Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
Thalassemia adalah kelainan bawaan dari sintesis hemoglobin. Presentasi
klinisnya bervariasi dari asimtomatik sampai berat hingga mengancam jiwa.
Dahulu dinamakan sebagai Mediterannian anemia, diusulkan oleh Whipple,
namun kurang tepat karena sebenarnya kondisi ini dapat ditemukan di mana saja
di seluruh dunia. Seperti yang akan dijelaskan selanjutnya, beberapa tipe berbeda
dari thalassemia lebih endemik pada area geografis tertentu.
Pada tahun 1925, Thomas Cooley, seorang spesialis anak dari Detroit,
mendeskripsikan suatu tipe anemia berat pada anak-anak yang berasal dari Italia.
Beliau menemukan adanya nukleasi sel darah merah yang masif pada sapuan apus
darah tepi, yang mana awalnya beliau pikir sebagai anemia eritroblastik, suatu
keadaan yang disebutkan oleh von Jaksh sebelumnya. Namun tak lama kemudian,
Cooley menyadari bahwa eritroblastemia tidak spesifik dan esensial pada temuan
ini sehingga istilah anemia eritroblastik tidak dapat dipakai. Meskipun Cooley
curiga akan adanya pengaruh genetik dari kelainan ini, namun beliau gagal dalam
menginvestigasi orangtua sehat pada anak-anak yang mengidap kelainan ini.
Di Eropa, Riette mendeskripsikan mengenai adanya anemia mikrositik
hipokromik ringan yang tak terjelaskan pada anak-anak keturunan Italia pada
tahun yang sama saat Cooley melaporan adanya bentuk anemia berat yang
akhirnya dinamakan mengikutinya namanya. Sebagi tambahan, Wintrobe di
Amerika Serikat melaporkan adanya anemia ringan pada kedua orangtua dari anak
yang mengidap anemia Cooley. Anemia ini sangat mirip dengan kelainan yang
ditemukan Riette. Baru setelah itu anemia Cooley dinyatakan sebagai bentuk
homozigot dari anemia hipokromik mikrositik ringan yang dideskripsikan oleh
Riette dan Wintrobe. Bentuk anemia berat ini kemudian dilabelisasi sebagai
thalassemia mayor dan bentuk ringannya dinamakan sebagai thalassemia minor.
Kata thalassemia berasal dari bahasa Yunani yaitu thalassa yang berarti laut
(mengarah ke Mediterania), dan emia, yang berarti berhubungan dengan darah.

BAB II
1

PEMBAHASAN THALASSEMIA
1.

DEFINISI (1)
Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik herediter

dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi
total atau parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat
dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu
atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional.
Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kirakira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip
thalassemia; banyak di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi
setempat. Pada umumnya, rantai globin yang disintesis dalam eritrosit thalassemia
secara struktural adalah normal. Pada bentuk thalassemia- yang berat, terbentuk
hemoglobin hemotetramer abnormal (4 atau 4) tetapi komponen polipeptida
globin mempunyai struktur normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal juga
menyebabkan perubahan hemotologi mirip thalassemia.
2.

EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia.

Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang
terbanyak; menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir
seluruh negara di dunia.(2)
Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di
dunia. Talasemia o ditemukan terutama di Asia Tenggara dan kepulauan
Mediterania, talasemia + tersebar di Afrika, Mediterania, Timor Tengah, India
dan Asia Tenggara. Angka kariernya mencapai 40-80%.
Thalassemia memiliki distribusi sama dengan thalassemia Dengan
kekecualian di beberapa negara, frekuensinya rendah di Afrika, tinggi di
mediterania dan bervariasi di Timor Tengah, India dan Asia Tenggara. HbE yang
merupakan varian thalassemia sangat banyak dijumpai di India, Birma dan

beberapa negara Asia Tenggara. Adanya interaksi HbE dan thalassemia

menyebabkan thalassemia HbE sangat tinggi di wilayah ini.


Yayasan Thalassemia Indonesia menyebutkan bahwa setidaknya 100.000
anak lahir di dunia dengan Thalassemia mayor. Di Indonesia sendiri, tidak kurang
dari 1.000 anak kecil menderita penyakit ini. Sedang mereka yang tergolong
thalassemia trait jumlahnya mencapai sekitar 200.000 orang.
Di RSCM sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien
thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak
FKUI-RSCM yang terdiri dari 52,5 % pasien thalassemia homozigot, 46,2 %
pasien thalassemia HbE, serta thalassemia 1,3%. Sekitar 70-80 pasien baru,
datang tiap tahunnya. (4)

Gambar 1. Daerah Penyebaran Thalassemia/Sabuk Thalassemia.(2).


