Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendiks disebut juga umbai cacing organ berbentuk tabung, panjangnya kirakira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar dibagian distal (Sjamsuhidajat, 2004, h. 639).
Appendisitis atau radang apendiks merupakan kasus infeksi intraabdominal
yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada negara berkembang
jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada
masyarakat modern (perkotaan) bila dibandingkan dengan masyarakat desa yang
cukup banyak mengkonsumsi serat. Appendisitis dapat menyerang orang dalam
berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 40 tahun,
khususnya 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia dibawah dua tahun.
Apabila peradangan pada appediks tidak segera mendapatkan pengobatan atau
tindakan maka usus buntu akan pecah, dan usus yang pecah dapat menyebabkan
masuknya kuman kedalam usus, menyebabkan peritonitis yang bisa berakibat fatal
serta dapat terbentuknya abses di usus (Mansjoer, 2000, h. 307).
Hasil survey Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Angka kejadian appendiksitis di sebagian besar wilayah indonesia hingga saat ini
masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis
berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang.
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis akut
merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk
dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendiksitis di Indonesia
menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya (Depkes
2008). Jawa Tengah tahun 2009 menurut dinas kesehatan jawa tengah, jumlah kasus
appendiksitis dilaporkan sebanyak 5.980 dan 177 diantaranya menyababkan
kematian. Jumlah penderita appendiksitis tertinggi ada di Kota Semarang, yakni 970
orang. Hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat
modern (Taufik, 2011).
Bila apendiksitis dibiarkan maka akan menyebabkan komplikiasi yang sangat
serius seperti perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau
abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi adalah anak
kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri (Smeltzer,
2001, h. 1099).
Pembedahan diindikasikan jika terdiagnosa apendisitis lakukan apendiktomi
secepat mungkin untuk mengurangi resiko perforasi ( Diane C, 2000, h. 46).
Berdasarkan data di atas penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah yang
berjudul Asuhan Keperawatan Post Operasi Apendisitis Pada Ny. G Diruang CHR
Kelas III RSUD Kota Baubau, sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan pada
pasien post operasi apendiksitis secara baik.
B. Rumusan Masalah
1. Pernyataan Masalah
Apendisitis merupakan kasus yang terjadi di Indonesia cukup tinggi
menempati urutan keempat penyakit yang banyak di derita setelah
dyspepsia, gastritis, dan duodenitis. Apenditis menjadi menyebab utama
tindakan bedah intra dominal. Berdasarkan data dan kondisi tersebut
penyusun tertarik untuk menulis proposal penelitian mengenai asuhan
keperawatan post operasi laparatomi apendiktomi yang di sebabkan oleh
apendisitis perporasi. Oleh karena itu kasus ini perlu penanganan ekstra
dalam memberikan asuhan keperawatan yang optimal.
2. Permasalahan Masalah
Bagaimanakah penerapan askep tentang pengkajian, diagnose, intervensi,
implementasi dan evaluasi pada klien dengan gangguan system pencernaan
apendisitis di ruang perawatan CHR Kelas III.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah melakuakan asuhan keperawatan pada pasien dengan post operasi
apendisitis
penulis
dapat
menerapkan
asuhan
keperawatan
secara
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan pasien dengan post operasi
apendisitis penulis dapat:
a. Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data baik melalui
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan untuk menilai keadaan pasien secara menyeluruh pada
pasien dengan post operasi apendisitis.
b. Mampu menganalisa masalah-masalah yang muncul pada pasien dengan
post operasi apendisitis.
c. Mampu merumuskan diagnosa dan
keperawatan
yang
telah
dilaksanakan.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
a. Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan post operasi
apendisitis.
b. Menambah ketrampilan atau kemampuan mahasiswa dalam menerapkan
asuhan keperawatan pada pasien dengan post operasi apendisitis.
2. Bagi institusi
Sebagai bahan evaluasi sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien post operasi khususnya post
operasi apendisitis.
3. Bagi lahan praktik
Dapat dijadikan bahan masukan bagi perawat di rumah sakit dalam
melakukan tindakan asuahan keperawatan dalam rangaka meningkatkan
mutu pelayanan
apendisitis.
