Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN
Pada zaman dahulu orang Mesir tidak menggunakan tubuh orang mati untuk
mempelajari perjalanan suatu penyakit, organ tubuh pada mayat hanya dipakai
untuk diawetkan. Orang Yunani dan Indian melakukan kremasi tanpa dilakukan
pemeriksaan; bangsa Romawi, Cina, dan Muslim menganggap tabu untuk
memotong tubuh manusia. Pada abad pertengahan, pembedahan mayat tidak
diijinkan.1
Pembedahan mayat untuk pembelajaran dilakukan pertama kali pada tahun
300 SM oleh Herophilus dan Erasistratus, ilmuwan Alexandria. Namun yang
pertama kali menemukan adanya hubungan antara tanda dan gejala pada pasien
adalah ilmuwan Yunani, Galen dari Pergamum. Ini merupakan perkembangan
yang signifikan yang mengarah ke autopsi dan mematahkan pandangan lama
untuk pengembangan ilmu kedokteran.1
Kelahiran kembali anatomi terjadi selama Renaissance, dikerjakan oleh
Andreas Vesalius ( De humani corporis fabrica, 1543) yang membuat mungkin
untuk menentukan penyakit berdasarkan anatomi normal. Leonardo da Vinci
membedah 30 mayat dan menulis kelainan anatomi. Begitu juga Michaelangelo
yang melakukan beberapa pembedahan. Pada awal abad ke 13, Frederick II
meminta dua tubuh korban eksekusi kriminal setiap dua tahun untuk dikirim ke
sekolah kedokteran. Antonio Benivieni, pada abad ke 15 melakukan 15 autopsi
untuk menentukan sebab kematian dan secara signifikan memiliki hubungan
antara gejala dan apa yang ditemukan. 1
Autopsi berkembang oleh Giovanni Morgagni, bapak Patologi modern,
yang pada tahun 1761 mendeskripsikan apa yang bisa dilihat dengan mata

telanjang. Pada penelitiananya yang besar On the Seats and Causes of Diseases
as Investigated by Anatomy, ia membandigkan gejala dan observasi pada 700
pasien dengan temuan anatomis pada pemeriksaan tubuh. 1
Oleh Karl van Rokitansky dari Vienna (1804-1878), autopsi dengan mata
telanjang mencapai puncaknya. Rokitansky menggunakan mikroskop dan terbatas
oleh teori humoralnya. Seorang ahli patologi Jerman, Rudolf Virchow (18211902), yang memperkenalkan doktrin selular, perubahan-perubahan pada sel
merupakan dasar untuk memahami suatu penyakit pada patologi dan autopsi.
Autopsi modern sudah diperluas termasuk penerapan berbagai ilmu dan
semua instrument dari spesialisasi dasar ilmu modern. Pemeriksaan diperluas
bahwa struktur sel terlalu kecil untuk dilihat kecuali dengan menggunakan
mikroskop elektron.1

BAB 2
ISI
2.1 Pengertian Autopsi
Secara etimologis, autopsi berasal kata dari Auto yang artinya sendiri dan
Opsis yang artinya melihat.1-3Yang dimaksudkan dengan autopsi adalah
pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang terdiri dari pemeriksaan terhadap bagian
luar maupun bagian dalam dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau
adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan penemuan tersebut,

menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan


kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.3
2.2 Jenis jenis Autopsi
Berdasarkan tujuannya autopsi digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu autopsi
klinik dan autopsi forensik atau autopsi medikolegal.3
2.2.1 Autopsi klinik; dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita
penyakit, dirawat di Rumah Sakit tetapi kemudian meninggal. Jenis autopsi
ini mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang bersangkutan.
Adapun tujuan dilakukan autopsi klinik adalah3,4 :
a. Menentukan sebab kematian yang pasti
b. Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan
sesuai dengan diagnosis post-mortem
c. Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan
diagnosis klinis dan gejala gejala klinik
d. Menentukan efektifitas pengobatan
e. Mempelajari perjalanan lazim suatu proses penyakit
f. Pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter
2.2.2

Autopsi Forensik atau Medikolegal; dilakukan terhadap mayat seseorang


berdasarkan peraturan perundang undangan. Untuk melakukan autopsi
forensik ini, diperlukan suatu surat permintaan pemeriksaan atau pembuatan
Visum et Repertum (VeR) dari pihak yang berwenang, dalam hal ini pihak
penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseorang yang
menghalang halangi dilakukannya autopsi forensik, yang bersangkutan
dapat dituntut berdasarkan undang undang yang berlaku.2
Adapun tujuan dilakukannya autopsi forensik adalah :
a. Membantu dalam hal penentuan identitas mayat
b. Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian
serta memperkirakan saat kematian
c. Mengumpulkan serta mengenali benda benda bukti untuk
penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan
3

d. Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam


bentuk visum et repertum
e. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam
penentuan identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah

2.3 Dasar Hukum Pelaksanaan Autopsi


Aspek hukum yang terkait dengan autopsi antara lain; pihak yang berhak
meminta VeR, dasar hukum autopsi forensik, barang bukti, dan menentukan saat
kematian.
Pihak yang berhak meminta VeR adalah; penyidik (KUHAP I butir 1, 6, 7,
120, 133, PP RI No 27 Th 1983) yakni pejabat polisi negara RI tertentu sekurangkurangnya berpangkat PELDA (AIPDA) serta berpangkat bintara dibawah
PELDA (AIPDA). Selanjutnya penyidik pembantu (KUHAP I Butir 3,10, PP RI
No 27 Th 1983) yaitu pejabat polisi Negara RI tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat SERDA polisi ( BRIPDA). Selain itu Provos berdasarkan UU No I
Darurat Th 1958, Keputusan Pangab No Kep/04/P/II/1984. Terakhir adalah hakim
pidana (KUHAP 180).
Dasar hukum autopsiforensik adalah KUHAP 133, KUHAP 134, KUHP
222, Reglemen pencatatan sipil Eropa 72, Reglemen pencatatan sipil Tionghoa,
STBL 1871/91, UU RI No 23 Th 1992 Pasal 70.
Dasar hukum yang berkaitan dengan barang bukti berdasarkan KUHAP 42,
yakni barang bukti harus diperiksa oleh dokter untuk dicatat kemudian dilaporkan
dalam VeR; barang bukti setelah diperiksa diserahkan kepada penyidik secepatnya
dengan disertai surat tanda penerimaan yang ditanda-tangani oleh penyidik.

Untuk menentukan saat kematian berdasarkan PP No 18 th 1981, yakni


secara konvensional; seseorang telah meninggal dunia apabila keadaan insane
yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,
pernapasan, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti. Khusus untuk
transplantasi; saat kematian ditentukan oleh dua dokter yang tidak ada hubungan
dengan dokter yang melakukan transplantasi dan penentuan kematian di RS
modern menggunakan EEG, yaitu alat yang mencatat aktivitas otak.
2.4 Persiapan Sebelum Tindakan Autopsi
Sebelum memulai autopsi, ada beberapa hal yang penting untuk
dipersiapkan yaitu sebagai berikut :
Pertama, kelengkapan surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan
dilakukan.Dalam hal autopsi forensik, perhatikan apakah surat permintaan atau
pembuatan Visum et Repertum telah ditandatangani oleh pihak penyidik yang
berwenang untuk autopsi forensik, mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap yang
meliputi pembukaan seluruh organ tubuh dan pemeriksaan seluruh organ.3
Kedua, pastikan mayat yang akan diautopsi benar-benar adalah mayat
yang dimaksudkan dalam surat yang bersangkutan dalam hal ini surat permintaan
VeR. Dalam hal autopsi forensik, perhatikan terhadap mayat yang akan diperiksa
telah dilakukan identifikasi oleh pihak yang berwenang berupa penyegelan dengan
label polisi yang diikatkan pada ibu jari kaki mayat. Hal ini untuk memenuhi
ketentuan mengenai penyegelan barang bukti. Label dari polisi ini memuat antara
lain nama, alamat, tanggal kematian, dan sebagainya yang harus diteliti apakah
sesuai dengan data datayang tertera dalam Surat Permintaan Pemeriksaan.3
Ketiga, kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya
kematian selengkap mungkin. Pada kasus autopsi forensik, informasi mengenai

kejadian yang mendahului kematian, keadaan pada TKP dapat memberi petunjuk
bagi pemeriksaan serta dapat membantu menentukan jenis pemeriksaan khusus
yang mungkin diperlukan. Kurang atau tidak terdapatnya keterangan
keterangantersebut di atas dapat mengakibatkan terlewat atau hilangnya bukti
buktiyang penting, misalnya saja tidak diambilnya cairan empedu, padahal korban
kemudian ternyata adalah seorang pecandu narkoba.3
Keempat, periksakelengkapan alat-alat yang

