Oleh :
FAHMA MINHA
A14303054
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................... i
DAFTAR TABEL ..................................................................................
iv
vi
11
16
22
24
24
ii
32
32
33
34
36
38
45
47
52
53
54
56
58
62
iii
64
69
77
77
81
84
90
92
LAMPIRAN ...........................................................................................
95
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks
Luas
Areal Sawah dan Luas Baku Sawah di Daerah Irigasi
Klambu Kanan Wilalung (Ha) 3
3.
Luas
Lahan Sawah di Kecamatan Undaan
Menurut Jenis Pengairan (Ha) Tahun 2006 ..
4.
46
Rencana
47
Orbitasi
Desa Ngemplak Tahun 2006 ...
48
6.
Kondisi
dan Panjang Jalan Desa Ngemplak ..
48
7.
Data
Curah Hujan Bulanan Kecamatan Undaan Tahun 2006
49
8.
Tingkat
Pendidikan Penduduk Desa Ngemplak Tahun 2006
50
9.
Struktur
Mata Pencaharian Penduduk Desa Ngemplak Tahun 2006 .
51
10.
Penyebar
an Petani Responden Berdasarkan
Luas Lahan Garapan Petani 58
11.
Penyebar
an Karakeristik Petani Responden ..
12.
59
Analisis
Pendapatan Usahatani Padi di Desa Ngemplak
Berdasarkan Rata-rata Luas Lahan Tahun 2006/2007.... 65
13.
Rata-rata
Penerimaan, Biaya Produksi, dan Water Rent Usahatani
Padi Berdasarkan Rata-rata Luas Lahan Tahun 2006/2007 ... 66
14.
Hasil
Perhitungan Statistik Variabel Kontinyu Analisis Kesediaan
Petani Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi ..
15.
69
Deskripsi
Variabel Penjelas yang Bersifat Dummy dalam Analisis
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani Membayar Iuran
Pengelolaan Irigasi 71
16.
Hasil
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani
Membayar Iuran Pengelolaan Irigasi
17.
74
Penyebar
78
18.
Hasil
Perhitungan Nilai Tengah WTP
19.
80
Nilai
80
21.
82
Distribusi
85
WTP
86
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
Teks
1.
Hasil
Analisis Kesediaan Petani terhadap Iuran Pengelolaan
Irigasi . 97
2.
Hasil
Analisis WTP Petani terhadap Peningkatan Pelayanan
Irigasi .
3.
98
Peta Desa
99
Peta
100
vii
RINGKASAN
(WTP) dalam menetapkan iuran pengelolaan irigasi agar iuran irigasi yang
diberlakukan tidak memberatkan petani dalam pembayaran sehingga dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan O&P.
Oleh :
FAHMA MINHA
A14303054
SKRIPSI
Judul
Nama
: Fahma Minha
NRP
: A14303054
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
PERNYATAAN
WILLINGNESS
TO
PAY
PETANI
TERHADAP
BAHAN
Fahma Minha
A14303054
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah
dan karunia-Nya, sehingga penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga
semua langkah dan usaha dalam pembuatan skripsi dapat bernilai ibadah,
demikian juga kepada semua pihak yang telah membantu dengan ikhlas.
Penelitian yang berjudul Analisis Willingness to Pay Petani terhadap
Peningkatan Pelayanan Irigasi (Studi Kasus Daerah Irigasi Klambu Kanan
Wilalung, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah) ini
bertujuan untuk mengestimasi besarnya pendapatan usahatani terhadap kesediaan
petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi beserta identifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan daran dan usulan untuk kesempurnaan skripsi. Harapan penulis
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Tabel 1. Luas Panen , Produksi dan Hasil Padi Per Hektar tahun 2000-2005
Padi
Luas Panen (000 Ha)
Produksi (000 Ton)
Rata-rata (kw/hektar)
2001
1650,6
8289,9
50,22
2002
1653,4
8503,5
51,43
2003
1535,6
8123,8
52,90
2004
1635,9
8512,6
52,04
2005
1611,1
8424,1
52,29
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa produksi padi dari tahun 2001 sampai
tahun 2005 mengalami peningkatan. Khususnya untuk tahun 2005, Propinsi Jawa
Tengah yang memiliki luas panen 1,6 juta hektar dapat menghasilkan produksi
padi sebesar 8,4 juta ton.
Untuk harga gabah kering panen pada bulan Januari 2006 adalah Rp 2.072
dimana harga ini dibanding periode yang sama tahun lalu lebih tinggi sebesar Rp
364 (128,86 %). Sementara kebutuhan konsumsi penduduk Jawa Tengah tahun
2006 sejumlah 32.002.500 jiwa dari total penduduk 33.121.200 jiwa (Proyeksi
2005, Jateng dalam Angka) dengan tingkat konsumsi per orang 92,87
kg/kab/tahun, maka kebutuhan konsumsi beras Jawa Tengah bulan Januari 2006
sejumlah 3075,9 ribu ton beras. Dengan demikian, jumlah total konsumsi beras
lebih kecil dibandingkan produksi padi. Berkaitan dengan hal diatas maka langkah
yang perlu dipertimbangkan dalam rangka peningkatan produksi adalah sistem
pengairan pada lahan sawah sehingga produksi padi yang akan datang dapat
meningkat pesat dan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
Kabupaten Kudus merupakan kabupaten yang masih mempunyai lahan
pertanian yang cukup luas. Luas wilayah Kabupaten Kudus sendiri adalah
425,150 km2, dimana luas areal untuk lahan pertanian sekitar 21.857 hektar,
sedangkan untuk luas areal untuk lahan bukan pertanian sekitar 20.657 hektar.
Kabupaten Kudus terdiri dari 9 kecamatan yaitu Kaliwungu, Kota, Jati, Undaan,
Mejobo, Jekulo, Bae, Gebog, dan Dawe dimana dari masing-masing lahan
pertanian yang tersebar di sembilan kecamatan tersebut Kudus mampu memenuhi
kebutuhan pangan domestik.
Dari sembilan kecamatan tersebut Kecamatan Undaan merupakan salah
satu kecamatan yang banyak memberikan kontribusi terhadap sektor pertanian.
Luas lahan sawah wilayah kecamatan ini sendiri sekitar 5.809 hektar dimana luas
panen padi sawah pada tahun 2005 mencapai sekitar 9.642 hektar. Untuk luas
areal sawah dan luas baku sawah yang ditanami dapat dilihat pada Tabel 2. Luas
areal sawah dan luas baku sawah pada setiap tahunnya hampir sama yaitu 4.657
hektar sehingga dari Tabel 2 ini dapat dilihat bahwa setiap luas areal sawah yang
ada selalu ditanami tanaman. Setiap tahunnya terdapat tiga musim tanam (MT),
secara berurutan areal sawah tersebut ditanami padi, padi, dan palawija.
Tabel 2. Luas Areal Sawah dan Luas Baku Sawah di Daerah Irigasi Klambu
Kanan Wilalung (Ha)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Sumber: Ranting Dinas Pengairan Daerah Irigasi Klambu Kanan Wilalung, 2006
Loc.it
melebihi dari jumlah yang telah dibagikan. Hal ini menyebabkan sawah yang
berada di daerah hilir tidak mendapatkan irigasi yang sesuai dengan apa yang
telah direncanakan. Masalah juga terjadi dalam proses distribusinya air yang
digunakan
untuk
irigasi
mengalami
kebocoran-kebocoran
pada
pipa
penyalurannya, serta pencurian air ditengah pendistribusiannya. Akibatnya sawahsawah yang ada tidak mendapatkan air irigasi seperti yang telah terjadwalkan.
Para petani yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
sebenarnya telah memiliki ketegasan dalam penentuan biaya untuk setiap air
irigasi yang digunakan untuk mengairi sawah mereka. Namun, pada kenyataannya
petani sering kali tidak memiliki kesadaran dalam distribusi pengelolaan air. Hal
ini disebabkan karena air masih dianggap sebagai barang bebas (free goods)
walaupun mereka telah mempunyai kesepakatan dalam penentuan iuran setiap air
yang digunakan. Pengenaan iuran irigasi di Daerah Irigasi Klambu Kanan
Wilalung ini berkisar Rp 50.000 /orang/tahun.
