Anda di halaman 1dari 86
B/PCH 2007 04 STUDI PENGARUH EKSTRAK BIJI BENGKUANG (Pachyrhizus erosus) TERHADAP PERKEMBANGAN LARVA NYAMUK ( Aedes aegypti) SKRIPSI Oleh : EKA KRISNA SHINTA LIBER SIGAT B01498020 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 RINGKASAN Eka Krisna Shinta Liber Sigai. Studi Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrhizus erosus) Tethadap Perkembangan Larva Nyamuk (Aedes aegypti) Dibawah bimbingan Dr. Drh. H. Ahmad Arif Amin. Aedes aegypti adalah vektor utama penyebaran penyakit demam berdarah (Dengue Haemorrhagic Fever), Selain itu nyamuk ini juga bertindak sebagai vektor dalam penularan beberapa penyakit manusia seperti demam kuning (Yellow fever), Filiatiasis dan Equine encephalitis. Berbagai upaya pengendalian nyamuk Aedes aegypti telah dilakukan sampai seat ini, yaitu mencegah penularan penyakit dengan cara menurunkan populasi nyamuk, Salah satu tindakan pengendalian dapat mencakup pemberantasan larva menggunakan insektisida. Di Indonesia penggunaan inscktisida kimia-sintetik sebagai pembasmi nyamuk Aedes aegypti telah dilakukan sejak lama, namun dengan pemakaian insektisida kimia sintetik secara berulang dapat menimbulkan resistensi vektor, bahkan matinya hewan yang bukan sasaran dan pencemaran lingkungan ‘Tanaman bengkuang (Pachyrhizus erosus) merupakan tanaman yang memiliki potensi sebagai insektisida nabati. Kandungan bahan kimia rotenon pada biji bengkuang dapat menyebabkan kematian pada serangga Karena efek farmakologis dari rotenon adalah mencegah kemampuan untuk menggunakan oksigen pada metabolisme, Rotenon merupakan inhibitor kuat elektron tranpor yaitu antara NAD* dengan koenzim Q, oksidasi suksinat dan sitokrom oksidase pada mitokondria. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Entomologi Bagian Parasitologi dan Patologi FKH IPB. Tujuan penelitian ini adaleh untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji bengkuang (Pachyrhicus erosus) pada konsentrasi bertingkat dalam pelarut aquades, etanol dan metanol, sebagai bahan alternatif pengendali larva nyamuk (dedes aegypti) yang murah, mudah dibuat dan didapat serta bermanfaat bagi masyarakat. Pembuatan ekstrak biji bengkuang dilakukan dengan terlebih dahulu biji bengkuang ditumbuk sampai halus hingga berupa tepung. Tepung biji bengkuang dicampur ke dalam pelarut aquades, etanol dan metanol, Pengujian dilakukan dalam nampan plastik dengan jumlah larva sebanyak 20 ekor. Adapun konsentrasi yang digunakan adalah 0.10 %, 0.09 %, 0.08 %, 0.07 %, 0.06 %, 0.05 %, 0.04 %, 0.03 %, 0.02 %, 0.01 % dan 0.00 %. Setiap konsentrasi pengujian dilakukan empat kali pengulangan, Pengamatan dilakukan setiap enam jam. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pemaparan ektrak biji bengkuang pada pelarut aquades, etanol dan metanol berpengaruh terhadap umur, keberhasilan larva menjadi pupa atau pupa menjadi dewasa dan jumlah kematian pada stadium larva atau pupa. Selain itu diketahui bahwa ekstrak biji bengkuang yang menggunakan etanol dan metanol lebih efektif dibandingkan dengan pelarut aquades. STUDI PENGARUH EKSTRAK BIJI BENGKUANG (Pachyrhizus erosus) TERAADAP PERKEMBANGAN LARVA NYAMUK (Aedes aegypti) Oleh : Eka Krisna Shinta Liber Sigai BO1498020 SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 Judul Skripsi Studi Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrhizus erosus) Terhadap Perkembangan Larva Nyamuk (Aedes aegypti). Nama Mahasiswa Eka Krisna Shinta Liber Sigai Nomor Pokok 2 B01498020 Menyetujui Mengetahui Pembantu Dekan | Fakultas Kedokteran Hewan ee Bogor ai 131 129 090 Tanggal Pengesahan : 29 Juli 2002 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada tanggal 01 Oktober 1979 sebagai anak keempat dari ayah bernama Drs. Liber Sigai dan ibu Altinah Moenge, BSc. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Kuala Kapuas tahun 1992, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 2 Palangkaraya pada tahun 1995, Sekolah Menengah Umum (SMU) 2 Palangkaraya tahun 1998. Pada tahun 1998 penulis diterima menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMD). Selama menempuh pendidikan di FKH penulis pemah menjadi asisten luar biasa pada Laboratorium Histologi, Bagian Anatom, KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Tulisan ini merupakan salah satu syarat untuk meraih_gelar Sarjana Kedokteran Hewan (S.K.H) di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Selama penelitian dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik bantuan secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang, sebesar-besamya kepada Dr. Dh, H, Ahmad Arif Amin selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasehat sclama melaksanakan penelitian sampai penyelesaian skripsi Seluruh staf dan pegawai laboratorium Entomologi FKH IPB atas bantuannya. Keluarga tercinta Papah, Mamab, Elin, Atut dan Ari atas doa, dorongan moril serta kasih sayang yang diberikan. Bli Guris atas bantuan, perhatian, kesabaran dan Kasih sayang yang diberikan. ‘Teman-teman seperjuangan Erdianti dan Dian Kartika atas kerjasama dan kebersamaannya. Sahabatku Joe, Mexy, Rini dan Angkatan AV'35 Teman-teman di Asrama Bali dan Bramacarya Bogor Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Penulis menyadari tulisan ini tiada luput dari keterbatasan, penulis sangat berterima kasih dan menghargai saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak, demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Mei 2002 Penulis DAFTAR ISI Kata Pengantar BDC. \eeastceeheeaetseesaccsaretstac eectaecssterseasttoctenrscoroocecc ii Dafiar Tabel : fanaa Peery Daftar Gambar : v Daftar Lampiran . : fee Vi Bab I. PENDAHULUAN...... Latar Belakang, Tujuan.. a Ruang Lingkup Penelitian Bab Il, TINJAUAN PUSTAKA .... 1. Nyamuk Aedes aegypti. 1.1.Telur 1.2, Larva... 1.3. Pupa.. 14, Dewasa.... 1.5. Siklus Hidup Eset 2. Tanaman Bengkuang.....0- ECE ecearisoaeeteL 2.1. Klasifikasi, Karakterisasi dan Kegunaan Bengkuang..... 12 2.2. Kandungan Senyawa Tanaman Bengkuang..... 14 Bab Ill. BAHAN DAN METODE. Pee eee viet tiene ‘Tempat dan Waktu. Een 24 Alat dan Bahan... eed Pengadaan Nyamuk dan Larva 24 Pembuatan Ekstrak Biji Bengkuang, 26 Penetasan Telur Nyamuk ....nnnnenet . 27 Pengujian ...... eee 27 Pengamatan....... Pee ea eat Analisis Data ..consnenenuennsenen ents 29 Bab IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..... 34 1. Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrhizus erosus) tethadap Larva (Aedes aegypti) dalam Pelarut Aquades, Etanol dan Metanl, ...secnnnnsen in 34 2. Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrhizus erosus) terhadap Pupa (Aedes aegypti) dalam Pelarut Aquades, Etanol dan Metandl.... i pena 3. Perbandingan Efektivitas Ekstrak Biji Bengkuang pada Pelarut ‘Aquades, Etano! dan Metanol sebagai Insektisida Nabati.. Bab V. KESIMPULAN DAN SARAN...... Bab VI. DAFTAR PUSTAKA ..sesesstcsnses Lampiran . 45 46 48 iif No DAFTAR TABEL Teks Halaman Hubungan Interaksi Jenis Pelarut dengan Konsentrasi Terhadap Persentase Kematian Larva (%) ... : Hubungan Interaksi Jenis Pelarut dengan Konsentrasi Terhadap Persentase Keberhasilan Larva Menjadi Pupa (%). Hubungan Inieraksi Jenis Pelarut dengan Konsentrasi terhadap Lama Perkembangan Larva Menjadi Pupa (jam)... Hubungan Interaksi Jenis Pelarut dengan Konsentrasi ‘Terhadap Persentase Kematian Pupa (%) Hubungan Interaksi Jenis Pelarut dengan Konsentrasi terhadap persentase Keberhasilan Pupa menjadi Dewasa (%)... Hubungan Interaksi Jenis Pelarut dengan Konsentrasi Terhadap Lama Perkembangan Pupa Menjadi Dewasa (Jam). ee 35 37 38 39 al 42 No AYN eI Aw iL 12, 13, 14. 15, 16. DAFTAR GAMBAR Teks Halaman Telur nyamuk (Aedes aegypti) Larva dan pupa nyamuk (Aedes aegypti)... Nyamuk (Aedes aegypti) dewasa Siklus hidup (Aedes aegypti)... Tranpor Elektron Respirasi normal.......ns:nnrennnne Penghambatan Rotenon pada Tranpor Elektron Respirasi Alat-alat yang digunakan dalam penelitian Kandang nyamuk dengan botol gula dan gelas tempat telur . Marmut dimasukkan dalam kandang nyamuk Biji bengkuang (A) dan Tepung biji bengkuang (B) ... Larutan ekstrak biji bengkuang Cawan petri berisi ekstrak biji bengkuang Cawan petri berisi ekstrak biji bengkuang yang telah dikeringkan . Penetasan telU co Pengujiam ..erccvon one steele Perbandingan LC 50 pada pelarut aquades, etanol dan metano ..... No 10. i DAFTAR LAMPIRAN Teks Halaman Rekapitulasi persentase kematian larva (Aedes aegypti) pada tiap konsentrasi pemaparan ekstrak biji bengkuang (Pachyrhizus erosus) dalam pelarut aquades, etanol dan metanol . Analisis ragam data menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan uji statistik terhadap kematian larva ........ Rekapitulasi keberhasilan larva menjadi pupa (Aedes aegypi) tiap Konsentrasi pemaparan ekstrak biji bengkuang CPechyrizus erosus) dalam pelarut aquades, etanol dan metanol . oe Analisis ragam data menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan uji statistik ‘erhada keberhasilan larva menjadi pupa cree i : a Lama perkembangan larva yang berhasil menjadi pupa (dedes aegypti) pada tiap konsentrasi pemaparan ekstrak biji bengkuang (Pachyrhizus erosus) dalam pelarut aquades, etanol dan metanol Analisis ragam data menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan uji statistik terhadap lama na perkembangan Jarva menjadi pupa ....... : Rekapitulasi persentase kematian pupa (Aedes aegypti) pada tiap Konsentrasi pemaparan ekstrak biji bengkuang CPachyrhis erosus) dalam pelarut aquades, etanol dan metanol . Steere ‘Analisis ragam data- menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan uj statistik terhadap kematian pupa... Rekapitulasi keberhasilan pupa menjadi dewasa (Aedes aegypti) tiap konsentrasi pemaparan ekstrak biji bengkuang Caclyrhis erosus) dalam pelarut aquades, etanol dan metanol . Analisis ragam data menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan Uji statistik k cndep keberhasilan pupa menjadi dewasa Lama perkembangan pupa yang berhasil menjadi dewasa "(Aedes aegypti) pada tiap konsentrasi pemaparan ekstrak biji bengkuang (Pachyrhizus erosus) dalam pelarut aquades, etanol dan metanol . Analisis ragam data menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan uji statistik ae Jama perkembangan larva menjadi pupa a ae " Analisis probit untuk kematian larva 48 49 52 53 56 60 61 65 68 69 nD vi PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam dunia serangga nyamuk merupakan serangga yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan manusia. Nyamuk termasuk Subordo Nematocera, Famili : Culicidae, yang diantaranya dari Genus : Aedes, Culex, dan Mansonia. Genus Aedes memiliki 500 jenis, Aedes aegypti adalah yang terpenting. Aedes aegypti adalah vektor utama penyebaran penyakit demam berdarah (Dengue Haemorthagic Fever). Demam berdarah bukan suatu penyakit baru tapi telah berabad-abad diketahui penyebabnya namun setiap tahun tidak sedikit menyebabkan kematian pada manusia, Selain itu nyamuk ini juga bertindak sebagai vektor dalam penularan beberapa penyakit manusia seperti Demam kuning (Yellow fever), Filiariasis dan Equine encephalitis (Borror ef al., 1992; Christopher, 1960) Aedes aegypti merupakan jenis serangga yang mudah berkembang biak dan hidup dekat lingkungan manusia, mammalia, aves, reptilia dan amphibia untuk memudahkan mendapatkan darah yang dipergunakan untuk menghasilkan telur, sedangkan