TINJAUAN PUSTAKA
dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik
manusia tersebut.
Stres kerja timbul akibat kepuasan kerja tidak terwujud dari
pekerjaannya. Stres kerja perlu sedini mungkin diatasi oleh pimpinan agar hal-hal
yang merugikan perusahaan dapat diatasi. Stres adalah suatu kondisi ketegangan
yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang. Orang-orang
yang mengalami stres menjadi nervous dan merasakan kekuatiran kronis. Mereka
sering menjadi marah-marah, agresif, tidak dapat relaks, atau memperlihatkan
sikap yang tidak kooperatif.
Stres dapat terjadi pada hampir semua pekerja, baik tingkat pimpinan
maupun pelaksana. Kondisi kerja yang lingkungannya tidak baik sangat potensial
untuk menimbulkan stres bagi pekerjanya. Stres dilingkungan kerja memang tidak
dapat dihindarkan, yang dapat dilakukan adalah bagaimana mengelola, mengatasi
atau mencegah terjadinya stres tersebut, sehingga tidak menganggu pekerjaan
(Notoatmodjo,2002).
Gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja
mereka. Luthans (2000) mendefenisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam
menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses
psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa
yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan
dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah stres
kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak
mulai timbulnya tuntutan untuk efesiensi di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres
kerja tersebut, yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis,
peningkatan ketegangan pada emosi, proses berfikir dan kondisi fisik individu.
Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa hal,
seperti : mudah marah dan agresif, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil,
sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat dan kesulitan dalam
masalah tidur.
Menurut National Safety Council (2004), penyebab stres kerja
dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu :
1. Penyebab Organisasional yang terdiri dari :
a)
d) Beban kerja yaitu pekerjaan yang diterima atau diemban seseorang yang di
dukung dengan tanggung jawab dari pekerjaan tersebut.
e)
Konflik dengan rekan kerja yaitu ketidak sesuaian antara dua atau lebih
anggota atau kelompok di tempat kerja.
3. Penyebab Lingkungan.
Menurut Grainger (1999), petugas kesehatan dalam menjalankan tugasnya
menghadapi banyak sekali stressor diantaranya : 1) menghadapi pasien yang :
menderita, sekarat, lumpuh, kematian pasien, 2) harus selalu bersikap baik kepada
orang yang mungkin tidak disukai, 3) berbicara dengan kerabat pasien, bertatatap
muka langsung dengan orang lain, 4) waktu kerja yang lama dan kerja shift, 5)
melakukan tindakan yang bersifat traumatis, 6) kemajuan teknologi, 7)
pertanggung jawaban terhadap manusia, 8) akibat yang sangat besar dari
keputusan yang salah, 9) risiko penularan penyakit akibat pekerjaan, 10)
pengharapan dan tuntutan masyarakat, 11) risiko kekerasan fisik, 12)
pengembangan karir yang tidak dapat diramalkan.
2. Profesi Perawat
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang
diperoleh melalui pendidikan keperawatan (Undang-undang Kesehatan No. 23
kematian,
banyak
diberi penghargaan,
tidak
mengidentifikasi 7
sumber stres pada perawat yang bekerja di rumah sakit yaitu : 1) Menghadapi
kematian, 2) Konflik dengan dokter, 3) Persiapan yang tidak memadai untuk
menghadapi kebutuhan-kebutuhan emosional pasien dan keluarganya, 4)
Kurangnya dukungan terhadap staf, 5) Konflik dengan perawat yang lain dan
supervisor, 6) Beban kerja berlebih, 7) Ketentuan pengobatan.
Bailey (1980), menambahkan bahwa sumber stress kerja perawat antara
lain : kesulitan manajemen, hubungan antar pribadi dengan perawat yang lain, dan
staf medis, isu perawatan pasien, pendidikan teknis dan ketrampilan, beban kerja
dan isu karir.
4. Dampak Negatif Stres Kerja
Menurut Rice (1987) yang mengutip pendapat Beehr dan Newman, ada
3 dampak negatif yang terjadi pada individu sehubungan dengan stres kerja yaitu
: gejala psikologis, gejala fisik dan gejala perilaku seperti berikut ini :
Gejala Psikologis yaitu :
tersinggung,
k)
ada nafsu makan, kombinasi gejala depresi, g) kehilangan berat badan yang tibatiba, h) perilaku beresiko : judi dan ngebut, h) agresi, pengrusakan, dan
merampok, i) hubungan yang buruk dengan keluarga dan teman, j) bunuh diri atau
percobaan bunuh diri.
5. Stres, Koping dan Adaptasi
Stres juga merupakan realitas kehidupan setiap hari. Setiap orang tidak
dapat terhindar dari stres. Setiap orang pernah stres dan akan mengalaminya,
akan tetapi kadarnya berbeda-beda serta dalam jangka waktu yang tidak sama
(Hardjana, 1994). Selye (1956 dalam davis, et al, 1995) menyatakan bahwa stres
merupakan tanggapan menyeluruh dari tubuh baik fisik maupun mental terhadap
setiap tuntutan ataupun perubahan yang mengganggu, mengancam rasa aman
dan harga diri individu. Pengalaman stres adalah pengalaman pribadi dan
bersifat subjektif. Stres terjadi apabila individu menilai situasi yang ada pada
dirinya adalah situasi yang mengancam. Stres sendiri dapat berakibat baik atau
buruk pada individu, tergantung pada penilaian dan daya tahan individu terhadap
hal, peristiwa, orang dan keadaan yang potensial atau netral kandungan stresnya
(Hardjana,1994). Berdasarkan hal tersebut, maka setiap individu akan
mengalami stres karena adanya stimulus (stressor), dimana stimulus tersebut
dapat menimbulkan perubahan atau masalah (stres) yang memerlukan cara
menyelesaikan atau menyesuaikan kondisi terhadap masalah tersebut (koping)
sehingga individu dapat menjadi lebih baik atau menjadi adaptif.