3.

FISIOLOGI HEMATOPOESIS
Maximow (1924) mengemukakan suatu dalil bahwa sel darah berasal dari

satu sel induk. Hal ini kemudian dikembangkan oleh Downey (1938) yang
membuat hipotesa dengan konsep hirarki dari sel pluripoten dan selanjutnya Till
dan Mc Culloch (1961) menyimpulkan bahwa satu sel induk merupakan koloni
yang memperlihatkan diferensiasi multilineage atau pluripoten menjadi eritroid,
mieloid serta megakariosit. Dari penelitian-penelitian tersebut ditetapkan bahwa
sel stem ada pada hematopoisis. Sistem hematopoitik mempunyai karakteristik
berupa pergantian sel yang konstan untuk mempertahankan populasi leukosit,
3

trombosit dan eritrosit.(3)


Sistem hematopoitik dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Sel Stem (progenitor awal) yang menyokong hematopoiesis.
2. Colony forming unit (CFU) sebagai pelopor yang selanjutnya
berkembang dan berdiferensiasi dalam memproduksi sel.
3. Faktor regulator yang mengatur agar Sistem berlangsung beraturan.
Sel Stem merupakan satu sel induk (klonal) yang mempunyai kemampuan
berdiferensiasi menjadi beberapa turunan, membelah diri dan memperbaharui
populasi sel stem sendiri di

bawah pengaruh faktor pertumbuhan

hematopoitik.Hematopoitik membutuhkan perangsang untuk pertumbuhan


koloni granulosit dan makrofag yang disebut "Colony Stimulating Factor"
(CSF) yang merupakan glikoprotein.
Dalam proses selanjutnya diketahui regulasi hematopoisis sangat
kompleks dan factor pertumbuhan yang berfungsi tumpang tindih serta banyak
tempat untuk memproduksi factor-faktor tersebut, termasuk organ hematopoitik. (3)
Perkembangan sistem vaskuler dan hematopoisis dimulai pada awal
kehidupan embrio dan berlangsung secara paralel / bersamaan sampai masa
dewasa mempunyai hubungan dengan lokasi anatomi yang menyokong
hematopoisis tersebut.(3)
Secara garis besar perkembangan hematopoisis dibagi dalam 3 periode:
1. Hematopoisis yolk sac (mesoblastik atau primitif )
2. Hematopoisis hati (definitif )
3. Hematopoisis medular

Hemoglobin(4)
Merupakan kompleks protein yang terdiri dari heme yang mengandung
besi dan globin dengan interaksi diantara heme dan globin menyebabkan
4

hemoglobin (Hb) merupakan perangkat yang ireversibel untuk mengangkut


oksigen. Sesuai dengan rangkaian hematopoisis yang dimulai dari yolk sac, limpa,
hati dan sumsum tulang diikuti juga dengan variasi sintesis hemoglobin. Sejak
masa embrio, janin, anak dan dewasa sel darah merah mempunyai 6 hemoglobin
antara lain:
Hemoglobin embrional : Gower-1, Gower-2, Portland
Hemoglobin fetal : Hb-F
Hemoglobin dewasa : Hb-A1 dan Hb-A2
Hemoglobin embrional(4)
Selama masa gestasi 2 minggu pertama, eritroblas priomitif dalam yolk
sac membentuk rantai globin-epsilon () dan zeta (Z) yang akan membentuk
hemoglobin primitive Gower-1 (Z22). Selanjutnya mulai sintesis rantai
mengganti rantai zeta; rantai mengganti rantai di yolk sac, yang akan
membentuk Hb-Portland (Z22) dan Gower-2 (22)
Hemoglobin yang ditemukan terutama pada masa gestasi 4-8 minggu
adalah Hb-Gower-1 dan Gower-2 yaitu kira-kira 75% dan merupakan hemoglobin
yang disintesis di yolk sac, tetapi akan menghilang pada masa gestasi 3 bulan.
Hemoglobin fetal(4)
Migrasi pluripoten stem cell dari yolk sac ke hati, diikuti dengan sintesis
hemoglobin fetal dan awal sintesis rantai . Setelah masa gestasi 8 minggu Hb-F
paling dominan dan setelah janin berusai 6 bulan merupakan 90% dari
keseluruhan hemoglobin, kemudian berkurang bertahap dan pada saat lahir
ditemukan kira-kira 70% Hb-F. sintesis Hb-F menuurun secara cepat setelah bayi
lahir dan setelah usia 6-12 bulan hanya sedikit ditemukan.
Hemoglobin dewasa(4)
Pada masa embrio telah dapat dideteksi HbA (22) karena telah terjadi
perubahan sintesis rantai menjadi dan selanjutnya globin meningkat pada
,masa gestasi 6 bulan ditemukan 5-10% HbA, pada waktu lahir mencapai 30%
dan pada usia 6-12 bulan sudah memperlihatkan gambaran hemoglobin dewasa.
Hemoglobin dewasa minor (HbA2) ditemukan kira-kira 1% pada saat lahir
5