Pengenaan iuran irigasi ini berguna untuk pelaksanaan dan pembiayaan
O&P. Namun, dalam perkembangannya tidak jarang petani yang enggan untuk
membayar iuran tersebut. Oleh karena itu, banyak terjadi pemakaian air yang
berlebihan pada petani yang merasa telah membayar iuran tersebut. Hal ini
menyebabkan distribusi air tidak merata.
Masalah pelayanan irigasi inilah yang akan berdampak pada produktivitas
lahan sehingga dibutuhkan penetapan terhadap besarnya iuran pengelolaan irigasi
yang diperoleh melalui kesepakatan anggota P3A berdasarkan kebutuhan riil
biaya O&P yang bersangkutan. Selain itu, perlu memperhatikan berapa besar
kontribusi sumberdaya air (water rent) mempengaruhi total pendapatan usahatani
sehingga melalui total pendapatan usahatani dalam penelitian ini kita dapat
melihat kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi dan besarnya
iuran yang ditetapkan tidak memberatkan petani yang mengakibatkan penurunan
produksi pertanian.
Dengan memperhatikan permasalahan di atas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Seberapa besar pendapatan usahatani responden?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesediaan petani dalam
membayar iuran pengelolaan irigasi?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi Willingness to Pay (WTP) petani
terhadap peningkatan pelayanan irigasi?
4. Berapa besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) petani terhadap
peningkatan pelayanan irigasi?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengestimasi besarnya pendapatan usahatani.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan petani
dalam membayar iuran pengelolaan irigasi.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Willingness to Pay (WTP)
petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi.
4. Mengestimasi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) petani terhadap
peningkatan pelayanan irigasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
12
kebutuhan
dan
pertimbangan/rekomendasi
kemampuannya
pemerintah
karena
secara
kebutuhan
berjenjang
dan
menurut
atas
skala
13
14
d. Panitia irigasi yang kurang berfungsi dengan baik dan institusi P3A yang
belum banyak berjalan.
15
secara
mantap
dan
teratur
dan
dengan
penuh
tanggungjawab.
c. Agar dengan adanya perkumpulan, para petani anggotanya dapat dengan
tenang dan bergairah melaksanakan usahataninya karena selain kebutuhan air
pengairan tercukupi, juga dalam pelaksanaan usahataninya itu akan dapat
menyesuaikan dengan perkembangan teknologi pertanian dan pengairan.
Adapun tugas pokok dari P3A, yaitu:
a. Melakukan pemeliharaan dan perbaikan-perbaikan jaringan pengairan tersier
dan pedesaan.
b. Membuat peraturan dan ketentuan pembagian air pengairan serta pengamanan
jaringan-jaringan pengairan agar terhindar dari perusahaan si pembutuh air
pengairan yang hanya mementingkan diri sendiri.
c. Mengatasi dan menyelesaikan berbagai masalah yang timbul dan terjadi di
antar para anggota petani pemakai air pengairan di dalam pengelolaan air
pengairan.
d. Mengumpulkan dan mengurus iuran pembiayaan bagi kegiatan eksploitasi dan
pemeliharaan bangunan dan jaringan pengairan dari para anggota petani
16
pemakai air pengairan yang telah mereka sepakati bersama pada musyawarah
di antara mereka.
e. Mewujudkan peransertanya kepada pemerintah melaksanakan kewajibankewajiban pemerintah dalam rangka kegiatan yang menyangkut persoalanpersoalan pengairan dan pertanian.
17
petani tergantung pada jumlah luas areal sawah yang dimiliki dan besarnya
kemampuan petani dalam membayar iuran air tersebut.
Penelitian Andriyani (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan petani dalam membayar IPAIR adalah pendapatan
usahatani, beban tanggungan, pendapatan non irigasi, pengeluaran keluarga
petani, lama pendidikan dan umur. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan usahatani adalah luas lahan, produksi, pengalaman berusahatani dan
komoditas yang diusahakan.
Faktor pendapatan usahatani, pendapatan non irigasi dan pengeluaran
keluarga berpengaruh sangat nyata teradap kemampuan petani membayar IPAIR
pada taraf kepercayaan =0,05 hingga =0,01. Pengaruh koefisien regresi
pendapatan usahatani dan pendapatan non irigasi sesuai dengan harapan, yaitu
berpengaruh positif berarti semakin besar pendapatan usahatani dan pendapatan
non irigasi maka semakin besar pula kemampuan petani dalam membayar IPAIR.
Koefisien regresi pengeluaran keluarga berpengaruh negatif artinya semakin besar
pengeluaran keluarga maka kemampuan petani membayar iuran semakin kecil.
Faktor beban tanggungan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan = 0,05,
koefisien ini berpengaruh negatif yang berarti bahwa jika beban tanggungan
petani bertambah maka kemampuan petani membayar iuran semakin kecil.
Peubah produksi penerimaan usahatani, pengeluaran usahatani dan komoditas
yang diusahakan berpengaruh tidak langsung terhadap kemampuan petani untuk
membayar iuran, karena peubah tersebut berpengaruh nyata pada pendapatan
usahatani.
18
Dalam
penelitian
Aji
(2005),
menyatakan
faktor-faktor
yang
19
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
21
22
23
memanipulasi
hasil
analisis
dan
mempengaruhi
kebijakan
24
5. Hypothetical bias yang muncul karena adanya masalah yang potensial terjadi
pada kondisi pasar atau kenyataan yang tidak riil. Untuk memanfaatkan atau
menikmati barang-barang publik, kesediaan membayar sering dipengaruhi
oleh anggapan subyek bahwa mereka berhak menikmati barang-barang
tersebut secara gratis karena merupakan anugerah Tuhan. Subyek mungkin
tidak menanggapi proses survei dengan serius dan jawaban yang mereka
berikan cenderung tidak memenuhi pernyataan yang diajukan.
Solusi: desain dari alat survei sedemikian hingga memaksimisasi realitas
dari situasi yang akan diuji dengan memberikan penjelasan kepada responden
tentang pilihan-pilihan yang tersedia dengan berbagai konsekuensinya.
25
26
3.1.6 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran dan perumusan masalah penelitian, dapat
dikembangkan hipotesis penelitian, yaitu:
1. Diduga pilihan masyarakat untuk bersedia membayar iuran pengelolaan irigasi
dipengaruhi secara positif oleh faktor umur, tingkat pendidikan, pengetahuan
tentang iuran, tingkat pelayanan irigasi, peranserta dalam O&P irigasi, dan
kepercayaan terhadap P3A.
2. Diduga tingkat WTP petani terhadap iuran pengelolaan irigasi dipengaruhi
secara positif oleh faktor umur, tingkat pendidikan, pengetahuan tentang iuran,
tingkat pelayanan irigasi, peranserta dalam O&P irigasi, kepercayaan terhadap
P3A, pengalaman berusahatani, keuntungan bersih usahatani, dan luas lahan
garapan, sedangkan secara negatif dipengaruhi oleh tanggungan keluarga.
27
tidak adanya pemeliharaan yang dilakukan oleh masyarakat petani. Oleh karena
itu, melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), pengurus dan anggotanya
melakukan operasi dan pemeliharaan (O&P) irigasi secara rutin guna memberikan
pelayanan irigasi yang baik. Untuk kelancaran jalannya O&P irigasi diperlukan
kesadaran dari petani pemakai air untuk membayar iuran pengelolaan irigasi.
