Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada masa lalu, sebagian besar individu

dan masyarakat memandang

kesehatan yang baik atau kesejahteraan sebagai suatu kondisi kebalikan dari
penyakit atau kondisi tidak adanya penyakit. Sikap yang sederhana ini dapat
dengan mudah; dimana seseorang dianggap sehat atau sakit, tanpa ada rentang di
antaranya. Pada abad ke 21 sehat dipandang dengan perspektif yang lebih luas.
Aspek sehat yang lebih luas antara lain memasukkan elemen-elemen seperti rasa
memilki kekuasaan, hubungan kasih sayang, semangat hidup, jaringan dukungan
social yang kuat, rasa berarti dalam hidup, atau tingkat kemandirian tertentu.
Pada kenyataannya di dalam masyarakat terdapat beraneka ragam konsep
sehat-sakit yang tidak sejalan dan bahkan bertentangan dengan konsep sehat-sakit
yang diberikan oleh pihak penyelenggara kesehatan. Timbulnya perbedaan konsep
sehat-sakit oleh penyelenggara kesehatan disebabkan adanya persepsi sakit yang
berbeda antara masyarakat dan provider.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Konsep Sehat dan Sakit

2.1.1

Definisi Sehat
Suatu keadaan keseimbangan yang dinamis antara bentuk badan dan fungsi

organ tubuh terhadap berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya


Health is a state of complete physical, mental, and social well-being and not
merely the absence of the disease or infirmity, suatu keadaan yang sempurna baik
fisik mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemaha.
Suatu keadaan sejahtera sempurna dari jasmani, rohani, dan sosial, jadi tidak
hanya bebas dari penyakit atau kelemahan saja.
Suatu keadaan dan kualitas organ tubuh yg berfungsi secara wajar dengan
segala faktor keturunan dan lingkungan yang dimilikinya.
Suatu keadaan seseorang yang pada waktu diperiksa tidak mempunyai
keluhan / tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit atau kelainan.
Suatu keadaan sejahtera sempurna dari jasmani, rohani, dan sosial, yang
memungkinkan seseorang hidup produktif baik sosial maupun ekonomi
Suatu keadaan seseorang yg memiliki tubuh jasmani yang tidak berpenyakit,
mental yang baik, sosial yang baik, dan spiritual (iman) yang baik dan benar.
2.1.2

Ciri-ciri Sehat
Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit

atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua
organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan. Kesehatan mental
(jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
1. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
2. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan
emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
3. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa
syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana

ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam).
Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
4. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan
orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku,
agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta
saling toleran dan menghargai.
5. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif,
dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat
menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi
mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut
(pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi
kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni
mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya
berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau
pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.
2.1.3 Model Sehat Sakit
1. Model Rentang Sehat-Sakit (Neuman)
Menurut Neuman (1990): sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat
kesejahteraan klien pada waktu tertentu , yang terdapat dalam rentang dan kondisi
sejahtera yang optimal , dengan energi yang paling maksimum, sampai kondisi
kematian yang menandakan habisnya energi total
Jadi menurut model ini sehat adalah keadaan dinamis yang berubah secara
terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap berbagai perubahan pada
lingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan keadaan fisik,
emosional, inteletual, sosial, perkembangan, dan spiritual yang sehat.
Sedangkan Sakit merupakan proses dimana fungsi individu dalam satu
atau lebih dimensi yang ada mengalami perubahan atau penurunan bila
dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya.

Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif dan mempunyai
tingkatan sehingga akan lebih akurat jika ditentukan seseuai titik-titik tertentu
pada skala Rentang Sehat-Sakit.

