Anda di halaman 1dari 4

Loyalitas dalam Islam (Al-Wala’) (bag.

2)
Aqidah
10/2/2009 | 13 Shafar 1430 H | Hits: 4.312
Oleh: Tim dakwatuna.com
Kirim Print

dakwatuna.com - Berdasarkan beberapa ayat dan hadits, aqidah al-wala’ dan al-bara’ merupakan
suatu kewajiban yang harus ditegakkan dalam syariat Islam. Ia merupakan salah satu
konsekuensi dan syarat sahnya syahadat. Seorang Muslim tidak mungkin lepas dari akidah ini
dalam setiap dimensi kehidupannya. Ia harus mencintai Allah SWT, Rasul, dan hamba-hamba
yang beriman, dengan segala pengorbanannya. Pada saat yang sama, ia harus menegakkan
permusuhan terhadap kekufuran dan manusia-manusia yang mendukung kekufuran tersebut.
Perhatikan ayat-ayat Allah berikut ini.

“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta


kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat
tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di
jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At-Taubah: 24)

ž“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan


meninggalkan orang-orang mukmin. Bara’ngsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.
Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali
(mu).” (Ali Imran: 28)

ž“Kamu tidak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-
sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap
mereka, dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan
Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (Al-
Mujadilah: 22)

‫ب ِإَلْيِه ِمنْ َواِلِدِه َوَوَلِدِه‬


ّ ‫ح‬
َ ‫ن َأ‬
َ ‫حّتى َأُكو‬
َ ‫حُدُكْم‬
َ ‫ن َأ‬
ُ ‫ل ُيْؤِم‬
َ

“Tidaklah beriman salah seorang di antara kamu hingga aku lebih ia cintai daripada anaknya,
bapaknya, dan seluruh manusia.” (Muttafaqun ‘Alaih)

‫ن َمَعُه َفِإّنُه ِمْثُلُه‬


َ ‫سَك‬
َ ‫ك َو‬
َ ‫شِر‬
ْ ‫جاَمَع اْلُم‬
َ ‫ن‬
ْ ‫َم‬

“Barangsiapa yang berkumpul dengan orang musyrik dan tinggal (merasa tenang) dengannya,
maka ia sama dengannya.” (HR Abu Daud dari Samurah bin Jundub)

Hak-Hak Loyalitas

Ada beberapa hak yang berkaitan dengan akidah al-wala’ dalam syariat Islam, sebagaimana
penjelasan berikut.

Pertama, hijrah, yaitu hijrah dari negeri kafir ke negeri muslim, kecuali bagi orang yang lemah
atau tidak dapat berhijrah karena kondisi geografis dan politik kontemporer yang tidak
memungkinkan. Allah berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri,
(kepada mereka) malaikat bertanya, ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini?’ Mereka menjawab,
‘Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).’ Para malaikat berkata, ‘Bukankah
bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?’ Orang-orang itu tempatnya
neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang
tertindas baik laki-laki atau perempuan, ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya
dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya.
Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (An-Nisa: 97-99)

Kedua, membantu dan menolong kaum muslimin dengan lisan, harta, dan jiwa di manapun ia
berada dan dalam semua kebutuhan, baik dunia maupun agama. Allah berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan
jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan
(kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap)
orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu
melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan
kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan
kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Anfal: 72)

‫صاِبِعِه‬
َ ‫ن َأ‬
َ ‫ك َبْي‬
َ ‫شّب‬
َ ‫ضا َو‬
ً ‫ضُه َبْع‬
ُ ‫شّد َبْع‬
ُ ‫ن َي‬
ِ ‫ن َكاْلُبْنَيا‬
ِ ‫اْلُمْؤِمنُ ِلْلُمْؤِم‬

“Orang mukmin terhadap orang mukmin yang lain bagaikan bangunan yang sebagian
menyangga sebagian yang lain.” (HR Bukhari dan Muslim)