dan pada usia 12 bulan mencapai 2-3,4%, dengan rasio normal antara HbA dan
HbA2 adalah 30:1.Perubahan hemoglobin janin ke dewasa merupakan proses
biologi berupa diferensiasi sel induk eritroid, sel stem pluripoten, gen dan reseptor
yang mempengaruhi eritroid dan dikontrol oleh factor humoral.
4.

PATOFISIOLOGI
Hemoglobin (Hb) tersusun atas heme yang merupakan cincin porfirin

dalam ikatan dengan Fe dan globulin yang merupakan protein pendukung. Satu
molekul hemoglobin mengandung 4 sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun
atas satu molekul globin dan satu molekul heme.
Globulin terdiri atas 2 pasang rantai polipeptida, yaitu sepasang rantai
dan sepasang rantai non alpha (,,). Kombinasi rantai polipeptida tersebut akan
menentukan jenis hemoglobin. Hb A (22) merupakan lebih dari 96 % Hb total,
Hb F (22) kurang dari 2% dan Hb A2 (22) kurang dari 3%. Pada janin
trisemester III kehamilan hampir 100% Hb adalah Hb F. Setelah lahir, sintesis
globin makin menurun digantikan oleh globin .
Rantai polipeptida tersusun atas 141 asam amino, sedangkan rantai non
tersusun atas 146 asam amino. Sintesis rantai disandi oleh gen 1 dan gen 2
di kromosom 16, sedangkan gen yang mensintesis rantai , rantai dan rantai
terletak di kromosom 11. Pada orang normal sintesis rantai sama dengan rantai
non alpha. Thalassemia akan terjadi bila sintesis salah satu rantai polipeptida
menurun.
Struktur kimia hemoglobin memungkinkan molekul hemoglobin memiliki
kemampuan untuk mengikat oksigen secara reversible. Zat besi dalam molekul
heme secara langsung berfungsi sebagai pengikat oksigen. Hemoglobin memiliki
struktur kuartener empat rantai polipeptida, masing-masing dengan satu tempat
pegikatan oksigen. Sehingga satu molekul hemoglobin dapat mengikat 4 molekul
oksigen.

Hemoglobin yang merupakan suatu protein, disintesis berdasarkan

informasi genetik. Masing-masing polipeptida penyusun Hb berbeda dalam urutan

asam aminonya.

Dengan demikian ada beberapa lokus gen terpisah dalam

kromosom yang mengatur sintesis rantai polipeptida dari hemoglobin. (2)