3
pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di
depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti
terlihat pada gambar dibawah ini.
Anatomi appendiks
Posisi Appendiks
2. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada
patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran
C. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
faktor prediposisi yaitu :
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks :
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
D. Klasifikasi
1. Apendisitis akut
apendiks
sehingga
terjadi
peradangan
supuratif
yang
kronik
adalah
fibrosis
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis
prabedah,tetapi
ditemukan
secara
kebetulan
pada
dinding
apendiks
mempunyai
keterbatasan
sehingga
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum
lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,
2007).
F. Manifestasi Klinik
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam
2.
3.
4.
5.
6.
7.
atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai
abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan
Rovsings sign
sisi kanan.
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign
Obturator sign
Dunphys sign
vagina.
Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
Aure-Rozanovas sign
Blumberg sign
Bloombergs sign)
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba
G. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis.
Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis
meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke
rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini
12
13
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-18.000/mm3
(leukositosis)
dan
neutrofil
diatas
75%,
14
Apendisitis
perforasi,
sebelum
operasi
dilakukan
Penundaan
appendektomi
dengan
pemberian
15
2. KONSEP KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. G DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN DI RUANG PERAWATAN CHR
RSUD KOTA BAUBAU
TAHUN 2016
A. PENGKAJIAN
No. RM
: 084284
Tanggal masuk RS
: 27 Maret 2016
Tanggal Pengkajian
: 29 Maret 2016
1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama
: Ny. G
Umur
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Perkawinan
: Belum kawin
Agama
: Islam
Suku
: Buton
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: PNS
Alamat
: Jln. Limbo Wolio
Sumber Biaya
: BPJS
Ruangan
: CHR Kelas III
16
b. Penanggung Jawab
Nama
Umur
Pekerjaan
Hubungan dengan klien
Alamat
: Ny. D
: 50 tahun
: PNS
: Keluarga klien
: Jln. Limbo Wolio
17
SEBELUM SAKIT
18
SAAT SAKIT
1. Nutrisi
a. Makan
Frekuensi
Porsi
Jenis
Makan yang
disukai
Makan pantang
Cara makan
Ritual sebelum
makan
b. Minum
Jenis
Frekuensi
Banyak
2. Eliminasi
a. BAB
Frekuensi
Konsistensi
Bau
Warna
b. BAK
Frekuensi
Warna
Bau
Jumlah urin
3. Istirahat tidur
a. Siang
- Kualitas
- Frekuensi
b. Malam
- Kualitas
- Frekuensi
4. Personal hygienie
a. Mandi
b. Keramas
c. Gosok gigi
3x sehari
Dihabiskan
Nasi, ikan, sayur
Semua jenis makanan
3x sehari
porsi dihabiskan
Bubur, telur,
Tidak ada.
Berdoa
Berdoa
Air putih
6-8 gelas
(1600-2000 cc)/24 jam
Air putih
4-5 gelas
(800-1000 cc)/24 jam
1 x/hari
Lunak
Khas feses
Kuning kecoklatan
1 x/hari
Lunak
Khas feses
Kuning kecoklatan
5-6x/hari
Kuning muda
Khas amonia
Tidak di kaji
4-5x/hari
Kuning muda
Khas amonia
Tidak di kaji
Nyenyak
2-3 jam
karena kesibukannya
Nyenyak
23.00-05.00
2x/hari
2x/minggu
2x/hari
1x/minggu
Jalan pagi
19
Nyenyak
22.00-06.00
1x/hari (di lap saja)
Tidak pernah
Tidak pernah/hanya
berkumur-kumur
Sudah gunting kuku
minggu yang lalu.
1x/minggu
Selama sakit klien tidak
d. Gunting kuku
5. Latihan/olahraga
Jenis
Frekuensi
Klien merokok
Tidak pernah
Tidak pernah
6. Gaya Hidup
Merokok
Alkohol, obat
pernah olahraga
Tidak
Tidak
Tidak
obatan terlarang
Konsumsi obatobatan tanpa resep
dokter
7.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Klien tampak lemah, tidak bergairah, tampak meringis, nyeri tekan dan
beraktivitas di tempat tidur.
b. Tanda-Tanda Vital
TD : 100/60 mmHg
N : 86x/menit
P : 20x/menit
S : 370 C
c. Pemeriksaan Head To Toe
1) Kepala dan rambut
Kulit kepala klien cukup bersih tidak ada peradangan rambut warna
hitam sebahu dan ikal.