‫ظُلوًما‬
ْ ‫ظاِلًما َأْو َم‬
َ ‫ك‬
َ ‫خا‬
َ ‫صْر َأ‬
ُ ‫اْن‬

“Tolonglah saudara kamu baik yang melakukan kezhaliman atau yang dizhalimi.” (HR Bukhari)

‫سِلُمُه‬
ْ ‫ل ُي‬
َ ‫ظِلُمُه َو‬
ْ ‫ل َي‬
َ ‫سِلِم‬
ْ ‫خو اْلُم‬
ُ ‫سِلُم َأ‬
ْ ‫اْلُم‬

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, ia tidak meremehkannya, tidak
menghinakannya, dan tidak menyerahkannya (kepada musuh).” (HR Muslim)

Ketiga, terlibat dalam harapan-harapan dan kesedihan-kesedihan kaum Muslimin. Rasulullah


saw. bersabda,

‫حّمى‬
ُ ‫سَهِر َواْل‬
ّ ‫سِد ِبال‬
َ‫ج‬
َ ‫ساِئُر اْل‬
َ ‫عى َلُه‬
َ ‫ضٌو َتَدا‬
ْ ‫ع‬
ُ ‫شَتَكى ِمْنُه‬
ْ ‫سِد ِإَذا ا‬
َ‫ج‬َ ‫ل اْل‬
ُ ‫طِفِهْم َمَث‬
ُ ‫حِمِهْم َوَتَعا‬
ُ ‫ن ِفي َتَواّدِهْم َوَتَرا‬
َ ‫ل اْلُمْؤِمِني‬
ُ ‫َمَث‬

“Perumpamaan kaum Muslimin dalam cinta, kekompakan, dan kasih sayang bagaikan satu
tubuh, jika salah satu anggota tubuhnya mengeluh sakit, maka seluruh anggota tubuh juga ikut
menjaga dan berjaga.” (HR Bukhari)

Keempat, hendaklah ia mencintai saudara Muslim sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, baik
berupa kebaikan maupun menolak keburukan. Ia wajib menasihati mereka, tidak
menyombongkan diri dan atau mendendam terhadap mereka.

Kelima, tidak mengejek, melecehkan, mencari aib, dan ber-ghibah serta menyebarkan namimah
terhadap sesama kaum Muslimin.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan
yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan
perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung
ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan)yang buruk sesudah iman, dan bara’ngsiapa
yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Al-Hujurat: 11-12)
Yang dimaksud dengan ‘jangan mencela dirimu sendiri’ ialah mencela antara sesama mukmin
karena orang-orang mukmin seperti satu tubuh. Dan ‘panggilan yang buruk’ ialah gelar yang tidak
disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan
panggilan seperti “Hai, Fasik”, “Hai, Kafir,” dan sebagainya.

Keenam, mencintai kaum Muslimin dan berusaha untuk berkumpul bersama mereka. Rasulullah
saw. bersabda, “Adalah wajib bagiku mencintai orang-orang yang saling menziarahi.” (HR
Ahmad)

“Ikatan iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR
At-Thabrani)

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari
mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang
hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah
keadaannya itu melewati batas.” (Al-Kahfi: 28)

Ketujuh, melakukan apa saja yang menjadi hak kaum Muslimin, seperti menjenguk yang sakit
atau mengantar jenazah, tidak curang dalam bergaul dengan mereka, tidak memakan harta
mereka dengan cara yang batil, dan lainnya. Rasulullah saw. bersabda,

“Barangsiapa yang curang terhadap kami, maka dia bukan dari golongan kami.” (HR Muslim)

َ‫حِمد‬َ ‫س َف‬ َ ‫ط‬َ‫ع‬ َ ‫ح َلُه َوِإَذا‬ ْ‫ص‬َ ‫ك َفاْن‬


َ‫ح‬
َ‫ص‬ َ ‫سَتْن‬
ْ ‫جْبُه َوِإَذا ا‬
ِ ‫ك َفَأ‬
َ ‫عا‬
َ ‫عَلْيِه َوِإَذا َد‬
َ ‫سّلْم‬
َ ‫ل ِإَذا َلِقيَتُه َف‬
َ ‫ل َقا‬
ِّ ‫ل ا‬
َ ‫سو‬
ُ ‫ن َيا َر‬
ّ ‫ل َما ُه‬
َ ‫ت ِقي‬
ّ ‫س‬
ِ ‫سِلِم‬
ْ ‫عَلى اْلُم‬
َ ‫سِلِم‬
ْ ‫ق اْلُم‬
ّ َ‫ح‬
‫ت َفاّتِبْعُه‬
َ ‫ض َفُعْدُه َوِإَذا َما‬
َ ‫سّمْتُه َوِإَذا َمِر‬
َ ‫ل َف‬
َّ ‫ا‬