Rentang Sehat

Sejahtera

Rentang Sakit

Sehat

Sehat

setengah

sekali

normal

sakit

sakit

sakit kronis

mati

Dengan model ini perawat dapat menentukan tingkat kesehatan klien


sesuai dengan rentang sehat-sakitnya. Sehingga faktor resiko klien yang
merupakan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan

dalam

mengidentifikasi tingkat kesehatan klien. Faktor-faktor resiko itu meliputi variabel


genetik dan psikologis.
Kekurangan dari model ini adalah sulitnya menentukan tingkat kesehatan
klien sesuai dengan titik tertentu yang ada diantara dua titik ekstrim pada rentang
itu (Kesejahteraan Tingkat Tinggi Kematian). Misalnya: apakah seseorang yang
mengalami fraktur kaki tapi ia mampu melakukan adaptasi dengan keterbatasan
mobilitas, dianggap kurang sehat atau lebih sehat dibandingkan dengan orang
yang mempunyai fisik sehat tapi mengalami depresi berat setelah kematian
pasangannya.
Model ini efektif jika digunakan untuk membandingkan tingkat
kesejahteraan saat ini dengan tingkat kesehatan sebelumnya. Sehingga bermanfaat
bagi perawat dalam menentukan tujuan pencapaian tingkat kesehatan yang lebih
baik dimasa yang akan datang.
2. Model Kesejahteraan Tingkat Tinggi (Dunn)
Model yang dikembangkan oleh Dunn (1977) ini berorientasi pada cara
memaksimalkan potensi sehat pada individu melalui perubahan perilaku. Pada

pendekatan model ini perawat melakukan intervensi keperawatan yang dapat


membantu klien mengubah perilaku tertentu yang mengandung resiko tinggi
terhadap kesehatan. Modei ini sering digunakan untuk perawatan lansia,
keperawatan keluarga maupun komunitas.

3. Model Agen-Pejamu-Lingkungan(Leavell at all.)


Menurut pendekatan model ini tingkat sehat dan sakit individu atau
kelompok ditentukan oleh hubungan dinamis antara Agen, Pejamu, dan
Lingkungan.

Pejamu

Agen

Lingkungan

Agen :Berbagai faktor internal-eksternal yang dengan atau tanpanya dapat


menyebabkan terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat biologis,
kimia, fisik, mekanis, atau psikososial.
Jadi Agen ini bisa berupa yang merugikan kesehatan (bakteri, stress) atau yang
meningkatkan kesehatan (nutrisi, dll).
5

Pejamu: Sesorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap


penyakit/sakit tertentu. Faktor pejamu antara lain: situasi atau kondisi fisik dan
psikososoial yang menyebabkan seseorang yang beresiko menjadi sakit.
Misalnya: Riwayat keluarga, usia, gaya hidup dll.
Lingkungan: seluruh faktor yang ada diluar pejamu.

Lingkungan fisik: tingkat ekonomi, iklim, kondisi tempat tinggal,


penerangan, kebisingan

Lingkungan sosial: Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial,


misalnys: stress, konflik, kesulitan ekonomi, krisis hidup.

Model ini menyatakan bahwa sehat dan sakit ditentukan oleh interaksi
yang dinamis dari ketiga variabel tersebut. Menurut Berne et al (1990) respon
dapat meningkatkan kesehatan atau yang dapat merusak kesehatan berasal dari
interaksi antara seseorang atau sekelompok orang dengan lingkungannya.
4. Model Keyakinan-Kesehatan
Model Keyakinan-Kesehatan menurut Rosenstoch (1974) dan Becker dan
Maiman (1975) menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan
perilaku yang ditampilkan. Model ini memberikan cara bagaimana klien akan
berprilaku sehubungan dengan kesehatan mereka

dan bagaimana mereka

mematuhi terapi kesehatan yang diberikan.


Terdapat tiga komponen dari model Keyakinan-Kesehatan antara lain:
a. Persepsi Individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit.
Misal: seorang klien perlu mengenal adanya pernyakit koroner melalui
riwayat keluarganya, apalagi kemudian ada keluarganya yang meninggal
maka klien mungkin merasakan resiko mengalami penyakit jantung.
b. Persepsi Individu terhadap keseriusan penyakit tertentu.
Dipengaruhi oleh variabel demografi dan sosiopsikologis, perasaan
terancam oleh penyakit, anjuran untuk bertindak (misal: kampanye media
massa, anjuran keluarga atau dokter dll)

c. Persepsi Individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang


diambil.
Seseorang mungkin mengambil tindakan preventif, dengan mengubah
gaya hidup, meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis, atau mencari
pengobatan medis.
Model ini membantu perawat memahami berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi, keyakinan, dan perilaku klien, serta membantu perawat
membuat rencana perawatan yang paling efektif untuk membantu klien,
memelihara dan mengembalikan kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit.