2) Mata/penglihatan
Mata bulat, refleks cahaya normal, kedua pupil isokhor, akomodasi
bagus, konjungtiva tidak ademis, fungsi penglihatan bagus tidak ada
peradangan.
3) Hidung/penciuman
Septum hidung berada di tengah, simetris kanan dan kiri, tidak ada
peradangan serta polip.
4) Mulut dan gigi
20
Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, fungsi pengecapan bagus, tidak
ada peradangan, karies tidak ada
5) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada distensi. Vena
jugularis dan tidak ada rasa kaku
6) Dada
Pernafasan tenang, gerakan toraks ke atas dan keluar simetris saat
inspirasi, frekuensi pernafasan 20 x/menit, ictus kordis tidak tampak,
bunyi jantung I dan II murni, denyut apeks teraba pada ICS 5, tidak
ada nyeri dan tidak ada bunyi jantung tambahan
7) Abdomen
Tampak luka insisi operasi, perut tidak kembung, tidak ada massa,
tidak ada pembesaran hepar, bising usus (+). Klien mengatakan nyeri
bila ditekan pada daerah perut kanan bawah.
8) Kulit/integument
Kulit sawo matang, tekstur kenyal, tidak terdapat edema, turgor baik
suhu 37 C.
9) Kuku
Bantalan kuku berwarna merah mudah, kuku tangan dan kaki cukup
bersih dan pendek
10) Ekstremitas atas dan bawah
Tidak ada kekakuan, edema dan atropi pada ekstremitas atas dan
bawah, pada ekstremitas atas sinistra terpasang infus RL 20
tetes/menit.
11) Genitalia
Tidak ada peradangan dan perdarahan
d. Pengkajian data fokus
1) Sistem gastrointestinal
- Inspeksi : umbilicus terletak di garis tengah dan tidak menonjol.
Bentuk abdomen simetris, tidak terlihat massa, tampak ada luka,
-
21
Palpasi : tidak ada pembesaran hati, limfe dan ginjal tidak teraba
adanya massa pada abdomen, nyeri tekan pada perut kanan bawah
(SPKB).
e. Pemeriksaan diagnostik
USG: tampak adanya tanda-tanda apendisitis
f. Penatalaksanaan medis
Hari/tanggal: Selasa, 29 Maret 2016
- Cefotoxime 1 gr/12 jam
- Seminac 1 amp
- Ramitidine 1 amp/8 jam
8.
Klasifikasi Data
DATA SUBJEKTIF
Klien mengatakan nyeri pada daerah
operasi
Klien mengatakan nyeri pada perut
kanan bawah
Klien menyakan tentang proses
penyakitnya
9.
DATA OBJEKTIF
Tampak meringis
Skala nyeri 6 (skala 0-10)
Tampak luka insisi di perut kuadran
kanan bawah
Tampak lemah
Nyeri tekan (+)
TTV: TD : 100/60 mmHg, N : 86
x/menit, P : 20 x/menit, S : 37 C
Klien sering bertanya tentang
penyakitnya
Klien nampak khawatir
Analisa Data
No.
1.
Etiologi
Problem
Nyeri Akut
Symptom/Sign
DS :
- Klien mengatakan nyeri
-
tindakan operasi
DO :
-
Tampak meringis
22
2.
Kurang pengetahuan
bawah
DS :
- Klien menyakan tentang
penyakitnya
proses penyakitnya
DO :
- Sering bertanya tentang
-
penyakitnya
Klien nampak khawatir
23
24
B. PENYIMPANGAN KDM
Apendiks
Hiperplasi folikel
Limfoid
Benda asing
Erosi mukosa
apendiks
Fekalit
Striktur
Tumor
Obstruksi
Mukosa terbendung
Apendiks teregang
Tekanan intraluminal
Aliran darah terganggu
Ulserasi dan invasi bakteri
Pada dinding apendiks
Apendicitis
ke peritonium
Peritonitis
Kurang pengetahuan
Pembedahan operasi
Luka insisi
Nyeri akut
Resti infeksi
25
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan karena
tindakan operasi ditandai dengan:
D. DS :
- Klien mengatakan nyeri pada daerah operasi
- Klien mengatakan nyeri pada perut kanan bawah
E.
