Anda di halaman 1dari 5

PENILAIAN GAWAT DARURAT DAN ASPEK GAWAT DARURAT

Prioritas pelayanan medis terhadap pasien didasarkan pada kondisi, indikasi medis,
dan kesegaran penanganan (emergensi atau elektif)
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan
Beda gawat dan darurat :
- Gawat (critical) mengancam nyawa tapi tidak butuh penanganan segera
-

(immediately treatment) , contoh : kanker, penyakit kronis


Darurat (emergency) terjadi mendadak dan tidak disangka, butuh penanganan
segera, contoh : digigit ular berbisa, perdarahan hebat, dehidrasi berat, penyakit
akut. Darurat tidak selalu mengancam nyawa, tapi jika tindakan lambat, dampak

terancamnya nyawa seseorang bisa terjadi


Keadaan gawat dan darurat bisa terjadi bersamaan dimana pasien benar-benar
terancam, butuh pertolongan segera, contoh : pasien mempunyai sakit jantung

lama dan tiba-tiba heart attack (serangan jantung)


Kategori pasien :
- Pasien gawat darurat :
1. Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawa jika tidak dapat pertolongan segera
2. Label merah
3. Contoh : IMA
- Pasien gawat tidak darurat :
1. Dalam keadaan gawat
2. Tapi tidak perlu tindakan darurat
3. Label biru tidak akan bertahan hidup
4. Contoh : Kanker stadium akhir
- Pasien darurat tidak gawat :
1. Label kuning dapat bertahan hidup beberapa jam setelah stabilisasi
2. Contoh : vulnus laseratum tanpa perdarahan hebat
- Pasien tidak gawat tidak darurat
1. Label hijau
Penyebab kegawatdaruratan :
Sesuatu (penyakit, trauma, dan lain lain) yang menyebabkan ancaman terhadap fungsi
vital tubuh :
- Jalan nafas terganggu :
1. Sumbatan oeh benda asing
2. Asma berat
3. Spasme laryngeal
4. Trauma fasial mengganggu jalan nafas
- Fungsi pernafasan terganggu :

1. Tension pneumotoraks, hematotoraks massif, emfisema, fraktur flail chest,


fraktur iga
2. Paralisis otot pernafasan
- Sirkulasi terganggu :
1. Syok (hipovolemik, kardiogenik, anafilaktik, sepsis, neurogenik)
2. Tamponade jantung
- Fungsi otak dan kesadaran terganggu :
1. Stroke dan trauma kapitis disertai penurunan kesadaran
2. Koma diabetikum, uremikum
3. Infeksi otak
4. Kejang
Aspek medikolegal pelayanan gawat darurat :
- Etika tentang gawat darurat berlandaskan
1. Pancasila
Sila kedua perikemanusian yang adil dan beradab
2. LSDI (Lafal Sumpah Dokter Indonesia)
Setiap dokter akan membaktikan hidupnya guna kepentingan

perikemanusiaan, mengutamakan kesehatan pasien, menghormati hidup insani


3. KODEKI
Pasal 13 : Dokter wajib melakukan pertolongan darurat
Pelayanan medic gawat darurat mempunyai aspek khusus karena menyangkut
kelangsungan hidup seseorang
Ada beberapa kasus yang bersifat khusus pada pasien gawat darurat :
1. Pasien gawat daryrat tidak sadar karena trauma kapitis tidak didampingi
keluarga dan erlu tindakan bedah segera maka tidak perlu PTM
(Persetujuan Tindak Medis). Hal ini tercantum dalam :
a. KODEKI : dokter mengutamakan kesehatan pasien dan melindungi hidup
insani
b. Permenkes No 585 Tahun 1989 pasal 11 Dalam hal pasien tak
sadar/pingsan serta tidak didampingi keluarga terdekat dan secara medic
dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan medic segera
untuk kepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari siapa pun
2. Prosedur diagnosis dan terapi yang akan diberikan pada pasien gawat darurat
tidak diharuskan untuk menjelaskan rinci karena waktu terbatas tetapi
setelah tindakan tersebut dijelaskan secara rinci agar jika timbul komplikasi

yang tidak sempat dijelaskan di awal tadi tidak disalahkan


Pada masalah yang rumit misalkan saat korban gawat darurat lebih besar dari
jumlah tenaga kesehatan maka tenaga kesehatan membagi menjadi 3 kelompok
:
1. Cedera ringan tanpa pelayanan kedokteran tidak akan mengancam jiwa
2. Cedera sedang/berat jika diberi pertolongan akan dapat menyelamatkan
jiwa

3. Cedera sangat berat walaupun diberi pertolongan tidak akan terselamatkan


Dimana diprioritaskan pada nomor 2 hal inilah yang dinamakan triage
(memilah)

ASPEK MEDIKOLEGAL PADA PASIEN GAWAT DARURAT


Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi hubungan hukum
dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan gawat darurat. Karena secara
yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi tenaga
kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat darurat. Menurut The American Hospital
Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah: An emergency is any condition that in
the opinion of the patient, his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the
patient to the hospital-require immediate medical attention. This condition continuesuntil a
determination has been made by a health care professional that the patients life or wellbeing is not threatened.Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat
darurat walaupun sebenarnya tidak demikian.Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan
antara false emergency dengan true emergency yang pengertiannya adalah: A true emergency
is any condition clinically determined to require immediate medical care. Such conditions
range from those requiring extensive immediate care and admission to the hospital to those
that are diagnostic problems and may or may not require admission after work-up and
observation.Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang
dihadapi pasien diselenggarakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang paling
ideal adalah dokter, namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat dikerjakan oleh perawat
melalui standing order yang disusun rumah sakit. Selain itu perlu pula dibedakan antara
penanganan kasus gawat darurat fase pra-rumah sakit dengan fase di rumah sakit.4 Pihak
yang terkait pada kedua fase tersebut dapat berbeda, di mana pada fase pra-rumah sakit selain
tenaga kesehatan akan terlibat pula orang awam, sedangkan pada fase rumah sakit umumnya
yang terlibat adalah tenaga kesehatan, khususnya tenaga medis dan perawat. Kewenangan
dan tanggungjawab tenaga kesehatan dan orang awam tersebut telah dibicarakan di atas.
Kecepatan dan ketepatan tindakan pada fase pra-rumah sakit sangat menentukan
survivabilitas pasien.
Hubungan Hukum dalam Pelayanan Gawat Darurat
Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-undangan
pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan dalam fase prarumah sakit untuk melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang
dalam keadaan gawat darurat.3,5 Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat

dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya. Dua syarat utama
doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah :
1. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan
atau keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun.
Bila pihak penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka doktrin tersebut
tidak berlaku.
2. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dari tindakan yang
dilakukan penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan
trakeostomi yang tidak perlu untuk menambah keterampilan penolong. Dalam hal
pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena
diduga terdapatkekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka
pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi
penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause).5 Bila tuduhan kelalaian tersebut
dilakukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan
situasi saat peristiwa tersebut terjadi.2 Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga
kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berkualifikasi sama,
pada pada situasi dan kondisi yang sama pula. Setiap tindakan medis harus
mendapatkan persetujuan dari pasien (informed consent). Hal itu telah diatur sebagai
hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan
Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan
gawat darurat di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak
sadar dan tidak didampingi pasien, tidak perlu persetujuan dari siapapun (pasal 11
Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat
diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan
dalam berkas rekam medis.

Anda mungkin juga menyukai