dewasa jantan di alam hanya menghisap cairan tumbuhan (Christopher, 1960). Setiap satu ekor nyamuk betina mampu menghasilkan telur sekitar 140 butir (Cheng, 1974), Telur diletakkan di antara udara dan permukaan air yang bersih dan jernih seperti di kolam-kolam, genangan air, di dalam lubang pohon dan di air dalam wadah-wadah buatan. Berbagai upaya pengendalian nyamuk Aedes aegypti telah dilakukan sampai saat ini untuk mencegah penularan penyakit yaitu dengan menurunkan populasi nyamuk Aedes aegypti. Salah satu tindakan pengendalian dapat ‘mencakup pemberantasan larva menggunakan insektisida Di Indonesia penggunaan insektisida kimia sintetik sebagai pembasmi nyamuk Aedes aegypti telah dilakukan sejak lama, namun dengan pemakaian insektisida kimia sintetik secara berulang dapat menimbulkan resistensi vektor, bahkan matinya hewan yang bukan sasaran dan pencemaran lingkungan (Anonimous, 1994), Dalam upaya untuk ikut mengurangi penggunaan insektisida kimia sintetik, sangat bijak untuk menengok tanaman yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai insektisida nabati Penggunaan insektisida nabati ini memberikan beberapa keuntungan, seperti mempunyai tingkat keamanan lebih tinggi sehingga relatif tidak berbahaya terhadap manusia dan lingkungan hidup (residunya rendah) dan dapat diproduksi (ditanam) sendiri oleh masyarakat pengguna inscktisida seria harga relatif lebih murah dibandingkan dengan insektisida kimia sintetik ‘Tanaman bengkuang (Pachyrhizus erosus) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia, Masyarakat sering menggunakannya sebagai tanaman obat tradisional. Disamping berguna sebagai tanaman obat tradisional, tanaman bengkuang juga termasuk jenis tanaman yang memiliki potensi sebagai insektisida nabati. Kandungan bahan kimia rotenon, retenoid dan saponin pada biji bengkuang dapat menyebabkan kematian terhadap serangga (Flach & Rumawas, 1996; Doygaard, 2001) Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak biji bengkuang (Pachyrhizus erosus) pada konsentrasi bertingkat dalam pelarut aquades, etanol dan metanol sebagai bahan alternatif pengendali larva nyamuk (Aedes aegypti) yang murah, mudah dibuat dan didapat serta bermanfaat bagi masyarakat. Ruang Lingkup Penelitian Sebagai batasan dalam penelitian ini adalah pengamatan dilakukan tethadap larva Aedes aegypti yang dipaparkan dengan ekstrak biji bengkuang pada pelarut aquades, etanol dan metanol, dimana yang dicatat dalam pengamatan ini adalah jumlah kematian larva, pupa dan jumlah keberhasilan larva menjadi pupa dan jumlah keberhasilan pupa menjadi dewasa (eklosi) serta lama perkembangan larva menjadi pupa dan pupa menjadi dewasa. TINJAUAN PUSTAKA 1. Nyamuk Aedes aegypti Genus Aedes terdiri dari 500 spesies. Aedes aegypti adalah yang terpenting dan habitat hidupnya berada di sekitar populasi manusia, baik di perkotaan maupun pedesaan. Klasifikasi Kingdom: Animal Filum Invertebrata Kelas Insekta Ordo : Diptera Famili Culicidae Genus : Aedes Spesies Aedes aegypti Dalam perkembangan hidupnya dari nyamuk ini mengalami metamorfosis sempuma (Holometabola) yaitu dari telur menetas menjadi larva (entik), kemudian menjadi pupa dan selanjutnya berubah menjadi nyamuk dewasa. 1. Telur Telur nyamuk Aedes aegypti berwarnan hitam, tunggal (tidak rakitan), berbentuk bola rugby (Gambar 1). Telur biasanya diletakkan di tempat basah yaitu 4 antara udara dan permukaan air di dalam lubang-lubang pohon, kolam, kendi, genangan air dan tempat-tempat buatan yang berisi air jemih (Yap & Chong, 1995) Seekor nyamuk betina yang telah menghisap darah dapat menghasilkan sekitar 140 telur dalam satu kali masa bertelur. Jika ia menghisap darah amphibi atau reptil (misainya kodok dan kura-kura) mungkin akan dihasilkan lebih banyak telur (Cheng, 1974), Telur tidak akan bertahan jika berada pada suhu di bawah 10 °C. Namun dapat bertahan pada tempat kering subhu kamar (tidak ada air) selama 30 hari dan akan cepat menetas jika terkena air kembali seperti halnya pada musim penghujan tiba (Cheng, 1974), ‘Telur yang ditetaskan pada suhu kamar akan menetas dalam waktu satu atau dua hari dan selanjuinya akan menjadi larva. Sedangkan pada suhu 16 °c telur baru bisa menetas berkisar pada hari ketujuh (Brown, 1986; Lettle, 1972). 1.2. Larva Stadium larva dari nyamuk Aedes aegypti berada dalam air (Gambar 2). Larva nyamuk atau jentik-jentik terdapat di dalam berbagai tempat akuatik, di kolam-kolam, berbagai genangan air, air dalam wadah-wadah buatan serta di Iubang-lubang pohon yang aimya jernih dan bersih. Larva di alam tumbuh dengan memakan algae dan bahan-bahan organik (Borror et a., 1992). Stadium larva dari Aedes aegypti sewaktu istirahat, tubuhnya membentuk sudut dengan permukaan air. Pada bagian kepala terdapat mata majemuk, antena 5 berbulu dan bagian mulut dipergunakan untuk menggigit. Abdomen sebanyak delapan ruas, masing-masing mempunyai dua Tubang udara (spirakel) (Brown & Little, 1972). Saluran pencemaan berbentuk tubular (alimentary canal) yang terdiri dari tiga bagian yaitu anterior (stomodeum), middle (mesentron) “dain posterior (proctodeum) (Ross et al, 1948; Elizinga 1981) Larva nyamuk bernafas pada permukaan air, biasanya melalui satu buluh pernafasan pada ujung posterior tubuh yang disebut siphon (spirakel). Siphon berukuran pendek, tumpul dengan sepasang subventral brush di segment (ruas) sembilan. Thorak dengan beberapa setae (Yap & Chong, 1995). Stadium larva memiliki sistem saraf yang terdiri dari otak, sepasang segmental ganglia dan connectif (Hebert, 1948). Stadium larva mengalami empat kali proses pergantian kulit (instar), Unur stadium larva biasanya 9-12 hari dan dilanjutkan stadium pupa selama + 36 jam (Cheng, 1974), 1.3. Pupa Setelah stadium larva kemudian dilanjutkan dengan stadium pupa yang merupakan stadium terakhir dalam air (Gambar 2). Stadium ini merupakan fase tanpa makan (puasa) dan sangat sensitif terhadap pergerakan air, sehingga sangat aktif dan seringkali disebut akrobat (fumlers). Pupa berbentuk bengkok dengan kepala besar. Mereka bernafas pada permukaan air melalui sepasang struktur seperti terompet yang kecil pada thorak (Borror ef al., 192), Dibawah suhu 10°C tidak terjadi perkembangan stadium pupa. Setelah melewati stadium ini, pupa 6 akan eklosi (keluar dari kepompong) menjadi nyamuk dewasa yang dapat terbang dan keluar dari air. 1.4. Dewasa Stadium dewasa (Gambar 3), mempunyai ciri khas yang ditandai belang putih hitam keperakan terutama di thorak, kaki dan warna keperakan pada bagian sisi dari skutelum (Yap & Chong, 1995). Pada bagian kepala terdapat antena yang terdiri dari 15 ruas dengan tipe antena plumose pada nyamuk jantan dan pilose pada nyamuk betina (Little, 1972). Secara morfologi, yang membedakan nyamuk Aedes aegypti jantan dengan betina adalah palpus maxilla, mulut penghisap serta ukuran tububnya. Palpus maxilla pada nyamuk betina langsing dan berbulu, sedangkan jantan palpusnya panjang dan dilengkapi jumbai-jumbai rambut seperti antena yang terlihat seperti bulu ayam. Nyamuk jantan memiliki mulut ramping sedangkan yang betina mulutnya lebih kokoh sehingga dapat menembus kulit untuk menghisap darah manusia maupun hewan (Brown, 1986; Little, 1972). Nyamuk betina menghisap darah sedangkan nyamuk jantan menghisap sari bunga atau nektar, Aedes aegypti yang betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang kali (multiple biter) hal ini terjadi karena sifat dari nyamuk ini sangat sensitif dan mudah terganggu. Bekas gigitan dari nyamuk ini menimbulkan bentol pada Kulit, Sift sensitif dan keseringan berpindah dalam menggigit menjadikan nyamuk betina sangat berbahaya karena sangat membantu dalam memindahkan virus ke beberapa orang sekaligus (sebagai vektor penyakit). Darah 1 yang diisap digunakan dalam proses pematangan telur. Setelah menghisap darah, tiga hari kemudian nyamuk betina tersebut bertelur. Virus tidak ditemukan dalam telur nyamuk schingga dapat dikatakan bahwa tidak terjadi penularan secara transovarial atau herediter yaitu dari induk nyamuk kepada keturunannya, Gambar 1, Telur Nyamuk (dedes aegypti) pada kertas saring Gambar 3. Nyamuk dewasa Aedes aegypti Jantan (A) dan Betina (B) 1.5, Siklus Hidup Aedes aegypti Kehidupan Aedes aegypti dimulai dari telur yang diletakkan oleh induknya menempel pada bagian dalam dinding suatu wadah berisi air. Telur ini akan menetas menjadi jentik yang berkembang melalui empat instar yaitu mula-mula instar pertama, kemudian berturut-turut instar kedua, ketiga dan keempat. Instar keempat kemudian mengalami ekdisis tumbuh menjadi kepompong yang beberapa saat kemudian kepompong melepaskan kulit pembungkusnya dan ‘menjadi imago (pupa) yang kemudian siap meninggalkan kehidupan dalam air. Imago ini dengan cepat menyiapkan sayap-sayapnya dan kemudian terbang di udara. Identifikasi jenis kelamin jantan atau betina umumnya dilakukan pada nyamuk dewasa. Nyamuk dewasa melakukan aktivitas menghisap darah binatang atau manusia hanya dilakukan nyamuk betina, hal ini berhubungan dengan kemampuan fertilitas telur yang dihasilkannya, karena untuk mematangkan telur- telumnya dibutuhken protein yang berasal dari darah. Telur yang telah masak kemudian diletakkan pada bagian tepi pada permukaan air menempel di bagian dalam dinding wadah. Siklus hidup Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 8 sampai 20 hari, tergantung pada beberapa faktor antara lain kualitas makanan, penghisapan darah, kondisi air, suhu lingkungan dan kelembaban udara. 10 SIKLUS HIDUP Nyamuk Aedes aegypti Gambar 4. Siklus Hidup Aedes aegypti 2. Tanaman Bengkuang 2.1. Klasifikasi, Karakteristik dan Kegunaan Bengkuang Kiasifikasi Bengkuang termasuk famili Leguminosae, subfamili : Papilionoideae, dengan nama botani Pachyrhizus erosus (L.) Urban (1905), Dolichos erosus L. (1973), P. bulbosus (L) Kurz (1876) dan nama umum Yam bean (Inggris). Chop Suey bean, Jicama (Amerika). Dolique bulbeux, Pois batate (Francis), Indonesia Bengkuang (umum), besusu (Jawa), bangkowang (Sunda), Malaysia : Sangkuang, bengkuwang, mengkuwang; Filipina : sinkamas (Tagalog), kamias (llokano); Kamboja : p’kuek; Laos : Manh’au; Thailand : Man-kaeo (umum), huapaekua (peninsular), man-lao (daerah utara); Vietnam : C [ur] d{aaj] u (daerah utara) sfawsjn (daerah selatan) (Flach & Rumawas, 1996) Tanaman bengkuang terdiri atas lima spesies yaitu Pachyrhizus erosus (L) berasal dari Mexico, Pachyrrhizus tuberosus (Lamk) berasal dari lembab sungai ‘Amazon dan Pachyrrhizus ahipa (Weed) yang memiliki tiga varietas yaitu AC- 102, AC-521 dan AC-524 (Doygaard, 2001; Anonimous 1996) Di Indonesia dikenal jenis Pachyrhizus erosus (L). Bukti sejarah menyatakan bahwa tanaman ini ditanam suku asli Mexico dan Amerika Tengah yaitu suku Aztec dan Maya, kemudian dikenalkan ke Asia Pasific termasulc Indonesia oleh bangsa Spanyol melalui Filipina pada abad ke XVI (Doygaard, 2000; Anonimous 1996). Di Indonesia tanaman bengkuang banyak terdapat di Jawa. Di Jawa Barat ada 2 tanaman bengkuang yaitu. ‘Huwi Iris’ dan ‘Bangkuang’. Huwi Iris’ berumbi 12 kecil rasanya manis sedangkan bengkuang berumbi besar dan biasanya ditanam sebagai pupuk hijau (Flach & Rumawas, 1996) Karakteristik Tanaman bengkuang bersifat annual (tahunan), merupakan tanaman herbatropik, berbunga dengan terna membelit ke kiri (Anonim, 1994). Bengkuang tumbuh merambet di permukaan tanah atau pada tonggak penyangga. Panjang batang 2-6 meter. Satu tanaman akan membentuk satu umbi yang berukuran sekitar 30 cm x 25 em, kulit umbi berwama krim atau coklat cerah, daging umbi berwarma putih atau putih kekuningan. Daun berbentuk tripfoliolate dengan lembaran daun yang lebar, tumbuh berselang-seling (altemate). Bunga berwarna ‘ungu-biru atau putih dan dibentuk pada suatu tandan, Polong biasanya berukuran 6-13 cm x 8-17 mm, berisi 8-10 biji dengan wama daging kuning dan kulit berwama cokelat atau merah dan berbentuk segi empat agak pipih (Flach & Rumawas, 1996), Kegunaan Di Indonesia umbi dipotong dan dimakan mentah dalam campuran buah- buahan muda dengan gula dan sambal yang biasanya disebut ‘Rujak’. Di Mexico, umbi bengkuang biasanya dimakan berupa potongan segar yang ditaburi chili dan disajikan dengan jus lemon atau dimasak sup. Di Amerika dikonsumsi sebagai sayuran salad dan Chop Suey. 13 Daun dan bijinya dapat digunakan sebagai insektisida yang mengandung Rotenone (Derrid), namun daun kurang beracun daripada biji (Anonim, 1994). Minyak dari biji dapat digunakan seperti minyak kapas (cottonseed oif) dan dari ekstrak biji bengkuang mengandung rotenon dan retonoid yang biasanya digunakan sebagai racun ikan yang efektif, tanpa residu dan ramah lingkungan (Flach & Rumawas, 1996). Bagian vegetatif dari tanaman dapat digunakan sebagai pupuk hijau, Karena mengandung senyawa bio-aktif alkoloid dan pachyrthizid yang dapat mengikat Ny dalam tanah yang disebut achirizin (Anonim, 1994). 