5. Model Peningkatan-Kesehatan (Pender)


Dikemukakan oleh Pender (1982,1993,1996) yang dibuat untuk menjadi
sebuah model yang menyeimbangkan dengan model perlindungan kesehatan.
Modal tersebut berfokus pada tiga fungsi (faktor kognitif, faktor pengubah dan
partisipasi

dalam

perilaku

peningkatan

kesehatan).

Modal

tersebut

mengidentifikasi beberapa faktor (mis. demografi dan sosial) yang dapat


meningkatkan atau menurunkan partisipasi untuk meningkatkan kesehatan.
Fokus dari model ini adalah untuk menjelaskan alasan keterlibatan klien dalam
aktivitas kesehatan. Tiga fungsi tersebut diantaranya:
1. Faktor Persepsi (Definisi kesehatan, Status kesehatan yang dirasakan,
Keuntungan perilaku peningkatan kesehatan yang dirasakan).
2. Faktor Pengubah (Demografi, pengaruh interpersonal, faktor situasi).
3. Partisipasi (Perilaku peningkatan kesehatan).

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keyakinan dan TindakanKesehatan

1. Faktor Internal
a.

Tahap Perkembangan
Status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah
pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia
(bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan
kesehatan yang berbeda-beda.

b.

Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan


Keyakinan seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel
intelektual yang terdiri dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh
dan penyakit, latar belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu.
Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk
kemampuan untuk memehami faktor-faktor yang berhubungan dengan
penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan

untuk

menjaga kesehatan sendirinya.


c.

Persepsi tentang fungsi


Cara seseorang merasakan fungsi fisiknya akan berakibat pada
keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya. Contoh,
seseorang dengan kondisi jantung yang kronik merasa bahwa tingkat
kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak pernah mempunyai
masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan terhadap kesehatan
dan cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang cenderung
berbeda-beda.

d.

Faktor Emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap kesehatan
dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respons stres
dalam setiap perubahan hidupnya cenderung berespons terhadap berbagai
tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa
penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya.
Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara
emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan menyangkal adanya
gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan. Banyak
orang yang memiliki reaksi emosional yang berlebihan, yang berlawanan
8

dengan kenyataan yang ada, sampai-sampai mereka berpikir tentang risiko


menderita kanker dan akan menyangkal adanya gejala dan menolak untuk
mencari pengobatan.
e.

Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani
kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan,
hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan
dan arti dalam hidup. Spiritual bertindak sebagai suatu tema yang
terintegrasi dalam kehidupan seseorang. Spiritual seseorang akan
mempengaruhi cara pandangnya terhadap kesehatan dilihat dari perspektif
yang luas.
Fryback (1992) menemukan hubungan kesehatan dengan keyakinan
terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan seseorang
keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan dipandang oleh
beberapa orang sebagai suatu kemampuan untuk menjalani kehidupan
secara utuh. Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu cara seseorang
berlatih secara spiritual.

2. Faktor Eksternal
a. Praktik di Keluarga
Cara bagaimana keluarga menggunakan pelayanan kesehatan biasanya
mempengaruhi cara klien dalam melaksanakan kesehatannya.
Misalnya, jika seorang anak bersikap bahwa setiap virus dan penyakit
dapat berpotensi mejadi penyakit berat

dan mereka segera mencari

pengobatan, maka bisasnya anak tersebut akan malakukan hal yang sama
ketika mereka dewasa.
b. Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya
penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi
terhadap penyakitnya.
c. Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan


individu, termasuk sistem pelayanan kesehatan dan cara pelaksanaan
kesehatan pribadi.
2.1.5 Definisi Sakit
Menurut Bauman ( 1985 ) sakit adalah : ketidakseimbangan dari
kondisi normal tubuh manuasia diantaranya system biologic dan kondisi
penyesuaian. Sakit adalah suatu keadaan manifestasi dari timbulnya
gangguan dan atau kelainan pada diri seseorang yg sebelumnya ia sehat.
2.1.6

Ciri-ciri sakit
Individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuh merasa dirinya
tidak sehat atau merasa timbulnya berbagai gejala merasa adanya bahaya.
Mempunyai 3 aspek,
1. fisik : nyeri, panas tinggi.
2. Kognitif : interprestasi terhadap gejala.
3. Respons emosi terhadap ketakutan / kecamasan.