Untuk pembentukan dan sebenarnya terdapat 2 lokus gen untuk
masing-masing, sedangkan dan hanya memilki satu lokus gen. Lokus gen
untuk terletak pada kromosom 16 sedangkan lainnya (,,) terletak pada
kromosom 11.
Sintesis rantai bersama dengan sintesi rantai menonjol selama masa
kehidupan janin. Rantai akan terus disintesis sampai usia dewasa sedangkan
rantai mulai menurun pada trisemester akhir dan dengan cepat menurun setelah
kelahiran.
Talasemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang
ditandai dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih,
sehingga terjadi ketidak seimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk.
Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin dapat disebabkan
karena kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati
lokus gen globin. Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis thalassemia
merupakan hasil kelaianan mutasi pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA.
Pada replikasi DNA dapat terjadi pergantian urutan asam basa dalam DNA, dan
perubahan kode genetic akan diteruskan pada penurunan genetic berikutnya.
Mutasi ini dapat memperpendek rantai asam amino maupun memperpanjangnya.
Kelainan mutasi dapat pula terjadi pada keselahan berpasangan kromosom pada
proses meiosis yang mengakibatkan perubahan susunan material genetic. Bila
terjadi crossing over pada kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa
tadi akan terjjadi apa yang disebut duplikasi,delesi, translokasi dan iversi.
Kerusakan pada salah satu kromosom homolog menimbulkan terjadinya keadaan
heterozigot, sedangkan kerusakan pada kedua kromosom homolog menimbulkan
keadaan homozigot.
Pada thalassemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis
sama sekali. Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha,
7

khususnya kekurangan sintesis rantai

akan menyebabkan kurangnya

pembentukan Hb.
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat
yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen
dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut
hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
(2)

Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya


biosintesis dari unit globin pada Hb A. pada thalasemia heterozigot, sintesis
globin kurang lebih separuh dari nilai normalnya. Pada thalasemia homozigot,
sintesis globin dapat mencapai nol.
Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai , sintesis Hb A total
menurun dengan sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan
thalasemia homozigot mengalami anemia berat. Sebagai respon kompensasi,
maka sintesis rantai menjadi teraktifasi sehingga hemoglobin pasien
mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai ini tidak
efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi. (7)
Pada thalasemia homozigot, sintesis rantai tidak mengalami
perubahan. Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini mengakibatkan
kelebihan adanya rantai bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan
retikulosit. Rantai bebas ini mudah teroksidasi. Mereka dapat beragregasi
menjadi suatu inklusi protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan membran
pada sel darah merah dan destruksi dari sel darah merah imatur dalam sumsum
tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang diproduksi menjadi
berkurang. Sel darah merah yang beredar kecil, terdistorsi, dipenuhi oleh inklusi
globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang menurun. Hal yang telah
disebutkan diatas adalah gambaran dari Anemia Cooley: hipokromik, mikrosisitk
dan poikilositik.
8

Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa,
hepar, dan sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit
ini. Sel darah merah yang mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai
umur yang lebih panjang.
Anemia yang berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying
capacity dari setiap eritrosit dan tendensi dari sel darah merah matur (yang
jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa secara prematur.
Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsumsumsum tulang dipacu untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak.
Namun mekanisme kompensasi ini tidak efektif karena adanya kematian yang
prematur dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu ekspansi sumsum tulang yang
masif yang memproduksi sel darah merah baru.
Sumsum tulang mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian
kortikal dari tulang, menghabiskan sumber kalori yang sangat besar pada umurumur yang kritis pada pertumbuhan dan perkembangan, mengalihkan sumbersumber biokimia yang vital dari tempat-tempat yang membutuhkannya dan
menempatkan suatu stress yang sangat besar pada jantung. Secara klinis terlihat
sebagai kegalan dari pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung high
output, kerentanan terhadap infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan
kematian di usia muda tanpa adanya terapi transfusi. (8)
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat
diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan
besi akan berkurang dan makrofag akan mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi
besi menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi
pada penderita thalassemia- berat karena diduga faktor plasma menggantikan
mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi
besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain
bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag
9

menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin
diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga
menjelaskan mengapa penderita dengan thalassemia- yang memiliki jumlah besi
yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka
mendapat transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh, penderita
thalassemia- intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki
jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan dengan penderita yang
mendapatkan transfusi darah secara teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah
besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat
dengan protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti
pada thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di
plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki material untuk memproduksi
hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-organ, seperti
jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya kerusakan pada
organ-organ tersebut (organ damage). (2)
5.

KLASIFIKASI
Talasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen

akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini
menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, secara garis besar terdapat dua tipe
utama thalassemia yaitu thalassemia dan thalassemia. Selain itu juga terdapat
tipe thalassemia lain seperti thalassemia intermediate.