DO :
- Tampak meringis
- Skala nyeri 6 (skala 0-10)
- Nyeri tekan (+)
- TTV
F.
TD : 100/60 mmHg
G.
N : 86 x/menit
H.
P : 20 x/menit
I. S : 37 C
J.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan luka post operasi ditandai dengan:
K. DS : L.
DO :
- Tampak ada luka insisi di perut kuadran kanan bawah
M.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan:
N. DS :
- Klien menyakan tentang proses penyakitnya
O. DO :
- Sering bertanya tentang penyakitnya
- Klien nampak khawatir
P.
26
Q. INTERVENSI KEPERAWATAN
R.
Diagnosa
S.
T.
Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria
Hasil
AD.
Setel
1. Nyeri akut
U.
Rencana
Tindakan
1. Kaji tingkat
V.
Rasional
1. Berguna dalam
berhubungan
ah dilakukan
nyeri, catat
pengawasan
dengan
tindakan
lokasi,
keefektifan
terputusnya
keperawatan
karakteristik
obat, kemajuan
kontinuitas
3x24 jam,
penyembuhan.
jaringan karena
nyeri
tindakan operasi
berkurang
ditandai dengan:
W. DS :
- Klien
atau hilang
dengan
Nntibiot:
mengatakan
nyeri pada
-
daerah operasi
Klien
mengatakan
Klien tidak
mengeluh nyeri
Klien tampak
tenang
Klien tidak
nyeri pada
perut kanan
bawah
X. DO :
- Tampak
perhatikan
petunjuk non
meringis
TTV
AE.
TD :
100/60 mmHg
AF.
N:
meringis
Skala nyeri 6
86 x/menit
AG.
P : 20
(skala 0-10)
Nyeri tekan
x/menit
AH.
(+)
TTV
Y.
TD :
10)
AJ.
AK.
AL.
AM.
AN.
AO.
AP.
AQ.
AR.
2. Observasi TTV,
verbal.
AS.
AT.
AU.
3. Berikan
lingkungan
yang tenang dan
kurangi
S:
rangsangan
37 C
stress
4. Pertahankan
AI.
100/60 mmHg
Z.
N : 86
istirahat dengan
posisi semi
27
Perubahan pada
karakteristik
nyeri
menunjukkan
terjadinya
absed/peritonita
s, memerlukan
upaya evaluasi
medik dan
intervensi.
2. Dapat
membantu
mengevaluasi
pernyataan
verbal dan
keefektifan
intervensi.
3. Lingkungan
yang tenang
dapat
meningkatkan
istirahat.
x/menit
AA. P : 20
Fowler
AV.
AW.
AX.
AY.
AZ.
BA.
BB.
BC.
5. Ajarkan teknik
x/menit
AB. S : 37
C
AC.
BP.
4. Gravitasi
melokalisasi
eksudat
inflamasi dalam
abdomen bawah
atau pelvis,
menghilangkan
tegangan
abdomen yang
bertambah
dengan posisi
telentang.
5. Teknik nafas
dalam
menurunkan
konsumsi
abdomen akan
O2,
menurunkan
frekuensi
pernafasan,
frekuensi
jantung dan
ketegangan otot
yang
menghentikan
siklus nyeri.
6. Menghilangkan
nyeri,
mempermudah
28
kerjasama
dengan
intervensi lain,
contoh
2. Risiko tinggi
BT.Setelah
1. Awasi tanda-
ambulasi, batuk.
1. Dugaan adanya
infeksi
dilakukan
tanda vital.
infeksi/terjadina
berhubungan luka
tindakan
Perhatikan
sepsis, abses,
post operasi
keperawatan
demam,
ditandai dengan:
BQ.DS : BR.DO :
- Tampak ada
3x24 jam,
menggigil,
tidak terjadi
berkeringat,
infeksi
perubahan
luka insisi di
dengan
mental,
perut kuadran
Nntibiot:
meningkatnya
kanan bawah
BS.