2.1.7

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit

1. Faktor Internal
a.

Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami


Segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu
rutinitas kegiatan sehari-hari. Misal, tukang kayu yang menderita sakit
punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan dan
mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.

b.

Asal atau Jenis penyakit


Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta
mungkin mengganggu fungsi pada seluruh dimensi yang ada, Maka
klien bisanya akan segera mencari pertolongan dan mematuhi program
terapi yang diberikan.
Sedangkan pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6
bulan) sehingga jelas dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi
yang ada. Jika penyakit kronik itu tidak dapat disembuhkan dan terapi

10

yang diberikan hanya menghilangkan sebagian gejala yang ada, maka


klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana terapi
yang ada.
2. Faktor Eksternal
a.

Gejala yang Dapat Dilihat


Gejala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra
Tubuh dan Perilaku Sakit.

b.

Kelompok Sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman
penyakit, atau justru meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.

c.

Latar Belakang Budaya


Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana
menjadi sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit.

d.

Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih
cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia
akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada
kesehatannya.

e.

Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan


Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan
medis lain sering mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki
sistem pelayanan kesehatan.

f.

Dukungan Sosial
Dukungan

sosial

disini

meliputi

beberapa

institusi

atau

perkumpulan yang bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut


dapat dilakukan berbagai kegiatan, seperti seminar kesehatan,
pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan (aerobik, senam POCOPOCO dll).

11

2.1.8

Riwayat Alamiah Perjalanan Penyakit

2.1.9

Dampak Sakit

1. Terhadap Perilaku dan Emosi Klien


Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal
penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lainlain. Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam
kehidupannya akan menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi
klien dan keluarga. Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam
kehidupannya.dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang
lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarik diri.
2. Terhadap Peran Keluarga
3. Terhadap Citra Tubuh
Citra

tubuh

merupakan

konsep

subjektif

seseorang

terhadap

penampilan fisiknya. Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan


dalam penampilan fisiknya, dan klien/keluarga akan bereaksi dengan cara
yang berbeda-beda terhadap perubahan tersebut.
4. Terhadap Konsep Diri
Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri,
mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada
seluruh aspek kepribadiannya. Konsep diri tidak hanya bergantung pada
gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung pada
aspek psikologis dan spiritual diri. Perubahan konsep diri akibat sakit

12

mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi dibandingkan


perubahan peran
5. Terhadap Dinamika Keluarga
Dinamika Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan
fungsi, mengambil keputusan, memberi dukungan kepada anggota
keluarganya, dan melakukan koping terhadap perubahan dan tantangan
hidup sehari-hari.
2.2

Teori Timbulnya Penyakit


1. The Epidemiological triangle.
2. The Webb of causation
3. Teori Blum.
4. The Wheel.

1. The Epidemiological triangle.


Penyakit adalah hasil dari interaksi kompleks (ketidak seimbangan) antara
tiga faktor, yaitu agen, host dan lingkungan. Kesalahan yang paling sering
dilakukan orang adalah memusatkan perhatian hanya pada salah satu dari ketiga
faktor tersebut pada waktu mengendalikan atau mencegah penyakit.
Segitiga epidemiologi merupakan teori dasar yang terkenal sejak disiplin
ilmu epidemiologi mulai digunakan di dunia, yang menggambarkan hubungan
dari ketiga faktor penyebab penyakit, yaitu HOST, AGENT, dan LINGKUNGAN.