Abnormalitas genetic

Sindroma klinik

Thalassemia
Penghapusan 4 gen- hydrops fetalis

Kematian in utero

10

Penghapusan 3 gen- penyakit Hb H

Anemia hemolitik

Penghapusan 2 gen ( trait thalasemia )

Sediaan darah mikrositik hipokrom

Penghapusan 1 gen ( trait thalasemia + )

tetapi biasanya tanpa anemia

Thalassemia
Homozigot thalassemia mayor

Anemia berat perlu transfusi darah

Heterzigot- trait thalassemia

Sediaan darah mikrositik hipokrom


tetapi biasanya dengan atau tanpa
anemia

Thalassemia intermediate
Sindroma klinik yang disebabkan oleh Anemia
sejenis lesi genetik

hepato-

hipokrom

mikrositik,

splenomegali,

kelebihan

beban besi.
Talasemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau kodominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot
gejalanya lebih berat dari talasemia atau .(2)
Thalassemia- (8)
Dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-; antara lain :
a. Trait thalassemia-+ heterozigot (Thalassemia minor)
-

Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan


elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2,

Hb F, atau keduanya.
Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai
anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan
preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan
trait thalassemia- mempunyai peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF,
sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas,
11

dijumpai Hb A2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%,


yang mewakili thalassemia tipe . (8)

Gambar 1. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel


b.
-

Thalassemia- homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)


Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan
kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita
ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang
disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5

tahun pertama kehidupan.


Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik
disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi
tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang
di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

12

Gambar 2. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)


-

Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat


kekuningan.

Limpa

dan

hati

membesar

karena

hematopoesis

ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa


mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan ketidaknyamanan
mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 3. Splenomegali pada thalassemia


-

Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau
tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang
disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung,
13

termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh
-

siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.


Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia- homozigot
yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan
mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi, aneh
(sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di
darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang
merupakan presipitasi kelebihan rantai , juga terlihat pasca splenektomi.
Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi.
Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron
binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar
HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit. (8)

6.

GEJALA KLINIS (STADIUM THALASSEMIA) (9)


Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan

adalah tingkat keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala..


Gejala klinis biasa berupa tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak
aktif beraktifitas atau jarang bermain dengan teman seusianya, sesak nafas kurang
konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi
berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies Cooley,
conjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesarah lien dan atau
hepar.
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah
kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan
tingkat gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan
untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan thalassemia- mayor atau
intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red
Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya
ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram
(EKG) dalam 24 jam normal.
2. Stadium II

14

Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan
memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada
dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal
pada EKG dalam 24 jam.
3. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi
ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial
dan ventrikular.
7.

DIAGNOSIS BANDING
Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal

ini disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran
eritrosit mikrositik hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena
pada anemia defisiensi Fe didapatkan : (10)
-

Pucat tanpa organomegali

SI rendah

IBC meningkat

Tidak tedapat besi dalam sumsum tulang

Bereaksi baik dengan pengobatan dengan preparat besi


Anemia sideroblastik dimana didaptkan pula gambaran apusan darah tepi

mikrositik hipokrom dan gejala-gejala anemia, yang membedakan dengan


thalassemia adalah kadar besi dalam darah tinggi, kadar TIBC (Total Iron Binding
Capacity) normal atau meningkat sedangkan pada thalassemia kadar besi dan
TIBC normal.
Dapat juga dibandingkan dengan anemia defisiensi G6PD, dimana enzim
ini bekerja untuk mencegah kerusakan eritrosit akibat oksidasi. Merupakan salah
satu anemia hemolitik juga. Dapat dibedakan dengan thalassemia dengan
gambaran apusan darah tepi dimana pada defisiensi G6PD nomositik-normokrom
dan pemeriksaan enzim G6PD.
Thalassemia juga didiagnosis banding dengan jenis thalassemia lainnya,
yang memberi gambaran klinis yang sama. Namun pada pemeriksaan
15

elektroforesis hemoglobin dapat diketahui jenis thalassemia atau thalassemia .


Pada thalassemia dengan HbH ditemukan jaundice dan splenomegali. (9)
8.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalassemia


ialah:
1. Darah (2)
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita
thalasemia adalah :
-

Darah rutin

Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit,


peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila
terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.
-

Hitung retikulosit

Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.


-

Gambaran darah tepi

Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada


gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops
sel dan target sel.