diperlukan

sepanjang

pelaksanaan autopsi. Untuk melakukan autopsi yang baik, tidaklah diperlukan alat
alatyang mewah, namun tersedianya beberapa alat tambahan kiranya perlu
mendapat perhatian yang cukup.3
2.5 Perlengkapan Untuk Autopsi
Untuk melakukan suatu autopsi yang baik, diperlukan alat alat sebagai
berikut3 :
a. Kamar autopsi
b. Meja autopsi
c. Peralatan autopsi
d. Peralatan untuk pemeriksaan tambahan
e. Peralatan tulis menulis dan fotografi
2.6 Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan luar dimulai dari
pemeriksaan label pada jempol kaki mayat yang berasal dari pihak kepolisian.
Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna,
bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk
identifikasi di kamar zenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.3
Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya
bercak/pengotoran) dari penutup mayat. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta
kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari bungkus mayat. Catat tali

pengikatnya bila ada. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang
dikenakan di atas sampai di bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan
meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian,
ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila
ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada tidaknya bercak/pengotoran atau
robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.3
Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk
serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut. Mencatat benda di
samping mayat. Mencatat perubahan tanatologi : Lebam mayat; letak/distribusi,
warna, dan intensitas lebam..3
a. Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada
tidaknya spasme kadaverik.
b. Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu
ruangan pada saat tersebut.
c. Pembusukan.
d. Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.
Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan
umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae
albicantes pada dinding perut. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk
penentuan identitas khusus, meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan
kulit, anomali dan cacat pada tubuh.3
Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut.
Rambut kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong
dan mencabut sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang
berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam kantungan yang telah ditandai
sesuai tempat pengambilannya.

Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda


kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna,
cari pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan.
Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan
warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan
kanan.
Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan
lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak,
pewarnaan, dan sebagainya. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas
pencekikan atau pelebaran pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga
diperiksa secara menyeluruh.
Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan
bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat
keadaan selaput darah dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama.
Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah
dan lain-lain. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan,
ikterus, sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain
pada tubuh.3
Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka
pada tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi,
ukuran, dan lain lain. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua
tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan,
antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang

belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis mendatar melalui
pusat. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.3
2.7 Teknik Autopsi
Terdapat empat teknik autopsi dasar yang dikenal dalam pembedahan mayat
namun pada umumnya setiap teknik autopsi hanya memiliki sedikit perbedaan
atau merupakan modifikasi dari empat teknik autopsi dasar tersebut. Perbedaan
terutama dalam hal pengangkatan keluar organ, baik dalam hal urutan
pengangkatan maupun jumlah atau kelompok organ yang dikeluarkan pada satu

2.7.1

waktu, serta bidang pengirisan pada organ yang diperiksa.


Adapun keempat teknik autopsi dasar tersebut adalah sebagai berikut3-7 :
Teknik Virchow
Teknik ini mungkin merupakan teknik autopsi yang tertua. Setelah
dilakukan pembukaan rongga tubuh, organ organ dikeluarkan satu persatu dan
langsung diperiksa. Dengan demikian kelainan kelainan yang terdapat pada
masing masing organ dapat segera dilihat, namun hubungan anatomik antar
beberapa organ yang tergolong dalam satu sistim menjadi hilang. Dengan
demikian, teknik ini kurang baik bila digunakan pada autopsi forensik, terutama
pada kasus penembakan dengan senjata api dan penusukan dengan senjata tajam,
yang perlu dilakukan penentuan saluran luka, arah serta dalamnya penetrasi yang

2.7.2

terjadi.
Teknik Rokitansky
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan
beberapa irisan in situ, baru kemudian seluruh organ organ tersebut dikeluarkan
dalam kumpulan kumpulan organ (en bloc). Teknik ini jarang dipakai karena
tidak menunjukkan keunggulan yang nyata atas teknik lainnya. Teknik ini pun

2.7.3

tidak baik digunakan untuk autopsi forensik.


Teknik Letulle

Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma dan perut
dikeluarkan sekaligus (en masse). Kepala diletakkan di atas meja dengan
permukaan posterior menghadap ke atas. Plexus coeliacus dan kelenjar para aorta
diperiksa, aorta dibuka sampai arcus aortae dan Aa. Renales kanan dan kiridibuka
serta diperiksa.
Aorta diputus di atas muara arteri renalis. Rectum dipisahkan dari sigmoid.
Organ urogenital dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat
pada dua tempat dan kemudian diputus antara dua ikatan tersebut dan usus dapat
dilepaskan. Esofagus dilepaskan dari trakea, tetapi hubungannya dengan lambung
dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta diputus di atas diafragma dan dengan
demikian organ leher dan dada dapat dilepas dari organ perut.
Dengan pengangkatan organ organ tubuh secara en masse ini, hubungan
antar organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh.
Kerugian teknik ini adalah sukar dilakukan tanpa pembantu, serta agak sukar
dalam penanganan karena panjangnya kumpulan organ organ yang dikeluarkan
2.7.4

sekaligus.
Teknik Ghon
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan
bersama hati dan limpa, organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan
organ (bloc).
Saat ini berkembang teknik autopsi yang merupakan modifikasi dari teknik
Letulle. Organ tidak dikeluarkan secara en masse, tetapi dalam 2 kumpulan. Organ
leher dan dada sebagai satu kumpulan, organ perut serta urogenital sebagai
kumpulan yang lain, setelah terlebih dahulu usus diangkat mulai dari perbatasan
duodenojejunal sampai perbatasan rectosigmoid.