Hubungan Antar Faktor-faktor dalam Segitiga Epidemiologik

13

A. Host
Host atau penjamu ialah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga
menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Faktor ini di sebabkan oleh
faktor intrinsik. Komponen dari faktor penjamu yang biasanya menjadi faktor
untuk timbulnya suatu penyakit sebagai berikut:
1. Umur
2. Jenis kelamin (seks).
3. Ras, suku (etnik).
4. Genetik
5. Status kesehatan umum termasuk status gizi, dll.
6. Bentuk anatomis tubuh
7. Fungsi fisiologis atau faal tubuh
8. Keadaan imunitas dan respons imunitas
9. Kemampuan interaksi antara host dengan agent
10. Penyakit yang diderita sebelumnya
11. Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial dari host sendiri.
B. Agent
Disebabkan oleh berbagai unsur seperti unsur biologis yang dikarenakan
oleh mikro organisme (virus, bakteri, jamur, parasit, protzoa, metazoa, dll), unsur
nutrisi karena bahan makanan yang tidak memenuhi standar gizi yang ditentukan,
unsur kimiawi yang disebabkan karena bahan dari luar tubuh maupun dari dalam
tubuh sendiri (karbon monoksid, obat-obatan, arsen, pestisida, dll), unsur fisika
yang disebabkan oleh panas, benturan, dll, serta unsur psikis atau genetik yang
terkait dengan heriditer atau keturun. Demikian juga dengan unsur kebiasaan
hidup (rokok, alcohol, dll), perubahan hormonal dan unsur fisioloigis seperti
kehamilan, persalinan, dll.
C. Environment
Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya
penyakit, hali ini Karena faktor ini datangnya dari luar atau bisa disebut sebagai
faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan ini dibagi menjadi:
1. Lingkungan Biologis (flora & fauna)
2. Lingkungan Fisik. Lingkungan fisik ini dapat bersumber dari udara,
keadaan tanah, geografis, air sebagai sumber hidup dan sebagai sumber
penyakit, zat kimia atau polusi, radiasi, dll.

14

3. Lingkungan Sosial Ekonomi


Beberapa bagian yang termasuk dalam faktor lingkungan soial ekonomi
adalah sistem ekonomi yang berlaku yang mengacu pada pekerjaan sesorang dan
berdampak pada penghasilan yang akan berpengaruh pada kondisi kesehatannya.
Selain itu juga yang menjadi masalah yang cukup besar adalah terjadinya
urbanisasi yang berdampak pada masalah keadaan kepadatan penduduk rumah
tangga, sistem pelayanan kesehatan setempat, kebiasaan hidup masyarakat, bentuk
organisasi masyarakat yang semuanya dapat menimbulkan berbagai masalah
kesehatan terutama munculnya bebagai penyakit.
Faktor Distribusi Penyakit: Person, Place, Time
1. Person

Umur

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikanpenyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun kematian didalam
hampir semua keadaan menunjukkan hubungan dengan umur. Dengan cara ini
orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola kesakitan atau
kematian menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah apakah umur
yang dilaporkan tepat, apakah panjangnya interval didalam pengelompokan cukup
untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada pola kesakitan atau kematian
dan apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan dengan pengelompokan
umur pada penelitian orang lain.
Di dalam mendapatkan laporan umur yang tepat pada masyarakat pedesaan
yang kebanyakan masih buta huruf hendaknya memanfaatkan sumber informasi
seperti catatan petugas agama, guru, lurah dan sebagainya. Hal ini tentunya tidak
menjadi soal yang berat di kala mengumpulkan keterangan umur bagi mereka
yang telah bersekolah.

Jenis Kelamin

Angka-angka dari luar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih


tinggi dikalangan wanita sedangkan angka kematian lebih tinggi dikalangan pria,
juga pada semua golongan umur. Untuk Indonesia masih perlu dipelajari lebih

15

lanjut. Perbedaan angka kematian ini, dapat disebabkan oleh faktor-faktor


intrinsik.
Yang pertama diduga meliputi faktor keturunan yang terkait dengan jenis
kelamin atau perbedaan hormonal sedangkan yang kedua diduga oleh karena
berperannya faktor-faktor lingkungan (lebih banyak pria mengisap rokok, minum
minuman keras, candu, bekerja berat, berhadapan dengan pekerjaan-pekerjaan
berbahaya, dan seterusnya).
Sebab-sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalangan wanita, di
Amerika Serikat dihubungkan dengan kemungkinan bahwa wanita lebih bebas
untuk mencari perawatan. Di Indonesia keadaan itu belum diketahui.