Dalam rapat Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), iuran pengelolaan
tersebut telah disepakati tetapi pada kenyataannya banyak para petani yang
enggan untuk membayar iuran tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan
dibahas mengenai pendapatan usahatani petani melalui analisis usahatani dan
melihat kemampuan dalam kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan
irigasi melalui metode analisis regresi logit serta penilaian tentang pelayanan
irigasi dilihat berdasarkan nilai Willingness to Pay (WTP) dengan menggunakan
Contingent Valuation Method (CVM) melalui pendapatan usahatani yang ada.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
dalam menentukan iuran pengelolaan irigasi dan meningkatkan pelayanan
terhadap irigasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
28
Pelayanan Irigasi
Kerusakan Jaringan
Irigasi
Rehabilitasi Jaringan
Irigasi
Pemerintah
Daerah/Provinsi
Penilaian Ekonomi
Pelayanan Irigasi
Pendapatan Usahatani
Analisis
Usahatani
Estimasi Nilai
WTP
Contingent
Valluation Method
(CVM)
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi WTP
Analisis Regresi
Linear Berganda
Penentuan Iuran
Pengelolaan Irigasi
Ket:
BAB IV
METODE PENELITIAN
30
penelitian ini dipusatkan pada tingkat saluran tersier. Hal ini diharapkan dapat
mempermudah dalam penyeragaman iuran pengelolaan irigasi karena berada
dalam wadah yang sama yaitu P3A.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara
stratified random sampling, yaitu pengambilan responden secara random yang
ditarik dari masing-masing kelompok yang homogen dari suatu populasi (Nazir,
1988). Populasi dalam penelitian ini adalah petani pemakai air di Desa Ngemplak,
Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus yang terdaftar dalam buku daftar anggota
P3A. Populasi tersebut dikelompokkan menjadi tiga strata berdasarkan luas lahan
irigasi, yaitu petani yang menggarap di lahan irigasi < 0,5 hektar; 0,5 1 hektar;
dan >1 hektar masing-masing sejumlah 30 petani, sepuluh petani, dan lima petani,
sehingga total responden sebanyak 45 petani. Penentuan jumlah tiap-tiap strata
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Nazir, 1988):
ni =
Ni
n
N
dimana:
ni
= total jumlah sampel yang diambil dari seluruh kelompok luas lahan
Ni
31
responden terhadap peningkatan pelayanan irigasi dan besarnya nilai WTP yang
diperoleh melalui kuesioner maupun wawancara langsung dengan responden.
Hasil dari kuesioner dan wawancara tersebut akan dimanfaatkan sebagai
pendukung dari penggunaan Contingent Valuation Method (CVM) dan analisis
Willingness to Pay (WTP). Sedangkan data sekunder meliputi: data jaringan
irigasi Klambu Kanan Wilalung, luas areal baku dan debit air, potensi desa, dan
literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.
32
33
satu nilai dari sumberdaya alam yang dapat menandakan tingkat kemampuan
petani dalam membayar iuran pengelolaan air irigasi.
Penilaian terhadap air irigasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan Product Exhaustion Theorem, yaitu dengan menilai kontribusi air
irigasi dari selisih antara nilai output produksi dengan nilai input produksi non
irigasi yang dihasilkan. Hal ini dinyatakan dalam persamaan rumus sebagai
berikut:
............................(2)
dimana:
(Pw x Qw)
Y
Py
dimana:
Pi
34
o
1, 2, 3, 4, 5, 6
U
TP
PTPI
PLYN
PRST
KPCY
i
e
dimana:
35
Uji Wald
Uji Wald digunakan untuk uji nyata parsial bagi masing-masing koefisien
variabel. Dalam pengujian hipotesa, jika koefisien dari variabel penjelas sama
dengan nol, hal ini berarti variabel penjelas tidak berpengaruh pada variabel
respon. Statistik uji Wald dapat didefinisikan sebagai berikut (Hosmer &
Lemeshow, 1989):
Wj =
SE ( j )
dimana:
= penduga j
36
Uji Wald mengikuti sebaran normal baku dengan kaidah keputusan menolak H0
jika W > Z/2.
4.5.3.2 Interpretasi Koefisien
variabel respon (Firdaus dan Afendi, 2005). Odds ratio mengindikasikan seberapa
besar peluang muncul kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan
kelompok lainnya.
Odds ratio merupakan interpretasi dari peluang. Koefisien yang bertanda
negatif menunjukkan nilai odd ratio yang lebih kecil dari satu mengindikasikan
bahwa peluang kejadian tidak sukses akan lebih besar dari peluang kejadian
sukses, sedangkan koefisien yang bertanda positif akan menunjukkan nilai odd
ratio yang lebih besar dari satu hal ini mengindikasikan bahwa peluang kejadian
sukses akan lebih besar dari peluang kejadian tidak sukses. Jika nilai odd ratio
sama dengan satu mengindikasikan kedua kelompok memiliki peluang yang sama
besar berkaitan dengan munculnya kejadian sukses (Firdaus dan Afendi, 2005).
37
38
39
menentukan jumlah yang mereka ingin bayarkan karena mereka tidak mempunyai
keinginan untuk ikut serta dalam peningkatan pelayanan irigasi. Selanjutnya
dugaan rataan WTP dihitung dengan rumus (Jordan & Elnagheeb (1993) dalam
Arianti, 1999):
n
dimana: EWTP
Wi
Pfi
n
i
4.
keseluruhan dengan rumus (Pearce dan Turner (1989) dalam Arianti, 1999):
40
n
n
TWTP = WTPi i P .................................(4)
N
i =1
dimana : TWTP
WTPi
ni
N
P
i
5. Pengevaluasian CVM
Hal ini memerlukan pendekatan seberapa besar tingkat keberhasilan dalam
pengaplikasian CVM. Apakah hasil survei mengandung tingkat penawaran
sanggahan yang tinggi? Apakah ada bukti bahwa responden benar-benar mengerti
mengenai pasar hipotetik? Seberapa besar tingkat kesalahan responden dalam
menjawab pertanyaan yang diajukan? Seberapa baik pasar hipotetik yang
digunakan untuk menangkap setiap aspek dalam barang lingkungan? Asumsi apa
yang digunakan untuk dapat menghasilkan nilai rata-rata dan bentuk pengumpulan
penawaran? Seberapa baik penanganan permasalahan yang terjadi diasosiasikan
dengan CVM?
Untuk mengevaluasi pelaksanaan model CVM dapat dilihat dari tingkat
keandalan (reability) fungsi WTP untuk mengetahui apakah CVM yang dilakukan
dapat memberikan gambaran yang sebenarnya dari ukuran penilaian anggota P3A.
41
2
i
= minimum (terkecil).
yang
diharapkan
bersyarat
(conditional
expected
value)
dari
42
regresi yang tidak dipenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran
pendugaan model tersebut dan/atau pengujian hipotesis untuk pengambilan
keputusan dapat diragukan. Penyimpangan asumsi 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh
yang serius, sedangkan asumsi 1, 4, dan 6 tidak.
Pengujian hipotesis regresi berganda dari hasil print out komputer dapat
dilakukan dengan cara:
1. Dengan melihat nilai thitung atau Fhitung dan dibandingkan dengan nilai ttabel atau
Ftabel. Jika thitung atau Fhitung lebih besar daripada ttabel atau Ftabel maka
keputusannya adalah tolak hipotesis nol (H0). Sebaliknya, jika nilai thitung atau
43
1. Kriteria petani yang bersedia membayar iuran adalah petani yang telah
melunasi iuran irigasi darimusim tanam I sampai musim tanam II berakhir.
2. Luas lahan garapan merupakan luas areal produktif ditanami padi yang
digarap oleh petani dan diukur dalam satuan hektar. Luas lahan garapan
dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu lahan < 0,5 hektar; 0,5-1 hektar;
dan > 1 hektar.
3. Umur petani adalah umur seorang petani responden pada saat penelitian
berlangsung dan diukur dalam satuan tahun.
4. Tingkat pendidikan yaitu tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh
oleh petani responden dan diukur dalam satuan tahun.
5. Pengetahuan petani terhadap iuran adalah petani tersebut mengetahui tujuan
dan manfaat diterapkannya iuran pengelolaan irigasi dan alokasi dananya.
6. Tingkat pelayanan irigasi adalah pelayanan dikatakan baik jika air yang
diterima oleh petani sesuai jumlah dan waktu pada saat dibutuhkan serta
terpeliharanya jaringan irigasi.
44
7. Peran serta petani dalam O&P irigasi adalah frekuensi waktu petani dalam
mengikuti pertemuan/kegiatan P3A (minimal sebanyak tiga kali dalam
setahun).