10

Gambar 1. Skema Perbedaan Teknik Autopsi


(Diambil dari kepustakaan no.3)

2.8 Pemeriksaan Dalam3-8


Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati
dan dicatat:
a.

Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan


pita pengukur. Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas
inferior organ. Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya

pembesaran.
b.
Bentuk. Ada deformitas yang terjadi atau tidak.
c.
Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang
lembut, berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika
terdapat penebalan, permukaan yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.
d.
Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh
e.

tersebut.
Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ
itu. Caranya dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada
saat ditarik. Jaringan yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang

f.

rendah sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang kuat.


Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur
permukaan penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ
11

tubuh adalah keabu-abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah
yang terdapat pada organ tersebut. Warna kekuningan, infiltrasi lemak,
lipofisi, hemosiferin atau bahan pigmen bisa merubah warna organ. Warna
yang pucat merupakan tanda anemia.
Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan
khusus juga bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan
penyebab kematian.
Insisi pada masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu :
a.
1)

Dada :
Seksi Jantung :
Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava

inferior sampai keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau
dimasukkan melalui katup trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian
ini dipotong. Ujung pisau lalu dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung
mulai dari apeks dipotong sejajar dengan septum interventrikulorum.
Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena pulmonalis
kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup mitral
keluar di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau kemudian
dimasukkan melalui katup aorta dan otot jantung dari apeks dipotong sejajar
dengan septum inetrventrikulorum. Jantung sekarang sudah terbuka, diperiksa
katup, otot kapiler, chorda tendinea, foramen ovale, septum interventrikulorum.
Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai
dari lubang dikatup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di pertengahan sejajar
dengan epikardium dan endokardium, demikian pula dengan septum
interventrikulorum.

12

2)

Paru-paru :
Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan

pembuluh darah di hilus, setelah perkardium diambil. Vena pulmonalis dibuka


dengan gunting, kemudian bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis. Paru-paru
diiris longitudinal dari apex sampai basis.
Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari
sambungannya dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan
bagian tajam horizontal diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan
yang lain menekan pada punggung pisau. Pemotongan dimulai dari tulang
rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari diafragma kanan
dan kiri kemudian dilepaskan mediastinum anterior. Rongga paru-paru
diperiksa adanya perlengketan, darah, pus atau cairan lain kemudian diukur.
Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paruparu, bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang
rawan dipotong sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke
sendi

sternoklavikularis

dengan

menggerak-gerakkan

sternum,

sendi

dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi yang lainnya.


Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium
dibuka dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak
kurang lebih 50 cc dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat
insisi di bilik dan serambi kanan diperiksa adanya embolus yang menutup
arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi kiri. Jantung
dilepaskan dengan memotong pembuluh besar dekat perikardium.

13

b.
1)

Perut
Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat

ganda dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit tadi
dapat diangkat. Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat
pada hati dilepaskan terlebih dahulu.
Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum. Perhatikan
isi lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung empedu
ditekan, bulu empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting ke arah
papila Vater, kemudian dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu dibuka.
Perhatikan mukosa dan adanya batu.
Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pankreas.
Pankreas dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal.Hati :
perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian dipotong
longitudinal.Usus halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul,
perhatikan mukosa dan isinya, cacing.

2)

Ginjal, Ureter, Rektum, dan Kandung Urine:


Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu

insisi lateral dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah
di hilus, kemudian ureter dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urine dan
rektum dilepaskan dengan cara memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung
urine dan dengan cara tumpul membuat jalan sampai ke belakang rektum.
Kemudian dilakukan sama pada bagian sebelahnya. Tempat bertemunya kedua
jari telunjuk dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan kiri dapat bertemu,

14

kemudian jari kelingking dinaikkan ke atas dengan demikian rektum lepas dari
sakrum. Rektum dan kandung urine dipotong sejauh dekat diafragma pelvis.
Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal
dari lateral ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine,
kapsul ginjal dilepas dan perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum
dibuka dari belakang dan kandung urine melalui uretra dari muka. Rektum
dilepaskan dari prostat dan dengan demikian terlihat vesika seminalis. Prostat
dipotong transversal, perhatikan besarnya penampang.
Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal,
perhatikan besarnya, konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat
ditarik seperti benang.
3)