Kelas Sosial

Kelas sosial adalah variabel yang sering pula dilihat hubungannya dengan
angka kesakitan atau kematian, variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan
seseorang. Kelas sosial ini ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan,
pekerjaan, penghasilan dan banyak contoh ditentukan pula oleh tempat tinggal.
Karena hal-hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk
pemeliharaan kesehatan maka tidaklah mengherankan apabila kita melihat
perbedaan-perbedaan dalam angka kesakitan atau kematian antara berbagai kelas
sosial.
Masalah yang dihadapi dilapangan ialah bagaimana mendapatkan indikator
tunggal bagi kelas sosial. Di Inggris, penggolongan kelas sosial ini didasarkan
atas dasar jenis pekerjaan seseorang yakni I (profesional), II (menengah), III
(tenaga terampil), IV (tenaga setengah terampil) dan V (tidak mempunyai
keterampilan).
Di Indonesia dewasa ini penggolongan seperti ini sulit oleh karena jenis
pekerjaan tidak memberi jaminan perbedaan dalam penghasilan. Hubungan antara
kelas sosial dan angka kesakitan atau kematian kita dapat mempelajari pula dalam
hubungan dengan umur, dan jenis kelamin.

Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan dapat berperan didalam timbulnya penyakit melalui beberapa


jalan yakni:

16

a) Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan


kesakitan seperti bahan-bahan kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda
fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan dan sebagainya.
b) Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang telah dikenal sebagai
faktor yang berperan pada timbulnya hipertensi, ulkus lambung).
c) Ada tidaknya gerak badan didalam pekerjaan; di Amerika Serikat
ditunjukkan bahwa penyakit jantung koroner sering ditemukan di kalangan
mereka yang mempunyai pekerjaan dimana kurang adanya gerak badan.
d) Karena berkerumun di satu tempat yang relatif sempit maka dapat terjadi
proses penularan penyakit antara para pekerja.
e) Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan
pekerjaan di tambang.
Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak
dikerjakan di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit jantung,
tekanan darah tinggi, dan kanker. Jenis pekerjaan apa saja yang hendak dipelajari
hubungannya dengan suatu penyakit dapat pula memperhitungkan pengaruh
variabel umur dan jenis kelamin.

Penghasilan

Hal yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat penghasilan
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena tidak
mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transport, dan
sebagainya.

Golongan Etnik

Berbagai golongan etnik dapat berbeda didalam kebiasaan makan, susunan


genetika, gaya hidup dan sebagainya yang dapat mengakibatkan perbedaanperbedaan didalam angka kesakitan atau kematian.
Didalam mempertimbangkan angka kesakitan atau kematian suatu penyakit
antar golongan etnik hendaknya diingat kedua golongan itu harus distandarisasi
menurut susunan umur dan kelamin ataupun faktor-faktor lain yang dianggap
mempengaruhi angka kesakitan dan kematian itu.

17

Penelitian pada golongan etnik dapat memberikan keterangan mengenai


pengaruh lingkungan terhadap timbulnya suatu penyakit. Contoh yang klasik
dalam hal ini ialah penelitian mengenai angka kesakitan kanker lambung.