8. Kepercayaan petani terhadap P3A yaitu petani dapat mempercayai
kepengurusan P3A dan mengetahui nama-nama pengurus dan orang yang
menagih iuran.
9. Pendapatan usahatani padi adalah selisih antara penerimaan total usahatani
padi (output yang dihasilkan dikalikan harga output tersebut) dalam satu
tahun dengan total biaya variabel (jumlah input variabel dikalikan dengan
harga input variabel tersebut).
10. Tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang belum bisa
memenuhi kebutuhannya dan masih dibiayai oleh petani responden, termasuk
petani itu sendiri.
11. Pengalaman berusahatani adalah seberapa lama petani telah mengusahakan
tanaman padi (dihitung sejak mulai mengusahakan tanaman padi hingga
penelitian ini berlangsung) dan diukur dengan satuan tahun.
BAB V
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
46
Desa
Teknis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pengairan
Setengah Sederhana
Teknis
5,4000
0,1050
1,4400
-
Wonosoco
36,9670
Lambangan
17,0036
Kalirejo
24,1250
Medini
19,6940
Sambung
14,0100
Glagahwaru
20,2300
Kutuk
54,7740
Undaan Kidul 53,1900
Undaan
53,7700
Tengah
10. Karangrowo
20,4280
57,7300
11. Larikrejo
2,2200
12,0300
12. Undaan Lor
45,3800
13. Wates
37,0500
14. Ngemplak
36,0000
6,0000
15. Terangmas
11,3700
16. Berugenjang
20,9164
3,6000
Total
467,128
82,705
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus diolah, 2006
Tadah
Hujan
Jumlah
36,9670
22,4036
24,2300
19,6940
14,0100
20,2300
54,7740
54,6300
53,7700
78,1580
14,2500
45,3800
37,0500
42,0000
11,3700
24,5164
553,433
47
Tabel 4. Rencana Luas Areal dan Debit Air Saluran Sekunder DI Klambu
Kanan Wilalung Tahun 2006
Saluran Sekunder
Luas Areal (ha)
Debit Air (lt/detik)
BU-12
43,8
72
BU-13
45,6
74
BU-14
37,8
64
BU-15
69,3
99
N3.2KAI
71,5
102
N3.3KAI
63,5
93
N3.4KAI
49,5
78
N3.5KAI
79,9
110
Sumber: Ranting Dinas Pengairan Klambu Wilalung, 2006
48
Jepara. Jarak tempuh Desa Ngemplak ke ibu kota kecamatan tidak terlalu jauh dan
mudah dijangkau dengan sepeda motor, mobil atau bus mini, sehingga relatif
singkat menuju ke pusat ekonomi, kesehatan, dan pemerintahan (lihat Tabel 5).
Orbitasi
Jarak ke ibu kota Kecamatan
Jarak ke ibu kota Kabupaten
Jarak ke ibu kota Provinsi
Waktu tempuh ke ibu kota Kecamatan
Waktu tempuh ke ibu kota Kabupaten
Waktu tempuh ke pusat fasilitas terdekat
(pemerintahan, ekonomi, dan lain-lain)
Sumber: Daftar Isian Potensi Desa Ngemplak, 2006
Keterangan
5 km
9 km
42 km
15 menit
30 menit
15 menit
49
Curah hujan yang terjadi pada setiap bulan sangat mempengaruhi volume
air irigasi. Kecamatan Undaan hanya memiliki satu stasiun curah hujan, yaitu
stasiun Wilalung. Kondisi curah hujan di daerah Undaan disajikan pada Tabel 7.
50
Keterangan
Tidak sekolah
Tidak tamat SD
SD
SLTP
SLTA
D-2
D-3
S-1
S-2
Total
Jumlah
10
20
1.512
290
180
10
14
18
2
2.056
Persentase (%)
0,49
0,97
73,54
14,11
8,75
0,49
0,68
0,88
0,09
100,0
Sumber: Daftar Isian Potensi Desa dan Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa,2006
Selain
itu,
adanya
keterbatasan
penghasilan
keluarga
petani
51
Mata Pencaharian
Petani sendiri
Buruh tani
Buruh industri
Buruh bangunan
Pedagang
Peternak
Nelayan
Montir
PNS/ABRI
Total
Jumlah (orang)
375
125
389
302
10
0
0
7
14
1222
Presentase (%)
30,69
10,23
31,83
24,71
0,82
0,00
0,00
0,57
1,15
100,0
Sumber: Daftar Isian Potensi Desa dan Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa,2006
52
24,71 persen, pedagang 0,82 persen, montir 0,57 persen dan PNS/ABRI 1,15
persen.
Berkaitan dengan pertanian di lokasi penelitian, biasanya apabila musim
panen tiba petani menjual gabah dengan dua cara yaitu pertama, penjual yang
datang langsung ke sawah atau penjual tersebut sering disebut sebagai penebas
dengan gabah dalam keadaan kering bukan dalam keadaan kering giling,
sedangkan kedua, mereka menjual sendiri ke pasar setempat dalam keadaan gabah
kering giling.
53
Pada saat penelitian berlangsung, Musim Tanam (MT) I baru dimulai pada
bulan Oktober 2007. Ketersediaan air pada saat itu sudah mencukupi untuk
memulai musim tanam, sehingga tidak ada petak sawah yang kekurangan air. Hal
ini juga didukung oleh pelayanan irigasi yang baik pada saat itu, karena sebelum
MT I dimulai biasanya petani yang terkumpul dalam P3A melakukan gotongroyong untuk memperbaiki seluruh jaringan irigasi yang ada agar selama MT I
dilaksanakan tidak ada petak sawah yang mengalami kekurangan air.
Berdasarkan hasil wawancara petani, setiap tahunnya wilayah Undaan ini
sering terjadi banjir antara bulan Oktober-Desember sehingga menyebabkan
petani rugi. Selain akibat curah hujan yang tinggi, petani rugi karena adanya
banyak hama dan penyakit pada tanaman. Hama dan penyakit tanaman ini
seringkali ada pada saat MT III sehingga tidak jarang jika ada petani yang sengaja
menanam palawija atau semangka tidak akan panen. Kerugian petani berasal dari
biaya produksi yang sangat tinggi sementara hasil produksi buruk hingga tidak
laku dijual.
54
per hektar dan MT II berkisar 50 kwintal hingga 75 kwintal per hektar dalam
bentuk gabah kering giling (GKG), dimana harga GKP di tingkat petani pada
tahun 2006/2007 sebesar Rp 2000 per kilogram.
Produksi padi pada MT I cenderung paling rendah dibandingkan dengan
produksi MT II. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan air yang berasal dari air
hujan sangat berlimpah sehingga menyebabkan banjir. Selain itu, serangan
hama/penyakit yang sulit ditanggulangi mengakibatkan gagal panen. Apabila ada
perbedaan produksi padi di setiap lahan itu karena perbedaan dalam penggunaan
pupuk dan obat-obatan setiap petani. Dari hasil wawancara petani responden
biasanya menggunakan pupuk urea, TSP dan Ponska.
55
Sesuai dengan AD/ART P3A Karunia Tani, ruang lingkup kegiatan P3A
meliputi penguasaan, pengelolaan, penggunaan, dan pengamanan air beserta
sumber-sumbernya
pada
jaringan
irigasi.
Hal
ini
bertujuan
untuk
56
dan mendapat pembinaan dari tim Pembina dan instansi terkait. Sistem penarikan
iuran setiap musim tanam diserahkan kepada pengurus blok masing-masing yaitu
blok Palwadak, Srigono, Kaliyah, Gedangrejo, Kaiman dan Kilego Mulyo
kemudian disetorkan ke bendahara.