Urogenital Perempuan :
Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus

dibuka dengan insisi longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke kanan
dan ke kiri. Ke kornu. Tuba diperiksa dengan mengiris tegak lurus pada jarak
1-1,5 cm. Ovarium diinsisi longitudinal.
Pada abortus provokatus kriminalis yang dilakukan dengan menusuk ke
dalam uterus, seluruhnya : kandung urine, uterus dan vagina, rektum difiksasi
dalam formalin 10% selama 7 hari, setelah itu dibuat irisan tegak lurus pada
sumbu rektum setebal 1,25 cm, kemudian semuanya direndam dalam alkohol
selama 24 jam. Saluran tusuk akan terlihat sebagai noda merah, hiperemis. Dari
noda merah ini dibuat sediaan histopatologi.
Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum
dan rektum diikat ganda kemudian dipotong.Limpa : dipotong di hilus, diiris
longitudinal, perhatikan parenkim, folikel, dan septa.
c. Leher

15

Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan
sebagai satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan
tonsil. Pada kasus pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya
patah tulang.
d. Kepala
Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri
dengan mata pisau menghadap keluar supaya tidak memotong rambut terlalu
banyak. Kulit kepala kemudian dikelupas ke muka dan ke belakang dan
tempurung tengkorak dilepaskan dengan menggergajinya. Pahat dimasukkan
dalam bekas mata gergaji dan dengan beberapa ketukan tempurung lepas dan
dapat dipisahkan. Durameter diinsisi paralel dengan bekas mata gergaji. Falx
serebri digunting dibagian muka. Otak dipisah dengan memotong pembuluh darah
dan saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula oblongata. Tentorium
serebri diinsisi di belakang tulang karang dan sekarang otak dapat diangkat.
Selaput tebal otak ditarik lepas dengan cunam. Otak kecil dipisah dan diiris
horisontal, terlihat nukleus dentatus. Medula oblongata diiris transversal,
demikiaan pula otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala perhatikan adanya
edema, kontusio, laserasi serebri.
e.

Tengkorak Neonatus :
Kulit kepala dibuka seperti biasa, tengkorak dibuka dengan menggunting

sutura yang masih terbuka dan tulang ditekan ke luar, sehingga otak dengan
mudah dapat diangkat.
2.9 Insisi
Insisi dilakukan hingga mencapai kedalamaan setebal kulit saja. Insisi
berbentuk huruf I merupakan insisi yang paling ideal. Insisi I dimulai di bawah
16

tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari
paramedian kiri dari pusat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu
melingkari pusat. Atas indikasi kosmetik insisi Y tidak dianjurkan. Insisi
melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan
suprasternal ini dibuat sayatan melingkari bagian leher.3,4

Gambar 2. Skin Insisi (diambil dari kepustakaan no.5)

Gambar 3. Skin Insisi (diambil dari kepustakaan no.9)


Pada beberapa keadaan tertentu, diperlukan berbagai prosedur khusus dalam
tindakan otopsi, antara lain : insisi Y, insisi pada kasus dengan kelainan leher,
tes emboli udara, tes apung paru, tes pada

pneumothorax,

dan

tes

alphanaphthylamine.4
1. Insisi Y

17

Insisi Y, tidak dilakukan semata-mata untuk alasan kosmetik, sehingga


jenazah yang sudah diberi pakaian, tidak memperlihatkan adanya jahitan setelah
dilakukan bedah mayat. Ada dua macam insisi Y, yaitu :
a)

Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision) yang dilakukan


pada tubuh pria.

Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka


dan sejajar dengan tulang tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu

pada bagian tengah (incisura jugularis).


Lanjutkan sayatan, dimulai dari incisura jugularis ke arah
bawah tepat di garis pertengahan sampai ke sympisis os pubis

menghindari daerah umbilikus.


Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati sampai ke
rahang bawah; tindakan ini dimulai dari sayatan yang telah dibuat
pertama kali.

Dengan kulit daerah leher dan dada bagian atas tetap utuh,

alat-alat dalam rongga mulut dan leher dikeluarkan.


Tindakan selanjutnya sama dengan tindakan pada bedah
mayat yang biasa.
Insisi yang lebih dalam (deep incision), yang dilakukan untuk

b)

kaum wanita.

Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah buah dada,

dimulai dari bagian lateral menuju bagaian medial (proc. Xiphoideus);


bagian lateral disini dapat dimulai dari ketiak, ke arah bawah sesuai
dengan arah garis ketiak depan (linea axillaris anterior), hal yang sama

juga dilakukan untuk sisi yang lain (kiri dan kanan).


Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa, sampai
simphisis os pubis, dengan demikian pengeluaran dan pemeriksaan alat-

18

alat yang berada dalam rongga mulut, leher, dan rongga dada lebih sulit
bila dibandingkan dengan insisi Y yang dangkal.
2.

Insisi pada Kasus dengan Kelainan di Daerah Leher

Buat insisi I, yang dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah

seperti biasa, sampai ke simpisis os pubis.


Buka rongga dada, dengan jalan memotong tulang dada dan igaiga.

Keluarkan jantung, dengan menggunting mulai dari v.cava inferior,

v.pulmonalis, a.pulmonalis, v.cava superior dan terakhir aorta.


Buka rongga tengkorak, dan keluarkan organ otaknya.
Dengan adanya bantalan kayu pada daerah punggung, maka daerah
leher akan bersih dari darah, oleh karena darah telah mengalir ke atas ke
arah tengkorak dan ke bawah, ke arah rongga dada; dengan demikian

pemeriksaan dapat dimulai.


Insisi ini dimaksudkan agar daerah leher dapat bersih dari darah, sehingga
kelainan yang minimalpun dapat terlihat; misalnya pada kasus pencekikan,
penjeratan, dan penggantungan. Prinsip dari teknik ini adalah pemeriksaan daerah
dilakukan paling akhir.
3.

Tes emboli udara

Buat sayatan I, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai


ke symphisis pubis,
Potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan iga

dan tulang dada keatas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-3,
Potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke-3,
Setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada bagian depan kandung
jantung dengan insisi I, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter; kedua ujung

19

sayatan tersebut dijepit dan diangkat dengan pinset (untuk mencegah air

yang keluar)
Masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah dibuat
tadi, sampai jantung terbenam; akan tetapi bila jantung tetap terapung, maka

hal ini merupakan pertanda adanya udara dalam bilik jantung,


Tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik jantung kanan,
yang berbatasan dengan pangkal a. Pulmonalis, kemudian putar pisau itu 90
derajat; gelembung-gelembung udara yang keluar menandakan tes emboli
hasilnya positif,
Bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a. Pulmonalis,

ke arah bilik jantung, untuk melihat keluarnya gelembung udara,


Bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus, maka pemeriksaan
dengan prinsip yang sama, dilakukan mulai dari rahim dan berakhir pada

jantung,
Semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli
pulmoner, untuk tes emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak
perbedaannya adalah

pada tes emboli sistemik tidak dilakukan

penusukan ventrikel, tetapi sayatan melintang pada a. Coronaria sinistra


ramus desenden, secara serial beberapa tempat, dan diadakan pengurutan

atas nadi tersebut, agar tampak gelembung kecil yang keluar,


Dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml, sedangkan untuk
emboli sistemik hanya beberapa ml.
Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner, tidak

jarang terjadi.Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh vena yang ada
di paru-paru, misalnya pada trauma dada dan trauma daerah mediastinum yang
merobek paru-paru dan merobek pembuluh venanya.

20

Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk melalui


pembuluh-pembuluh vena besar yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher
bagian bawah, lipat paha atau daerah sekitar rahim (yang sedang hamil); dapat
pula pada daerah lain, misalnya pembuluh vena pergelangan tangan sewaktu
diinfus, dan udara masuk melalui jarum infus tadi. Fiksasi ini penting, mengingat
bahwa tekanan vena lebih kecil dari tekanan udara luar, sehingga jika ada robekan
pada vena, vena tersebut akan menguncup, hal ini ditambah lagi dengan
pergerakan pernapasan, yang menyedot.
4.

Tes Apung Paru-paru

Keluarkan alat-alat dalam rongga mulut, leher dan rongga dada

dalam satu kesatuan, pangkal dari esophagus dan trakea boleh diikat.
Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi air.
Bila terapung lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang

kanan.
Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan
pemisahan masing-masing lobus, kanan terdapat lima lobus dan kiri dua

lobus.
Apungkan semua lobus tersebut, catat yang mana yang tenggelam dan

mana yang terapung.


Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5 potong

dengan ukuran 5 mm x 5 mm, dari tempat yang terpisah dan perifer.


Apungkan ke 25 potongan kecil-kecil tersebut, bila terapung, letakkan
potongan tersebu pada dua karton, dan lakukan penginjakan dengan

menggunakan berat badan, kemudian dimasukkan kembali ke dalam air.


Bila terapung berarti tes apung paru positif, paru-paru mengandung
udara, bayi tersebut pernah dilahirkan hidup.

21

Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan


partial, bayi tetap pernah dilahirkan hidup.