2.2. Kandungan Senyawa Tanaman Bengkuang ‘Umbi dengan berat sekitar 100 g dan umur 5-8 bulan, mengandung 80-90 g air, 1.0-2.5 g protein, 0.2 g lemak, 10 g karbohidrat, 0.5-1.0 g serat kasar, 18 mg vitamin C, dengan energi 197 KJ/100g. Per 100 g polong muda mengandung 86 g air, 2.6 g protein, 0.3 g lemak, 10 g karbohidrat, 2.9 g serat kasar, 2.7 mg vitamin C, Biji tua mengandung 30 % minyak (fatty oil), 0.5-1.0.% rotenon dan 0.5-1.0 % rotenoid serta saponin (Flach & Rumawas,1996; Doygaard, 2001) Diantara bagian tanaman bengkuang, hanya umbi yang aman untuk dikonsumsi, Daun, batang, akar, polong masak dan biji mengandung insektisida. Terutama biji mengandung rotenon sebesar 0.5-1.0 % dan rotenoid 0.5-1.0.%. 14 Rotenon Nama umum : Rotenone Nama Kimia_: Rotenone Nama lain: Derrin, hicaulin dan tubatoxin Berat molekul : 394.4 ‘Struktur Kimia : CHs (Gutther & Blinn, 1959). Rumus molekul CosHa205 Kelas kimia Isoflavonoid TUPAC (21,6as,12as)-1,2,6, 6a, 12,12a-hexahydro-2- Isopropenyl-2,9-dimethoxychromeno [3,4-b] furo [ 2,3-h] chromen-6 one. 15 Rotenon adalah insektisida non-spesifik yang bersifat selektif. Rotenon digunakan di rumah tangga, untuk mengontrol caplak dan kutu pada hewan kesayangan atau digunakan sebagai pestisida ikan (Anonimous, 1992). Rotenon juga merupakan insektisida efektif yang aktivitasnya lebih kuat dari benzenehexachorid tapi lebih rendah dari pyrethrum, Rotenon tidak bersifat persisten dan optimal digunakan dalam interval 7-10 hari (Brander ef al., 1991). Sumber lain menyebutkan rotenon akan rusak jika terkena sinar matahari. Kadar toxisitas akan menghilang 5-6 hari untuk sinar matahari musim semi atau 2-3 hari untuk sinar matahari musim panas, Rotenon juga cepat rusak pada suhu tinggi Selain itu rotenon cepat rusak dalam tanah dan air dengan waktu paruh 1-2 hari Oleh karenanya rotenon cepat terurai di tanah dan tidak mencemari air tanah (Anonim, 1992). Efek farmakologis dari rotenon adalah mencegah kemampuan untuk menggunakan oksigen pada metabolisme dan merupakan inhibitor kuat elektron tranport yaitu antara NAD* dengan koenzim Q, oksidasi suksinat, sitokrom oksidase pada mitokondria (Anonim, 1999), Sumber lain juga menyebutkan bahwa rotenon menyebabkan paralisis sistem saraf yang didahului oleh konvulsi dan kematian yang disebabkan paralisis respirasi. Mekanisme Kerja Rotenon Salah satu citi mahluk hidup ataupun sel hidup adalah melakukan ‘metabolisme (pertukaran zat) yakni seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yang menyertai perubahan reaksi kimia tersebut, Namun secara 16 garis besar, perubahan reaksi kimia atau metabolisme dalam sel dapat dibedakan menjadi dua yaitu Anabolisme atau reaksi penyusunan (sintesis) dan Katabolisme atau pembongkaran (pemecahan) (Prawitohartono, 1997) Reaksi kimia yang membebaskan energi melalui perombakan nutrien disebut reaksi desimilasi atau peruraian, Jadi merupakan kegiatan katabolik sel. Sedangkan reaksi kimia yang menggunakan energi untuk sintesis dan fungsi- fungsi sel lain disebut reaksi asimilasi atau anabolik. Dimana reaksi desimilasi menghasilkan encrgi dan reaksi asimilasi menggunakan energi (Pelezar ef al. 1987). Respirasi Sel Respirasi atau pernafasan merupakan salah satu contoh proses katabolisme yakni suatu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber energi (karbohidrat, lemak dan protein) melalui proses kimia dengan menggunakan oksigen. Dalam proses kimia yang memerlukan oksigen tersebut zat-zat organik diuraikan menjadi karbondioksida (CO,) dan (H;0) dengan membebaskan sejumlah energi yang akan digunakan untuk berbagai aktivitas kehidupan merupakan rangkaian proses reaksi kimia yang secara sederhana dapat dibedakan menjadi 4 tahap, yakni: a. Glikolisis b. Daur Krebs ¢. Tranport elektron respirasi d. Sintesis ATP (Becker ef al., 1996) 7 Glikolisis dan daur Krebs tidak dibicarakan secara rinci Karena hal ini mengacu pada daya kerja rotenon yang menghambat hanya pada tranport elektron respirasi pada mitokondria, Namun dari empat tahap tersebut adalah proses saling berkaitan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Sebelum membicarakan tahap selanjutnya maka perlu dibicarakan tempat berlangsungnya proses respirasi ini, Dari empat proses respirasi tersebut hanya tahap glikolisis yang terjadi di dalam sitosol (membran plasma). Sedangkan tiga tahap lanjutan (siklus Krebs, transport elektron respirasi dan sintesis ATP) di dalam mitokondria. Sitosol merupakan bagian larut dari sitoplasma yang mengisi ruang antar organel. Sitosol merupakan sistem Jarutan yang tersusun atas 90 % air dan di dalamnya terlarut senyawa organik yang pokok untuk kehidupan, Disamping itu terlarut pula ion, gas, molekul-molekul kecil (asam amino, gula nukleotida dan vitamin) dan molekul-molekul besar (protein) serta ARN yang membentuk larutan koloid (Prawirohartono, 1997). Mitokondria dengan mikroskop elektron akan terlihat sebagai silindris atau bulat dengan membran rangkap yaitu membran Ivar dan membran dalam. Membran sebelah dalam melekuk kedalam membentuk lapisan-lapisan_yang disebut krista (Tranggono & Setiaji, 1989). Lipatan-lipatan tersebut membentuk papan dimana didalamnya melekat enzim-enzim oksidatif sel. Selain itu, rongga dalam mitokondria tersisi oleh matrik agar-agar yang mengandung banyak enzim terlarut yang penting untuk menyaring energi dari nutrien, Enzim-enzim ini dalam hubungannya dengan enzim-enzim oksidatif . pada papan-papan untuk 18 menyebabkan oksidasi nutrien, Karena itu membentuk karbon dioksida dan air. Energi yang dilepaskan digunakan untuk sintesis zat-zat berenergi tinggi yang dinamakan ATP. ATP ditransport ke luar mitokondria dan berdifusi ke seluruh sel untuk melepaskan energinya bilamana diperlukan untuk melakukan fungsi sel (Guyton, 1976). a. Glikolisis Pada prinsipnya peristiwa glikolisis adalah pengubahan molekul sumber energi yaitu glukosa yang mempunyai enam atom C menjadi senyawa yang lebih sederhana yakni asam piruvat yang mempunyai tiga atom C. Peristiwa ini berlangsung di sitosol. Dari peristiwa glikolisis ini dihasilkan tiga senyawa penting yaitu 2 ‘molekul asam piravat yang akan masuk ke dalam siklus Krebs, 2 molekul NADH yang berfungsi sebagai sumber elektron berenergi tinggi dan 2 molekul ATP untuk setiap molekul glukosa (Prawirohartono, 1997). b. Daur Krebs Daur Krebs dikenal pula sebagai siklus asam sitrat atau siklus asam trikarboksilat. Peristiwa ini berlangsung di dalam mitokondria. Asam piruvat hasil peristiwa glikolisis akan masuk ke siklus Kreb berubah menjadi Asetil ko-A yang melalui liku-liku reaksi kimia yang panjang membebaskan 2 ATP, 6 NADH, 2. FADH dan COp, dimana 6 NADH dan 2 FADHI akan berfungsi sebagai sumber elektron berenergi tinggi yang akan masuk ke transport elektron respirasi, 19 ¢. Transport elektron respirasi Peristiwa transport elektron respirasi berlangsung dalam mitokondria sebagai reaksi redoks, yaitu reaksi yang terdiri dari reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi reduksi adalah reaksi menerima elektron sedangkan reaksi oksidasi adalah teaksi yang melepaskan atau kehilangan elektron, Berlangsungnya suatu transport elektron respirasi tergantung dari ada tidaknya komponen rantai transport elektron, Komponen rantai transport elektron merupakan suatu molekul pengangkut hidrogen dan elektron yang disebut aseptor atau molekul pembawa elektron (electron carrier), yang terdiri dari flavo protein seperti koenzim NAD* (nikotinamide dan adenine dinukleotidae), dihidrogenase, Komponen belerang besi, sitokrom dan koenzim Q (Quinone) Transport elektron respirasi terdiri dari empat komplek yaitu : Komplek [ Mentransfer elektron dari NADH ke koenzim Q yang disebut NADH dehidrogenase. NAD* (koenzim) dan enzim dehidrogenase bekerja bersama untuk menarik elektron dari substrat Karena enzim dehidrogenase tidak dapat mengkatalis pemisahan hidrogen dari substrat tanpa kerjasama dengan NAD", NADH ——® NAD+H’ NADH molekul yang bermuatan energi dengan membawa elektron (dan H°) dari hasil glikolisis dan siklus Krebs. NADH akan melepaskan clektron (membawa ke molekul pembawa elektron (koenzim Q)), Tranport elektron tersebut menghasilkan reaksi redoks. Pada molekul pembawa satu akan terjadi oksidasi karena ia kekurangan elektron dan pada molekul pembawa dua akan terjadi reduksi karena ia menerima elektron dan seterusnya. 20 Komplek I. Mentransfer elektron koenzim Q berasal dari oksidasi suksinat pada reaksi TCA-6. Komplek ini disebut suksinat koenzim Q reduktase atau suksinat dehidrogenase mirip tapi kompleks yang terpisah yang diperlukan untuk mentransfer elektron ke koenzim Q dari FAD-linked dehidrogenase yang terlibat dalam oksidasi dari asam lemak. Komplek I. Disebut koenzim Q sitokrom C-reduktase karena ia menerima elektron dari koenzim Q dan melepaskannya ke sitokrom C. Komplek IV. Mentransfer elektron dari sitokrom C ke oksigen dan disebut sitokrom C oksidase. Setiap komplek terdiri dari multiple polipeptida subunit dan sebagai prostetic group flavin nukleotide (komplek I dan 11), sitokrom (komplek TI dan IV), pusat besi belérang komplek [-ill dan atau pusat Cu (tembaga) Komplek IV. Transfer elektron respirasi melalui komplek I, III dan 1V sedangkan komplek II tidak termasuk karena tidak melibatkan NADH oksidasi (Becker et al., 1996). Peristiwa tranport elektron ini akan menghasilkan energi untuk mengaktifkan tranport ion H* dari matrik mitokondria ke ruang antar membran mitokondria. Hal ini menyebabkan ada perbedaan potensial antara matrik dengan antar membran mitokondria. Dimana matrik gradien potensial menjadi turun dan rang antar membran akan meningkat potensialnya, gradien potensial dan energi yang tinggi pada ruang antar membran menyebabkan adanya tranport aktif dari ruang antar membran ke matrik dan energi dari proses reaksi redok tersebut digunakan untuk mensintesa ATP. 2 Sedangkan kerja rotenon menghambat aliran tranport elektron pada pembawa elektron Komplek I yaitu NADH dehidrogenase. Jika komplek I dihambat maka reaksi komplek selanjutnya tidak bisa berjalan karena proses ini bersifat berkesinambungan, sehingga gradien H’ tidak terjadi akibatnya ATP tidak terbentuk. Jika ATP tidak terbentuk organisme akan kekurangan energi untuk melakukan aktivitas kehidupan, padahal ATP yang dihasilkan dari proses ini merupakan produksi ATP terbesar untuk respirasi seluler, sehingga jika sebagian besar produksi ATP tidak dihasilkan maka organisme akan kekurangan energi dan akan mengakibatkan kematian (Campbell et al., 1997). 