57
BAB VI
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI
Responden
Jumlah
Persentase (%)
30
66,7
10
22,2
5
11,1
45
100,0
menggambarkan
kondisi
ekonomi
petani
dengan
tujuan
untuk
59
Jumlah
Responden
(orang)
Persentase
(%)
2
28
15
45
4,5
62,2
33,3
100
4
15
20
2
4
0
45
8,9
33,3
44,5
4,4
8,9
0,0
100
18
8
6
6
7
45
40,0
17,8
13,3
13,3
15,6
100
1. Umur
Petani responden berumur rata-rata 52,1 tahun dengan umur terendah 28
tahun dan umur tertinggi 70 tahun. Umur seseorang merupakan karakteristik
individu yang dapat mempengaruhi fungsi biologis dan psikologi individu
tersebut. Semakin tua umur petani akan mempengaruhi kemauan dan pengalaman
petani dalam berusahatani.
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa petani di Desa Ngemplak
cenderung masuk ke dalam generasi tua, hal ini ditunjukkan oleh persentase
60
terbesar yaitu 62,2 persen berumur 40-55 tahun dan 33,3 persen berumur lebih
dari 55 tahun. Sementara generasi muda yang ada cenderung tidak berkecimpung
dalam bidang pertanian di lahan sawah, mereka lebih tertarik untuk memilih jenis
pekerjaan di bidang perdagangan, industri, jasa dan sebagainya. Kondisi demikian
terlihat pada kelompok umur < 40 tahun hanya 4,5 persen dari seluruh jumlah
responden.
2. Tingkat Pendidikan
Menurut tingkat pendidikan, dari 45 responden sebagian besar hanya
berpendidikan Sekolah Dasar (SD) yaitu 20 orang (44,5 persen), sedangkan yang
paling sedikit adalah tingkat SLTP sebanyak 2 orang (4,4 persen), bahkan untuk
tingkat Akademi/PT tidak ada.
Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
petani dapat dikatakan berpendidikan rendah bahkan terdapat petani yang tidak
mendapatkan pendidikan sebanyak 8,9 persen dan yang tidak tamat SD sebanyak
33,3 persen. Alasan mereka tidak melanjutkan sekolah karena para orangtua
mereka yang sebagian besar petani cenderung mendidik anak-anaknya
berusahatani di sawah serta kurangnya kesadaran orangtua zaman dahulu akan
pentingnya pendidikan bagi generasi berikutnya serta didorongnya keadaan
ekonomi mereka yang kurang.
3. Pengalaman Berusahatani
Rata-rata pengalaman berusahatani petani responden adalah 22 tahun.
Oleh karena itu, sebagian besar petani responden telah mengenal seluk beluk
pertanian yang ada di Desa Ngemplak. Penyebaran petani responden menurut
pengalaman berusahatani dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11
61
belum
lama
dalam
mengusahakan
tanaman
padi,
sehingga
permasalahan yang terjadi di sawah , khususnya masalah air masih kurang dapat
diatasi.
4. Status Usahatani
Berdasarkan total responden sebanyak 45 orang menunjukkan bahwa
sebagian besar petani mengusahakan padi sebagai pekerjaan pokok yaitu sebesar
33 responden (73,3 persen), sedangkan 12 responden lain (26,7 persen) bertani
merupakan pekerjaan sampingan. Artinya bahwa dari waktu kerja dan sumber
penghasilan, bertani merupakan sumber yang utama. Tetapi, hanya sebagian kecil
petani yang menjadikan usahatani sebagai pekerjaan sampingan karena memiliki
profesi lainnya, yaitu sebagai PNS atau buruh industri.
Sehubungan dengan status usahatani, hubungan kerja di daerah penelitian
yaitu pola pemilik lahan. Pemilik lahan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap
jalannya kegiatan usahatani yang dilakukan serta keuangan usahatani seperti Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) untuk lahan pertanian. Apabila lahan pertaniaannya
digarap oleh orang lain maka pemilik lahan dan penggarap sama-sama
mendapatkan penerimaan yang berasal dari hasil produksi padi (maro) pada tiap
musim tanam.
62
63
lahan 1,6 hektar. Pengeluaran untuk pupuk merupakan pengeluaran yang paling
besar, karena harga eceran tertinggi di Desa Ngemplak lebih besar dari harga
eceran tertinggi yang ditetapkan oleh pemerintah. Pengeluaran untuk benih dalam
usahatani padi sebesar Rp 48.330, Rp 101.250, Rp 252.072 dengan benih padi
masing-masing sebesar 8,95 kg untuk rata-rata luas lahan 0,3 hektar; 18,75 kg
untuk rata-rata luas lahan 0,6 hektar; dan 46,68 kg untuk rata-rata luas lahan 1,6
hektar.
Obat yang digunakan dalam usahatani padi adalah obat-obatan berjenis
cair. Kebanyakan penggunaan obat ini bertujuan untuk membasmi hama dan
penyakit yang dimulai setelah tanam dilakukan dengan menggunakan sprayer.
Penggunaan obat dalam usahatani padi sebesar Rp 93.000, Rp 166.500 dan Rp
189.000 untuk masing-masing rata-rata luas lahan 0,3 hektar; 0,6 hektar serta 1,6
hektar.
Penggunaan tenaga kerja luar keluarga dalam usahatani padi mencapai Rp
26.667, Rp 60.000, serta Rp 224.000 dengan masing-masing rata-rata luas lahan
0,3 hektar; 0,6 hektar dan 1,6 hektar. Penggunaan tenaga kerja ini diperlukan pada
saat kegiatan panen. Kegiatan yang melibatkan tenaga kerja luar keluarga
biasanya dimulai dari pukul 07.00 sampai pukul 12.00 setiap harinya, sedangkan
tenaga kerja dalam keluarga tidak diperhitungkan.
6.2.2 Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani merupakan hasil kali antara jumlah produksi padi
keseluruhan dengan harga gabah. Total produksi padi hasil panen di Desa
Ngemplak yaitu sebesar 1.491,7 kg untuk luas lahan rata-rata 0,3 hektar, 3.125 kg
untuk luas lahan rata-rata 0,6 hektar, dan 7.780 kg untuk luas lahan rata-rata 1,6
64
hektar dengan tingkat harga pasar yang berlaku di lokasi penelitian sebesar Rp
2.000 per kilogram. Penerimaan yang didapatkan petani sebesar Rp 2.983.400, Rp
6.250.000, dan Rp 15.560.000 yang dapat dilihat pada Tabel 12. Hal ini
disebabkan jumlah hasil produksinya berbeda.
6.2.3 Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani
dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan ini terdiri dari pendapatan atas biaya
tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan usahatani ini dihitung
berdasarkan pendapatan riil dan pendapatan per hektar. Besarnya pendapatan pada
masing-masing luas lahan cukup signifikan karena analisis ini dikategorikan
berdasarkan luas lahan.
Hasil analisis pendapatan usahatani di atas menunjukkan bahwa usahatani
padi menguntungkan untuk diusahakan karena besarnya output produksi lebih
besar dibandingkan total biaya yang dikeluarkan. Besarnya pendapatan per hektar
lebih besar daripada pendapatan riil, hal ini karena luas lahan riil lebih kecil
dibandingkan kategori terhadap luas lahan untuk per hektarnya. Tetapi untuk luas
lahan riil 1,6 hektar, pendapatan riil lebih kecil dibandingkan pendapatan per
hektar karena jumlah luas lahan riil lebih besar dibandingkan kategori luas lahan,
dimana luas lahan riil mencapai 1,05 hektar sampai 2 hektar. Untuk dapat melihat
tingkat efisiensi usahatani padi dapat dilihat pada tingkat pendapatan yang
ditunjukkan pada Tabel 12.
65
101.250
252.072
179.000
89.500
9.860
375.000
187.500
6.800
933.600
466.800
25.500
93.000
26.667
426.667
20.000
50.000
943.024
166.500
60.000
894.000
20.000
50.000
1.861.050
189.000
224.000
2.224.000
20.000
50.000
4.384.972
477.333
56.667
534.000
1.000.000
50.000
1.050.000
2.489.600
50.000
2.539.600
1.477.024
2.911.050
6.924.572
2.040.376
4.388.950
11.175.028
1.506.376
3.338.950
8.635.428
6.801.253
7.314.917
6.984.393
5.021.253
5.564.917
5.397.143
66
banyaknya volume air yang masuk ke petak sawah, karena dalam perhitungan
water rent tidak dapat mengukur besarnya air yang digunakan oleh masingmasing petani.
