran fosil, maupun pecahan dari fosil-fosil makro.
Cangkang ini merupakan allochem yang paling umum dijumpai dalam
batugamping (Boggs, 1987). Komponen cangkang pada batugamping juga
merupakan penunjuk pada distribusi invertebrata penghasil karbonat sepanjang
waktu geologi (Tucker, 1991).
3. Lumpur Karbonat atau Mikrit
Mikrit adalah matriks yang biasanyaberwarna gelap. Pada batugamping hadir
sebagai butir yang sangat halus. Mikrit memiliki ukuran butir kurang dari 4
mikrometer. Pada studi mikroskop elektron menunjukkan bahwa mikrit tidak
homogen dan menunjukkan adanya ukuran kasar sampai halus dengan batas
antara kristal yang berbentuk planar, melengkung, bergerigi ataupun tidak teratur.
Mikrit dapat mengalami alterasi dan dapat tergantikan oleh mozaik mikrospar
yang kasar (Tucker, 1991).
4. Semen
Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar butiran dan mengisi
rongga pori yang diendapkan setelah fragmen dan matriks. Semen dapat berupa
kalsit, silika, oksida besi ataupun sulfat.
2.3. Klasifikasi Batuan Karbonat
2.3.1 Klasifikasi Dunham (1962)
Klasifikasi ini didasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping, karena menurut
Dunham dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek yang tetap.
Kriteria dasar dari tekstur deposisi yang diambil Dunham (1962) berbeda dengan
Folk (1959).
Kriteria Dunham lebih condong pada fabrik batuan, misal mud supported atau
grain supported bila ibandingkan dengan komposisi batuan. Variasi kelas-kelas
dalam klasifikasi didasarkan pada perbandingan kandungan lumpur. Dari
perbandingan lumpur tersebut dijumpai 5 klasifikasi Dunham (1962). Nama nama
tersebut dapat dikombinasikan dengan jenis butiran dan mineraloginya.
Batugamping dengan kandungan beberapa butir (<10%) di dalam matriks lumpur
karbonat disebut mudstone dan bila mudstone tersebut mengandung butiran yang
tidak saling bersinggungan disebut wackestone. Lain halnya apabila antar
butirannya saling bersinggungan disebut packstone / grainstone.
Packstone mempunyai tekstur grain supported dan punya matriks mud. Dunham
punya
istilah
Boundstone
untuk
batugamping
dengan
fabrik
yang
bentuk 3 dimensi batuannya agar tidak salah tafsir. Pada klasifikasi Dunham
(1962) istilah-istilah yang muncul adalah grain dan mud. Nama-nama yang
dipakai oleh Dunham berdasarkan atas hubungan antara butir seperti mudstone,
packstone, grainstone, wackestone dan sebagainya. Istilah sparit digunakan dalam
Folk (1959) dan Dunham (1962) memiliki arti yang sama yaitu sebagai semen dan
sama-sama berasal dari presipitasi kimia tetapi arti waktu pembentukannya
berbeda.
Sparit pada klasifikasi Folk (1959) terbentuk bersamaan dengan proses deposisi
sebagai pengisi pori-pori. Sparit (semen) menurut Dunham (1962) hadir setelah
butiran ternedapkan. Bila kehadiran sparit memiliki selang waktu, maka butiran
akan ikut tersolusi sehingga dapat mengisi grain. Peristiwa ini disebut post early
diagenesis. Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan tingkat energi
adalah fabrik batuan. Bila batuan bertekstur mud supporteddiinterpretasikan
terbentuk pada energi rendah karena Dunham beranggapan lumpur karbonat
hanya terbentuk pada lingkungan berarus tenang. Sebaliknya grain supported
hanya terbentuk pada lingkungan dengan energi gelombang kuat sehingga hanya
komponen butiran yang dapat mengendap.
2.3.2. Klasifikasi Mount (1985)
Proses pencampuran batuan campuran silisiklastik dan karbonat melibatkan
proses sedimentologi dan biologi yang variatif. Proses tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 4 kategori :
a. Punctuated Mixing.
Pencampuran di dalam lagoon antara sedimen dan silisiklastik di dalam lagoon
yangberasal dari darat dengan sedimen karbonat laut. Proses pencampuran ini
terjadi hanya bila ada energi yang kuat melemparkan material karbonat ke arah
lagoon. Energi yang besar ini dapat terjadi padaa saat badai. Proses ini dicirikan
oleh adanya shell bed yang merupakan lapisan yang mebngandung intraklasintraklas cangkang dalam jumlah yang melimpah (Anonim2.2010).
b. Facies Mixing.