22 ELEKTRON TRANSPORT CHAIN (Cambell, 1997) Gamibar 5. Alin transpor olektron resprasi Penghambatan ROTENON pada komplek! NADH NAD @- ELECTRON TRANSPORT CHAIN ATP SYNTHASE (Combell, 1997) ‘Gambar 6. Penghambatan rotenon pada transpor elektron respira BAHAN DAN METODE ‘Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2001 sampai dengan Pebuari 2002. Alat dan Bahan ‘Adapun peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti ‘mortar, blender, timbangan (OHAUS GA200), cawan petri, gelas ukur, saringan, nampan plastik, kertas saring, botol kaca, pipet ukur, nyamuk Aedes aegypti, kandang nyamuk, marmot, kandang jepit, botol tempat gula yang dilengkapi dengan kapas, gelas tempat larva atau pupa, rebusan hati atau pelet ikan dan biji bengkuang (Pachyrhizus erosus) (Gambar 7) Pengadaan Nyamuk dan Larva Penelitian ini menggunakan nyamuk yang berasal dari wilayah Taman Kencana yang dipelihara di laboratorium Entomologi, FKH-IPB yang kemudian dikembangbiakkan (rearing). Pertama, telur yang telah ada ditetaskan dalam nampan plastik berukuran 22.5 x 173 x 2.7 em’ yang berisi air 500 ml, Telur akan menetas menjadi larva dan diberi rebusan hati ayam atau pelet ikan. 24 Stadium larva mengalami empat kali proses pergantian kulit (instar), yaitu instar 1, instar II, Instar [1 dan instar 1V, kemudian akan berkembang menjadi pupa, Pupa ini dipindahkan ke dalam gelas plastik berisi air dan dimasukkan ke dalam kandang nyamuk yang di dalamnya telah berisi botol kecil dengan sumbu kapas yang diisi air gula 10 %, sebagai persediaan makanan untuk nyamuk dewasa terutama nyamuk dengan jenis kelamin jantan (Gambar 8). Dengan begitu pupa diharapkan bereklosi menjadi nyamuk dewasa Setiap empat hari nyamuk dewasa diberi makanan darah dengan cara memasukkan marmut yang telah diletakkan di dalam kandang jepit dan telah dicukur bagian punggungnya agar nyamuk lebih mudah untuk menghisap darah ‘marmut (Gambar 9). Marmut berada di dalam kandang selama | jam sampai nyamuk betina tidak menghisap darah marmut lagi. Biasanya nyamuk betina dewasa yang telah menghisap darah terlihat lebih gemuk dan perutnya berwama merah, Setelah marmut dikeluarkan, disiapkan gelas plastik yang berisi air (3/4 dari isi penuh). Hal ini dilakukan agar memberi tempat pada nyamuk untuk bertelur. Kemudian dipinggimya diletakkan kertas saring schingga sedemikian rupa kertas saring menempel rapat pada dinding gelas, Kertas saring merupakan ‘media nyamuk betina untuk bertelur dan sebagai tempat melekatnya telur yang telah diletakkan pada permukaan air, serta untuk mempermudah pengambilan telur, Dari hasil rearing, inilah didapatkan persediaan telur nyamuk yang cukup untuk pengujian. 25 Pengujiannya sendiri dilakukan dengan cara terlebih dahulu telur yang telah didapat tersebut ditetaskan pada nampan. Kemudian dipilih larva yang akan digunakan untuk pengujian yaitu larva pada instar IV. Pembuatan Ekstrak Biji Bengkuang Biji bengkuang (Pachyrhicus erosus) ditumbuk sampai halus lalu disaring hingga berupa tepung. Tepung biji bengkuang dicampur ke dalam media/ larutan yang berbeda, Dalam hal ini larutan yang digunakan adalah aquades, etanol dan metanol. Digunakannya 3 larutan yang berbeda ini dimaksudkan sebagai pelarut dan penstimulir keluarnya zat-zat yang dikandung oleh biji bengkuang serta untuk ‘mengetahui sejauh mana daya ikat pelarut terhadap zat aktif (insektisida) yang ada pada biji bengkuang. Setelah dilakukan pencampuran, dilakukan perendaman selama 24 jam, Perendaman ini juga dimaksudkan agar zat aktif benar-benar terlarut, Kemudian rendaman tersebut diperas dan disaring. Bahan yang dipakai pengujian adalah filtrat hasil perasar/saringan (ekstrak biji bengkuang) (Gambar 11) Untuk mengetahui kandungan ekstrak biji bengkuang dalam larutan, maka dilakukan pengukuran berat kering (BK). BK ekstrak biji bengkuang diukur menggunakan cawan petri, Pertama cawan petri kosong ditimbang seberat A gram. Kemudian dengan pipet ukur diambil X ml dari larutan dan dimasukkan ke dalam cawan petri (Gambar 12). Kadar cairannya dihilangkan dengan divapkan di udara terbuka atau menggunakan pemanas (Gamber 13). Setelah kering ekstrak tersebut ditimbang seberat B gram. 26 BK (gram) = Bgram—A gram = Ceram Konsentrasi. = C gram /X ml C/X. = banyaknya kandungan biji bengkuang C gram dalam X ml larutan. Penetasan Telur Nyamuk ‘Telur nyamuk yang digunakan pada penelitian ini adalah ayamuk Aedes aegypti yang diperoleh dari hasil rearing Telur nyamuk Aedes aegypti ditetaskan dalam nampan plastik berukuran 22.5 x 17.3 x 2.7 em’ berisi 500 ml air (Gambar 14). Makanan larva adalah pelet ikan, Telur akan menetas menjadi instar [, instar U1, instar III, dan instar IV. Kemudian dipilih instar yang akan digunakan untuk pengujuan yaitu larva pada instar IV. Maksud dari pemilihan stadium IV adalah untuk mengetahui pengaruh insektisida yang diuji terhadap kematian, dimana kematian diharapkan karena pemaparan ekstrak biji bengkuang bukan disebabkan tekanan mekanis saat pemindahan larva. Selain itu dari segi teknik, akan lebih mudah dilakukan karena ukuran instar IV lebih besar dan mudah terlihat schingga mempermudah dalam perhitungan daripada instar I, If dan III. Pengujian Pengujian dilakukan dalam berbagai tingkatan Konsentrasi dan dalam Jarutan ekstrak biji bengkuang aquades, ekstrak biji bengkuang etanol dan ekstrak biji bengkuang metanol 27 Pengujian dilakukan dalam nampan plastik berukuan d=12 om X t= 6 em yang diisi air sebanyak 250 ml (Gambar 15). Kemudian dengan menggunakan pipet dipilih larva instar IV dan dimasukkan ke dalam saringan agar air terpipet; nantinya tidak ikut masuk ke dalam nampan, karena dapat mempengaruhi volume air dalam nampan pengujian. Setelah larva instar IV dimasukkan dalam nampan ‘yang berisi air 250 ml, Volume 250 ml ini disebut V2, kemudian ditambahkan y mil dari ekstrak biji bengkuang aquades, ekstrak biji bengkuang etanol atau ekstrak biji bengkuang metanol ke dalam masing-masing nampan. Larutan ini diaduk sampai merata, Disiapkan pula kontrol untuk mengetahui keadaan larva yang tidak diberi perlakuan (tanpa ekstrak biji). Kontrol hanya berupa nampan plastik diberi air 250 ml yang didalamnya juga dimasukkan larva instar IV sejumlah 20 cekor, Perlakukan ini dilakukan masing-masing sebanyak empat kali ulangan. Perhitungan %= gram per 100 ml Ci.Vi= C2.V2 Ci; =Konsentrasi ekstrak biji bengkuang dalam larutan (aquades, etanol atau metanol) C gram /X ml C, = Konsentrasi ekstrak biji bengkuang setelah ditambahkan dalam 250 ml air. V1 = Volume ekstrak biji bengkuang yang ditambahkan dalam 250 ml air Vz = Volume tetap 250 ml 28 Pengamatan Pengamatan yang dilakukan adalah jumlah kematian, lama perkembangan dan keberhasilan larva menjadi pupa atau pupa menjadi dewasa terhadap setiap tingkatan konsentrasi. Dimana larva dibiarkan kontak dengan ekstrak biji bengkuang dan diamati setiap 6 jam. Analisis Data Penelitian ini menggunakan raneangan percobaan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan empat ulangan untuk masing-masing konsentrasi yang diaplikasikan ke larva, Hasil yang diperolch kemudian dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam (Anova) dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Ditentukan pula LC 50 untuk mengetahui bagaimana jumlah dan keadaan kematian larva serta dianalisa dengan menggunakan analisa probit 29 Gambar 7. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ‘Am nampan plastik, B= kain kasa, C= pipet Pasteur, pipet ukur, E= seringan, F=gelaspiala Gambar 8. Kandang nyamuk dengan botol gula dan gelas tempat telur 30 Gambar 9. Marmut dimasukkan ke dalam kandang nyamuk Gambar 10. Biji Bengkuang (A) dan Tepung Biji Bengkuang (B) 31 Gambar 11. Larutan Ekstrak Biji Bengkuang Btanol (A), Metanol (B) dan Aquades (C). Gambar 12. Cawan Petri Berisi Ekstrak Biji Bengkuang dengan Pelarutnya Etanol (A), Metanol (B) dan Aquades (C). Gambar 13. Cawan Petri Berisi Ekstrak Biji Bengkuang dengan Pelarutnya Etanol (A), Metanol (B) dan Aquades (C) yang Telah dikeringkan Gambar 15. Pengujian 33 HASIL DAN PEMBAHASAN 1, Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrhizus erosus ) terhadap Larva (Aedes aegypti) Tiap Konsentrasi dalam Pelarut Aquades, Etanol dan Metanol. Seperti tampak pada tabel pemaparan ekstrak biji bengkuang mempunyai efektivitas sebagai insektisida nabati pada keduapuluh larva Aedes aegypti, baik itu terhadap umur larva, jumlah kematian larva, dan jumlah keberhasilan larva menjadi pupa. Pada tabel 1. menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak biji bengkuang untuk semua Konsentrasi yang diuji dapat mengakibatkan kematian, dimana persentase kematian semakin meningkat seiring kenaikkan konsentrasi. Jumiah kematian larva pada masing-masing konsentrasi diuji statistik menunjukkan hasil berpengaruh nyata (P<0.05). Ini berarti ekstrak biji bengkuang berpengaruh terhadap kematian larva Aedes aegypti. Hal ini disebabkan karena rotenon sebagai racun perut dan kontak yang menyerap ke dalam tubuh melumpuhken/menghambat transport elektron respirasi_ pada _mitokondria sehingga ATP tidak terbontuk. Jika ATP tidak terbentuk larva akan kekurangan energi untuk melakukan aktivitas kehidupan, padahal ATP yang dihasilkan pada proses ini merupakan produksi ATP terbesar untuk respirasi seluler sehingga mengakibatkan kematian (Campbell ef al., 1997) 34 Selain itu tabel 1 menunjukkan uji beda terhadap persentase kematian larva yang dihubungkan dengan interaksi antara jenis pelarut dengan konsentrasinya yang menunjukkan beda nyata (P<0.05). Ekstrak biji bengkuang dengan pelarut metanol dan etanol kematian 100 % dicapai mulai konsentrasi 0,01 % dan 0,04 %, sedangkan untuk ekstrak biji bengkuang pelarut aquades kematian 100 % baru dicapai pada konsentrasi 0,06 %. Hal ini berarti pada pelarut metanol dan etanol memerlukan Konsentrasi yang lebih rendah untuk mencapai kematian 100 %. Dengan demikian berarti tingkat efektivitas ekstrak biji bengkuang pada pelarut metanol dan etanol lebih tinggi dibandingkan pelarut aquades, Tabel 1. Hubungan Interaksi Jenis Pelarut dengan Konsentrasi Terhadap Persentase Kematian Larva (%) Konsentrasi Pelarut (%) ‘Aquades Etanol Metanol 0,10 100,000 * 700,000" 100,000" 0,09 100,000* 100,000* 100,000* 0,08 100,000* 100,000* 100,000" 0,07 100,000° 100,000* 100,000* 0,06 100,000* 100,000* 100,000" 0,05 73,150" 100,000* 100,000* 0,04 68,750° 95,000* 100,000" 0,03 58,750" 90,000° 100,000* 0,02 43,750° 80,000" 100,000* 0,01 5,000 73,750" 96,250" 0,00 0,000 0,000 0,000 __0,000" _,000" 8,000" Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan uji berbeda nyata pada taraf 5%, (P<0.05), 35 Konsentrasi (%) Gambar 16. Grafik probit kematian larva. Dari gambar 16, dapat dilihat perbandingan LC 50 dari ekstrak biji bengkuang pelarut aquades, etanol dan metanol, di mana kematiannya meneapai 50% dari jumlah seluruh larva yang dicoba. LC 50 ini dihitung dengan mengguniakan analisa probit. LC 50 akuades 0,03015%, LC 50 etanol 0,01103%, LC 50 metanol 0,008333%, Ekstrak biji bengkuang dengan pelarut metanol memiliki LC 50 terendah (0,008333%) artinya dengan hanya konsentrasi kecil ekstrak biji bengkuang lebih mampu mematikan larva 50 %, dibandingkan dua pelarut lainnya. 