Status Perkawinan

Dari penelitian telah ditunjukkan bahwa terdapat hubungan antara angka


kesakitan maupun kematian dengan status kawin, tidak kawin, cerai dan janda;
angka kematian karena penyakit-penyakit tertentu maupun kematian karena
semua sebab makin meninggi dalam urutan tertentu.
Diduga bahwa sebab-sebab angka kematian lebih tinggi pada yang tidak
kawin dibandingkan dengan yang kawin ialah karena ada kecenderungan orangorang yang tidak kawin kurang sehat. Kecenderungan bagi orang-orang yang
tidak kawin lebih sering berhadapan dengan penyakit, atau karena adanya
perbedaan-perbedaan dalam gaya hidup yang berhubungan secara kausal dengan
penyebab penyakit-penyakit tertentu.
1. Besarnya Keluarga
Didalam keluarga besar dan miskin, anak-anak dapat menderita
oleh karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang.
2. Struktur Keluarga
Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan
(seperti penyakit menular dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Suatu keluarga besar karena besarnya tanggungan secara relatif
mungkin harus tinggal berdesak-desakan didalam rumah yang luasnya
terbatas hingga memudahkan penularan penyakit menular di kalangan
anggota-anggotanya; karena persediaan harus digunakan untuk anggota
keluarga yang besar maka mungkin pula tidak dapat membeli cukup
makanan yang bernilai gizi cukup atau tidak dapat memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang tersedia dan sebagainya.
3. Parietas
Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam
hubungan kesehatan si ibu maupun anak. Dikatakan umpamanya bahwa
terdapat kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik
dari yang berparitas tinggi, terdapat asosiasi antara tingkat paritas dan

18

penyakit-penyakit tertentu seperti asma bronchiale, ulkus peptikum,


pilorik stenosis dan seterusnya. Tapi kesemuanya masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.
2. Place
Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna
untuk perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan penjelasan
mengenai etiologi penyakit.
Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara :
1. Batas daerah-daerah pemerintahan
2. Kota dan pedesaan
3. Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai,
laut atau padang pasir)
4. Negara-negara
5. Regional
Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etiologi penyakit,
perbandingan menurut batas-batas alam lebih berguna daripada batas-batas
administrasi pemerintahan.
Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah
dengan batas-batas alam ialah : keadaan lingkungan yang khusus seperti
temperatur, kelembaban, turun hujan, ketinggian diatas permukaan laut, keadaan
tanah, sumber air, derajat isolasi terhadap pengaruh luar yang tergambar dalam
tingkat

kemajuan

ekonomi,

pendidikan,

industri,

pelayanan

kesehatan,

bertahannya tradisi-tradisi yang merupakan hambatan-hambatan pembangunan,


faktor-faktor sosial budaya yang tidak menguntungkan kesehatan atau
pengembangan kesehatan, sifat-sifat lingkungan biologis (ada tidaknya vektor
penyakit menular tertentu, reservoir penyakit menular tertentu, dan susunan
genetika), dan sebagainya.

3. Time
Mempelajari hubungan antara waktu dan penyakit merupakan kebutuhan
dasar di dalam analisis epidemiologis, oleh karena perubahan-perubahan penyakit

19

menurut waktu menunjukkan adanya perubahan faktor-faktor etiologis. Melihat


panjangnya waktu di mana terjadi perubahan angka kesakitan, maka dibedakan :
1. Fluktuasi jangka pendek dimana perubahan angka kesakitan berlangsung
beberapa jam, hari, minggu dan bulan.
Pola perubahan kesakitan ini terlihat pada epidemi umpamanya epidemi
keracunan makanan (beberapa jam), epidemi influensa (beberapa hari atau
minggu), epidemi cacar (beberapa bulan).
2. Perubahan-perubahan secara siklus dimana perubahan-perubahan angka
kesakitan terjadi secara berulang-ulang dengan antara beberapa hari,
beberapa bulan (musiman), tahunan, beberapa tahun.
3. Perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode
waktu yang panjang, bertahun-tahun atau berpuluh tahun yang disebut
secular trends.
1 The Webb of causation.
Teori jaring-jaring sebab-akibat. Sakit tidaknya seseorang dipengaruhi
oleh beberapa faktor penyebab. Masing-masing faktor tersebut juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor-faktor lain.

2. Teori Blum.
1. Lingkungan (fisik, biologik, sosio-kultural)
2. Perilaku (sikap, gaya hidup).
3. Herediter (genetik, pertumbh penduduk, penyebaran penduduk).

20

4. Pelayanan Kesehatan.

3. The Wheel = Teori Roda.


1. Agent.
Jaring-jaring sebab akibat (TheWeb of causation). Suatu penyakit tidak
tergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat
dari serangkaian proses sebab-akibat. Penyakit dapat dicegah dengan
memotong rantai.