Tes apung paru-paru dikerjakan untuk mengtahui apakah bayi yang


diperiksa itu pernah hidup. Untuk melaksanakan test ini, persyaratannya sama
dengan test emboli udara, yakni mayatnya harus segar. Cara melakukan tes apung
paru-paru:
Tes Pada Pneumothoraks

Buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu

sekitar iga ke 4 dan 5 ( udara akan berada pada tempat yang tertinggi ),
Buat kantung dari kulit dada tersebut mengelilingi separuhnya

dari daerah iga 4 dan 5 ( sekitar 10 x 5 cm )


Pada kantung tersebut kemudian diisi air, dan selanjutnya tusuk
dengan pisau, adanya gelembung udara yang keluar berarti ada
pneumothorax; dan bila diperiksa paru-parunya, paru-paru tersebut

tampak kollaps,
Cara lain; setelah dibuat kantung , kantung ditusuk dengan spuit
besar dengan jarum besar yang berisi air separuhnya pada spuit tersebut;
bila ada pneumothorax, tampak gelembung-gelembung udara pada spuit
tadi.

Pada trauma di daerah dada, ada kemungkinan jaringan paru robek,


sedemikian rupa sehingga terjadi mekanisme ventil di mana udara yang masuk
ke paru-paru akan diteruskan ke dalam rongga dada, dan tidak dapat keluar
kembali, sehingga terjadi kumulasi udara, dengan akibat paru-paru akan kolaps
dan korban akan mati.Diagnosa pneumothorax yang fatal semata-mata atas dasar

22

test ini, bila test ini tidak dilakukan, diagnosa sifatnya hanya dugaan. Cara
melakukan test ini adalah sebagai berikut:
5. Tes Alpha Naphthylamine

Kertas saring Whatman

direndam

dalam

larutan

alpha-

naphthylamine, dan keringkan dalamoven, hindari jangan sampai terkena

sinar matahari,
Pakaian yang akan diperiksa, yaitu yang diduga mengandung butirbutir mesiu, dipotong dan di atasnya diletakkan kertas saring yang telah

diberi alpha-naphthylamine,
Di atas kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine tadi

ditaruh lagi kertas saring yang dibasahi oleh aquadest,


Keringkan dengan cara menyeterika tumpukan tersebut, yaitu kain
yang akan diperiksa, kertas yang mengandung alpha-naphthylamine dan

kertas saring yang basah,


Test yang positif akan terbentuk warna merah jambu (pink colour),
pada kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine; bintik-bintik
merah jambu tadi sesuai dengan penyebaran butir-butir mesiu pada
pakaian. Test ini dilakukan untuk mengetahui adanya butir-butir mesiu
khususnya pada pakaian korban penembakan.

Setelah otopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam


rongga tubuh. Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan
otak dikembalikan ke dalam rongga tengkorak. Jahitkan kembali tulang dada dan
iga yang dilepaskan pada saat membuka rongga dada. Jahitkan kulit dengan rapi
menggunakan benang yang kuat, mulai dari dagu sampai ke daerah simfisis. Atap
tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan menjahit otot

23

temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi. Bersihkan tubuh
mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali pada pihak keluarga.
2.10 Pemeriksaan Penunjang3,10
Pada otopsi juga dilakukan prosedur laboratorium yaitu :
1.

Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.


Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan difiksasi

dalam formalin 10%.Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati, limpa, pankreas,
otot jantung, arteri koronaria, kelenjar gondok, ginjal, prostat, uterus, korteks
otak, basal ganglia dan dari bagian lain yang menunjukkan adanya kelainan.
2.

Pemeriksaan toksikologi

Lambung dan isinya.

Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-

ikatan pada pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.


Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari
perifer (v. jugularis; a.femoralis, dan sebagainya), masing-masing 50 ml
dan dibagi dua, yang satu diberi bahan pengawet dan yang lain tidak

diberi bahan pengawet.


Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram.
Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat

khususnya atau bila urine tidak tersedia.


Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan
sianida, dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang
mempunyai kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah
mengalami pembususkan.

24

Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan diekskresikan


melalui urine, khususnya pada test penyaring untuk keracunan narkotika,

alkohol dan stimulan.


Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun.
Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar suntikan, jaringan otot,
lemak di bawah kulit dinding perut, rambut, kuku dan cairan otak.
Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil

sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan


histopatologik. Pada pemeriksaan intoksikasi, digunakan alkohol dan larutan
garam jenuh pada sampel padat atau organ. NaF 1% dan campuran NaF dan Na
sitrat digunakan untuk sampel cair. Sedangkan natrium benzoate dan phenyl
mercuric nitrate khusus untuk pengawet urine.
3. Pemeriksaan bakteriologi.
Dalam hal ada dugaan sepsis diambil darah dari jantung dan sediaan limpa
untuk pembiakan kuman. Permukaan jantung dibakar dengan menempelkan spatel
yang dipanaskan sampai merah, kemudiaan darah jantung diambil dengan tabung
injeksi yang steril dan dipindah dalam tabung reagen yang steril. Permukaan
limpa dibakar dengan cara tersebut di atas dan dengan pinset dan gunting yang
steril diambil sepotong limpa dan dimasukkan dalam tabung reagen yang steril
dan kedua tabung dikirim ke laboratorium bakteriologi.
4. Sediaan apus bagian korteks otak, limpa dan hati.
Mungkin perlu dilakukan untuk melihat parasit malaria.Sediaan hapus
lainnya adalah dari tukak sifilis atau cairan mukosa.
5. Darah dan cairan cerebrospinalis diambil untuk pemeriksaan analisa
6.
7.
8.

biokimia.
Pemeriksaan urine dan feces.
Usapan vagina dan anus, utamanya pada kasus kejahatan seksual.
Cairan uretra.

25

2.11 Perawatan Mayat Setelah Autopsi3


Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam
rongga tubuh. Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan
otak dikembalikan ke dalam rongga tengkorak.
Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat membuka
rongga dada. Jahitlah kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat mulai dari
bawah dagu sampai ke daerah simfisis.
Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan
menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi.
Bersihkanlah tubuh mayat dan darah sebelum mayat diserahkan kembali kepada
pihak keluarga.

BAB 3
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa :
Autopsi merupakan suatu pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang terdiri dari
pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam.

26

Tujuan autopsi : menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera,


melakukan interpretasi atas penemuan penemuan tersebut serta mencari
sebab akibat antara kelainan kelainan yang ditemukan dengan penyebab

kematian
Ada dua jenis autopsi yaitu autopsi klinik dan autopsi forensik.
Autopsi forensik atau medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik yang

tertuang dalam Surat Permintaan Visum et Repertum.


Ada empat teknik dasar autopsi / pengeluaran organ yaitu teknik Virchow,
teknik Rokitansky, teknik Letulle dan teknik Ghon. Teknik yang sekarang

paling sering digunakan adalah teknik modifikasi Letulle.


Cara insisi yang dikenal dalam autopsi adalah insisi Y dan insisi I.
Selain pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam, pemeriksaan laboratorium

juga dibutuhkan jika ada indikasi khusus.


Setelah pembedahan selesai, setiap organ dikembalikan ke dalam tubuh sesuai
letak anatominya, kemudian tubuh dijahit sesuai garis insisi menggunakan
teknik jelujur.
DAFTAR PUSTAKA

1. Finkbeiner WE, Ursell PC, Davis RL. The Autopsy Past And Present dalam
Autopsy Pathology A Manual And Atlas 2nd Edition. Philadelphia :
Saunders;2009.Hal.1-11
2. Sadelman HC. The Autopsy dalam Kobilinsky L: editor : Forensic Medicine.
New York : Chelsea House Publisher;2007.Hal. 28 34
3. Tim Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik Autopsi Forensik.
Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI;2010.Hal.1 45
4. Shepherd R. The Autopsy dalam Simpsons Forensic Medicine 12th Edition.
London : Arnold Hodder Headline Group;2003.Hal.34 5
5. Sheaff MT, Hopster DJ. General Inspection and Initial Stages of Evisceration
dalam Post Mortem Technique Handbook 2nd Edition. London :
Springer;2005.Hal.56 81
27

6. ----------------------------------. Evisceration Technique dalam Post Mortem


Technique Handbook 2nd Edition. London : Springer;2005.Hal 82 110
7. Ludwig J. Principles of Autopsy Techniques. Immediate, and Restricted
Autopsies, and Other Special Procedures dalam Handbook of Autopsy Practice
3rd Edition. New Jersey : Human Press;2002.Hal.3
8. Finkbeiner WE, Ursell PC, Davis RL. Basic Postmortem Examination dalam
Autopsy Pathology A Manual And Atlas 2nd Edition. Philadelphia :
Saunders;2009.Hal.34-55
9. Collins KA, Hutchins GM. An Introduction To Autopsy Technique : Step-byStep Diagram. College of American Pathologists : Advancing
Excellence;2005.Hal.1-22
10. Mozayani A. Toxicology in The Crime Laboratory. In: Mozayani A, Noziglia
C, editors. The Forensic Laboratory Handbook Procedures and Practice. New
Jersey: Humana Press; 2006.p.249-264

28

Anda mungkin juga menyukai