36 Tabel 2. Hubungan Interaksi Jenis Pelarut dengan Konsentrasi Terhadap Persentase Keberhasilan Larva Menjadi Pupa (%). Konsentrasi Pelarut (%) Aquades Etanol Metanoi 0,10 0,000 00,000 (00,000 © 0,09 0,0008 00,000 ® 00,000 € 0,08 0.0008 00,000 # 00,000 ® 0,07 0.0008 00,000 ® 00,000 ® 0,06 0,008 00,0008 00,0008 0,05 26,250" 00,000 ® 00,000 ® 0,04 31,2508 05,0008 00,000 ® 0,03 41,250° 20,000 00,000 & 0,02 56,250" 26,250 00,000 & 0,01 95,000° 20,0005 15,000° en) 100,000" 100,000 * 100,000* Keterangan : Haruf superskrip yang berbeda menunjukken uji berbeda nyata pada taral5 %, (P<0.05), Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa rata-rata persentase larva menjadi pupa tiap konsentrasi jika dipaparkan dengan ekstrak biji bengkuang dari 3 pelarut aquades, etanol dan metanol semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi, Dengan uji statistik dapat dilihat hasil yang berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rata-rata persentase Keberhasilan larva manjadi pupa. Terjadinya penurunan persentase keberhasilan larva menjadi pupa, seiring dengan kenaikan konsentrasi menggambarkan bahwa adanya hubungan antara kematian larva dengan persentase Keberhasilan larva menjadi pupa. Hal ini dikarenakan kenaikan konsentrasi, persentase kematian larva semakin besar, schingga peluang larva berhasil menjadi pupa semakin menurun, Dari tabel 2 juga menunjukkan uji beda terhadap persentase keberhasilan larva menjadi pupa yang dihubungkan dengan adanya interaksi antara jenis pelarut dengan konsentrasinya. Persentase terendah keberhasilan larva menjadi 37 pupa pada pelarut aquades dicapai pada konsentrasi 0,05 % aquades, dan pelarut ¢tanol dicapai pada konsentrasi 0,04 % dan pada pelarut_metanol dicapai pada konsentrasi 0,01 %, Hal ini berarti ada perbedaan pengaruh antara ketiga pelarut tersebut, terhadap peluang larva menjadi pupa, yang mana metanol hanya memerlukan konsentrasi yang kecil untuk mampu menekan peluang keberhasilan larva menjadi pupa. Oleh Karena itn dengan perbandingan ini terlihat bahwa pelarut_metanol memberikan rata-rata persentase terkecil sehingga dapat dikatakan bahwa pelarut yang baik untuk melarutkan zat aktif insektisida pada biji bengkuang. Tabel 3. Hubungan Interaksi Jenis Pelarut dengan Konsentrasi terhadap Lama Perkémbangan Larva Menjadi Pupa (jam). Konsent % 0,10 0,09 0,08 0.07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0,00 rast ‘Aquades 0,000 0,000 0,000 # 0,000 * 0,000 * 35,505 39,775" * 40,903°° 31,635" 37,238". 33,225 Pelarut Etanol 0,000 0,000 ¢ 0,000 0,000 ¢ 0,000° 0,000 ¢ 0,000 ¢ 35,175 39,833" 37,500°° 45,600" ‘Metanol 0,000 0,000 ¢ 0,000 0,000 * 0,000* 0,000¢ 0,000 ¢ 0,000 0,000¢ 6,150° 46,725° Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan uji berbeda ayata pada taraf 5 %, (P<0.05). Tabel 3 memperlihatkan uji beda terhadap lama perkembangan larva menjadi pupa yang dihubungkan dengan adanya interaksi antara jenis pelarut konsentrasinya. Pada pelarut aquades konsentrasi 0,01 %, 0,03 %, 0,04 %, dan 0,05 %, menunjukkan perbedaan nyata dengan 0 % (kontrol), dimana lama 38 perkembangan larva menjadi pupa relatif lebih panjang, Namun pada pelarut etanol dan metanol lama perkembangan larva menjadi pupa cenderung lebih pendek dari kontrol. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kemampuan hidup untuk bertahan dari setiap spesies, dimana untuk bertahan hidup dengan memperpanjang masa pematangan atau dengan menggertak diri untuk cepat melaksanakan pergantian masa larva menjadi pupa. 2. Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrhicus erosus) Terhadap Pupa (Aedes aegypti) Tiap Konsentrasi dalam Pelarut Aquades, Etanol dan Metanol. Stadium pupa merupakan stadium terakhir yang berada dalam air dan merupakan stadium puasa. Pupa akan berkembang menjadi nyamuk dewasa (imago) yang dapat terbang dan keluar dari air. ‘Tabel 4. Hubungan Interaksi Jenis Pelarut dengan Konsentrasi Terhadap Persentase Kematian Pupa (%). Konsentrast Pelarut (%) ‘Aquades Etanol ‘Metanol 0,10 100,000* 100,000* 100,000 ° 0,99 100,000 * 100,000* 100,000* 0,08 100,000* 100,000" 100,000° 0,07 100,000 * 100,000* 100,000* 0,06 100,000* 100,000* 100,000* 0,05 94,443" 100,000° 100,000* 0,04 79,165" 100,000" 100,000" 0,03 83,330° 100,000" 100,000" 0,02 49,278° 100,000* 100,000* 0,01 3.9708 100,000* 75,000" 0,00 0,000" 0,000° 0,000" Keterangen : Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan uji berbeda nyata pada taraf5 %, (P<0.05). 39 Dari tabel 4 menunjukkan adanya uji beda terhadap terhadap persentase kematian pupa yang dihubungkan dengan adanya interaksi antara jenis pelarut dengan konsentrasinya. Pada konsentrasi 0,01 % pada aquades tidak berbeda nyata dengan 0 % aquades, etanol maupun metanol. Pada konsentrasi 0,02 % berbeda nyata dengan seluruh konsentrasi , sedangkan konsentrasi 0,03 % dan 0,04 % tidak berbeda nyata, artinya antara kedua konsentrasi tersebut memiliki pengaruh yang sama terhadap kematian pupa. Pada konsentrasi 0,05%, 0,06 %, 0,07 %, 0,08 % , 0,09 %, 0,10 % aquades dan 0,01 %, 0,02 %, 0,03 %, 0,04 %, 0,05 %, 0,06 %, 0,07 %, 0,08 %, 0,09 %, 0,10 % pada etanol dan metanol tidak berbeda nyata, Persentase kematian yang mencapai 100% pada pupa bukan menyatakan Kematian melainkan persentase yang dianggap 100 % kematian, karena berdasarkan tabel 1 pada kematian larva menunjukkan bahwa larva telah mengalami kematian sebelum mencapai stadium pupa terutama pada pelarut etanol dan metanol, sedangkan pada pelarut aquades karena memiliki persentase kematian pada larva lebih kecil, maka memberikan peluang larva menjadi pupa. Namum berdasarkan tabel terlihat adanya peningkatan kematian dengan kenaikkan konsentrasinya. Hal ini berarti persentase kematian pupa semakin besar seiring kenaikan konsentrasi. Hal ini menunjukkan ekstrak biji bengkuang selain sebagai larvesida juga sebagai pupasida. Selain itu dari tabel memperlihatkan perbandingan kematian pupa pada tiap pelarut dimana antara aquades, etanol dan metanol, pelarut aquades menunjukkan persentase kematian terendah dari ketiganya. Jadi daya pupasidanya lebih rendah dua pelarut lainnya. 40 Kemampuan ekstrak biji bengkuang dalam membunuh pada stadium pupa (stadium puasa) disebabkan oleh sifat dari senyawa pachyrizid yang, terkandung, pada biji bengkuang. Senyawa ini termasuk senyawa polar dari kelompok retenoid yang dapat meresap melalui kutikula pupa sehingga pupa mengalami kematian. ‘Tabel 5. Hubungan Interaksi Jenis Pelarut dengan Konsentrasi terhadap Persentase Keberhasilan Pupa menjadi Dewasa (%). Konsentrasi Pelarut, (%) ‘Aquades Etanol Metanol__ 0,10 0,000° 0,000 * 0,000 * 0,09 0,000° 0,000° 0,000 * 0,08 0,000° 0,000° 0,000° 0,07 0,000° 0,000° 0,000° 0,06 0,000° 0,000° 0,000° 0,05 555% 0,000 °° 0,000 * 0,04 20,833 0,000 °° 0,000 * 0,03 16,665 °° 0,000° 0,000 * 0,02 50,715” 0,000° 0,000° 0,01 96,028" 0,000° 25,000° 0,00 100,000* 100,000° 100,000* Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan uji berbeda nyata pada taraf'5 %, (P<0.05). Dari tabel 5 memperlihatkan adanya rata-rata persentase keberhasilan pupa menjadi dewasa berpengaruh nyata (P<0,05) dimana pada 0% (kontrol) normal keberhasilan pupa menjadi dewasa 100% berhasil, hal ini berbeda dengan perlakuan yang dipaparkan dengan ekstrak biji bengkuang mengalami penurunan dengan kenaikan konsentrasi. Hal ini juga berhubungan dengan kematian pupa yang memperkecil peluang keberhasilan pupa menjadi dewasa, Selain itu tabel 5 menunjukkan uji beda terhadap keberhasilan pupa menjadi dewasa yang dihubungkan dengan interaksi antara jenis pelarut dengan konsentrasinya, Pada 41 setiap pelarut, menunjukkan adanya penurunan persentase keberhasilan pupa menjadi dewasa pada setiap kenaikkan konsentrasi. Semua konsentrasi menunjukkan adanya perbedaan nyata dengan kontrol (0 %), kecuali konsentrasi 0,01 % aquades tidak berbeda nyata dengan kontrol, berarti kemampuan keberhasilan pupa menjadi dewasa pada 0,01 % aquades sama dengan 0 %, meskipun nilai yang tertera 96,028 %. Pemaparan ekstrak biji bengkuang dengan Konsentrasi 0,01 % pelarut aquades tidak berpengaruh, untuk menekan keberhasilan pupa menjadi dewasa, sedangkan pada konsentrasi yang sama 0,01 % pada pelarut etanol dan metanol mampu menekan keberhasilan pupa menjadi dewasa hingga 25,000 % dan 0,000 %. Artinya pada pelarut metanol dan etanol hanya memerlukan konsentrasi yang [ebih rendah untuk menekan Keberhasilan pupa menjadi dewasa. Jadi kemampuan ckstrak biji bengkuang dalam pelarut etanol dan metanol sebagai pupasida lebih efektif dibandingkan dengan pelarut aquades ‘Tabel 6. Hubungan Interaksi Jenis Pelarut dengan Konsentrasi Terhadap Lama Perkembangan Pupa Menjadi Dewasa (Jam). Konsentrasi Pelarut (%) ‘Aquades Etanol ‘Metanol 0,10 0,000 0,000 10,000 0,09 0,000¢ 0,000¢ 0,000% 0,08 0,000 0,000 ¢ 0,000 ¢ 0,07 0,000 0,000 0,000 ¢ 0,06 0,000 0,000 0,000 ¢ 0,05 5,585 ¢ 0,000 0,000 ¢ 0,04 33,875° 0,000° 0,000 ¢ 0,03 21,968° 0,000 ¢ 0,000¢ 0,02 49,565" 0,000 ¢ 0,004 0,01 45,530° 0,000 6,150" 00 44,400° 45,855° 46,725" Keterangen : Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan uji berbeda nyata pada taraf'5.%, (P<0.05).. ate 42 Dari tabel 6 menunjukkan uji beda terhadap lama perkembangan pupa menjadi dewasa yang dihubungkan dengan adanya interaksi antara jenis pelarut dengan konsentrasinya, Pada ekstrak biji bengkuang pelarut aquades pupa yang mampu bertahan menjadi dewasa masih ada, sehingga masih dapat diamati yaitu konsentrasi 0,01 %, 0,02 %, 0,03 %, 0,04 % dan 0,05 %, Padu konsentrasi 0,01 % dan 0,02 % ekstrak biji bengkuang pelarut aquades tidak berbeda nyata dengan 0 %, Sedangkan konsentrasi 0,03 %, 0,04 % dan 0,05 % ekstrak biji bengkuang pelarut aquades berbeda nyata dengan kontrol, dimana waktu yang dibutuhkan pupa menjadi dewasa pada konsentrasi tersebut lebih pendek. Adanya pemendekan lama perkembangan pupa menjadi dewasa pada pelarut aquades dibandingkan Kontrol, karena pupa berusaha untuk mempertahankan diri dan beradaptasi dengan lingkungan dengan cara mempercepat masa eklosinya. Pada ekstrak biji bengkuang pelarut etanol semua konsentrasi berbeda nyata dengan Kontrol, dimana semua konsentrasi menunjukkan waktu 0,00 jam untuk perkembangan pupa menjadi dewasa, artinya tidak ada pupa yang mampu berkembang menjadi dewasa, begitu pula halnya dengan ekstrak biji bengkuang pelarut metanol semua konsentrasi tidak berbeda nyata, walaupun pada konsentrasi 0,01 % metanol ada keberhasilan perkembangan pupa menjadi dewasa yaity 6,150 jam namum dilakukan uji beda menyatakan tidak berbeda nyata dengan konsentrasi lain. 43 3. Perbandingan Efektivitas Ekstrak Biji Bengkuang pada Pelarut Aquades, Etanol dan Metanol sebagai Insektisida Nabati Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak biji bengkuang menggunakan pelarut aquades, etanol dan metanol memiliki efektivitas yang berbeda sebagai insektisida nabati, baik terhadap umur, kematian, keberhasilan larva menjadi pupa dan keberhasilan pupa menjadi dewasa. Bkstrak biji bengkuang dengan pelarut ctanol dan metanol efektivitasnya relatif tinggi dibandingkan pelarut aquades, Hal ini kemungkinan karena kandungan minyak biji bengkuang tinggi yaitu mencapai 30 %, dimana minyak tersebut mengikat zat- zat yang berfungsi sebagai insektisida. Zat ini kurang larut jika mengekstraksinya dengan menggunakan aquades, karena minyak ini hanya bisa larut oleh pelarut organik seperti etanol dan metanol. 