Serum Iron & Total Iron Binding Capacity

Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia


terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun,
sedangkan TIBC akan meningkat.
-

Tes Fungsi Hepar

16

Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka
tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis,
obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat
dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan
berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.
2. Elektroforesis Hb (2)
Diagnosis

definitif

ditegakkan

dengan

pemeriksaan

eleltroforesis

hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia


saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini
untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA 2. Petunjuk adanya thalassemia
adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia kadar Hb F
bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak
melebihi 1%.
3. Pemeriksaan sumsum tulang (2)
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat
aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan
normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3.
4. Pemeriksaan rontgen (5)
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak
mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi
berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala.
Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari
korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang
terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan hair on end yaitu
menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.
5. EKG dan echocardiography

untuk mengetahui dan memonitor keadaan

jantungnya. Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.


17

6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.(9)


9. KOMPLIKASI
-

Splenomegali karena penimbunan besi dan eritrosit abnormal, leukosit dan


trombosit.

Anak dengan thalassemia mayor dengan transfuse yang tidak adekuat dapat
menyebabkan pertumbuhan kurang dan mudah terinfeksi, hepatosplenomegali,
penipisan cortex tulang dan mudah fraktur.

Hemosdierosis akibat pemberian transfuse, sehingga kadar serum besi yang


berlebihan.

Kerusakan hepar yang disebabkan oleh besi yang berhubungan dengan


komplikasi sekunder dari transfuse dan infeksi hepatitis C merupakan
penyebab tersering hepatitis pada anak dengan thalassemia.

Congestive heart failure dan cardiac aritmia pada transfusi tanpa chelating
agent.

Thrombosis dan septikemia pada splenektomi

Wanita dengan fetus - thalassemia meningkatkan komplikasi pada kehamilan


karena toksikemia dan peradarahan post partum. (10)
10. TERAPI
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan

lanjut setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak
diberikan kecuali memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera
dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai.
Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya
mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit
thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen
transfusi darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup.
18

Transfusi darah harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala
dan setelah periode pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat
mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
a. Transfusi Darah (4)
-

Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 99.5 gr/dL sepanjang waktu.
Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka dibutuhkan
suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut
meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan

pemeriksaan hepatitis.
Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC
dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan

regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.


Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi
untuk mencegah demam dan reaksi alergi.
Komplikasi Transfusi Darah (4)
Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi

bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor


biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa
diberikan transfusi.

Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi

terekspose virus hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut
sudah jauh berkurang. Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama
hepatitis pada remaja usia di atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh
organisme opurtunistik dapat menyebabkan demam dan enteriris pada penderita
dengan iron overload, khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan
Deferoksamin (DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi
dengan Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol.
b. Terapi Khelasi (Pengikat Besi) (4)

19

Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat


menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat

mencegah kelainan jantung tersebut.


Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks
hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat
penting untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan
besi negatif (lebih banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO
tidak diserap di usus, maka rute pemberiannya harus melalui parenteral

(intravena, intramuskular, atau subkutan).


Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12
jam saat pasien tidur selama 5 hari/minggu.
c. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH) (4)
TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang

saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya
hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang inefektif sebelum
transplantasi dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga
karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita yang tidak memiliki
ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak diperlukan setelah
transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu terus mendapat terapi
khelasi untuk menghilangkan zat besi yang berlebihan. Waktu yang optimal untuk
memulai pengobatan tersebut adalah setahun setelah TSSH. Prognosis jangka
panjang pasca transplantasi , termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka
panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada biaya transplantasi.
Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.
d. Terapi Bedah(4)
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan
pada pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar
besi nontoksik (yaitu, fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan
sel darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan
sebelum memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai
20

penyimpanan untuk besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi
tersebut. Pengangkatan limpa yang terlalu dini dapat membahayakan.
Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif,
menyebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan
demikian meningkatkan kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih banyak
akumulasi besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari
200-250 mL / kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL
karena dapat menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%.
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur
sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila
memungkinkan sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif
dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap keluhan demam sambil
menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin setiap hari juga bermanfaat jika
platelet meningkat menjadi lebih dari 600.000 / L pasca splenektomi.
e. Transplantasi sumsum tulang(4)
Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan
tahun 1982.

Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi

definitive untuk talasemia. Jarang dilakukan karena mahal dan sulit.


f. Diet talasemia (11)
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai berikut
o

Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi.