3. Pikiran
a. Berkaitan dengan penilaian individu terhadap lingkungan dan pengaruhnya
pada diri serta persepsi terhadap lingkungan.
b. Berkaitan dengan cara penilaian diri tentang cara penyesuaian yang biasa
dilakukan oleh individu yang bersangkutan.
Dampak stressor dipengaruhi oleh berbagai faktor (Kozier & Erb, 1983
dikutip Keliat, 1999) yaitu :
1. Sifat stressor
Pengetahuan individu tentang stressor tersebut dan pengaruhnya pada
individu tersebut.
2. Jumlah stressor
Banyaknya stressor yang diterima individu dalam waktu bersamaan. Jika
individu tidak siap akan menimbulkan perilaku yang tidak baik. Misalnya
marah pada hal-hal yang kecil.
3. Lama stressor
Seberapa sering individu menerima stressor yang sama. Makin sering
individu mengalami hal yang sama maka akan timbul kelelahan dalam
mengatasi masalah tersebut
4. Pengalaman masa lalu
Pengalaman individu yang lalu mempengaruhi individu menghadapi
masalah.
5. Tingkat perkembangan
Tiap individu tingkat perkembangannya berbeda.
Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, individu menyesuaikan diri dengan koping dan respons terhadap situasi
yang menjadi ancaman bagi diri individu. Cara yang dapat dilakukan adalah :
1. Individu
a. Kenali diri sendiri
Merupakan tahap awal yang harus dilakukan. Karena individu yang
sudah kenal akan dirinya, akan siap untuk menghadapi stressor yang ada.
Cara yang dapat dilakukan adalah:
- Identifikasi siapa diri anda
- Tanyakan pada orang lain siapa anda
- Mintalah umpan balik jika anda sudah kenal diri anda
b. Turunkan kecemasan
- Identifikasi penyebab cemas
- Cari tindakan yang dapat menurunkan kecemasan
- Lakukan teknik relaksasi
c. Tingkatkan harga diri
- Identifikasi aspek positif yang di miliki
- Mulai gali kemampuan positif yang di miliki
- Pertahankan aspek positif yang di miliki
d. Persiapan diri
- Tingkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan
- Berdoa
- Mencari informasi
- Diskusi dengan orang yang sudah punya pengalaman bekerja
- Identifikasi kebutuhan yang perlu dipersiapkan
e. Pertahankan dan tingkatkan cara yang sudah baik.
2. Dukungan sosial (keluarga, teman dan masyarakat)
a. Pemberian dukungan terhadap peningkatan kemampuan kognitif
b. Ciptakan lingkungan keluarga yang sehat, misalnya waktu berdikusi
dengan anggota keluarga.
c. Berikan bimbingan mental dan spiritual
d. Berikan bimbingan khusus, misalnya konseling
Adaptasi merupakan hasil akhir dari upaya koping. Karakteristik respon
beradaptasi adalah:
- Dapat mempertahankan keseimbangan
- Adaptasi memerlukan waktu
- Kemampuan adaptasi berbeda untuk tiap individu
- Adaptasi melelahkan dan untuk itu perlu bantuan dari orang lain.
dalam
mengatasi
masalah.
Mekanisme
koping
berdasarkan
koping
yang
menghambat
fungsi
intregrasi,
memecahkan
adalah
makan
berlebihan/tidak
makan,
bekerja
berlebihan,
Contohnya:
penggunaan
pendukung yang paling dekat dengan klien, yaitu: (1) Mencari dukungan sosial
seperti meminta bantuan keluarga, tetangga, teman atau keluarga jauh; (2)
Reframing yaitu mengkaji ulang kejadian masa lalu agar lebih dapat menangani
dan menerimanya; (3) Mencari dukungan spiritual dan berdoa, menemui pemuka
agama dan aktif dalam pertemuan ibadah; (4) Menggerakkan keluarga untuk
mencari dan menerima bantuan; (5) Penilaian secara pasif terhadap peristiwa yang
dialami dengan cara menonton tv, atau diam saja (Rasmun, 2001).
Jalowiec dalam Smeltzer (2001) mengidentifikasi lima cara penting
(koping) dalam menghadapi penyakit yaitu: (1) Mencoba optimis mengenai masa
depan; (2) Menggunakan dukungan sosial; (3) Menggunakan sumber spiritual; (4)
Mencoba tetap mengontrol situasi maupun perasaan; (5) Mencoba menerima
kenyataan yang ada.
6.3. Koping pada perawat
Menurunkan stres yang terkait dengan pekerjaan dapat menyebabkan
perubahan konteks organisasional keperawatan atau pendekatan perawat
individual terhadap kerja. Perbaikan lingkungan kerja dapat dipandang sebagai
suatu tanggungjawab manajerial dalam upaya meminimalkan stressor yang terkait
kerja. Dalam pelayanan kesehatan, perawat yang mengalami stres berat dapat
kehilangan motivasi, mengalami kejenuhan yang berat dan tidak masuk kerja
lebih sering (Gray & Anderson, 1981).