44 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1, Persentase kematian pada larva dan pupa meningkat dengan adanya peningkatan konsentrasi. 2. Persentase kematian larva mempengaruhi peluang keberhasilan larva menjadi pupa atau pupa menjadi dewasa, dimana semakin tinggi kematian larva makin kecil peluang keberhasilan larva menjadi pupa atau pupa menjadi dewasa. we LC 50 untuk ekstrak biji bengkuang pelarut aquades = 0,03015%; etanol = 0,01103%; dan metanol = 0,008333%. 4, Lama perkembangan larva yang berhasil menjadi pupa bervariasi, sedangkan lama perkembangan pupa yang berhasil menjadi dewasa menunjukkan waktu yang diperpendek seiring peningkatan konsentrasi 5. Ekstrak biji bengkuang menggunakan pelarut etanol dan metanol efektivitasnya relatif lebih tinggi daripada pelarut aquades. 6. Insektisida nabati dari ekstrak biji bengkuang dapat bersifat lavasida dan pupasida pada nyamuk Aedes aegypti Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui perubahan aspek biologi pada nyamuk dewasa yang telah dipaparkan ckstrak biji bengkuang pada stadium larvanya. 45 DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 1996. htip/idf ext jussieu.fr/drought/ number 2, Anonimous. 1992. http//pmep.cce cornell.edwprofile/ex toxnet/pyrethrins- ziram/rotenone-ext. html. Anonimous. 1994. Pedoman Pengenalan Pestisida Botani. Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Perkebunan, Derektorat Bina Perlindungan ‘Tanaman Perkebuanan. Jakarta, pp 45. Anonimous. 1996, www.tropical.seeds,com/tech-forum/veg-herbs/yambean him! Anonimous. 1999. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor 9-10 Nopember. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, pp 54-69. ‘Anonimous, 2000. wwwagric.nsw.gov.au Anonimous. http://science.equeduaw/psg/yam bean.html’ Return to Asian Vegetables Home” Anonimous. The Green Web http://www bbldweb.com/green web html. Becker, W. M,, J.B. Poenie & M. F. Poenie, 1996. The World of the Cell. Third edition. The Benjamin/Coming Publishy Company. pp 327-370. Bortor, D. J., C. A. Triplehom & N. F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Gajah Mada University Press. Yogyakarta, pp 670-674. Brander, G. C., DM. Pug, R. J. Bywater & W. L. Jenkins. Veterinary Applied Pharmacology and Therapeutic. pp 508-510. Brown, A. W. 1986. Insecticide Resistance in Mosquitoes a Pragmatic Review Journal of The American Mosquito Control Assosiation. pp 123 - 224. Campbell, N. A, L. G. Metchell & J. B. Reece. 1997. Biology Concept and Conection 2 edition. The Benjamin/Coming Publishy Company. pp 92-121 Cheng, T. C. 1974, General Parasitology. Academic Press. New York & London. pp 821-881. Christoper, S.R. 1960. Aedes aegypti (L) The Yellow Fever Mosquito. Cambridge University. London. pp 738. Clarke, E. G. C. & Clarke, M. L. 1992. Veterinary Toxicology. London. pp 190- 192, 46 Davison, F. R, 1949. Handbook of Materia Medica, Toxicology and Pharmacology. The c.v. Mosby Company. pp 34 - 37. Dryer, R. L., T. W, Conway, R. Montgomery & A. A. Spector. 1993. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. pp 408-437. Elizinga, R, J. 1981. Fundamentals of Entomology. Departement of Entomology Kansas State University. New Jersey. pp 64-95. Flach, M & F. Rumawas. 1996. Plant Resources South-East Asia 9 Plane Yielding non-seed Carbohydrates. pp 137- 141 Guther, F. A. & R. C. Blinn, 1959. Analysis of Insecticides and Acaricides Interscience publishers, Inc, New York; Interscience publishers, LTD, London. pp 418-420. Guyton, A. C, 1976. Fisiologi Kedokteran, Edisi ke-5. Jakarta, Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta, pp 1064 - 1067. Little, P. A. 1972. General and Applaed Entomology. Happer and Row. New York & London. pp 1239 Ochse, J. J. & R. C. Bakhuizen Van Den Brink. 1931. Vegetables of the Duth East Indies, Java, pp 398-401 Prawirohartono, S & 8. Hadisumarto. 1997. Sains Biologi. Penerbit Bumi Aksara Jakarta. pp 53-77 Pelezar, Jr, M. J. & E. C. S. Chan, 1986, Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. pp 371-443. Ross, H. H., C. A. Ross & J. R. P. Ross. 1948, A Textbook of Entomology. New York, Chi Chester Brisbane Toronto, Singapore. pp 127-221. Sastrodiharjo, S. 1984. Pengantar Entomologi Terapan. Penerbit ITB. Bandung pp 1-76. Tranggono & B. Setiaji. 1989, Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta, pp 294 ~ 331 Doygaard, S & M. Sorensen www. Ecol.kvi.dk/commond/research/bot/yam bean/addition. htm.last up date 04-12-01 Yap, H. H. & N. L. Chong. 1995. Biology and Control of Household Pests (vector control research unit school of biological science) University Sains, Malaysia. pp 12-18. 47 Lampiran 1. REKAPITULASI KEMATIAN LARVA ( Aedes aegypti) TIAP KONSENTRASI PEMAPARAN EKSTRAK BIJ] BENGKUANG (Pachyrhizus erosus ) DALAM PELARUT AQUADES, ETANOL DAN METANOL, Pelanut Persentase Kematian lava tap Ronsenrasi 0.100% | _o09RA] 0.080% | 0.070% | o.060% T 0.050% | o.040% | 0.030% | con0% | Goro% | O.00a% too [100 | 100 | too | 100 | 55 5 6 30 0 0 JAquades | 100 | 100 | 100 | too | 100 | 65 80 55 40 5 ° too | 100 | 100 | 100 | 100 | 80 50 o | 4 o ° yoo | 100 | 100 | too | 100 | 95 0 35 45 ° ° Too [100 | 100 [100 | 100100 | 90 mS 5 0 Etanol yoo } 100 | 100 } 100 } 100 | 100 } 95 5 8 85 ° too | 100 | 100 | 100 | 100 | 100 | 95 so | 8 0 ° yoo } 100 | 100 | 100 | 100 | 100 | too | 75 5 85 ° yoo | 100) 100 [too | 100 [100 | 100 | 100 | 100 | 100 ° IMetanol | 100 | 100 | 100 | 100 | 100 | 100 | 100 | 100 | 109 | 100 ° too | 100 | 100 | too | 100 | 100 | 100 | 100 | 100 | 5 ° roo | 100 | 100 | too | 100 | too } 100 | 100 | 100 } 100 ° 48 Lampiran 2. Analisis ragam data menggunakan RAK dengan uji statistik terhadap kematian larva USE REDA KONSENTRASE UNTUK FAXTORIAL 4 analysis of variance Procedure Level of Level oF rons °° Peart 0.080% AQUADES O.0a0% —ETANOL. 1080% —RETANOL O:090% AQUADES 0.090% ETANOL loom HETANL los aquanes 104% Erawoe Dox HETANOL 4 4 4 4 13190,0000000 4100;000000 $00"9000000 300:0000000 300;0000000 4100000000 400:0000000 $300"0000000 43606000000 analysts of variance procedure unean’s MUTtple Range Test for variable nove: This test contrats the type 1 comarisonmise error rate, not the eixperinentwise error rate ‘Alphas 0.05 dfs 99 NSe= 31.43039 sunber of weans 293 4 oe 7 ©.0000000 '9:0000000 ‘0-0000000 ‘0c0000000 910000000 (0:0000000 ‘0:0000000 10,0000000 (0:0000000 8 9 ww on Critical Range 4.542 4.780 4.938 5.053 $.143 5.216 5.276 5.326 5.370 5.408 Means with the sane letter are not significantly different. fbunean Grouping 300,000 4100000 1160:000 10:00 360000 91.250 av 917 73583 72500 bola 0.000 2 2 2 2 2 2 2 2 a 2 2 analysis of variance Procedure founcan's miltiple Range Test for variable: FAKT4 ore: Ths test controls the type 1 cenparisonwise error rave, not the Gxperinencwise error rate, PerisRipias 0,05, df= 99. MSG 31.43939 unber of Weans 2 GeieicaT Range 2.372 2.496 weans with the sane letter are noe sigrificancly different. ‘unean Grouping 901868 eaa32 60.182 3 “ 4 a 0.080% 0:090% 010% 0.070% Loz (0.040% 10308 0:020% o.0108 ‘0:000% Peuaaur eran Aur0Es 49 UOT GEDA XONSENTRASE UNTUE FAKTORIAL 4 sthigets of war lance procedure ey ‘Gass Level katornacion ons 1h $0866 o.cux 0.02% 0.03% 0,04% 0.05% 0,008 0.07% 0.08% 0,00% PEAT «3 AQUADES TANOL METAWOL Wimber"sP"SBeervacions tn cara get = 132 Dependent Variable: Fars Pe eee Sires OF son of squares ean square fF value Pr > Fogel 2 490901515152 4405,90672343 140.14 e002 Error 99 3122-so000000 31.43939398 Corrected Tora? at saai04 51515152 me square ety Roce HSE rakra 0.978401, 6.9u72st 5.070826 ‘81, 06050608 soiree oF mova 5 ean square F value Pe fous Fr 05202, 53518282 3o820.15151815 344.26 paar 2 12775.37878788 5887.669393094 187.27 ONS PELARUT 2 nuowz.z2uzi212 2050,60606081 33.42 ‘ra001 pnalysis of variance procedure Level of SSeaktaes ab a'6000000 sordieesor” 42. Sgo sues, % —73Soo0000 © «2s a7iz337 1 79:3899339 is 243836 7 Sheeesr © asaaasr7s TE $4:2500000 ts g29345e 3 sbo:d000009, 09000000 12 Ypo-ovo0009 8 g000000 3 Ybo-o000009, 80098000 3 1090000000 90090000 2 Yoo-s000000, Sc0000000 nN wean 2 4h e"Giener 37 282839 S Wcasamies 2570858000 33 garSbatsla © 380ss2000, peanut N Mean 2 sauces” ¢“ 9.000eco9 9 -cgo0000 Eto. =‘ Bongeaee 80090000 rerano. © onoeaco 8 -c000000 ‘uo © Aquaves « ¢«— $ 000000 Ponosre Som = SEkte 4000000 Srraso07 com = weranot, «46. 2500000 7:5000000, Brea —aunnes 4 48.7300000 47871339, Diez Eva” «== 73:7300009 © 343014096 Siem Herma, 4100 "0000000 ‘:0900000 eles —auabes «© "38-7500000 S7eri335 Gc rao” «4800000009, For0878 Siem — Neraroc © ——100-0900000 5:0990090, S.cmm — Raunoes “gp c7so0m00 a 5201897 Siem © fake” G38 g0n000 140824829 S.cem —weranoe © =——30-0000000, ‘9:0000050 Stes Ruames §— §—“78"78c0m00 ©———a"So00090 Bios Grama” «$300 -000000, ‘0:0090000 bios, Setaeo. © 4 Hoo eooaan0 29090000 Bioex — Aguames. 4 ‘400-c090000, 8 :e090009 Biocx raven” © ‘Yoo .e000000, 8:¢000000 Bios — werano——40-0990000, 20000009 B:07% — auanes 100 -0000000, 20000009 Siem Etat” «00000000, 20090009 o.c7m verano, #—100.0000000 820000500 50 class URE EDA KONSENTRAS UNTUK FAKTORIAL 4 fnalysts oF variance Procedure ‘Tass Level information Levels values 33 B2UBBaquioes 0.009K=TANOL, 0.OOORMETANOL, 0. OIKAQUADES, 0. O1XETANOL Go1gMetAwot. 0; GzxaquAbes 0, zueraWOL 0-CERMETAWL, O.C3RAQUADES OieaxerAnoL,0.O3RNEFANOL 0.O8AQUADES 0: OAMETANDL 0, OASETANDL robots 8 opaerot,0; Camera O-omaaunoes &-cexC Tet, 2 oexHETANOL, 0: O7RAQUADES, 6, O7¥ETANOL O-GPRMETANOL, O-GBRAGUADES Sroseeranoc o\Oxtmerano. 0-Guxaauanes O/09ReTAND. 0, 0mmIETAODL BSRORAQUADES, 6. 20REFANOL O-IORMETANOL eae umber of weans “ieical Ri 3 RTT ate? 7h anbertertncane 88 Critica! ‘sarge’ 9.804 Hans with the Bane inber of ooservatione in dita set = 152 hogl ysis oF variance precede, Duncan's fuitiple mange Test for variable: FAKTA nove: This test contrats the type 1 conperisonmise error rate, not the vingigias 0105" df= 99 MSE= 31.43939 soe ey 8.279 8.552 8.753 8. ta as Tie 9.522 9.583 9.600 9 25026 a? 9.824 9.938 9.853 9 sang leceer are 0 908 9.034 9.137 9.228 9.303 9.367 9.425 De og ao oan ae es 694 9.685 9.693 9.719 9.743 9.785 9.785 2839 39 an 2733 783 887 9.880 9.092 9.904 9.914 9.924 fot significantly grfferent. sare 190-000 O-oawerane 18:00 4 O:Osmneranoe Yoo'o00 4D“ bexaauages Yo0.000 3 O“bexeranoL e003 4B ompaeranoL 0:00 4 Oc oraaatages iBo.00 4 Ocorseranoe 100-009 4 ScorameTanoL 0003 Scozameranor 0.000 Ocoggeranae 3bo:800 4 ScsxmeranGL 309:000 4 Oc osmmeranoc iporb00 4 Scoggerano ipp:090 4 OcosameranoL 300.0004 ScoxretanoL 300:000 4 Oc iogeranox 30g:000 4 ScosweraNoL, ioocd00 4 (OcoseAauanes Hop:o00 4D LowAmuanes iogcoge © 4 oc osquabes 36.230 4G. 0Lmerance 38:500 4 OcoawtraneL 501000 4. 03¥eraNOL 8310094 coimeTanoL P7304 OcDamerawoL, Fiwo 4 Blosaquoes 88.730 4 Orbamaguanes §8.730 4 Dcosmquaoes 43789 4 OcopaauAoes 3.009 4 DrOuMauADES 8:08) OcooomeranoL 8:00) 4 cooogeraNoL. 