Dalam menghitung water rent, pendapatan usahatani dihitung tanpa
memasukkan biaya pengairan. Water rent merupakan perbedaan antara
penerimaan usahatani dan biaya produksi usahatani, kecuali penggunaan air
irigasi. Besarnya water rent mengindikasikan seberapa besar air irigasi yang
digunakan petani untuk memenuhi kebutuhan tanaman pada lahan sawah.
Pada tabel 13 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan, besarnya rata-rata
penerimaan usahatani padi menurut luas lahan riil petani adalah Rp 2.755.621/luas
lahan/tahun. Namun, penerimaan ini tidak merata berkisar antara Rp 700.000
hingga Rp 20.000.000/luas lahan/tahun. Rata-rata penerimaan usahatani di setiap
tingkat luas lahan garapan cukup berbeda. Hal ini disebabkan jumlah hasil
produksinya berbeda, sedangkan rata-rata total penerimaan per hektar dalam
musim tanam padi mencapai Rp 5.511.242.
Tabel 13. Rata-rata Penerimaan, Biaya Produksi, dan Water Rent Usahatani
Padi Berdasarkan Rata-rata Luas Lahan Tahun 2006/2007
Kategori
Satuan Luas
Lahan
Luas Lahan
Riil (Rp/luas
lahan/tahun)
Luas Lahan
per Hektar
(Rp/Ha/tahun)
Golongan
Luas
Lahan
(Ha)
< 0,5 ha
0,5-1 ha
> 1 ha
Rata-rata
< 0,5 ha
0,5-1 ha
> 1 ha
Rata-rata
Luas Lahan
(Ha)
Rata-Rata
Penerimaan
Rata-rata
Biaya
Produksi
Total
Water
Value
0,3
0,6
1,6
0,5
0,3
0,6
1,6
2.983.400
6.250.000
15.560.000
5.106.600
9.944.667
10.416.667
1.427.024
2.861.050
6.874.572
2.350.979
4.756.747
4.768.417
1.556.376
3.388.950
8.685.428
2.755.621
5.187.920
5.648.250
9.725.000
4.296.608
5.428.392
Rata-rata
0,5
10.213.200
4.701.958
5.511.242
67
68
water value bernilai positif dan petani layak untuk dikenakan iuran pengelolaan
irigasi pada saat musim tanam padi.
Secara keseluruhan nilai water value tidak dipakai semua sebagai biaya
pengairan yang seharusnya dibayar petani, nilai tersebut juga menunjukkan
kontribusi air irigasi terhadap hasil produksi pertanian. Oleh karena itu, nilai ratarata water value pada setiap luas lahan tersebut akan dibandingkan dengan nilai
WTP petani terhadap peningkatan pelayanan irigasi, agar iuran yang ditetapkan
tidak memberatkan petani.
BAB VII
KESEDIAAN DAN KEMAUAN PETANI MEMBAYAR IURAN
PENGELOLAAN IRIGASI
70
71
informasi iuran irigasi yang telah sampai kepada petani sedapat mungkin dapat
menghindari kesalahpahaman dari petani mengenai iuran irigasi, sehingga
diharapkan tidak muncul kecurigaan dan keraguan. Petani akan paham mengenai
tentang iuran irigasi pada saat akan diminta untuk membayar iuran.
Tabel 15. Deskripsi Variabel Penjelas yang Bersifat Dummy dalam Analisis
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan Petani Membayar
Iuran Pengelolaan Irigasi
No.
1.
2.
3.
4.
Variabel Penjelas
Jumlah
Respon terhadap
(orang)
Iuran Irigasi
Bersedia
Tidak
Bersedia
Persentase
(%)
5
30
0
10
5
40
11
89
8
27
1
9
9
36
20
80
5
30
4
6
9
36
20
80
9
26
1
9
10
35
22
78
2. Tingkat Pelayanan
Pelayanan sering dijadikan masalah apabila kondisinya tidak adil.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petani, dijelaskan bahwa terdapat
sekelompok petani yang tidak mendapatkan air sehingga muncul konflik di antara
mereka yang menyebabkan kecurangan dalam pengambilan air oleh petani. Oleh
karena itu, pihak P3A mencoba bersikap tegas dalam pengelolaan distribusi air
irigasi.
Dalam penelitian ini tidak semua responden menyatakan baik terhadap
tingkat pelayanan irigasi yang telah diterimanya. Indikator dari tingkat pelayanan
72
irigasi yang baik adalah apabila kebutuhan tanaman padi yang digarap oleh
masing-masing petani telah mendapatkan air sesuai dengan jumlah yang
dibutuhkan dan waktu yang tepat, serta adanya pemeliharaan terhadap saluransaluran irigasi.
Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa terdapat 9 petani responden (20
persen) menyatakan pelayanan saat ini tidak baik, dimana masih banyak saluran
tersier atau kuarter yang belum permanen, sehingga kualitas bangunan yang
rendah menyebabkan aliran air tidak lancar serta tidak sesuai dengan kebutuhan
tanaman. Kondisi lain yang dirasakan terhadap pelayanan irigasi adalah apabila
terjadi banjir maka tanggul-tanggul menjadi rusak sehingga dapat menggenai
seluruh wilayah persawahan. Selain itu, distribusi air yang tidak merata ke lahan
sawah petani, sehingga menyebabkan produktivitas padi menurun.
3. Peranserta dalam O&P
Peranserta petani yang aktif ditunjukkan dengan adanya keikutsertaan
petani dalam pertemuan/rapat yang diadakan oleh P3A sebanyak minimal satu
bulan sekali, rutin mengikuti gotong-royong dalam pemeliharaan saluran air dan
ikurserta dalam pembayaran iuran. Pertemuan P3A biasanya diselenggarakan
sebanyak
satu
kali
dalam
seminggu.
Untuk
kegiatan
gotong-royong
73
ada juga karena faktor usia sehingga tidak memungkinkan untuk mengikuti
kegiatan gotong-royong.
4. Kepercayaan terhadap P3A
Kepercayaan merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Secara
logika, bila petani sudah tidak percaya terhadap pengelolaan irigasi yang
dilakukan oleh pengurus P3A, maka mereka cenderung tidak mau membayar
iuran irigasi. Tingkat kepercayaan dalam penelitian ini didasarkan pada kinerja
anggota P3A dalam memberikan pelayanan irigasi. Dengan pertanyaan tersebut
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa apabila petani tidak mendapatkan
pelayanan yang baik, maka petani akan enggan untuk membayar.
Pada Tabel 15 terlihat bahwa 10 petani responden (22 persen) tidak
percaya terhadap pengelolaan irigasi yang dilakukan oleh P3A. Beberapa alasan
yang melatarbelakangi petani tidak percaya terhadap P3A adalah adanya
ketidakpuasan petani terhadap pembagian air, kerusakan bangunan yang tidak
segera diperbaiki, dan tidak ada keterbukaan terhadap penggunaan dana iuran
irigasi kepada anggota. Kondisi demikian diharapkan dapat menjadi bahan
evaluasi P3A untuk meningkatkan pelayanan irigasi.
74
nyata terhadap kesediaan petani membayar iuran dengan taraf nyata () 10 persen.
Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesediaan
Petani membayar Iuran Pengelolaan Irigasi
No.
Parameter
Koefisien
1.
2.
3.
4.
P-Value
Konstanta
8,66345
0,090
Umur (tahun)
-0.0975844
0,177
Tingkat Pendidikan (tahun)
-0,478116
0,044*
Pengetahuan Iuran Irigasi
Tahu
-1,83654
0,308
5.
Tingkat Pelayanan Irigasi
Baik
3,01058
0,028*
6.
Peranserta dalam O&P
Aktif
2,48954
0,035*
7.