Meningkatkan
nyeri abdomen.
2. Lakukan
penyembuhan
pencucian
luka dengan
-
tangan yang
benar
Bebas dari
baik dan
tanda-tanda
perawatan luka
infeksi
BU.
yang aseptik
3. Observasi
keadaan luka
dan insisi.
BV.
BW.
BX.
BY.
BZ.
CA.
4. Kolaborasi
dengan
pemberian
29
peritonitis.
CC.
CD.
CE.
CF.
CG.
CH.
2. Menurunkan
risiko
penurunan
bakteri.
CI.
CJ.
3. Memberikan
deteksi dini
terjadinya
proses infeksi
dan pengawasan
penyembuhan
peritonitis yang
tidak ada
sebelumnya.
4. Mungkin
diberikan secara
profilaktik atau
menurunkan
antibiotik sesuai
jumlah Nntibiot
indikasi
CB.
dan untuk
menurunkan
penyebaran dan
penyembuhan
pada rongga
3. Kurang
CN.
abdomen.
1. Mengidentifikai
Setel
1. Kaji tingkat
pengetahuan
ah dilakukan
pemahaman
sejauh mana
berhubungan
tindakan
klien dan
tingkat
dengan kurang
keperawatan
keluarga
pengetahuan
informasi ditandai
selama 1x24
tentang
keluarga atau
dengan :
CK.DS :
- Klien
jam, klien
dapat
memahami
menyakan
tentang proses
penyakitnya
CL. DO :
- Sering
kooperatif
termasuk ganti
tindakan
pengobatan
penyakitnya
Klien nampak
khawatir
CM.
perawatan insisi
pemberian
tentang
-
dan
dalam
bertanya
penyakitnya.
CP.
CQ.
2. Diskusikan
dengan
Nntibiot:
balutan.
CR.
CS.
CT.
CU.
CV.
3. Identifikasi
gejala yang
Klien tidak
menentukan
evaluasi Nntib
bertanya-tanya
Ikut serta dalam
program
contoh
meringankan
pengobatan
CO.
nyeri:
edema/eritema
luka, adanya
30
klien tentang
penyakit yang
dideritanya.
2. Pemahaman
meningkatkan
kerjasama
dengan program
terapi
meningkatkan
penyembuhan
dan mengurangi
komplikasi.
3. Upaya
intervensi
menurunkan
risiko
komplikasi
serius.
CW.
drainase
demam.
4. Tekankan
pentingnya
terapi antibiotic
sesuai
kebutuhan.
DC.
DD.
DE.
DF.
DG.
DH.
DI.
31
CX.
CY.
CZ.
DA.
4. Penggunaan
pencegahan
terhadap infeksi
DB.
HA DP.
RI/
No.
DO. TG DQ.
L
DX.
Sel
asa,
29/03/201
6
DX
DY.
1.
DR.
DS.
IMPLEMENTAS
JAM
DZ.
09.30
EA.
EB.
EC.
09.35
ED.
EE.
EF.
EG.
EH.
09.45
EI.
EJ.
EK.
EL.
09.50
EM.
EN.
Dx. Medis
Hari rawat
DT.
RESPON KLIEN
karakteristik
2. Mengobservasi TTV
EQ.
ER.
ES.
ET.
3. Memberikan
tenang dan
mengurangi
rangsangan stress
4. Mengajarkan teknik
nafas dalam bila rasa
nyeri datang
EU.
DV.
JAM
1. Mengkaji tingkat
lingkungan yang
DU.
: Apendisitis
:I
(SOAP)
FA.
14.00
FB.S :
-
berkurang
FC.
32
O:
Wajah tampak
meringis
Vital sign
FE.
TD :
P : 20
x/menit
EY.
S : 37 C
3. Klien tampak baring
Klien mengatakan
FD.
100/60 mmHg
FF.N : 86 x/menit
FG.
P : 20
x/menit
FH.
FI.
FJ.
DW.
S : 37 C
ARAF
FN.
nyerinya sudah
100/60 mmHg
EW.
N : 86
x/menit
EX.
EVALUASI
EO.
EP.