8:00) 4B cooomaNDEs sl Lampiran 3. REKAPITULASI KEBERHASILAN LARVA MENJADI PUPA ( Aedes aegypti) TIAP KONSENTRASI PEMAPARAN EKSTRAK BIJ] BENGKUANG (Pachyrhizus erosus ) DALAM PELARUT AQUADES, ETANOL DAN METANOL Persentase keborhasilan lrva menjadi pupa tip konsentcasi_% (Pupa/Larva) Petarue_| 0.100% | 0.09%] 0.080% | 0.070% | 0.060% | 0.050% | a.oso% | 0.030% | a.020% | v.010% | 0.000% 0 0 0 0 0 45 15 35 30 95 | 100 Jaquades | 0 0 0 0 o 35 2 | 45 oo ss} 100 0 0 ° ° o 20 30 40 60 | 10 | 100 0 o ° ° ° 5 40 45 3s | 100 | 100 o o ° 0 0 0 io 10 5 2 | 100 \Etanot 0 ° 0 ° ° o 5 25 15 25 | 100 ° 0 ° ° ° 0 3 20 30 1s | 100 0 ° ° ° o 0 0 25 15 1s | 100 0 o 0 ° 0 o 0 0 0 1s | 100 Metanot 0 ° 0 ° ° ° ° 0 ° 1s | 100 0 0 o ° 0 ° ° ° 0 1s | 00 o ° ° ‘oO ° 0 ° o ° 1s | 100 Lampiran 4. Analisis ragam data menggunakan RAK dengan uji statistik terhadap keberhasilan larva menjadi pupa USE GEDA KONSENTRAST UNTUK FAKTORIAL 2. analysis of variance Procedure Level of Level OF 0 neencenereeFAKTI~ rons” PEAR oN Mean 30. 0.080% Aqanes © 4 «9.000000 0.000000 0.080% tran. © ¢=——00000000 0000000 Olo80e © eraNoL © =——_-0.0000000 0000000, lose Aquaoes «4 ©——0,0000000 2!0000000 Olas fran. = =———90000000, 2:0000000, Olo%on METAL ~——_0-0000000, 0.000000 lose squares ¢——0.0000000 ‘0.000000 olome — Erawon «4 0,.0000000 ‘0:9000000 0.08% — ETANGL «4 ~——0,0000000 '0:0000000 analysis of variance procecure Dunean's Multiple Range Test for variable: FaKri nove: This cese controls the type I conparisormise error rate, not the experinentwise error rate “aipha= 0.05, f= 99 MSce 29.73485 number of means 23 A 5S 8 7 B83 Crieieal eange 4.417 4,646 4,802 4.934 5.002 5,072 $.131 8.180 5.222 5.259 Weang with the sane latter are not signifteancly different ‘buncan crouping ean NOMS. 199.000 32 0.000% 43.333 20-0108 27/500 32 0.020% zon? 20.0308 Gloss 12. 0.0808 3.750 12 0.028 :000 32 0-060 :000 32.070 Bio00 32 0.080% 0:00 42 0.080% 01000 42 0.088 Analysts of variance procedure Duncan's multiple aange Test for variable: Aer nore: Tis test controls the type conparisonwise error rate, not the experinencrise error rate “slpha= 0.05. df= 99 MSe~ 29,73405 Wunber of Means 23 Critical Range 2.307 2.428 ears with the sane letter are not signiticantly different, ‘uncan Grouping Mean PELARUT * susis 44 AquaDes ® isis68 44 Eran € 30145344 METANOL UIE SEDA KONSENTRASE UNTUK FAKTORIAL 1 class Levels values Kons ah ‘Analysis of Variance Procedure ‘class Level information PELARUT 3 AQUADES ETANOL METANOL Nunber of observations in data set = 132 ; ‘Analysis of Variance Procedure dependent variable: FAKTL Source 2 ‘OF sun of squares Mean Square Value” pr > ode 32 140112.87878788 4378.52746212 187.25 0.0001 Error 99 2943.75000000 2973484848, Corrected Total Bi 143050:62878788 R-square cw Root HSE FAKTL Mean 0.979422 28.28258 5.45296694 19.28030303 source oF anova $s Mean square Value pr > F Kons Fry 130212.87878788 3021.28787879, 570.65 0.000 PELARUT 2 110950.37878788 5475.18939394 ise13. 0.0001 KONS*PeLaruT 20 19949,62121212 947.48106061 51.86 0,000. Analysis of variance procedure Level of ARTI y Mean ‘sb 12 100,0000000 0,6600000 a 433333333, 38.$140687 2 2775000000 35 204166867 i 833533 L 500000, 2 190000 32 0:0000000 32 070000000 2 00000000 22° 0.000000 PéLarur Mean, 5D. aguaves «4431. g18i818 37.2622839 Brann” = 441515681818 280582000, METANOL 44 10.4545455 28:9710798, Kons PELARUT oN Mean, Fy 0.000% © AQUaDes © 4 100.0000000 9.000000 0.000% © EraNOL 4 D:000x _NETANGL 4 Olone = aquabes 4 Dome = Eranon 4 O:01€ —NETANOL 4 002g —-Aquabes 4 0:02 EraNOL 4 0.02% MeTANOL 4 0:03% — AQUADES 4 0:03 = EraNoL 4 Ol03e —METANOL 4 0.08% AQUADES 4 Oloag = EraNOL 4 O:04x = METANOL 4 009% AquADES 4 905% ETANOL 0.03% METANOL 4 9.06% AQUADES 4 9.06% ETANOL 4 D:06e —MeTANOL 4 D:07% © — AQuaDes 4 Dove ETANOL 4 % O:07% © METANOL. © 4 ~=——-0:0000000, ‘00000000 8°900% 0.01% 0.02% 0.03% 0.04% 0.05% 0.06% 0.07% 0.08% 0.09% 54 UOT BEDA KONSENTRASI UNTUK FAKTORTAL 1 analysis of variance Procedure ‘class Level information class Levels Values wren 33 O:OOGZAQUADES 0.0OOKETANOL 0.0ODRNETANDL 0.O1KAQUADES OLOETANOL, O.OLSHETANOL 0.02%AQUADES 0-02%ETANOL 0.O2RMETANOL 0.03KAQUADES O03xETANOL 0.03RNETANOL O.G4RAQUADES 0.O4XETANOL 0, O4RMETANOL O;05%AQUADES 0.05XETANOL_O.OSAMETANOL 0.O6RAQUADES 0. OBSETANOL (OlOGSMETANOL 0: 07%AQUADES.0.0/XETANOL 0-O7AMETANOL 0: 0BKAQUADES O;OBRETANDL 0. GBXNETANOL.0-G9ZAQUADES 0:O9KETANOL 0.O9RMETANOL (OLTAQUADES 0: 1ZETANOL O-LSMETANOL Nunber of observations in data set = 132 ‘analysis of variance Procedure Duncan's MUItiple Range Test. for variable: AKT. Nove: This test controls the type I comparisorwise error rate, not the pte experinendyise error rate iaiphan'0,05" df= 59 wsce 29.734g5 ay Nimber of Means 2 eS ee es wo on a xge ISHEAY Range 7.651 8,052 8.317 8.512 8.663 8.785 8.886 8.972 9.045 9.109 gy Number of Means 13 «M156 ak as 202 sag *TITHEAT Range 9.215 9.260 9,300 9.336 9.369 9.399 9.427 9.452 9.475 9.496 number of Means 24 25 26 27 28 293032323 Critical Range” 9.534 9.55 9.567 9.582 9.596 9.608 9.620 9.631 9.642 9.65. Means with the sane letter are not significantly different. Duncan ‘Grouping Hoan aaTER. 1100-003 09:00 100-000 95.000 56.250 i 2 55 Lampiran 5. LAMA PERKEMBANGAN LARVA YANG BERHASIL MENJADI PUPA (Aedes Aegypti) TIAP KONSENTRASI PEMAPARAN EKSTRAK BIJI BENGKUANG (Pachyrhizus erosus)) DALAM PELARUT AQUADES, BTANOL DAN METANOL. Pelarut ‘Tama Perkembangan Larva yang Berhasil Menjadi Pupa (am) tap Konsentrast 0.100% | 0.05% | 0.080% | 0.070% | 0.060% | 0.050% | 0.040% | 0.030% | 0.020% | 0.010% | 0.000% 0 0 0 0 0 | 2866 | 2 | 4628 | 30 | 4168 | 294 HAquades | 0 ° 0 0 o | 6586} 27 | 48 | 28 | 3317 | 354 0 ° 0 0 o | 25 | sao | 42 | 38 | 42 | 363 0 o 0 0 o 24 | 555 | 2733 | 3054] 321 | 318 0 ° 0 0 0 0 af 39 [asas | 48 | WS JEtano! ° ° ° ° ° ° sa | 324 | 44 | 372 | 387 0 ° ° o ° ° 30 | sas | 38 | 34 | 432 o ° ° 0 ° ° o | 348 | 32 | 44 | st 0 0 0 0 ° 0 0 0 0 0 | a6 Metenot | 0 ° o 0 o ° ° 0 ° o | 483 ° ° ° ° ° 0 ° 0 o | 26 | 447 ° ° ° ° ° 0 ° 0 0 o | 483 56 Lampiran 6. Analisis ragam data menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) UJI BEDA KONSENTRASI UNTUK FAKTORIAL 5. analysts of Varfance Procedure Level of Level oF SS FARTS: O.080% © AQUNDES 4 ©——_9,0000000, 9.000000 lose van” «4 = 0000000, 20000000 Sloe — serawo.« 4 =——0,0000000, 0000000 Olosoe © saundes 00000000, 9.000000, Doeos Eran «= = 0-0000000, :e000000 Olea NeTAROL. «=~ -000000, 2:0000000 Ooms — sauaces © «00000000 9.0000000 Oloes rave” © ©——0.0000000 0000000 O.om% wera. 400000000 0000000 ‘analysis of variance procedure Duncan's Muletple Range Test for variable: GAXTS noe: This test controls the type I conparisonwise error rate, not the experimencrise error rate "alphas 0.05 dfs 99 HSE 48.95696 munber of means 234 SB B88 Qt Eritical Range 5.722 6.022 6.221 6.366 6.479 6,571 6.646 6.710 6.765 6.813 Weans with the same leeter are not significantly 4: fferent ‘ounesn ‘Grouping ean K KONS a 42850 120.0008 e 26196312 0.010% 8 25.359 120.0308 ® 2318232010208 . rises 12 Loca € ies 2 Lome > ‘01000 2 0.060% > 0.000 12 0.070% D e100 2 0.090 > 0.000 32 0.08% pnalysis of variance procedure puncan's multiple Range Test for variable: FAKTS : This test controls the type T couparisonwise error rate, not the experinenbise error rate raiphas 0.05. df= 99 MSex «9.99694 Nusber of Means 2 3 Cricicel Range 2.988 3.245 means with the sane letter are now significantly different. ror ‘ounean Grouping Mean PeLARUT * asises 44 aquanes 3 alas 44 ETANOL é $1807 44 NEFAROL 37 UDT EDA KONSENTRASE UNTUX FAKTORIAL 5 poallysis of variance procedure CXass (evel snformacion class Levels values, Fons LE SIG0BE 0.018 0.02% 0.03% 0.04% 0.05% 0.06% 0.07% 0.08% 0.09% prLaut —3.—_AQUADES ETANOL METANDL TWonber-of observations in daca sex = 132 ‘dnalyste of Vartance Procedure Dependent variable: FARTS, soiree OF sum of squares ean square fda 2 43914.00370885 2972.31261877 tenor. 2° 4939. 99542500 49.89594369 Eerrected Tota) at 8883: S99nz085 ee esquire eve Root MSE 0.898882 si.oo72a 7.063s1844 23.59sses6e soiree oF anova ss ean square ons 10 peru. 86532121 2ers.186s3212 000 peat 2 5587.19731364 2793. Souss682 Kenge Peanur 20 asi. 94106970 so. 74705348 Joslysis of variance procedure seve of oan ARTS Eebboe 3418500000 7,3098859, cox. y.se2s000 7.366021 Sem «1 BSsazzsouo aa Seseuas Sr 1b ag. SSoieey = 39 Sersz7t Oro = 1 'soussss 22° gesison Sime 1318350000 bo esssa4a Biome = 3 *5So00000 80090000 oie © 190000000 0000000 Sco 23 oanoago 0090000 Oe 3 8 :oa00000, 80999000 Oak 2° oténoneee: ose08e000 peut Nee 2, Kauases 4d aalRiSease 20. Tase778 granoe 44g. g96iseg 90. 4853808 fevono, 44 fs go68a82 1s 8188269 Kons peLaRT oN Mean 2 Sree; Aguapes «4333220000, 3.206337 o.com = Grae” = 443 -e000000, 5.709895 Sten erawoe 46:7 280000 Asser Qiu —aginoes” «4°37. 3378000 stssaoans om = aloe 437° Sonoaa 4 3ate390 Sols —weramo «$= gsa500900 37300000 Bea 2 siceisoooo 4387310 Blow rae” © 33°8325000 6.118889 Brew Herano, «© 90000000 89090009 Binz Anuawes 43023000 3'Se3eza0 G:om Eran” «== 33:3780000 2feasore Bios —wetano «96000000 80090000 Brow — qunoes «© 38:7780000 © 7885740 Siew © faut” = 7500000 2.0868798 Bios eran © = 00609000 r0090000 Bios glares 43 'sosuomo aL ogra S.ose tame” © 48 .b000000 ‘9;0006000 Dios Merane.§=— 4B ooan0a 80000000 Biggs aunnes. «© -090000 30990000 Boge Eran” © = 000000 8:o000000 Bioee verano. «= 9000000 9090009 Dore 4 9000 5 o0e0009 Bio © Eanse” «=~ :9000000 oagec09 Biome verano. «3 = 0000000 88020000 value 27.50 F valve 53.53 55.99 11.68 axes. 58 slags 3 number of weans 92 IBN" OG “ST 8 BS, 2 EeTeFeeTeange’ 9.94 20.43 20.77 2.03 22.22 44.38 21.51 11.62 1.72 12.80 12.67 Sinber‘oetamane 2°73 "9g OTS Mg Oy ig ae ao ak rvetest range’ 12.94 22.00 12.05 12.09 12.14 32.18 22.21 12.34 32.37 22.30 12.55 Snber‘a¢'beane "24 2°23 226 a7 | 28 29 90 | aT a2 33 Grietee! ange’ 12.35 22.57 12.39 12.44 22.49 22.48 22.40 12.48 22.49 22.50 UOT BEDA KONSENTRASE UNTUK FARTORIAL. 5 analysis of variance Procedure 7 ‘Sass Level anformtion Be2BSkAQUADES 0,090KETANOL, 0, 000KHETANOL, 0,ORYAQUADES, 0. OMKETANOL BiGrgwesanot. 0, Sazaqunoes 0, axeranat ©-OPIMETANOL. 0,o3iaQUADES D.osgeranoL 0, dstmeraNoL 0.GIAAQUADES 0.OIRETANOL 0.G4METANDL an B:Bebcrandt “o-OgtaesawoL 0, OmAGuADES O-OURETAND. 0.68%NETANOL S:8ekglanes $-Saeranoe 0 tagerano. fiinber oF apservations in daca see = 132 Tingiysts of variance procedyre buncan’s tuieipie range Tage, for varvesle: CARTS vore: Thevtede cantrote the type cinpartsonvise error rate, nor the PerineTabas O°Os df 59 wse= 49.6900 ; nw i Be 3 3 dane with the sane levter are cot significanely ai ferent. Duncan reupiing Wawro 38 SegEgaseeE: EEE EL g ft a 3 8 539 Lampiran 7 REKAPITULASI KEMATIAN PUPA ( Aedes aegypti) TIAP KONSENTRASI PEMAPARAN EKSTRAK BIII BENGKUANG BUI (Pachyrhizus erosus) DALAM PELARUT AQUADES, ETANOL DAN METANOL Polar ersentase Kemation Pups lap Konsentrasi (7) Dio | ovary our | do7% | n06% | 05% | cow [ 003% | oom [ aoim | 000% voo | 100 | 100 | 100 | 100 | 77.77 | Goes | 100 | 60 a 0 Aquedes| 100 | 100 | 100 | 100 | 100 | too | 75 | aaaa | saa | sas | 0 roo | 100 | 100 | soo | 100 | 100 | 100 | 100 | 3333 | 5 0 100 | 100 | 100 | 100 | 100 | 100 | 75 | 98.88 5 0 Too | wo | 100 | 100 | 100 | 100 | wo | 100 | wo | 100 | o Etanot | 100 | 100 | 100 | 100 | 100 } 100 | 100 | 100 | 100 | 100 ° too | 100 | 190 } 100 | 100 | 100 | 100 } 100 | 100 } 100 6 roo | io | too | 100 | 100 | 100 | 100 } 100 | 10 | 100 ° Too | 100 | 100 | too | 100 | 100 | 100 | too [ 100 | t00 o Metanot | 100 | 100 | 100 | 100 | 100 } 100 } 100 | 100 | 100 | 100 o io | 100 | wo | too | 100 | 100 } 100 } 100 | 100 ° ° too | 100 | wo | 100 | 100 | 100 | 10 | 100 | 100 } 100 | o 60 Lampiran 8. Analisis ragam data menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan uji statistik terhadap kematian pupa USE BEDA KONSENTRASH UNTUK FACTORIAL 3 mig of aioe ent ar otc sts Sro8¢ — xquases’ 4" 200.0090000 Sioa fame” 4 30-Bo90000, 9.08% Hera © 1000000000 Som —hauades. «1000000000 Sieg roe © 100:0000000 Side Reva 100; po00000 9 000G000 O'te — gauanes 4° 300.d000000, 73090000" 81k tae” 1 00-9000000 9090000 O:iy evan. ‘To0,0000000 90000000 analysts of variance procedure puncan’s multiple Range Tesefor variable: FAKT3 nove: TIE ede tontrats the. type 7 conparisomise error race, noe the ‘Sipnas 0-05. cf 99 MsE= 36.8015, 7s eet ee oe 9. 