Asam Folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.

Vitamin E 200-400 IU setiap hari.


Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi

juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi penyerapan
zat besi di usus.
21

11.
i.

SKRINNING
Ada 2 pendekatan untuk menghinadari thalassemia:
Karena karier thalassemia bias diketahui dengan mudah, skrinning

populasi dan koseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah,
1 dari 4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot.
ii.
Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa
diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal
dan terminasi kehamilan pada fetus dengan thalassemia berat.
Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan
skrinning premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan
program konseling verbal maupun tertulis mengenai skrinning.
Alternatif lain bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita
hamil berdasar ras, melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada
thalassemia-). Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa
menganalisis rantai . (4)
12.

PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia.

Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat


bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa,
tergantung pula pada terapi dan komplikasi yang terjadi. Bayi dengan thalassemia
mayor kebanyakn lahir mati atau lahir hidup dan meninggal dalam beberapa
jam. Anak dengan thalassemia dengan transfuse darah biasanya hanya bertahan
sampai usia 20 tahun, biasanya meninggal karena penimbunan besi. (9)

BAB III
KESIMPULAN
Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang
diturunkan. Thalassemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur
Tengah, India sampai Asia Tenggara. Thalassemia memiliki dua tipe utama
berdasarkan rantai globin yang hilang pada hemoglobin individu yaitu
Thalassemia- dan thalassemia-, yang nantinya akan dibagi lagi menjadi
22

beberapa subtipe berdasarkan derajat mutasi (secara genetik) ataupun berat


ringannya gejala. Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif
atau ko-dominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala, sedangkan homozigot atau
gabungan heterozigot gejalanya lebih berat dari thalassemia dan . Gejala klinis
biasa berupa tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak aktif
beraktifitas atau jarang bermain dengan teman seusianya, sesak nafas kurang
konsentrasi, sering pula disertai dengan kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi
berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan facies Cooley,
conjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal, pembesarah lien dan atau
hepar. Terapi thalassemia antara lain adalah terapi transfusi, terapi pengikat besi
(khelasi), splenektomi, dan transplantasi sumsum tulang. Masing-masing terapi
memiliki kriteria dan efek samping tertentu sehingga perlu dipertimbangkan
secara seksama. Konseling mengenai thalassemia sangat diperlukan untuk
skrining dan pemahaman terhadap penderita. Sampai saat ini, penderita
thalassemia yang berat biasanya tidak dapat bertahan hingga mencapai usia
dewasa normal meskipun kemungkinan ini tidak tertutup sama sekali.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Behrman Richard E., Kliegman Robert, Arvin Ann M., et al. Kelainan

Hemoglobin: Sindrom Thalassemia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2.


Edisi ke-15. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001. Hal 1708-1712.
2. Yaish Hassan M. Thalassemia. April 30, 2010. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/958850-overview.
3. Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Sel darah merah:
Eritropoisis. Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak. Cetakan ketiga. Ikatan
Dokter Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 1-6, 16-23.

23

4.

Permono, Bambang H., Sutaryo, Ugrasena, IDG. Hemoglobin Abnormal:

Talasemia. Buku Ajar Hematologi- Onkologi Anak.. Cetakan ketiga. Ikatan Dokter
Indonesia. Jakarta : 2010. Hal 64-84.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hematologi. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Universita Indonesia: Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
6. U.S Department of Health & Human Services. Thalassemias. Available at:
http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Thalassemia/Thalassemia_
Causes.html.

7.

Bleibel, SA. Thalassemia Alpha. August 26, 2009. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/206397-overview

8.

Takeshita, K. Thalassemia Beta. September 27, 2010. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview

9.

Yaish Hassan M. Thalassemia: Differential diagnoses & Workup. April 30,

2010. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/958850diagnosis

10.

Hay WW, Levin MJ. Hematologic Disorders. Current Diagnosis and

Treatment in Pediatrics. 18th Edition. New York : Lange Medical Books/


McGraw Hill Publishing Division ; 2007. Hal 841-845.
11. Haut, A., Wintrobe MM. The hemoglobinopathies and thalassemias. Forfar
and Arneils Textbook of Paediatrics. Edisi 7. Chruchill Livingstone. 2010. Hal
1621-1632.

24

Anda mungkin juga menyukai