5. Mengkolaborasikan
dengan pemberian
10.00
analgetik sesuai
indikasi
FK.
dan mengeluarkannya
A:
Masalah belum
melalui mulut
5. Injeksi Cefotoxime 1
teratasi
FL.
gr/12 jam
FM.
P:
Lanjutkan
FO.
Sel
asa,
FP.
2.
29/03/201
6
FQ.
1. Mengawasi tanda-
10.10
FR.
FS.
FT.
FU.
FV.
10.20
FW.
FX.
FY.
10.35
FZ.
GA.
tanda vital
GB.
GC.
GD.
2. Mengobservasi
keadaan luka balutan
GE.
3. Mengganti verban
GF.
4. Mengkaji tandatanda infeksi
10. 40
GU.
asa,
Sel
GV.
3.
intervensi 1, 2, 4
GL.
S:-
GK.
TD :
14.10
GN.
-
x/menit
GI.P : 20 x/menit
GJ.S : 37 C
2. Tampak luka insisi
pemahaman klien
teratasi
GQ.
GR.
verban
4. Udema (-), Pus (-),
33
GP.A : Masalah
O:
tanda-tanda infeksi
GO.
1. Klien mengatakan
GT.
GM.
100/60 mmHg
GH.
N : 86
P:
Intervensi
eritema (-)
1. TTV :
GG.
dihentikan
HV.
GS.
HW.
14.15
S:
Klien menanyakan
ID.
29/03/201
6
penyakitnya
2. Mendiskusikan
perawatan insisi
termasuk ganti
balutan.
3. Mengidentifikasi
gejala yang
memerlukan evaluasi
HC.
HD.
HE.
11.
HF.
medik contoh
peningkatan nyeri:
edema/eritema luka,
adanya drainase,
demam
4. Menekankan
penyebab penyakitnya
tentang proses
HK.
penyakitnya
HH.
HI.
HJ.
HY.
-
HN.
drainase (-) demam (-)
HO.
HP.
HQ.
HR.
HS.
HT.
4. Injeksi Cefotoxime 1
gr/12 jam
HU.
antibiotik sesuai
kebutuhan
11.35
IE.
IF.
34
O:
Klien dapat
memahami tentang
pentingnya terapi
HG.
HX.
penyakitnya
Klien tidak banyak
bertanya
- Klien tidak khawatir
HZ.
IA.
A : Masalah
teratasi
IB.
IC. P : Intervensi
dihentikan
IG.
IH.
Nama klien : Ny. G
II. Umur
: 30 tahun
IJ. Ruang rawat : CHR Kelas III
IK.
RI/
IL.
HA IM.
IO.
No.
TG IN.
JAM
L
IU.
Ra
bu,
30/03/201
6
DX
IV.
1.
IW.
09.00
IX.
IY.
IZ.
JA.
09.10
JB.
JC.
JD.
JE.
JF.
09.20
IP.
Dx. Medis
Hari rawat
: II
IMPLEMENTA
IQ.
SI
1. Mengkaji tingkat
nyeri, lokasi dan
karakteristik
JG.
2. Mengobservasi TTV
JH.
JI.
JJ.
JK.
3. Mengajarkan teknik
nafas dalam bila rasa
nyeri datang
JL.
RESPON
KLIEN
IR.
IS.
JAM
x/menit
JO.
nyerinya sudah
JU. O :
TD :
-
35
P : 20
teratasi
x/menit
JP. S : 370C
3. Klien nampak tarik
dan
Klien mengatakan
berkurang
100/80 mmHg
JN.
N : 78
IT.
JW.P : Intervensi
dihentikan
JX.
ARAF
JT. S :
kuadran kanan
bawah
2. TTV :
JM.
EVALUASI
(SOAP)
JS.
14.15
: Apendisitis
JY.
JZ.
mengeluarkannya
melalui mulut
JQ.
JR.
36
KA.
DAFTAR PUSTAKA
KB.
KC.
KD.
Fatma.
(2010).
Askep
Appendicitis.
Diakses
http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-appendicitis.html pada tanggal
09 Mei 2012.
KE.
Klasifikasi.
KI. Nuzulul.
(2009).
Askep
Appendicitis.
Diakses
http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep%20Pencernaan
Askep%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2012.
KJ. Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC
KK.
KL.
KM.
37