0 4.073 s.a28 5.20) 5.471 $.s18 5.505 5.660 5,714 5.761 5.802 tithe sane letter are nat significantly difverent ‘uncan creuping ean FNS sumer of weans ‘Seietcal ange a As3:o0 18 Oogs a is3000 Ot a 300.000 13 care oe ioorom 13 cog BOR Seas Boro 5 shot 2 Sow < ios | Boos & sso |g (O.0te e 3:800 38. (B:000m analysis of variance procedure ouncan's AACE Senge fest For verteble: ear? vores SUeMei"canefois he ype r tomartsanwise error rate, o9e the Peringiphan. 0.05. df= 89 MSE= 36.18416 mene oT ateae® 2.548 2.678 eans with the sine letter are not signi fieancly different. paved ‘ouncan croup ean hoger 3 140520. 58514697 4391.2676608 39.23 82602 error 8 13080.80565000, 312,92732980 corrected Total an asie01" 37079897 aa wesquare ev Root MSE race 0.926908 67.0162 30,57957234 15.59984848 source oF anova 88 Mean square F value Pr > fous 20 sae26.75771364 13182.67577136 99.91 5PG02 betas 2 7733.98291515, 3866,04N45758 34.55, Ronse PELARUT 20 20989.92451818, 1047 99622591 9.36 200%" Level of Bode at Som a oom biome Bios Basx Brox Bom Bio Sco <1 oa peusur eM 2. Jevaoes 44 26"'3430000 +38. 3831994 Siew” 44 “S:oeasoon © g03363 werance 44 ansaesesee —32,2038201 SedBae — Ratnoes {2p 6900000 9.090000 Broo — Gano” =< 309"99u0000 8:o090000, S.0098 © erawo $——30,0900600 8:0090000, Orem aauaoesg!38. 0273000 pedeaseo Sime Eran” «= “9000000 50000000, Sto Nevano, © $= 28: 000000 90000000 Se Aetaes 4 Ga°7iso09 © asaoras Scie = Grane” “8: BB0000 30000000 Slo —etanor © = 9-0900000 8:9090000 G:ose — Keuabes. «4 aeceasoooo 64470899 88m Eamon,” © 4 "0-9000000 80000000 Siem —evanc © 4 a90000 8:0p00000 Sibi —Rauaoes © 70.8325000 344527945 Scot france” «= “88000000, 0800000, Sco erano. «= $= 9090000 :0900000 Scose — Aouaves $= Srsssog00—34:1209000 Sco GERRES _toa0900 9:0090008, Ola —retanot © = (9:0000000 ‘8:9000000 Sider Kauss ©} Soo0n09 ‘9:9900000 Bice Afanot™ = $= -0g0009 :B090080 coe —erana «4 BLoo0n00 ‘8:0900900 Scere — Reuades $0 co00009 9000000 Grom frame” 4 ca0n08 Broa99000 Siem —fitare. © == ca00000 :0000000, 66 class UDT GEDA KORSENTRASE UMTUK FAKTORIAL 2 Snalysrs oF variance Procedure ata ‘Ciiss Level snfornation "SS bidosihaquioes 0, o90seravor, 0, 090mmeTANOL, 0. O1AQUADES, 9. 01KETANOL DcOusneranet, 0,98nqusDes 0, O2METANOL 0 OZMETANDL, 0 ORKACUADES B:oageTanoL.0, Szzmetanoc ¢.O¥aAQuanES O.OtKErANOL 0, O4@NETANOL Brbsxacuants 0. OSMETANGL, O:OSRNETANOL O° CexANUADES. 0. OBRETANDL B:beRMeTANOL OLarHAQUADES.O,G7xETANOL O:OPAMETANOL, 0: OELAQUADES DiowxeraNot 0: damETANGL 0, OSMAGUADES 0-O94ETANOL 0. OmETANOL BS ISAGUADES O° ISETANOL. 0.15¥ETANOL Nowber of observations vn data set = 132 ‘as lysts of varsance procedure Duncan's multiple Rage Test for variable: EAKT2 wore: Phe’ ancrots' tha qype T conpartsonise error rate, nt she cxerinenerise, error rate. TAipmas 0-05" f=59 use 211.9273, umber of weans é 3 non Bree erat a 7 2,28 EeECaPTeange 14.04 25.62 16.14 26.51 26.31 17.04 17.28 27.41 17.38 17.67 17.78 Siaber ortneans “1°33 G4 “a5 Pte Oy ae 39 20 an 2228 Geiecaleange’ 47.88 27.97 18.08 18.11 28.18 18.24 38.29 28.34 18.38 18.42 15.46 Ginberortnedns 74 25 26 zy 0 2B go 90 t32 38 ST ange sa. 50 20.53 29.56 18.50 18.82 18.64 28.66 19,69 10.71 18.73 ‘Means with the game’ letter are noe significantly different. ming 1100:000 3 100:000 +00:000 e888 828 2 88888 67 Lampiran 11 LAMA PERKEMBANGAN PUPA YANG BERHASIL MENJADI DEWASA (Aedes aegypr) ‘TIA KONSENTRASI PEMAPARAN EKSTRAK BUI BENGKUANG (Pachyrhizus erasts) DALAM PELARUT AQUADES, ETANOL DAN METANOL Pelarut ‘Lama Perkembangan Pupa yang Berhasil Menjadi Dewasa (Jam) Tiap Konsentrasi 0.100% | 0.09% [ 0.080% | 0.070% | aor | 0.050% | 0.040% | 0.030% | 0.020% | 0.010% | 0.000%. ° o 0 0 0 | mst so f 0 | o | 39 | 453 JAquades | 0 ° ° ° ° o | 39 | 492 | 428 | 4sse | 456 o ° o | o ° ar) o | 3 | 467 | a8 ° o ° ° ° 0 | 46s | 3867 | 6145 | 459 | 229 o 0 o 0 ° ° ° ° ° 0 | am HEtanot ° ° ° ° o | o ° ° o o | 495 ° ° ° ° o | o ° ° o 0 | 452 ° 0 ° ° o | o ° ° ° o | 447 o ° ° ° 0 a) 0 ° 0 | #6 IMetanot | 0 ° ° o ° o | o ° ° o | 483 ° ° ° ° ° ° ° ° o | 246 | 447 ° ° ° ° o ° ° ° ° o | 483 68 Lampiran 12. Analisis ragam data menggunakan RAK dengan uiji statistik terhadap lama perkembangan pup menjadi dewasa USE WOR KONSENTRASE UNTUK FAKTORIAL, 6 Analysis of variance Procedure Level of Level of Sonn FARTS - rons” PELARUT Mean ey O.osoy — Aquanes © 40 .0000000 0.000000 olomm rane” ———0-0000000 (0:0090000 OLoRoe —WETANOL ‘0:0000000 ‘0:0000000 0.090% © aauaoes. © 4 ©=——_-9,0000000, ‘0:0000000 o.0906 ramen” «= =———0.0000000 ‘00000000 010908 eran «4 =——-9.0000000 ‘00090000 Olow —aguross” «4-0 .0000000, ‘00000000 Otome = Tranou © 400000000 ‘0:0000000 Olow —eTaNoL=—«& 00000000 ‘070000000 analysis of variance procedure buncan's tuitiple Range Test for variable: FARTS nore: This test controls the type T comparisonwnise error rate, not the expecinentwise error rave ‘Aiphas 0.05 df= 92 MSEx 50.3810 mmber ofteans 2g a S68 7 8h Crveical aange §,750 6,051 6.251 6.397 6.511 6.602 6,678 6.743 6.798 6.846 Wears with the sane letter are now significantly different. Duncan Grouping ean H KOKS. 4.660 12 0.000% Viner 2 oles 3es22 12 0.070% 31.292 12 0.040% T2312 0.030% iiac2 12 0-028 le00 12 0-060% o:000 12 0.070% loo 12 0.080% 91000 12 0.030% 0.000 12 0.04% analysis of variance procedure punean's multiple Range Test for variable: FARTS nore: This test controls the type Z conparisonwise error race, not the Uiperinantrize error rate. ‘nipnae 0.08, df= 99 HSE= $0.38109 umber of Weans 23 Critical Range 3.003 2.160 means with the sane Tetter are not significantly different. ‘ouncan Grouping een PELRUT » aaizss 4 Aquanes é ‘41g07 4 MeTANOL. e ie 44 ewe 69 DE BBDA KONSENTRASE, Ut, EARTOREAL 6 Hass Level infornation class Levels values vans Ti $2G358 0.018 0.00% 0,035 0.045 0.05% 0.06% 0,07% 0.08% 0.098 peut 3—_-AQUADES ETANOL METANOL TWunber of abservasions in daca set a2 ‘ns lyets of vartanee procedure Dependent variable: FARTS scirce De sum of squares ogel 2 39060, 51980606, Behe tron. 2 38772777500 Estrected total at (08804768108 e a-square ee 0.886765, 78.26835 9.08037879 gource oF fovea 35 fous, » 75165. 91508939 G2oc0 Savane 2 8577.38632879 Gr oc0r fonsePetatur 20 10297,.03848788, e200! are analysis of variance trac Level of sneer Are Soden 324336800000, 8:38 a8? sSeeeer Some Te geteeey Biss 3g “73228000, Sie AL Rheeer Sloe 2" reteeer Site = Taoe000 Sloe (8. p000008 Stam = 1 o000000 Slope 12 B; 8000000, 8-2? oféeno000 Semoes ak ap Basen gino. 4a “A feaesen Reva, 4a 46068382 8° coo 44!480000 9.000% 45 'sss0000 s:e0ce ‘e:7250000 oor 45:3500000 Som rane” “O-acng08 Blois verano «= G.2s00000 Blew — Aquabes. «48 3e8co00 Bie — EPawe == “9 angao00 Some fetawon © 488009008 Soe Maudbes «42h Se7seao Sloe crane” «4 “00000000 Brom eto. © =o 9900000 Siote —Raunoes «38: 8730000 Scie = Statae’ = = “00000000 Sib Nerato. 4 = 9-9000000 5:8 Mauanes, 3S Sason00 Bios = rawe” == anoac00 Bios Henao, «= coono00 Biber © aumoes «= rooagog Bios Eran” «400000 Bios eran. == 0900000 Score © mauoes «400000 Sim © Staae 48000000 o:ore —wevano «$= 80000000, Mean square 1220.63499705 50. ss108868 7.09796370 ean square 2518.50150804 2798.68316439 s1.85202439, 2.tioess3 api dassase 22. 8395591 Bgsceaas 133196269 a. Pr2z922 pees Tassag7s a isieo3s 8: a 300000 90090000 Brepo0009 value 24.23 F value 46.02 55.38 10.22 70 class sare UDT BEDA KONSENTRASE UNTUK FAKTORIAL. 6 Tapers or variance sracadire fs5 Level informacion. Levels values 3 2'ONGEaquanes 0. ooUKETANOL, 0. 0OORHETANOL, 0. OLAGUADES, 0. OINETANOL Oceagmcranoc. 0, gznquibes 0,dzgeranot 0-02imerANOL, 6 O3%AQUADES O(BiReTANOL 0, 0s TANOL 0. OHRAGUADES O:O8XETANOL_ 0, OFAWETANOL. B:osaaquanes 9. 0sReTanaL O.0smseTANGL 0-OgtAguADES 0. OSNETANOL Bioemnevanot. O:o7%AquanEs. 0, OPsETANGL O-O/METANOL 0-OSBAQUADES B.omxeTanaL 0. d8teTANaL 0. OOEAGUADES O-O9METANOL. 0. GBDMETANOL Bi Yeagdanes 9: Demranot 0. 1eranoL Number af observavions 1h daza set “ana vais oF wartance procedure puncan’s huleiple Range Test for variable: raxrs wore; SHS?2cSe"eonchots the type x eonpariaonvise error rate, not the tuperinentyse error rate Dupber of Means 2 A riefcal range, 9-96 10.43 10.83 13.08 12.28 See is fiomber of means 7 rveieat ange, 12.00 12.05 12.3 12.45 12.20 2356 ae fiumber of means | 24 Criekeal mange 12,42 12.43 12.45 22.47 32.49 eins with the sane’ lector are foe Boncan Grouping es ashe : 4 8.000 EEEEEEEEEESEL EL geeeeee ‘Aighas 0,05" af 99 Mscm $0.38108 we at dud ubud wad a7 11.68 12.77 12.88 11.95 Be fe ee 2.35 12.27 12,30 22.33 12.36 12.38, FE ee a Oe 32.51 92.52, 12,$4 22.55 22.38, Bantricaneiy. ai rrerent 332 siren 5 OCBMEANOL 7 Lampiran 13. Analisis Probit untuk Kematian Larva Probit Analysis: aquades VS konsentrasi Distesbution: Normal Response information Variable Value count equades Success 750000 Failure 350000 cs otal 1200000 ketimation Method: Maximun Likelihood Regression Table ‘Standard variable coet Eeror 2 oP Constant 1.79499 0.00391 ~450.95 0.000 Xonsentr 5.5382 0.1089 547.07 0.000 Tatura Response 0.000 Log-bikelinood = -202002.136 Goodness-of-Fit tests Method chi-square OF Pearson ‘soz6e.731 «90.000 Devsance 54096.076 90.000 olerance Distribution Paranetor Estinates standard 95.08 Normal CE Paranater Estimate zzror ‘bower Upper Tocation 0,0301486 0.00003090.0200880 9.0302003 Seale 010187959 0,0000307 0,0167359 0.0160562, able of Percentiles standara 98.08 Pisuetal cr Percent Konsentrasi —EEror ‘ower ‘upper sP otooes2s 0.000060 0.009083 ~0.000767 2 “9.004346 0.000073 0.004489 -0.c04204 3 “o1e0141 0000068 | -0.001575 | -0.001208, 4 01000744 9.000068 0.000617 0.000079, 3 01002522 9.000062 9.002400 0.002642 % 0.004035 9.000059 9.003918 0.004151 7 plocssei 0.000057 0.005249 0.005473 & 01006549 9.000055 0.006440 0.006657 9 0.007628 0.000054 0.007524 0.007734 10 ‘0.008624 0.000052 0.00es21 9.000726 20 0.01601 0.00002 0.03593 (0.02620 30 9.02134 0.000036 «0.02327 (0.02342 49 0102589 9.000033 0.02583 «0.02596 50 0.03015 0.000032 «4.03009 0.03021, 60 0.03440 0.000034 «0.03434 (0.03446 50 9.03896 0.000033 «0.03889 0.09802 80 9.04428 9.000038 0.0442 0.04436 80 9.05167 0.000048 0.05158 0.05177 1 0.05267 0.000049 «0.05257 0.05276 92 (0.08378 © -0000S1 «0.05365 (0.05305, 93 0.08404 9.000052 «0.05483 «0.05504 54 9.05626 9.000054 «0.05616 0.05637 9s 9.08778 9.000057 0.05766 0.05799 96 0.05955 0.000059 «0.05944 0.05967 97 9.06174 9.000063 «9.06162 0.06106 52 oLoedee 9.000062 «0.0641 0.06478 39 o10es22 9.000075 0.06908 © «0.06997 R

Anda mungkin juga menyukai