Anda di halaman 1dari 3

4.

Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis
jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil
konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korialis menembus
desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang
dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta.
Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini
menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong
amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas dan mungkin
pula janin telah mati lama. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu yang
cepat maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah, isi uterus dinamakan mola kruenta.
Bentuk ini menjadi mola karnosa apaila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi
organisasi sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose,
dalam hal ini amnion tampak berbenjol benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan
korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi
diamana janin mengering dan karena cairan amnion berkurang maka ia jadi gepeng (fetus
kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus
papiraseus)
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak segera dikeluarkan adalah terjadinya maserasi,
kulit terkupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan dan seluruh
janin berwarna kemerah merahan dan dapat menyebabkan infeksi pada ibu apabila
perdarahan yang terjadi sudah berlangsung lama.(Prawirohardjo,2005),
5. Diagnosa dan Prognosa
Abortus dapat diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang
perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering terdapat pula terasa mules.
Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan
bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis atau imunologik. Harus diperhatikan
macam dan banyaknya perdarahan, pembukaan servik dan adanya jaringan dalam kavum
uteri atau vagina (Prawirohardjo,2006)
Dugaan abortus diperlukan beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Terdapat keterlambatan datang bulan
b. Terjadi perdarahan
c. Disertai sakit perut
d. Dapat diikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi
e. Pemeriksaan tes hamil dapat masih positif atau sudah negatif.
Hasil pemeriksaan fisik terhadap penderita bervariasi
a. Pemeriksaan fisik bervariasi tergantung jumlah perdarahan

b. Pemeriksaan fundus uteri :


1) Tinggi dan besarnya fundus tetap dan sesuai usia kehamilan
2) Tinggi dan besarnya sudah mengecil
3) Fundus uteri tidak teraba diatas simfisis
Pemeriksaan dalam :
a. Servik uteri masih tertutup
b. Servik sudah terbuka dan dapat teraba ketuban dan hasil konsepsi dalam kavum uteri atau
pada kanalis servikalis
c. Besarnya rahim atau uterus mengecil
d. Konsistensinya lunak.
(Sujiyatini,2009)
Sebagai kemungkinan diagnosis lain harus dipikirkan yaitu kehamilan ektopik yang
terganggu, mola hidatidosa, kehamilan dengan kelainan pada servik. Untuk penegakan
diagnose disesuaikan dengan gejala klinis masing masing abortus. Sedangkan untuk
prognosa abortus juga tergantung pada jenis abortus dan kondisi pasien
(Prawirohardjo,2006).
6. Penatalaksanaan
Penanganan umum :
a. Lakukan penilaian awal untuk menentukan kondisi pasien (gawat darurat, komplikasi berat
atau masih cukup stabil)
b. Pada kondisi gawat darurat, segera upayakan stabilisasi pasien sebelum melakukan
tindakan lanjutan (yindakan medic atau rujukan)
c. Penilaian medic untuk menentukan kelaikan tindakan di fasilitas kesehatan setempat atau
dirujuk kerumah sakit.
1) Bila pasien syok atau kondisinya memburuk akibat perdarahan hebat segera atasi
komplikasi tersebut
2) Gunakan jarum infuse besar (16G atau lebih besar) dan berikan tetesan cepat (500 ml
dalam 2 jam pertama) larutan garam fisiologis atau Ringer
d. Periksa kadar Hb, golongan darah dan uji padanan silang (crossmatch)
a. Bila terdapat tanda tanda sepsis, berikan antibiotic yang sesuai
b. Temukan dan hentikan segera sumber perdarahan
c. Lakukan pemantauan ketat tentang kondisi pasca tindakan dan perkembangan lanjut
(Prawirohardjo,2006)
Tabel 2.2 Penatalaksanaan abortus sesuai dengan jenis abortus (Prawirohardjo,2006)
Jenis abortus Penatalaksanaannya
Abortus imminen a. Tidak diperlukan pengobatan medic yang khusus
b. Istirahat (tirah baring), agar aliran darah ke uterus meningkat dan ransang mekanik
berkurang
c. Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas berlebihan atau melakukan hubungan seksual
d. Bila perdarahan berhenti lakukan asuhan antenatal terjadwal
e. Bila perdarahan berlanjut, nilai kondisi janin melalui tes kehamilan atau USG
Abortus insipiens a. Uterus harus segera dikosongkan untuk menghindari perdarahan yang

banyak atau syok karena rasa mules dan sakit yang hebat
b. Pasang infuse, sebaiknya diertai oksitosin drip untuk mempercepat pengeluaran hasil
konsepsi
c. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilakukan dengan kuretase atau dengan cunam abortus
disusul dengan kerokan
d. Sebelum dilakukan kuretase diberikan antibiotika prifilaksis
e. Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilakukan atau usia gestasi lebih besar dari 16
minggu, lakukan tindakan pendahuluan dengan :
f. Infuse oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai dengan 8 tetes/menit yang dapat
dinaikkan hingga 40 tetes/menit, sesuai dengan kondisi kontraksi rahim hingga terjadi
pengeluaran hasil konsepsi
1) Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian
2) Misoprostol 400 mg peroral dan apabila masih diperlukan dapat diulangi dengan dosis
yang sam setelah 4 jam dari dosis awal.
Abortus inkomplit
a. Bila disertai syok karena perdarahan segera pasang infuse dengan cairan NaCl fisiologis
atau cairan Ringer Laktat, bila perlu disusul dengan transfuse darah
b. Setelah syok teratasi, lakukan kerokan
c. Pasca tindakan berikan injeksi metal ergometrin maleat intra muscular untuk
mempertahankam kontraksi otot uterus
d. Perhatikan adanya tanda tanda infeksi
e. Bila tak ada tanda tanda infeksi berikan antibiotika prifilaksis (ampisilin 500 mg oral atau
doksisiklin 100 mg)
f. Bila terjadi infeksi beri ampisilin I g dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam
Abortus komplit a. Tidak memerlukan pengobatan khusus, cukup uterotonika atau kalau perlu
antibiotika
b. Apabila kondisi pasien baik, cukup diberikan tablet ergometrin 31 tablet/hari untu 3 hari
c. Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet sulfas Ferosus 600 mg/hari
selama 2 minggu disertai anjuran mengkonsumsi makanan bergizi (susu, sayuran segar, ikan,
daging, telur). Untuk anemi berat berikan transfusi darah
d. Jika infeksi berikan antibiotika profilaksis
Abortus tertunda (missed abortion) a. Karena sering plasenta melekat maka penanganan harus
dirumah sakit
b. Periksa kadar fibrinogen atau test perdarahan dan pembekuan darah sebelum tindakan
kuretase. Bila normal jaringan konsepsi dapat segera dikeluarkan, teapi bila kadarnya rendah
( 7gr/dl (anemia) atau dicurigai adanya infeksi
Tubektomi Segera Sesuai untuk pasangan yang ingin menghentikan fertilitas, jika dicurigai
adanya infeksi, tunda samapi keadaan jelas. Jika Hb kurang dari 7g/dl, tunggu sampai anemia
telah diperbaiki. Sediakan metode alternatif seperti kondom.

Anda mungkin juga menyukai