21

2.3. Pencegahan penyakit dan Upaya peningkatan Kesehatan


a. Pencegahan primer.
Merupakan pencegahan yang dilakukan sebelum terjadi penyakit dan
gangguan fungsi dan diberikan kepada klien yang sehat secara fisik dan
mental
Tidak bersifat terapitik, tidak menggunakan tindakan yang terapetik,
dan tidak menggunakan identifikasi gejala penyakit,
Terdiri dari :
I.
Peningkatan kesehatan : pendidikan kesehatan, standarisasi
nutrisi, perhatian terhadap perkemabangan kepribadian,
penyediaan rumah sehat, skrining genetik dll.
II.
Perlindungan khusus : imunisasi, kebersihan pribadi / PHBS,
sanitasi lingkungan perlindungan kecelakaan.
b. Pencegahan sekunder
Tindakan pencegahan yang berfokus pada individu yang mengalami
masalah kesehatan atau penyakit, dan individu yang berisiko
mengalami komplikasi atau kondisi yang lebih buruk.
Pencegahan sekunder dilakukan melalui pembuatan diagnosa dan
pemberian intervensi yang tepat sehingga mengurangi keparahan
kondisi dan memungkan klien kembali pada kondisi yang normal sedini
mungkin.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dilakukan ketika terjadi kecacatan/ ketidakmampuan
yang permanen dan atau yang tidak dapat disembuhkan. Pencegahan ini
terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau kemampuan
melalui intervensi yang bertujuan untuk mencegah komplikasi dan
penurunan kesehatan.
Upaya Peningkatan kesehatan
Peningkatan kesehatan merupakan upaya memelihara atau memperbaiki
tingat kesehatan. Peningkatan kesehatan memberikan motivasi pada masyarakat
untuk bertindak secara positif, untuk mencapai tujuan berupa tingkat kesehatan
yang stabil. Kegiatan peningkatan kesehatan dapat bersifat aktif maupun pasif.
a. Peningkatan kesehatan pasif
Merupakan strategi peningkatan kesehatan dimana individu akan
memperoleh manfaat dari kegiatan yag dilakukan orang lain tanpa harus
melakukannya sendiri.
b. Peningkatan kesehatan aktif
Pada strategi ini setiap individu diberikan motivasi untuk melakukan
program kesehatan tertentu.

22

BAB III
KESIMPULAN
Hidup sehat mencakup definisi yang luas dan penerapan yang berbeda
untuk setiap individu. Ada beberapa inti penting yang harus diperhatikan dan
dijalani dalam mencapai hidup sehat. Sehat dapat diartikan bahwa suatu keadaan
yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari
penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).
Perilaku sehat berkaitan dengan upaya atau kegiatan individu bagaimana
kesehatannya tetap terjaga. Perilaku tersebut di antaranya: Peningkatan kesehatan
merupakan upaya memelihara atau memperbaiki tingkat kesehatan klien saat ini.
Sedangkan Pencegahan Penyakit merupakan upaya yang bertujuan untuk
melindungi klien dari ancaman kesehatan yang bersifat aktual maupun potensial.
Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial,
perkembangan, atau seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan
terjadinya proses penyakit. Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit.

23

Penyakit adalah suatu bentuk reaksi biologis terhadap suatu organisme, benda
asing atau luka (Injury).
Menjadi sehat sempurna membuat kita dapat melakukan segala sesuatu
dengan lebih baik dan maksimal. Tubuh kita akan bebas dari berbagai bentuk
gangguan dan kita bisa hidup lebih lama, panjang umur dan dapat meningkat
kualitas dari keseluruhan hidup kita.

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azrul, 1988, Pengantar Epidemiologi Edisi Revisi. Jakarta; Binarupa
Aksara.
Budiarto Eko, Anggareni Dewi, 2003, Pengantar Epidemiologi. Edisi 2. Jakarta:
EGC
Buston. M.N, 2006, Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Noor Nasri N, 1997. Dasar Epidemiologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
Timmreck, Thomas C, dkk.. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Prof. Bhisma Murti. Riwayat Alamiah Penyakit. fk.uns.ac.id/static/materi/.pdf
Dr. Suparyanto,M.kes.repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/2598.pdf

24

25

Anda mungkin juga menyukai