Kepercayaan terhadap P3A
Percaya
-2,01462
0,196
Log-Likelihood = -14,663
Test that all slopes are zero: G = 18,347; DF = 6; P-Value = 0,005
Goodness-of-Fit Tests
Method
Chi-Square DF
Pearson
30,6109
32
Deviance
26,5538
32
Hosmer-Lemeshow 10,8864
8
Ket :
Odds
Ratio
0,91
0,62
0,16
20,30
12,06
0,13
P
0,537
0,739
0,208
75
76
petani yang mendapatkan pelayanan irigasi yang baik memiliki peluang sebesar
20,30 kali dalam membayar iuran irigasi dari petani yang mendapatkan pelayanan
tidak baik. Nilai odds ratio tersebut adalah sangat besar apabila dibandingkan
dengan variabel lainnya yang berpengaruh. Sesuai dengan masalah yang telah
dikemukakan bahwa tingkat pelayanan irigasi memegang peranan yang penting
dalam faktor irigasi, sehingga hasil ini memperkuat bahwa tingkat pelayanan
irigasi perlu mendapat perhatian yang lebih besar dengan disertai peningkatan
kualitas jaringan.
Variabel peranserta petani dalam kegiatan O&P irigasi berpengaruh nyata
pada = 10 persen dengan arah positif yang berarti keaktifan petani dalam
mengikuti pertemuan/rapat yang diadakan oleh P3A dan kegiatan O&P irigasi
sehingga mendorong petani untuk bersedia membayar iuran. Berdasarkan nilai
koefisien sebesar 2,49 dan nilai odds ratio peranserta petani sebesar 12,06 artinya
petani yang aktif dalam mengikuti O&P irigasi memiliki peluang untuk membayar
iuran irigasi sebesar 12,06 kali dari petani yang tidak aktif. Besarnya nilai tersebut
mengindikasikan bahwa pengalaman petani dalam mengikuti kegiatan gotongroyong membersihkan dan memperbaiki saluran akan berdampak pada
pengetahuan dan pemikiran mereka bahwa pemeliharaan jaringan irigasi sangat
penting untuk diperhatikan dan membutuhkan banyak biaya. Oleh karena itu,
peranserta mereka sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan petani
untuk membayar iuran pengelolaan irigasi.
Variabel umur tidak berpengaruh nyata pada = 10 persen dengan arah
negatif
yang
berarti
semakin
bertambahnya
umur
petani
maka
tidak
77
78
Jumlah
Responden
(orang)
Persentase
(%)
2
22
11
35
5,7
62,9
31,4
100
16
15
1
3
35
45,7
42,8
2,9
8,6
100
14
5
5
5
6
35
40
14,29
14,29
14,28
17,14
100
79
dihitung dari total petani responden yang tidak tamat SD yaitu 19 orang, maka
ternyata sebanyak 84,2 persen menyatakan bersedia membayar iuran irigasi.
Selain umur dan tingkat pendidikan, karakteristik responden dapat dilihat
pada pengalaman berusahatani yang sama dengan total responden, dimana
sebagian besar mempunyai pengalaman berusahatani kurang dari 10 tahun.
Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa petani yang mempunyai pengalaman
usahatani kurang dari 10 tahun sebanyak 14 orang atau 40 persen, namun jika
dihitung dari total petani yang berpengalaman usahatani yaitu 18 orang, maka
ternyata 40 persen menyatakan bersedia membayar iuran irigasi.
80
Minimum
Musim Tanam I
Musim Tanam II
2.500
5.000
Maksimum
10.000
20.000
6.250
12.500
Untuk variabel umur dan tingkat pendidikan telah dijelaskan pada bagian
karakteristik responden sebelumnya, sedangkan untuk variabel pengalaman
berusahatani menunjukkan rata-rata responden memiliki pengalaman dalam
berusahatani selama 24,1 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa petani cenderung
telah mandiri dalam berusahatani dan banyak pengalaman yang terjadi di sawah.
Mengingat umur responden rata-rata 51,4 tahun, maka dapat diperhitungkan
responden yang bersedia membayar iuran pengelolaan irigasi rata-rata bisa
mandiri dalam berusahatani mulai umur 28 tahun.
Variabel pendapatan diduga dapat mempengaruhi petani dalam membayar
iuran pengelolaan irigasi. Dalam satu tahun responden yang mau membayar
81
WTP
Petani
terhadap
82
P-Value
0,000
0,088*
0,021*
0,539
0,169
0,569
0,662
0,173
0,008*
0,666
0,007*
VIF
3,0
2,1
1,1
7,4
1,2
7,1
2,2
2,0
1,3
2,1
Analysis of Variance
Source
DF
F
P
Regression
10
2,16 0,059
Residual Error 24
Total
34
Ket : * = taraf nyata () 10 persen
Variabel tingkat pendidikan berpengaruh nyata pada = 10 persen dengan
arah negatif. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka
semakin rendah tingkat WTPnya, dimana setiap kenaikan satu satuan tingkat
83
pendidikan maka tingkat WTP petani turun sebesar Rp 1683,6. Ini terjadi karena
petani yang mempunyai pendidikan lebih rendah cenderung untuk setuju dengan
iuran irigasi yang telah ditetapkan. Hal ini berbeda dengan petani yang
mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi, karena mereka akan mempunyai pola
berpikir yang lebih baik dalam meningkatkan produksi padi sehingga mereka
lebih mengetahui bagaimana cara mengatur air agar mencukupi kebutuhan
tanaman dan jaringan yang ada harus berfungsi dengan baik. Oleh karena itu,
untuk mencukupi kebutuhan tanaman dan agar jaringan yang ada dapat berfungsi
dengan baik maka petani yang mempunyai pendidikan lebih rendah membayar
iuran pengelolaan irigasi untuk meningkatkan produksi dibandingkan petani yang
mempunyai pendidikan tinggi.
Variabel pendapatan berpengaruh nyata pada = 10 persen dengan arah
negatif, berarti semakin besar keuntungan yang diperoleh petani maka petani akan
memperkecil tingkat WTPnya sebesar Rp 31,24. Ini terjadi karena petani yang
mempunyai pendapatan lebih rendah lebih mempunyai kesadaran untuk
membayar iuran pengelolaan irigasi untuk meningkatkan produksi dibandingkan
petani yang mempunyai pendapatan tinggi.
Variabel lain yang berpengaruh nyata adalah variabel luas lahan garapan
berpengaruh nyata pada = 10 persen dengan arah positif. Hal ini berarti semakin
besar luas lahan petani maka petani cenderung memperbesar tingkat WTPnya.
Artinya, jika luas lahan garapan petani meningkat satu satuan kotak, maka tingkat
WTP meningkat sebesar Rp 23.335.
84
85
Kelas WTP
(Rp/kotak)
Musim Tanam I
2.500 4.999
5.000 7.499
7.500 10.000
Jumlah Sampel
Musim Tanam II
5.000 9.999
10.000 14.999
15.000 20.000
Jumlah Sampel
Total Satu Tahun
Ket : EWTP
Satu kotak
Frekuensi
(orang)
Persentase
(%)
EWTP
(Rp/kotak)
4
28
3
35
11,43
80
8,57
100,0
286
4.000
643
4.929
13
21
1
35
37,14
60
2,86
100,0
1.857
6.000
429
8.286
13.215
dalam
satu
tahun
sebesar
Rp
13.215/kotak/tahun
atau
Rp
86
irigasi yang diterapkan pada saat ini, dimana untuk MT I dan MT II dikenakan
iuran sebesar Rp 50.000/orang/tahun.
4. Total WTP
WTP agregat atau total WTP (TWTP) petani pemakai air untuk setiap
hektar lahan sawah ditentukan dengan menggunakan rumus (4).
Tabel 22. WTP Agregat (TWTP) Petani Pemakai Air
No.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
Ket:
Kelas WTP
(Rp/kotak)
Musim Tanam I
2.500 4.999
5.000 7.499
7.500 10.000
Total MT I
Musim Tanam II
5.000 9.999
10.000 14.999
15.000 20.000
Total MT II
Total Satu Tahun
Sampel
(orang)
Luas
Lahan
Petani
Sampel a)
(kotak)
Luas
Lahan
Populasi b)
(kotak)
Jumlahc)
(Rp/MT)
4
28
3
35
6
112,2
11,5
129,7
10,8
202,2
20,7
233,7
40.500
1.263.750
181.125
1.485.375
13
21
1
35
48,9
68,3
12,5
129,7
88,1
123,1
22,5
233,7
660.750
1.538.750
393.750
2.593.250
4.078.625
87
7.5 Perbandingan antara Nilai Iuran Pengelolaan Irigasi, WTP, dan Water
Value
Berdasarkan pembahasan pada bab lima, bahwa iuran pengelolaan irigasi
pada
saat
ini
yang
diberlakukan
di
Desa
Ngemplak
sebesar
Rp
88
irigasi
diestimasi
dengan
menggunakan
pendekatan
WTP.