“Hak seorang Muslim atas seorang Muslim yang lain ada enam.” Ada yang bertanya, ‘Apa saja
ya Rasululllah?’ Beliau menjawab, bila kamu berjumpa dengannya ucapkan salam, jika ia
mengundangmu penuhilah, jika ia meminta nasihat kepadamu nasihatilah, jika ia bersin dan
memuji Allah hendaknya kamu mendoakannya, dan jika ia sakit jenguklah, dan jika ia mati
antarkanlah jenazahnya….” (HR Muslim)

Kedelapan, bersikap lembut terhadap Muslimin, mendoakan dan memohonkan ampun bagi
mereka. Allah berfirman,

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan
mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu’min, laki-laki dan perempuan.
Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.” (Muhammad: 19)

‫حْم‬
َ ‫ل ُيْر‬
َ ‫حْم‬
َ ‫ل َيْر‬
َ ‫ن‬
ْ ‫َم‬

Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa tidak menyayangi maka ia tidak akan disayangi.” (HR
Bukhari dan Muslim)

Kesembilan, menyuruh mereka kepada yang makruf dan mencegah mereka dari kemungkaran,
serta menasihati mereka.

‫عاّمِتِهْم‬
َ ‫ن َو‬
َ ‫سِلِمي‬
ْ ‫لِئّمِة اْلُم‬
َِ ‫سوِلِه َو‬
ُ ‫ل َوِلِكَتاِبِه َوِلَر‬
ِّ ‫ل‬
َ ‫ن َقا‬
ْ ‫حُة ُقْلَنا ِلَم‬
َ ‫صي‬
ِ ‫ن الّن‬
ُ ‫الّدي‬

“Agama adalah nasihat.’ Kami bertanya, ‘Untuk siapakah, ya, Rasulullah?’ Beliau menjawab,
‘Untuk Allah, Rasul, kitab-kitab, pemimpin kaum Muslimin, dan untuk mereka semua.’” (HR
Muslim)

ِ ‫ليَما‬
‫ن‬ ِْ ‫ف ا‬
ُ ‫ضَع‬
ْ ‫ك َأ‬
َ ‫طْع َفِبَقْلِبِه َوَذِل‬
ِ ‫سَت‬
ْ ‫ن َلْم َي‬
ْ ‫ساِنِه َفِإ‬
َ ‫طْع َفِبِل‬
ِ ‫سَت‬
ْ ‫ن َلْم َي‬
ْ ‫ن َرَأى ِمْنُكْم ُمْنَكًرا َفْلُيَغّيْرُه ِبَيِدِه َفِإ‬
ْ ‫َم‬
“Barangsiapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan
tangan; maka apabila tidak mampu hendaklah (ia lakukan) dengan lisannya; dan apabila tidak
mampu, hendaklah (ia lakukan) dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.” (HR Muslim)

Kesepuluh, tidak mencari-cari aib dan kesalahan kaum Muslimin serta membeberkan rahasia
mereka kepada musuh-musuh Islam.

“…dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan mereka…” (Al-Hujurat: 12)

Kesebelas, bergabung ke dalam jamaah kaum Muslimin dan tidak berpisah dengan mereka.

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-
musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu jadilah kamu karena nikmat Allah, orang-
orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan
kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk.” (Ali Imran: 103)

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan
yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali.” (An-Nisa: 115)

Keduabelas, tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.

“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al-Maidah: 2) Allahu A’lam (bersambung)

Anda mungkin juga menyukai