Percampuran yang terjadi pada batasbatas facies antara darat dan laut. Suatu
kondisi fasies darat berangsur-angsur berubah menjadi fasies laut memungkinkan
untuk terjadinya pencampuran silisiklastik dan karbonat (Anonim2.2010).
c. Insitu Mixing.
Percampuran terjadi di daerah sub tidal yaitu suatu tempat yang banyak
mengandung lumpur terrigenous. Kondisi yang memungkinkan terjadinya
percampuran ini adalah bila lingkungan tersebut terdapat organisme perintis
seperti algae. Apabila algae mati maka akan menjadi suplai material karbonat
(Anonim2.2010).
d. Source Mixing.
Proses percampuran ini terjadi karena adanya pengangkatan batuan ke permukaan
sehingga batuan tersebut dapat tererosi. Hasil erosi batuan karbonat tersebut
kemudian bercampur dengan material silisiklastik. Klasifikasi Mount (1985)
merupakan klasifikasi deskriptif. Menurutnya sedimen campuran memiliki 4
komponen, yaitu :- Silisiklastik sand (kuarsa, feldspar dengan ukuran butir pasir).Mud, yaitu campuran silt dan clay. Allochem, batuan karbonat seperti pelloid,
ooid dengan ukuran butir > 20 mikrometer.- Lumpur karbonat / mikrit, berukuran
< 20 mikrometer (Anonim2.2010).
Paling tidak terdapat empat bidang kegiatan yang memanfaatkan keunggulan sifat
fisik dan kimia batu gamping, yaitu, bidang pertanian, bahan bangunan, industri
dan lingkungan. Pemanfaatan batu gamping di bidang pertanian sangat prospektif.
Seperti dikatahui bahwa batu gamping dapat meningkatkan ketersediaan unsur
hara tanah untuk diserap tanaman. Proses kerjanya melalui penurunan kadar asam
tanah (AnonimI.2010).
Sementara itu lahan-lahan pertanian saat ini banyak yang mencapai keasaman
yang tinggi sehingga memerlukan penetralan melalui penggunaan batu gamping.
bidang industri, penggunaan batu gamping sangat beragam untuk pembuatan
berbagai produk, seperti kaca, karbid, bata silika, peleburan baja dan lain-lain.
Melihat penggunaan seperti itu, dapat disimpulkan, bahwa permintaan batu
3
3, 2 , 2, 1 , 1, , , /8, No.4, No.8, No.16, No.30, No.50,
No.100 dan No.200.
Gradasi agregat dinyatakan dalam prosentase lolos atau prosentase
tertahan, yang dihitung berdasarkan berat agregat. Gradasi agregat
mempengaruhi besarnya rongga antar butiran yang akan menentukan
stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan.
Jika agregat
campuran terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori
banyak karena tidak terdapat agregat berukuran kecil yang dapat mengisi
rongga. Sebaliknya jika campuran agregat terdistribusi dari agregat
berukuran besar sampai kecil secara merata, maka rongga atau pori yang
terjadi sedikit. Hal ini disebabkan karena rongga yang terbentuk oleh
susunan agregat berukuran besar, akan diisi oleh agregat berukuran lebih
kecilDistribusi butiran butiran agregat dengan ukuran tertentu yang
dimiliki oleh suatu campuran menentukan jenis gradasi agregat. Gradasi
agregat dapat dikelompokkan menjadi :
1. Agregat bergradasi baik
Agregat bergradasi baik disebut pula agregat bergradasi rapat. Campuran
agregat bergradasi baik mempunyai pori sedikit, mudah dipadatkan dan
mempunyai stabilitas yang tinggi. Tingkat stablitas ditentukan dari ukuran
butiran agregat terbesar yang ada. Berdasarkan ukuran butiran agregat
yang dominan menyusun campuran agregat, maka agregat bergradasi baik
dapat dibedakan atas :
a. Agregat
bergradasi
kasar
adalah
agregat
bergradasi
baik
yang
bergradasi
halus
adalah
agregat
bergradasi
baik
yang
selanjutnya
digabungkan
menurut
perbandingan
sehingga
campuran.
Batasan
gradasi
agregat
disebut
juga
3. METODOLOGI PENELITIAN