Berdasarkan proses hasil perhitungan diperoleh nilai WTP petani pada usahatani
padi sebesar Rp 94.393/hektar/tahun.
Berdasarkan hal diatas maka dapat di perbandingkan bahwa besarnya iuran
air irigasi yang ditetapkan saat ini tidak seimbang dengan besarnya penguasaan
lahan yang dimiliki oleh petani, dimana Rp 50.000/orang/tahun tidak adil bagi
petani yang memiliki luas lahan kurang dari 1 hektar sama dengan petani yang
mempunyai luas lahan lebih dari 1 hektar. Oleh karena itu, menurut penelitian ini
penetapan iuran pengelolaan irigasi yang sesuai dengan keinginan petani dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan WTP sehingga petani tidak merasa
89
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dari hasil penelitian, maka diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil analisis pendapatan usahatani padi menghasilkan penerimaan yang
dihasilkan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan, hal ini menunjukkan
bahwa usahatani padi menguntungkan karena pendapatan yang dihasilkan
relatif tinggi.
2. Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi adalah faktor
tingkat pendidikan, tingkat pelayanan irigasi, dan peranserta petani dalam
operasi dan pemeliharaan (O&P), sedangkan variabel lainnya tidak
berpengaruh nyata.
3. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi WTP petani terhadap
peningkatan pelayanan irigasi adalah umur, tingkat pendidikan petani,
keuntungan bersih, dan luas lahan, sedangkan variabel lainnya tidak
berpengaruh.
4. Nilai kontribusi air irigasi (water value) usahatani padi cenderung meningkat
dengan semakin meningkatnya rata-rata luas lahan petani. Nilai kontribusi air
irigasi tersebut menunjukkan bahwa kontribusi air irigasi dalam menghasilkan
produk pertanian. Besarnya nilai water value tersebut bersifat objektif jika
diterapkan pada penentuan iuran pengelolaan irigasi karena water value
91
bernilai positif dan petani layak untuk dikenakan iuran pengelolaan irigasi
pada saat musim tanam padi.
5. Kesediaan petani dalam membayar iuran pengelolaan irigasi untuk
peningkatan pelayanan irigasi dilihat dari nilai dugaan rataan Willingness to
Pay (WTP) di atas iuran irigasi yang berlaku saat ini yaitu sebesar Rp
94.393/hektar/tahun. Nilai tersebut ternyata berada di atas iuran pengelolaan
irigasi yang diterapkan pada saat ini, dimana untuk MT I dan MT II dikenakan
iuran sebesar Rp 50.000/orang/tahun.
8.2 Saran
1. Pemerintah Daerah atau instansi yang terkait sebaiknya segera memperbaiki
jaringan irigasi yang sudah mulai rusak (tingkat primer dan sekunder) agar
distribusi air irigasi tidak terhambat, sehingga petani tidak perlu menunda
musim tanam dan distribusi air dapat merata serta tepat waktu.
2. P3A dapat menggunakan pendekatan Willingness To Pay (WTP) dalam
menetapkan iuran pengelolaan irigasi agar iuran irigasi yang diberlakukan
tidak memberatkan petani dalam pembayaran sehingga dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan O&P.
3. Faktor yang perlu mendapat perhatian yang besar agar petani bersedia
membayar iuran irigasi yaitu tingkat pelayanan irigasi. Hal ini dikarenakan
peluang faktor tingkat pelayanan irigasi lebih besar dibandingkan dengan
faktor lainnya. Besarnya peluang tersebut adalah 20,30 kali artinya petani
akan mempunyai peluang 20,30 kali lebih besar dalam membayar iuran
irigasi apabila pelayanan irigasi yang mereka terima baik.
DAFTAR PUSTAKA
93
94
96
Lampiran 1
HASIL ANALISIS KESEDIAAN PETANI TERHADAP IURAN
PENGELOLAAN IRIGASI
Link Function: Logit
Response Information
Variable
Y
Value
1
0
Total
Count
35
10
45
(Event)
Predictor
Constant
U
TP
PTPI
1
PLYN
1
PRST
1
KPCY
1
Coef
8,62917
-0,0966775
-0,475040
SE Coef
5,09574
0,0718771
0,236090
Z
1,69
-1,35
-2,01
P
0,090
0,179
0,044
-1,84734
1,79516
-1,03
3,00449
1,36462
2,46809
-2,04105
Odds
Ratio
95% CI
Lower
Upper
0,91
0,62
0,79
0,39
1,05
0,99
0,303
0,16
0,00
5,32
2,20
0,028
20,18
1,39
292,70
1,17450
2,10
0,036
11,80
1,18
117,93
1,54126
-1,32
0,185
0,13
0,01
2,66
Log-Likelihood = -14,598
Test that all slopes are zero: G = 18,477, DF = 6, P-Value = 0,005
Goodness-of-Fit Tests
Method
Chi-Square
Pearson
30,1262
Deviance
26,4235
Hosmer-Lemeshow
10,5939
DF
33
33
8
P
0,611
0,784
0,226
Value
1
Obs
Exp
0
Obs
Exp
Total
Group
5
6
1
0,5
1
2,0
4
2,7
4
4,3
2
3,6
3
3,5
4
4
3,0
5
0
1,3
4
1
0,7
5
2
0,4
4
10
Total
6
5,5
4
3,7
4
3,8
4
3,9
5
5,0
35
0
0,5
6
0
0,3
4
0
0,2
4
0
0,1
4
0
0,0
5
10
Measures of Association:
(Between the Response Variable and Predicted Probabilities)
Pairs
Concordant
Discordant
Ties
Total
Number
317
32
1
350
Percent
90,6
9,1
0,3
100,0
Summary Measures
Somers' D
Goodman-Kruskal Gamma
Kendall's Tau-a
0,81
0,82
0,29
45
97
Lampiran 2
HASIL ANALISIS WTP PETANI
Regression Analysis: WTP versus U; TP; ...
The regression equation is
WTP = 82132 - 457 U - 1684 TP - 2647 PTPI + 12862 PLYN - 2499 PRST 3775
KPCY - 166 PGLM + 23335 LUAS - 31,2 PDPTN - 379 TTK
Predictor
Constant
U
TP
PTPI
PLYN
PRST
KPCY
PGLM
LUAS
PDPTN
TTK
Coef
82132
-456,7
-1683,6
-2647
12862
-2499
-3775
-166,1
23335
-31,24
-378,9
S = 8269,39
SE Coef
15084
257,0
682,6
4244
9069
4332
8531
118,2
7884
10,70
867,5
R-Sq = 47,4%
T
5,45
-1,78
-2,47
-0,62
1,42
-0,58
-0,44
-1,41
2,96
-2,92
-0,44
P
0,000
0,088
0,021
0,539
0,169
0,569
0,662
0,173
0,007
0,008
0,666
VIF
3,0
2,1
1,1
7,4
1,2
7,1
2,2
2,1
2,0
1,3
R-Sq(adj) = 25,4%
Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
Source
U
TP
PTPI
PLYN
PRST
KPCY
PGLM
LUAS
KB
TTK
DF
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
DF
10
24
34
SS
1477384261
1641187167
3118571429
MS
147738426
68382799
F
2,16
P
0,059
Seq SS
90551709
136870371
34927828
391936968
6351192
22895125
151436731
27344630
602025051
13044657
Unusual Observations
Obs
1
9
31
U
45,0
65,0
50,0
WTP
42500
72500
57500
Fit
59865
57044
57500
SE Fit
2654
6390
8269
Residual
-17365
15456
0
St Resid
-2,22R
2,94R
* X